A. Latar Belakang
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi disepanjang
jalan saluran kemih, termasuk ginjal yang diakibatkan poliferasi suatu
mikroorganisme. Untuk menyatakan infeksi saluran kemih harus ditemukan
bakteri dalam urin. Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen
oportunistik yang dapat menyebabkan keadaan yang invasif pada pasien
dengan penyakit kritis maupun pasien yang memiliki tingkat imunitas yang
sangat rendah (Salma et all, 2011).
Bakteri patogen menghasilkan berbagai enzim yang pada dasarnya
tidak toksik tetapi berperan penting dalam proses infeksi. Beberapa bakteri
patogen memproduksi enzim hidrolitik seperti protease dan hialurodinase,
yang mendegradasi komponen matrik ekstraseluler sehingga dapat merusak
struktur jaringan inang. Enzim hidrolitik ini digunakan oleh bakteri untuk
memperoleh sumber karbon dan energi dengan menghancurkan polimer inang
menjadi gula sederahana dan asam amino (Salma et all, 2011).
Pseudomonas aeruginosa teramasuk dalam famili Pseudomonadaceae.
Pseudomonadaceae dan beberapa genus lain bersama organisme tertentu,
dikenal sebagai pseudomonas. Habitatnya dialam tersebar luas dan memegang
peranan penting dalam pembususkan zat organik, Pseudomonas aerugenosa
bergerak dengan flagel polar, satu atau lebih. Beberapa diataranya adalah
fakultatif khemolitotrof, dapat memekai H2 atau CO sebagai sumber karbon
dan katalase postif (Jawets, 1996).
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri pathogen bagi manusia,
bakteri ini kadang-kadan mengkoloni pada manusia dan menimbulkan infeksi
apabila fungsi pertahanan inang abnormal. Oleh Karena itu, Pseudomonas
aeruginosa disebut patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada
mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini juga
dapat tinggal pada manusia yang normal dan berlaku sebagai saprofit pada
usus normal dan pada kulit manusia. Infeksi Pseudomonas aeruginosa
1
menjadi problema serrius pada pasien rumah sakit yang menderita kanker,
fibrosis kistik, dan luka bakar. Angka fatalitas pasien-pasien tersebut mencapai
50%, infeksi Psedomonas aeruginosa biasanya gawat, sulit diobati, dan
biasanya merupakan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial akibat akibat
Pseudomonas aeruginosa salah satunya melalui kateter yang dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih, genus Pseudomonas aeruginosa
mempunyai spesies paling sedikit 10 12 yang penting dalam klinik (Pleczar,
1988).
Infeksi saluran kemih masih merupakan problema umum didalam
praktek medis baik di rumah sakit maupun diluar rumah sakit. Lebih dari 40%
merupapakan infeksi nosokomial. Infeksi saluran kemih didalam rumah sakit
terjadi 2-3 per 100 pasien dengan perawatan lama. Wanita dewasa diperkiran
20-30% menderita infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih setelah
pemasangan kateter uretra merupakan infeksi nosokomial disebabkan oleh
penggunaan kateter uretra (Pleczar, 1998).
2
Gambar 1. Morfologi Bakteri Pseudomonas aureginosa
(Jawetz, 1996)
Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan akan tumbuh dengan baik
dengan adanya unsur N dan C. Suhu optimum untuk pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa adalah 42C. Pseudomonas aeruginosa mudah
tumbuh pada berbagai media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat
sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk pertumbuhannya
digunakan asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen).
Pseudomonas aeruginosa dalam biakan dapat menghasilkan berbagai
jenis koloni sehingga memberi kesan biakan dari campuran berbagai jenis
spesies bakteri. Tiap jenis koloni dapat mempunyai aktivitas biokimia dan
enzimatik berbeda serta pola kepekaan antimikroba yang berbeda pula. Isolat
dari tanah atau air mempunyai ciri koloni yng kecil dan tidak rata. Pembiakan
dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang
halus (Jawetz, 1996)
Menurut Todar, (2011) pembiakan dari spesimen klinik biasanya
menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus yaitu sebagai berikut :
1. Koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi.
2. Koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berbahan dari alignat, tipe
ini sering didapat dari sekresi saluran pernafasan dan saluran kemih.
Menurut Todar, (2011) gambar koloni dari pseudomonas aeruginosa
ditunjukkan pada gambar berikut:
3
Gambar 2. Koloni Pseudomonas aeruginosa pada agar (Todar, 2011)
4
yang dihasilkan berupa enzim-enzim , yaitu elastase, protease, dan dua
hemolisin, fosfolipase C yang tidak tahan panas, phenazine, dan rhamnolipid.
Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap konsentrasi tinggi garam
dan zat pewarna, antiseptic dan banyak antibiotic yang sering digunakan.
Suatu study intensif menyatakan bakteri ini mempunyai gen untuk resistensi
terhadap merkuri, disebut gen mer yang berada dalam plasmid (Jawets, 1996).
Pseudomonas aeruginosa bersifat invasif dan toksigenik, yang
menyebabkan infeksi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang abnormal,
beberapa diantaranya menghasilkan pigmen yang larut dalam air.
Pseudomonas aeruginosa banyak ditemukan di air, tanah, tumbuh-tumbuhan,
dan binatang, Pseudomonas aeruginosa sering terdapat di flora normal usus
dan pada kulit manusia dalam jumlah kecil.
D. Patogenesis
Faktor sifat yang memungkinkan organisme mengatasi pertahanan
tubuh normal dan menimbulkan penyakit ialah : pili, yang melekat dan
merusak membran basalis sel; polisakarida simpai, yang meningkatkan
perlekatan pada jaringan tetapi tidak menekan fagositosis; suatu hemolisin
yang memiliki aktivitas fosfolipasa; kolagenasa dan elastasa dan flagel untuk
membantu pergerakan (Mayasari, 2006).
Sedangkan faktor yang menentukan daya patogen adalah LPS mirip
dengan yang ada pada Enterobacteriaceae; eksotoksin A, suatu transferasa
ADP-ribosa mirip dengan toksin difteri yang menghentikan sintesis protein
5
dan menyebabkan nekrosis di dalam hati; eksotoksin S yang juga merupakan
transferasa ADP-ribosa yang mampu menghambat sintesis protein eukariotik
(Mayasari, 2006).
Strain Pseudomonas aeruginosa mempunyai sistem sekresi tipe III,
secara signifikan sekresi tipe III lebih virulen dibandingkan dengan yang tidak
punya sistem sekresi tersebut. Sistem sekresi tipe III adalah sistem yang
dijumpai pada bakteri gram negatif, terdiri dari sekitar 30 protein yang
terbentang dari bagian dalam hingga luar membran sel bakteri dan berfungsi
sebagai jarum suntik yang menginjeksi toksin-toksin secara langsung ke
dalam sel inang sehingga memungkinkan toksin mencegah netralisasi antibodi
(Mayasari, 2006).
Pseudomonas aeruginosa bersifat patogen hanya bila memasuki
daerah dengan system pertahanan yang tidak normal, misalnya saat membrane
mukosa dan kulit robek karena kerusakan jaringan lansung, sewaktu
penggunaan kateter intravena atau kateter air kemih, atau bila terdapat
neurotopenia, seperti pada kemoterapi kanker, Kuman melekat dan
mengkoloni selaput mukosa atau kulit dan menginvasi secara lokal dan
menimbulkan penyakit sistemik. Proses ini dibantu oleh pili, enzim dan tosin.
Lipopolisakarida berperan langsung yang menyebabkan demam, syok,
oliguria, leukositosis, dan leukopenia, disseminated intravascular coagulation
dan respiratory distress syndrome pada orang dewasa (Mayasari, 2006).
E. Gejala Klinis
Gejala klinis Pseudomonas aeruginosa tergantung pada bagian tubuh
yang terinfeksi, tetapi infeksi ini cenderung berat. Menurut Boel (2004) gejala
klinis Pseudomonas aeruginosa adalah sebagai berikut :
6
kemerahan dan pembengkakan. Ruam ini sering timbul di ketiak dan
lipatan paha, hal ini dapat juga dialami oleh penderita kanker.
7
3. Infeksi saluran kemih
Infeksi pada saluran kemih biasanya bersifat kronis dan sering menyerang
orang yang lanjut usia/tua.
8
Gambar 8. Infeksi P. Aeruginosa pada mata
F. Toksin
Pseudomonas aeruginosa menghasilkan endotoksin dan eksotosin A.
Endotoksin Pseudomonas aeruginosa seperti yang dihasilkan bakteri gram
negatif menyebabkan gejala sepsis dan syok septik, sedangkan eksotosin A
yang dihasilkan Pseudomonas aeruginosa akan menghambat sintesis protein
eukariotik dengan cara kerja yang sama dengan toksin difteria. Walaupun
struktur kedua toksin ini tidak sama yaitu katalisis pemindahan sebagian ADP
ribosil dan NAD kepada EF-2 (Todar, 2011).
Hasil dari kompleks ADP-ribosil-EF-2 adalah inaktivasi sintesis
protein sehingga mengacaukan fungsi fisiologik sel normal. Kemudian enzim-
enzim ekstraseluler seperti elastase dan protease akan mempermudah invasi
organisme ini ke dalam pembuluh darah. Antitoksin terhadap eksotosin A
ditemukan dalam beberapa serum manusia, termasuk serum penderita yang
telah sembuh dari infeksi yang berat. Lipopolisakarida mempunyai peranan
penting sebagai penyebab timbulnya demam, syok, oliguria, leukositosis,
leukopenia, koagulasi intravascular desiminata, dan sindroma gagal
pernafasan pada orang dewasa (Todar, 2011).
Strain Pseudomonas aeruginosa mempunyai sistem sekresi tipe III,
secara signifikan sekresi tipe III lebih virulen dibandingkan dengan yang tidak
punya sistem sekresi tersebut. Sistem sekresi tipe III adalah sistem yang
dijumpai pada bakteri gram negatif, terdiri dari sekitar 30 protein yang
terbentang dari bagian dalam hingga luar membran sel bakteri dan berfungsi
sebagai jarum suntik yang menginjeksi toksin-toksin secara langsung ke
9
dalam sel inang sehingga memungkinkan toksin mencegah netralisasi
antibody (Todar, 2011).
G. Daya Tahan
Pseudomonas aeruginosa lebih resisten terhada desinfektan dari pada
bakteri lain. Bakteri ini menyenangi hidup dalam suasana lembab seperti pada
peralatan pernafasan, air dingin, dan lain-lain.
Kebanyakan antibiotic dan antimokroba tidak efektif terhadap bakteri
ini. Bakteri ini pernah diisolasi dari gugusan NH4 dan dari sabun
heksakhlorofen. Fenol dan beta-glutaraldehid biasanya merupakan desinfektan
yang efektif. Air mendidih dapat membunuh bakteri ini (Boel, 2004).
H. Cara Penularan
Pseudomonas aeruginosa akan keluar dari sumbernya, mengalami
penyebaran dan mempunyai gerbang masuk bagi inang yang rentan kemudian
Pseudomonas aeruginosa akan keluar dari saluran yang telah diinfeksinya.
Misalnya apabila menginfeksi pada saluran pernafasan maka setelah itu akan
meninggalkan saluran tersebut dan berpindah pada inang rentan yang lain.
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen nosokomia sehingga cara
pemindah sebarannya dapat melalui penanganan dan penggunaan alat yang
tidak steril, kemudian akan menginfeksi inang lain yang rentan pada bagian
tertentu seperti saluran kencing. Inang yang rentan ini biasanya pasien bedah,
pasien yang terluka atau luka bakar, pasien yang menjalani pengobatan radiasi
dan juga pada pasien dengan peralatan yang menembus tubuh (Gillespie and
Hawkey, 2006).
I. Diagnosa Laboratorium
Menurut Darmadi (1994) adapun proses diagnosa laboratorium untuk
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah sebagai berikut :
1. Spesimen
10
Spesimen biasanya diambil dari luka kulit, nanah, darah, urin, cairan
spinal, sputum, dan bagian lain yang di ambil sesuai tempat yang
terinfeksi.
2. Hapusan
Batang gram-negatif sering dilihat pada hapusan, tidak ada karakteristik
morfologi spesifik yang membedakan Pseudomonas aeruginosa dari
enterik atau batang gram-negatif lain.
3. Biakan
Spesimen ditanam pada lempeng agar darah dan media deferensial yang
biasanya digunakan untuk membiakan bakteri batang gram-negatif enterik.
Pseudomonas aeruginosa tumbuh cepat pada sebagian besar media
tersebut dan tidak meragikan laktosa sehingga mudah dibedakan dari
bakteri peragi laktosa. Pembiakan merupakan tes spesifik dari diagnosis
infeksi Pseudomonas aeruginosa.
J. Pencegahan
Pseudomonas aeruginosa sering kali merupakan flora normal yang
melekat pada tubuh manusia dan tidak akan menimulkan penyakit selama
pertahanan tubuh normal. Karena itu, upaya pencegahan yang paling baik
adalah dengan menjaga daya tahan tubuh agar tetap tinggi. Menjaga jumlah
netrofil tetap di atas 500/l merupakan salah satu upaya membatasi infeksi
pada pasien dengan penurunan sistem imun. Pencegahan juga dapat dilakukan
dengan cara membersihkan kateter segera setelah dipakai, melakukan
perwatan khusus pada pasien luka bakar dan pasien dengan sistem imun yang
rendah. Pencegahan kontaminasi terhadap kolam renang umum, dilakukan
klorinasi terhadap air, menghindari lantaii kolam renang yang kasar untuk
mengurangi gesekan pada kulit dan membersihkan lantai kolam renagn beserta
saluran air menggunakan senyawa ammonium quaternium diikuti penggunaan
ozone untuk memecah bifilm (Johnson dkk, 1994)
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen nosokomial sehingga
metode untuk mengendalikan infeksi ini mirip denagn metode untuk patogen
nosokomial lainnya. Kemampuannya untuk tumbuh subur dalam
11
lingkunganyang basah menuntut perhatian khusus pada bak cuci, bak air,
pancuran bak air panas dan daerah basah yang lain. Vaksin dengan jenis yang
tepat yang diberikan pada penderita dengan resiko tingg akan memberikan
perlindungan terhadap sepsis akibat pseudomonas. Penggunaan vaksinn telah
digunakan secara ekperimental pada penderita leukemia, luka bakar, fibrosis
kistik dan imunosupresi (Johnson dkk, 1994)
Upaya pencegahan penularan penyakit pada pasien yang dirawat di
rumah sakit dilakukan dengan cara steril/ aseptis yang dilakukan oleh setiap
personil rumah sakit (medis dan paramedis) dengan penuh rasa tanggung
jawab (Johnson dkk, 1994).
K. Pengobatan
Pseudomonas aeruginosa meningkat secara klinik karena resisten
terhadap berbagai antimikroba dan memiliki kemampuan untuk
mengembangakan tingkat Multi Drug Resistante (MDR) yang tinggi. Definisi
MDR-PA (Multi Drug Resistance Pseudomonas aeruginosa) adalah resiten
terhadap antimikroba yaitu kelas -laktam, carbapenem, aminoglikosida, dan
fluoroquinon. Pseudomonas aeruginosa tidak boleh diobati dengan terapi obat
tunggal karena tingkat keberhasilan yang rendah dan bakteri dengan cepat jadi
resisten, sehingga di perlukan tes kepekaan sebagai pedoman untuk pemilihan
terapi anti mikroba (Strateva, 2009).
Pengobatan dapat dilakukan menggunakan penisilin yang bekerja aktif
terhadap Pseudomonas aeruginosa antara lain tikarsilin, mezlosilin, dan
pipeasilin digunakan dengan dikombinasikan bersama aminoglikosida
biasanya gentamisin, tobromisin/amikasin. Obat lain yang aktif terhadap
Pseudomonas aeruginosa antara lain aztreonam, impinem, kuinolom baru
(termasuk siprofloksasin), sefalosporin generasi baru, sefoperakson, dan
seftazidim digunakan secara primer pada terapi infeksi Pseudomonas
aeruginosa (Strateva, 2009).
L. Daftar Pustaka
Boel, Trelia, 2004, Pseudomonas aeruginosa. http://Library.usu.ac.id
12
Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya.
Salemba Medika. Hlm 3, 21-25, 122,133: Jakarta.
13