Anda di halaman 1dari 14

PENGGUNAAN PROTEIN MPB70 DAN MPB83

SEBAGAI ANTIGEN Mycobacterium bovis DALAM VAKSIN BCG

Disusun oleh:
Grace Yohana C. 10716003
Sania Delvita 10716010
Monica Rosalinda 10716026
Bill Hikmah 10716055
Elita Kridavirmata 10716066
Felia Triesya A. 10716085
Rizqy Ananda Putri 10716090
Lydia Husen K. 10716094

SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
ABSTRAK

Tuberkulosis bovine merupakan penyakit yang menyerang paru-paru dan nodus limfa
akibat infeksi Mycobacterium bovis yang banyak tejadi pada ternak serta memiliki tingkat
penyebaran pada manusia yang cukup tinggi. Penyakit ini ditularkan melalui udara, cairan
yang keluar saat batuk atau bersin, rhingga melalui konsumsi susu mentah atau produk-
produk olahan yang belum dipasteurisasi dari sapi yang terjangkit penyakit ini. Gejalanya
antara lain tidak berenergi atau lemas, kehilangan nafsu makan dan berat badan, demam yang
fluktuatif, batuk, diare, serta pembengkakan nodus limfa.
Mycobacterium bovis telah dimanfaatkan sebagai komponen vaksin BCG untuk
penyakit tuberkulosis bovine. Bakteri ini merupakan parasit intraseluler fakultatif yang dapat
bertahan hidup di berbagai tempat seperti pada kotoran ternak, air yang mengalir, rumput,
hingga tanah kering ataupun lembab. Setelah diisolasi, dipelajari, dan dimodifikasi lebih
lanjut, dihasilkan beberapa strain/varietas yang kemudian diproduksi sebagai vaksin yang
memiliki peluang menyembuhkan tuberkulosis bovine. Mycobacterium bovis strain BCG
memiliki protein MPB70 dan MPB83 yang berfungsi sebagai antigen yang menginduksi
sistem imunitas seluler khususnya sel limfosit T dan sel T sitotoksik, sehingga dapat
membunuh patogen saat tubuh terinfeksi.

Kata kunci : Mycobacterium bovis, Tuberkulosis, Antigen, MPB70, MPB83


BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis bovine merupakan salah satu jenis penyakit tuberkulosis yang


disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium bovis. Penyakit ini menyerang paru-paru,
nodus limfa dan bagian tubuh lainnya serta dapat menginfeksi semua jenis mamalia termasuk
manusia. Pada tahun 1920-an, tuberkulosis bovine menjadi penyakit yang paling sering
dijumpai pada hewan ternak dari seluruh dunia. Hingga saat ini, tuberkulosis bovine tetap
menjadi penyakit yang diwaspadai pada sapi, hewan liar, dan hewan ternak lainnya. Akibat
banyaknya jumlah hewan liar dan ternak di beberapa negara bagian Afrika, Asia, dan
Amerika, tingkat terjangkit penyakit di tempat tersebut lebih tinggi.
Tuberkulosis bovine bersifat mudah menular dengan rute penyebaran yang paling
sering adalah terkena cairan yang keluar saat batuk atau bersin atau lewat rute udara di sekitar
penderita. Manusia dapat terinfeksi jika mengonsumsi susu mentah atau produk-produk
olahan yang belum dipasteurisasi dari sapi yang terjangkit penyakit ini. Rute lainnya adalah
jika terdapat kontak langsung dengan luka atau daging hewan yang terinfeksi. Gejala-gejala
penyakit ini membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk muncul. Gejala
yang terjadi jika terjangkit penyakit ini antara lain tidak berenergi atau lemas, kehilangan
nafsu makan dan berat badan, demam yang fluktuatif, batuk, diare, serta pembengkakan
nodus limfa.
Bakteri Mycobacterium bovis bukanlah penyebab utama dari penyakit tuberkulosis
pada manusia yang umumnya. Penyakit tuberkulosis umumnya pada manusia disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang berelasi dekat dengan bakteri penyakit
tuberkulosis bovine ini (masih berada di dalam satu genus). Bakteri ini juga bisa berfase
dorman dalam inangnya tanpa menyebabkan sakit atau gejala (pada hal seperti ini, manusia
penderita disebut mengalami infeksi laten / LTBI). Penderita yang mengalami infeksi laten
tidak bisa menularkan penyakitnya ke orang lain. Tapi beberapa penderita infeksi laten dapat
berlanjut hingga infeksi yang menyebabkan sakit (TBI).
Cara untuk mendeteksi penyakit ini adalah dengan Tuberculin Skin Test (TST) atau
dengan tes darah (interferon-gamma release assay). Cara menangani penyakit tuberkulosis
bovine mirip dengan cara menangani penyakit tuberkulosis pada umumnya. Bakteri
Mycobacterium bovis resistan dengan salah satu antibiotik bernama pyrazinamide yang biasa
digunakan pada penyakit tuberkulosis.
BAB II
KARAKTERISTIK MYCOBACTERIUM BOVIS

1. Bentuk
Morfologi Mycobacterium subspesies bovis menyerupai spesies lainnya dalam famili
Mycobacterium. Bakteri termasuk corynebacteria yang berbentuk rod/basil lurus atau
melengkung dalam jaringan inang, rod pendek dan padat dalam tissue smear, dan biasanya
dalam kultur berupa basil ramping bersegmen. Bakteri juga dapat membentuk filamen yang
patah menjadi bacillus atau coccus akibat gangguan mekanik. M. bovis memiliki panjang 1.0
- 4.0 µm dan lebar 0.2 - 0.3 µm dalam jaringan. Dalam kultur bakteri dapat berbentuk
bacillus (atau coccus setelah fragmentasi) dengan panjang 6 - 8 µm.
Ciri khas M. bovis adalah tidak memiliki flagella, fimbria, maupun kapsul. Bakteri ini
dikategorikan gram positif tetapi sulit dideteksi dengan pewarna analin/pewarnaan gram
(karena tidak memiliki kapsul) sehingga digunakan pewarnaan fast acid stain (Ziehl-Neelsen
stain). Dinding sel umumnya tersusun 60% dari lipid sehingga bakteri bersifat hidrofobik,
memiliki pertumbuhan lambat, dan resisten terhadap pengeringan, disinfektan, asam, dan
antibodi. M. bovis tidak menghasilkan spora dan tidak motil. Struktur koloni dapat
dipengaruhi dengan penambahan kolagen (menyebabkan clumping) dan protein rekombinan
rRv1009 (menentukan konsentrasi).
Pertumbuhan koloni dalam 3-4 minggu pertama berupa flake berwarna pudar yang
tersebar dalam medium. Flake akan menebal menjadi massa kering di permukaan medium
kultur (karena sifat aerob bakteri). Koloni akan menutupi seluruh permukaan kultur hingga ke
dinding samping wadah, membentuk lapisan tebal dan kasar bertekstur mirip lilin. Warna
awal koloni kuning, kemudian bila terkena cahaya berubah menjadi kuning gelap dan
akhirnya merah. Dalam media cair bakteri hanya akan tumbuh di permukaan kecuali
ditambahkan agen hidrasi (misalnya Tween 80) ke dalam medium.
Faktor virulensi anggota patogen famili Mycobacterium terdapat dalam segmen gen
53-bp MIRU (mycobacterial interspersed repetitive units), sedangkan M. bovis BCG hanya
memiliki segmen 77-bp MIRU. Pada gen narGHJI dan oxyR ditemukan single-nucleotide
polymorphism (SNP). Pada ternak, antigen ESAT-6 dapat digunakan untuk membedakan M.
bovis BCG dengan M. tuberculosis virulen. Selain gen juga dapat dilakukan pemindaian
permukaan M. bovis dengan mikroskop elektron.
2. Cara Identifikasi
Salah satu cara mengidentifikasi Mycobacterium bovis adalah dengan cara Polymerasi
Chain Reaction (PCR). PCR adalah suatu metode enzimatis untuk amplifikasi DNA dengan
cara in vitro. Banyak metode PCR sudah dikembangkan untuk mendeteksi spesies dari
kelompok M. tuberculosis complec (MTC). Metode yang paling sering digunakan adalah
metode yang menggunakan primer dari segmen gen IS6110 pada pasangan basa 123 dan
pasangan basa 245. Metode identifikasi PCR lain untuk mengidentifikasi Mycobacterium
bovis adalah metode yang menggunakan primer potongan pasangan basa DNA 500 yang
terdapat dalam urutan genom RvD1Rv2031c.
Identifikasi M. bovis dapat pula dilakukan dengan mengkombinasikan metode
perkembangbiakan konvensional dan teknik biokimia, namun teknik ini dinilai membutuhkan
waktu yang lama dan melelahkan. Oleh sebab itu, identifikasi dilakukan dengan teknik
molekuler dari kultur murni acid-fast bacilli yang didapatkan dari bagian tubuh yang diduga
terkena bovine tuberculosis. Teknik molekuler yang digunakan adalah m-PCR, yaitu teknik
yang digunakan untuk mendiagnoisis penyakit atau patogen berbeda dalam sampel yang
sama. Dalam teknik ini, pengujian akan mentargetkan RvD1Rv2031c dan potongan IS6110,
untuk mengidentifikasi bakteri MTC serta untuk mencirikan M.bovis dengan MTC lainnya.
Sebuah penelitian dilakukan di peternakan di kota Macaé (Rio de Janeiro State,
Brazil) yang ternaknya memiliki riwayat penyakit bovine Tuberculosis (TB). Dari 50 sapi
dewasa yang di uji tuberculine test 34 diantaranya dinilai positif. Sapi yang positif tersebut
kemudian di necropsy atau otopsi. Dalam tahap necropsy, semua ternak diambil sampel
kelenjar getah bening serta sampel jaringan tubuhnya. Sampel itu kemudian diletakkan di
ruang pendinginan Laboratorium Mikrobiologi. Sampel kemudian diinokulasi pada medium
Lowenstein-Jensen dengan sodium pyruvate kemudian didekomintasi dengan metode Petroff
dilanjutkan dengan inkubasi sampel selama tiga bulan pada suhu 37ºC.
Setelah masa inkubasi, koloni AFB-positif akan disaring dengan metode m-PCR dan
DNA dari mikrobakteri akan di ekstraksi. Metode M-PCR dilakukan di campuran (50 µL)
yang mengandung 5 µl of 10 × PCR buffer (Invitrogen ), 200 µM dNTP (GE Healthcare ),
® ®

2.5 U of recombinant Taq polymerase (Invitrogen ), 0.2 µM of each primer (Invitrogen )


® ®

JB21 (5’-TCGTCCGCTGATGCAAGTGC3’) and JB22 (5’-CGTCCGCTGACCTC


AAGAAAG-3’) (4) and INS1 (5’-CGTGAGGGCATCGAGGTGGC-3’) and INS2 (5’-
GCGTAGGCGTCGGTGACAAA-3’) (10) , 2.0 mM MgCl2, and 5 µL of purified DNA
template. Amplifikasi kemudian dilakukan pada sistem GeneAmp PCR 9600 dengan
dilakukan berbagai pengondisian suhu, yaitu 5 menit pada suhu 94ºC, dilanjutkan dengan
pengondisian dalam pada 94ºC untuk 1 menit kemudian 1 menit di suhu 68ºC dan 1 min di
suhu 72ºC, dengan diakhiri pada suhu 72ºC for 7 min. Produk PCR kemudian dicek dengan
electrophoresis di 1.5% agar agarose stained berisi ethidium bromide (10 µg/mL).
Untuk memastikan adanya infeksi, 17 dari 34 (50%) sampel koloni Mycobacteria
diisolasi pada medium Lowenstein-Jensen yang berisi sodium pyruvate. Enam bulan sebelum
penelitian dilakukan, para ternak dinyatakan bebas Tuberculosis Bovine. Oleh karena itu,
dipercaya bahwa sapi yang membawa infeksi, tidak selalu terlihat ada luka dimana bakteri
masih rendah. Pada 17 isolat tersebut, m-PCR berhasil memperkuat kedua daerah sasaran.
Lima belas dari 17 isolat (88,24%) menunjukkan hasil positif (tanda panah menunjukkan
posisi fragmen 500 bp diagnostik untuk M.bovis dan 245 bp diagnostik untuk anggota
MTBC) (Gambar 1, jalur 1-15) . Dua (11,76%) isolat m-PCR negatif (Gambar 1, jalur 16 dan
17) dikonfirmasi dengan analisis PCR sebagai Mycobacterium sp, namun tidak termasuk
dalam kompleks Mycobacterium tuberculosis (hasil tidak ditunjukkan).

Gambar 1 : Identifikasi isolat ABF dengan m-PCR

3. Habitat
Sapi merupakan inang sejati Mycobacterium bovis. Selain sapi, ternak kambing dan
babi juga rentan terhadap serangan tuberkulosis. Sedangkan sejumlah hewan lain seperti
kerbau, onta, rusa, kuda, bison dan berbagai satwa liar baik yang hidup di alam bebas
maupun yang hidup terkurung di kebun binatang maupun hewan peliharaan seperti anjing dan
kucing, semuanya mungkin saja dapat terserang tuberkulosis. Possum (trichosurus vulpecula)
di Selandia Baru dan badgers (meles meles) di Inggris merupakan satwa liar setempat yang
diketahui berpotensi besar dalam penyebaran tuberkulosis baik bagi kawanan sapi di Inggris
maupun bagi kawanan sapi dan domba di Selandia Baru. (OIE, 2009).
Mycobacterium bovis merupakan parasit intraseluler fakultatif, artinya hidupnya bisa
saja tidak bergantung pada inang. Itulah mengapa penyebarannya dapat melalui udara, dan
menginfeksi hewan lain. Habitat bakteri ini terbilang cukup luas karena bisa bertahan di
berbagai tempat seperti pada kotoran ternak, air yang mengalir, rumput, hingga tanah kering
ataupun lembab. Mycobacterium bovis mungkin tetap bertahan selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan di lingkungan. Kelangsungan hidup akan sangat bervariasi tergantung
pada suhu, kelembaban, paparan sinar matahari langsung, dan apakah organisme berada
dalam kotoran, dahak, tanah, bahan makanan, bangkai dll. Pada kotoran sapi Mycobacterium
bovis bisa bertahan hingga 17 bulan untuk rentang suhu 40-45 C dan masih bisa bertahan
o

hingga suhu 54 C. Mycobacterium bovis dapat bertahan dalam waktu lama di air, misalnya
o

sekitar 400 hari dalam air mengalir. Untuk bahan pakan yang biasanya diberikan pada rusa
berekor putih di Michigan, AS, kelangsungan hidup Mycobacterium bovis setidaknya tujuh
hari pada semua bahan pakan pada suhu mulai dari -20 ° C sampai 23 C. Pada apel, jagung
dan kentang, organisme ini masih bisa diisolasi setelah 112 hari pada suhu 23 ° C. Namun
untuk pertumbuhan optimum organisme ini harus tumbuh di suhu 37-38 C dan mempunyai
o

oksigen yang cukup untuk tumbuh.

4. Media Pertumbuhan
Middlebrook 7H11 merupakan media pertumbuhan padat yang digunakan untuk
mengultivasi bakteri Mycobacterium sp., seperti Mycobacterium tuberculosis dan
Mycobacterium genavense. Komposisi dari Middlebrook 7H11 adalah sebagai berikut:
a. Amonium sulfat ( (NH4)2SO4 )
b. Monopotasium fosfat (KH2PO4)
c. Disodium fosfat (Na₂HPO₄)
d. Sodium sitrat (Na3C6H5O7)
e. Magnesium sulfat (MgSO4)
f. Zinc sulfat (ZnSO4)
g. Tembaga sulfat (CuSO4)
h. Garam L-glutamat atau garam sodium
i. Besi amonium sitrat (C6H8FeNO7)
j. Piridoxin hidroklorida (C8H12ClNO3); sebagai koenzim untuk sintesis asam amino dan
neurotransmitter seperti serotonin dan norepinefrin.
k. Biotin (C10H16N2O3S); sebagai vitamin B7 yang larut dalam air.
l. Malachite green (C23H25N2); sebagai agen antimikrobial yang menghambat
pertumbuhan kontaminan.
m. Agar dan kasein
Untuk mendukung pertumbuhan Mycobacterium bovis pada media Middlebrook
7H11, dilakukan penambahan serum bovine segar, yaitu serum albumin protein yang terdapat
dalam tubuh sapi, serta sel darah merah domba yang telah lisis. Kondisi tumbuh paling efektif
didapatkan dari kombinasi 10% serum bovine dan 0-5% sel darah merah lisis.
Albumin yang terkandung dalam serum bovine akan melindungi Mycobacterium
bovis dari efek toksik yang dihasilkan oleh ikatan dan rantai molekul asam lemak. Pada
umumnya, kandungan ester di dalam asam lemak merupakan stimulan pertumbuhan, namun
asam lemak dapat terkontaminasi apabila berada di dalam media pertumbuhan. Kandungan
lipase yang cenderung tinggi dalam serum bovine akan menghidrolisis gugus ester dalam
asam lemak (Dubos, Davis, Middlebrook & Pierce, 1946). Selain itu, albumin pun memiliki
kandungan non-protein yang dapat menjaga temperatur dan menstimulus pertumbuhan
bakteri (Dubos, 1947). Mekanisme aktivitas stimulatori antara serum bovine dan sel darah
merah masih diteliti hingga sekarang.

Gambar 2 : Grafik efek berbagai modifikasi terhadap media


Middlebrook 7H11 untuk pertumbuhan Mycobacterium bovis.
Gambar 3 : Grafik perbandingan pertumbuhan Mycobacterium bovis pada
media Middlebrook 7H11 yang telah termodifikasi dan media lainnya.
BAB III
KOMPONEN MYCOBACTERIUM BOVIS
YANG DIGUNAKAN UNTUK VAKSIN

1. Mycobacterium bovis sebagai Vaksin BCG

Gambar 4 : Vaksin BCG.

BCG (Bacillus Calmette Guerin 1,5mg) merupakan vaksin yang terbuat dari
Mycobacterium bovis yang dilemahkan dan digunakan untuk mencegah penyakit
tuberkulosis. Vaksin BCG ditemukan oleh Calmette dan Guren dari Institute Pasteur Paris,
Perancis dan mulai diberikan pada manusia sejak tahun 1921. aksin BCG umumnya diberikan
untuk bayi di bawah 1 tahun.
Vaksin ini tersedia dalam bentuk beku kering dan dilarutkan dalam NaCl 0,9%
indikasi bila hendak dipakai. Vaksin BCG diberikan secara intradermal (pemberian obat
dengan cara memasukkan obat ke dalam jaringan dermis kulit dengan suntikan). Vaksin BCG
sensitif terrhadap sinar ultraviolet sehingga harus diletakkan jauh dari sinar matahari. Vaksin
ini dapat diberikan bersamaan dengan vaksin DTP, campak, polio, hepatitis B,
haemophilusinfluenzae tipe B, yellow fever (pada lokasi penyuntikan yang berbeda), dan
suplemen vitamin A.
Sebelum dijadikan vaksin, Mycobacterium bovis diisolasi terlebih dahulu dari sapi
lalu disubkultur terus menerus selama 13 tahun dan baru didapatkan strain yang sudah
dilemahkan. Strain yang sudah dilemahkan tersebut diberi nama BCG. V
Gambar 5 : Hasil pengamatan Mycobacterium bovis

Kulturisasi Mycobacterium bovis secara massal pun tak luput dari hambatan seperti
pertumbuhan bakteri yang relatif lama, pembentukan agregat bakteri pada media, dan tingkat
kematian bakteri yang tinggi setelah formulasi vaksin. Sebagai solusi, kulturisasi harus
dilakukan di pada media sintetik yang diletakkan dalam bioreaktor berskala kecil. Cara ini
mempermudah observasi pertumbuhan bakteri serta penyesuaian parameter kultur.
Mycobacterium bovis yang ditumbuhkan dalam bioreaktor dapat bereplikasi dengan lebih
cepat dan menghasilkan presentase bakteri hidup yang lebih banyak daripada cara
konvensional.

2. Antigen MPB70 dan MPB83 pada Mycobacterium bovis sebagai komponen


Vaksin BCG
MPB70 dan MPB83 merupakan protein homolog yang berperan sebagai antigen
utama yang dihasilkan oleh Mycobacterium bovis dan dikode oleh dua gen dengan operon
sebanyak enam gen. Kedua senyawa ini dikode sebagai protein prekursor dengan sinyal
peptida yang dapat dikeluarkan melalui jalur sekresi pada umumnya, atau biasa disebut
sebagai protein eksternal. MPB70 merupakan protein terlarut dengan sinyal peptidase I,
sedangkan MPB83 merupakan lipoprotein terglikosilasi yang diproses oleh sinyal peptidase
II dan terletak di bagian lipid membran sel bakteri.
Ekspresi gen dari kedua protein antigen ini dikontrol oleh regulator transkripsi SigK.
Mutasi pada SigK dapat mempengaruhi jumlah antigen yang diekspresikan oleh strain BCG
pada vaksin. Sel T pada tubuh manusia memberikan respon yang lebih bagus terhadap
MPB70 daripada MPB83. Hal ini dikarenakan MPB70 menginduksi interferon γ (IFN-γ) dan
respon faktor-α nekrosis tumor yang merupakan sitokin yang berperan dalam proteksi
terhadap infeksi mikrobakteri. Sementara itu, MPB83 menunjukkan respon yang lebih baik
pada vaksinasi hewan yang terinfeksi Mycobacterium bovis daripada MPB70.

3. Cara Kerja Vaksin BCG


Vaksin BCG menginduksi sistem imunitas seluler yaitu sel limfosit T dan sel T
sitotoksik, sehingga makrofag dan sel imun akan membentuk granuloma. CD4+ dan CD8+
pun akan terangsang dengan keberadaan vaksin BCG dan segera memproduksi sitokin. Pada
mulanya, antigen MPB70 dan MPB83 difragmentasi oleh proteasome menjadi peptida-
peptida dan selanjutnya ditranspor ke dalam RE. Peptida akan berikatan dengan MHC klas I,
membentuk kompleks dan ditranspor ke permukaan sel untuk dipresentasikan. Antigen
Mycobacterium bovis pada sitoplasma akan dipresentasikan sebagai patogen oleh APC
(makrofag) ke sel T melalui jalur MHC I dengan bantuin CD8, jalur tersebut akan
mengaktifkan sel T sitotoksik. Aktifnya sel T sitotoksik akan memberikan respon imun
selular yang akhirnya akan menyebabkan kematian sel patogen Mycobacterium bovis.
Progrestivitas penyakit pun akan terhenti.
Peranan antibodi terhadap infeksi Mycobacterium bovis secara umum sangat kecil,
mengingat infeksi bakteri ini bersifat intraseluler sehingga fungsi opsonin, netralisasi atau
aktivasi komplemen yang umumnya diperantarai oleh antibodi terhadap bakteri ekstraseluler
atau toksin menjadi sulit dilakukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibodi dapat
meningkatkan kemampuan fungsional makrofag dalam membunuh bakteri Mycobacterium
tuberculosis.
Pada beberapa kasus, vaksin BCG diberikan protein rekombinan agar lebih
imunogenik, seperti pada vaksin VPM1002 atau vaksin rekombinan BCG (rBCG) yang dapat
memproduksi molekul lysin yang berasal dari bakteri Listeria. Tujuan dari pembuatan
rekombinan ini adalah untuk meningkatkan penghasilan antigen dari Mycobacterium bovis
dan bisa lepas dari fagosom menuju sitoplasma. Antigen tersebut diharapakan akan memicu
respon dari sel T yang lebih kuat dan lebih luas penyebarannya.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku dan jurnal ilmiah


1. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia.
Jakarta.
2. Buddle, Bryce M. et al. 1999. Differentiation between Mycobacterium bovis BCG-
Vaccinated and Mycobacterium. bovis-Infected Cattle by Using Recombinant
Mycobacterial Antigens. Clinical and Diagnostic Laboratory Immunology. Washington
D.C.: American Society for Microbiology.
3. Buxton, A. dan G. Fraser. 1977. Animal Microbiology. Vol 1. Oxford : Blackwell
Scientific Productions.
4. Dietrich, J. 2002. “Cultivation of Mycobacterium bovis BCG in bioreactors.” Jul
3;96(3):259-70.
5. Gallagher, J., dan Horwill, D. 1977. “A selective oleic acid albumin agar medium for
the cultivation of Mycobacterium bovis.” Journal of Hygiene, 79(1), 155-160.
6. Informasi Wildpro: Debra Bourne MA VetMB PhD MRCVS dan Prof. Dr. D.
Christian Gortazar Schmidt.
(http://wildpro.twycrosszoo.org/S/0zM_Firmicutes/Mycobacterium/Mycobacterium_bovi
s/Mycobacterium_bovis.htm diakses pada Kamis, 7 Septemer 2017 pukul 20:34 WIB)
7. Magdalena, Juana, Philip Supply, & Camille Locht. 1998. Specific Differentiation
between Mycobacterium bovis BCG and Virulent Strains of the Mycobacterium
tuberculosis Complex. Journal of Clinical Microbiology. Washington D.C.: American
Society for Microbiology.
8. Niemann, Stefan, Elvira Richter, & Sabine Rüsch-Gerdes. 2000. Differentiation
among Members of the Mycobacterium Tuberculosis Complex by Molecular and
Biochemical Features : Evidence for Two Pyrazinamide Susceptible Subtypes of M. bovis.
Washington D.C. : American Society for Microbiology.
9. Pelayo, M. Carmen Garcia, et al. 2009. A Comprehensive Survey of SNPs across
Mycobacterium bovis Strains and M. bovis BCG Vaccine Strains Refines the Genealogy
and Defines a Minimal Set of SNPs That Separate Virulent M. bovis Strains and M. bovis
BCG Strains. Washington D.C. : American Society for Microbiology.
10. Spositto, F.L.E et al. 2014. Multiplex-PCR for differentiation of Mycobacterium bovis
from Mycobacterium tuberculosis complex. Brazilian Journal of Microbiology.
Amsterdam : Elsevier.
11. Timoney, J.F., et al. 1988. Hagan and Bruner’s Microbiology and Infectious Diseases
of Domestic Animals. Cetakan ke-8. London : Cornell University Press.
12. Suharti, Netti, dan Andani Eka Putra. Pengaruh Pemberian Vaksin BCG secara Oral
dan Subkutan terhadap Komponen Seluler dan Humoral pada Rattus norvegicus Galur
Wistar. Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
(http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/download/99/95 diakses pada Jumat,
8 September 2017 pukul 19:08 WIB)
13. Wiker, H. G. 2009. “MPB70 and MPB83 – Major Antigens of Mycobacterium bovis.”
Scandinavian Journal of Immunology, 69: 492–499.

Sumber internet
1. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3769727/ diakses pada Jumat, 8
September 2017 pukul 20.00 WIB.
2. https://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/general/mbovis.pdf diakses pada
Kamis 7 September 2017 pukul 19.30 WIB.
3. http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Media_Center/docs/pdf/Disease_cards/BOVI
NE-TB-EN.pdf diakses pada Kamis, 7 September 2017 pukul 19.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai