240210100026
Sifat fisik limbah cair yang mudah terlihat dapat menentukan derajat
pengotoran air limbah pertanian. Sifat-sifat fisik yang penting diantaranya adalah
kandungan zat-zat padat yang menunjukkan kejernihan air, bau, warna, suhu dan pH
atau derajat keasaman limbah tersebut. Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan
visual pada warna dan bau limbah, pengukuran suhu limbah dengan menggunakan
termometer, pengukuran pH dengan pH meter dan penghitungan jumlah endaoan
limbah dengan menggunakan metode gravimetri atau menggunakan oven.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
Wenti Yuniati 2
240210100026
Data Aquades Limbah Air keran Sungai Air kolam Air selokan
Pengamatan (kontrol) tahu cikuda gedung 4
pH 7 4,08 6,45 6,69 4,79 7,89
Suhu 28oC 27 oC 29 oC 27 oC 26 oC 26 oC
Warna Jernih ++++ + +++ +++++ ++
(+4)
Bau Tidak Asam (+5 ) Jernih Bau sungai Bau amis Khas selokan
berbau (-) ( +2 ) ( +2 )
Endapan (gr) - 0,01 -0,016 0,0649 0.02 0.08
Kertas Saring - 0,8059 0,66 0,58 0,80 0,66
(gr)
Keterangan : ( + ) Warna Semakin keruh
Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa semua limbah yang diamati
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dari kelima sampel yang digunakan, yang
memiliki warna paling keruh adalah limbah air kolam dan yang memiliki warna
paling jernih adalah akuades yang bertindak sebagai kontrol. Warna keruh pada
limbah dapat berasal dari partikel-partikel padat, mikroorganisme serta dari bahan-
bahan pengotor lain. Pada limbah pengolahan tahu misalnya, warna keruh timbul
akibat dari proses pengolahan kedelai menjadi tahu sehingga dihasilkan warna limbah
yang sedikit berwarna kuning dan keruh. Begitupun pada limbah lainnya, pada
limbah air selokan warnanya lebih kearah hitam. Hal ini dikarenakan adanya
kandungan logam maupun sisa-sisa bahan kimia yang terdapat pada limbah tersebut.
Warna pada limbah dapat menunjukkan banyaknya jumlah bahan pengotor
didalamnya, sehingga hal pertama yang dilakukan dalam proses penanganan limbah
industri pangan adalah dengan mengidentifikasi warna limbah kemudian melakukan
proses-proses penanganan untuk memperbaiki warnanya misalnya dengan melalui
proses penyaringan ataupun pengendapan. Sehingga ketika limbah tersebut dibuang
ke lingkungan tidak akan mencemari lingkungan tersebut.
Bau pada limbah dihasilkan dari adanya degradasi senyawa organik pada
limbah tersebut sehingga menimbulkan bau busuk. Selain itu juga dapat diakibatkan
karena adanya mikroorganisme seperti alga dan bakteri pembusuk yang menghasilkan
Wenti Yuniati 3
240210100026
senyawa yang mengakibatkan bau seperti H2S. Bau pada limbah juga dipengaruhi
oleh kandungan-kandungan apa saja yang terdapat didalamnya, pada limbah tahu bau
yang dihasilkan adalah bau asam yang berasal dari kacang kedelai yang telah
mengalami proses pemanasan sehingga kandungan proteinnya mengalami denaturasi
dan kemudian menimbulkan bau, begitupun pada limbah lainnya. Limbah air sungai
dan air kolam memiliki bau yang khas yaitu bau sungai dan bau amis yang berasal
dari ikan.
Suhu dan pH pada limbah bervariasi. Suhu berkisar antara 26-29 oC.
Sedangkan pH berkisar antara 4-8. Semakin tinggi suhu suatu limbah maka limbah
tersebut semakin buruk atau tidak baik, dapat dilihat pada tabel bahwa limbah yang
memiliki suhu paling tinggi adalah limbah tahu yaitu 27 oC, sedangkan pada air keran
dan akuades mungkin saja terjadi kesalahan ketika pengukuran, karena tidak mungkin
suhu akuades dan air keran jauh lebih tinggi dibanding limbah yang lain karena
secara teoritis akuades dan air keran memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan
dengan limbah lainnya . Suhu pada limbah menunjukkan derajat panas pada limbah
tersebut. Semakin tinggi suhu maka kandungan logam atau senyawa lainnya baik
organik maupun anorganik yang turut menyumbangkan kalor atau panasnya pun
semakin banyak sehingga kualitas limbah pun semakin buruk. Nilai pH air limbah
berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Perubahan tajam keasaman air
limbah kearah alkali (pH>7) ,maupun kearah asam (pH<7) dapat mengganggu biota
(makhluk hidup) di sekitar tempat tersebut. Air limbah dengan pH asam dapat bersifat
korosif terhadap baja dan pipa-pipa besi. Dari tabel dapat dilihat bahwa semua limbah
yang diamati memiliki pH asam yaitu <7, kecuali air selokan yang memiliki pH alkali
yaitu sebesar 7.89.
Sifat fisik yang terakhir adalah penghitungan jumlah endapan pada limbah.
Dapat dilihat pada tabel bahwa limbah yang memiliki endapan paling banyak adalah
air selokan yaitu sebesar 0.08 gram, sedangkan yang paling kecil atau bahkan
seharusnya tidak ada adalah pada air keran yaitu -0.016. Nilai minus tersebut
disebabkan karena sebenarnya tidak ada endapan sedikitpun yang dihasilkan ketika
Wenti Yuniati 4
240210100026
kertas saring yang digunakan untuk menyaring air keran tersebut dikeringkan,
sehingga yang ditimbang sebenarnya adalah berat kertas saring itu sendiri. Endapan
pada limbah berasal dari padatan yang berada pada limbah itu sendiri baik organik
maupun anorganik. Pada limbah air selokan endapan berasal dari tanah, lumpur atau
hewan-hewan kecil yang ada pada selokan tersbut. Begitupun pada limbah lainnya
yaitu limbah tahu, air sungai dan air kolam. Jumlah endapan pada limbah cair
merupakan sisa penguapan dari limbah tersebut pada suhu 103-105oC. Jumlah total
endapan terdiri dari benda-benda yang mengendap, terlarut dan tercampur.
Pengujian Sifat Kimia meliputi Pengujian nilai COD, DO dan BOD pada
masing-masing limbah. COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi senyawa organik pada limbah cair. Parameter COD menujukkan
jumlah senyawa organik dalam air yang dapat dioksidasi secara kimia. Oksidator
yang umum digunakan adalah Kalium dikromat. Pada praktikum, pengujian
dilakukan dengan cara titrasi menggunakan larutan Na2S2O3 0.1 N. Prinsipnya adalah
jumlah oksidan Cr2O72- yang bereaksi dengan sampel limbah dan dinyatakan sebagai
mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama
organik yang terdapat dalam limbah dioksidasi oleh Cr 2O72- dalam refluks tertutup
menghasilkan Cr+3. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen
oksigen (O2 mg/L).
DO atau oksigen terlarut dalam air berasal dari fotosintesa atau absorpsi dair
udara. Oksigen dari udara jumlahnya tidak tetap, sedangkan kecepatan absorpsi dari
udara sangat terbatas. Air limbah yang terpolusi bahan-bahan organik akan
meningkatkan aktivitas aerobik sehingga konsumsi oksigen dalam jumlah besar.
Akibatnya air akan kekurangan oksigen terlarut. Oleh karena itu untuk menganalisa
jumlah bahan organik yang terdapat dalam air perlu diketahui pula jumlah olsigen
terlarut (DO). Pada praktikum nilai DO diukur pada hari ke-0 dan hari ke-5.
Wenti Yuniati 5
240210100026
Pengukuran DO ini harus dianalisa secepat mungkin karena kelarutan oksigen dalam
air sangat dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan udara.
Pada tabel diatas dapat terlihat bahwa 3 parameter yang digunakan untuk
mengetahui kualitas limbah adalah COD, DO dan BOD. Dari kelima sampel yang
digunakan yang memiliki nilai COD paling tinggi adalah air sungai dan yang paling
rendah adalah air selokan yaitu masing-masing 3200 dan 800 ppm. Dapat dikatakan
bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik pada
air sungai jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah oksigen yang dibutuhkan
pada air selokan, hal ini juga menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik lebih
banyak terdapat pada air sungai dibandingkan air selokan. Oleh karena itulah nilai
COD air sungai paling tinggi, semakin tinggi nilai COD pada suatu limbah maka
semakin rendah kualitas limbah tersebut dan semakin perlu diperhatikan cara
penanganannya. Hal ini karena jika nilai COD tinggi, maka kandungan senyawa
organik yang dioksidasi oleh oksigen pun semakin tinggi, secara otomatis kandungan
oksigen terlarut dalam limbah tersebut akan menurun.
Wenti Yuniati 6
240210100026
Pada uji BOD yang memiliki nilai tertinggi adalah air selokan yaitu 7 mg/L
dan yang terendah adalah air kran yaitu sebesar 1.4 mg/L. Semakin tinggi nilai BOD
suatu limbah maka semakin rendah kualitas limbah tersebut. Hal ini karena, nilai
BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri atau
mikroorganisme untuk penguraian senyawa organik pada kondisi aerobik. Jadi,
semakin tinggi nilai BOD maka semakin banyak jumlah mikroorganisme aerobik
pada limbah tersebut. Maka berdasarkan hasil yang didapatkan saat praktikum dapat
dikatakan bahwa air selokan mempunyai kandungan mikroorganisme paling banyak
diantara sampel limbah lainnya.
Jika dilihat dari data yang dihasilkan tersebut dari kelima sampel yang
digunakan yang memiliki kualitas paling tinggi adalah air selokan berdasarkan uji
COD, limbah tahu dan air selokan berdasarkan uji DO serta air kran berdasarkan uji
BOD. Hasil yang didapatkan ini kemungkinan ada yang tidak sesuai dengan teori, hal
ini bias saja terjadi karena ada kesalahan selama proses pengujian berlangsung.
Wenti Yuniati 7
240210100026
Penghitungan jumlah total mikroba pada air limbah penting dilakukan untuk
mengetahui tingkat pencemaran biologis, sehingga dapat ditentukan cara-cara
penanganan limbah yang sesuai dengan karakteristik limbah tersebut. Beberapa
metode penghitungan jumlah total mikroba pada sampel air adalah metode hitung
cawan atau Standard Plate Count (SPC), metode MPN, metode penyaringan pada
membrane, dll. Pada praktikum kalini yang digunakan adalah metode SPC dengan
menginkubasikan sampel selama 2 hari menggunakan media agar umum yaitu PCA
(Plate Count Agar). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil
sebagai berikut:
limbah harus diolah terlebih dahulu untuk mengurangi pencemaran yang akan
ditimbulkan. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan mempunyai daya dukung yang
cukup besar terhadap gangguan yang timbul karena pencemaran air limbah tersebut.
Namun demikian, alam tersebut mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya
dukungnya sehingga air limbah perlu diolah sebelum dibuang. Salah satu cara
sederhana pengolahan air buangan adalah Pengenceran (Dilution). Air limbah
diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah kemudian baru dibuang
ke badan-badan air. Tetapi dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti
makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang
terlalu banyak dan diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula maka cara ini tidak
dapat dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain,
diantaranya bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada,
pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air,
seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya.
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran
pencernaan manusia. Bakteri koliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri
patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya, bakteri koliform fekal adalah bakteri
indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi Coliform jauh
lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain.
Contoh bakteri coliform adalah, Esherichia coli dan Entereobacter aerogenes. Jadi,
coliform adalah indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya,
kualitas air semakin baik. Terdapatnya bakteri koliform dalam air dapat menjadi
indikasi kemungkinan besar adanya organisme patogen lainnya. Bakteri koliform
dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu faecal coliform dan non-faecal coliform. E. coli
adalah bagian dari faecal koliform. Keberadaan E. coli dalam air dapat menjadi
indikator adanya pencemaran air oleh tinja. E. coli digunakan sebagai indikator
pemeriksaan kualitas bakteriologis secara universal dalam analisis dengan alasan;
Wenti Yuniati 10
240210100026
a. Uji Penduga
Media pada tabung adalah Lactose Broth yang diberi indikator perubahan pH
dan ditambah tabung durham. Pemberian sampel pada tiap seri tabung berbeda-beda.
Untuk sampel sebanyak 10 ml ditumbuhkan pada media LBDS (Lactose Broth
Double Stegth) yang memiliki komposisi Beef extract (3gr), peptone (5gr), lactos (10
gr) dan Bromthymol Blue (0,2 %) perliternya. Untuk sampel 1 ml dan 0,1 ml
dimasukkan pada media LBSS (Lactose Broth Single Stegth) yang berkomposisi sama
tapi hanya kadar laktosa setengah dari LBDS yaitu 5 gr. Tanda positif pada tabel hasil
pengamatan menunjukkan adanya bakteri coliform dalam sample air yang diuji.
b. Uji Penguat
Pada uji ini digunakan medium EMB yang komposisinya terdiri dari Pepton
10 gram, 5 gram lactose, 13.5 gram agar, 0.4 gram eosin Y, 0.065 Methylene blue.
EMB (Eosin-Methylen Blue) merupakan media selektif untuk isolasi dan diferensial
bakteri enterik, karena kandungan eosin akan menghambat pertumbuhan bakteri
Gram positif, sedangkan Methylen Blue sebagai indikator fermentasi laktosa dan
sukrosa yang ditunjukkan oleh adanya perubahan warna. Jika hasil dari isolasi pada
media EMB tampak adanya koloni berbentuk bulat, sirkuler dan halus berwarna hijau
Wenti Yuniati 11
240210100026
metallic maka telah terjadi fermentasi laktosa dan sukrosa membentuk koloni
berwarna gelap. Presipitat gelap ini mungkin MB-eosionate yang dipresipitasi sebagai
akibat pH rendah yang berada di sekitar koloni yang memfermentasi laktosa atau
sukrosa. Untuk lebih meyakinkan adanya keberadaan E.coli pada sampel tersebut
maka perlulah dilakukan uji selanjutnya yaitu uji Pelengkap.
c. Uji Pelengkap
Uji ini dilakukan untuk memperkuat dugaan bahwa pada sampel yang diuji
terdapat bakteri E.coli. Pada uji ini dilakukan dua pengujian yaitu dengan
menggunakan LB dan tabung durham sedangkan yang kedua dengan menanam
bakteri tersebut pada NA agar miring sehingga setelah inkubasi selama 24 jam dapat
diamati di bawah mikroskop dengan terlebih dahulu melakukan pewarnaan gram. LB
digunakan untuk menguji kembali terbentuknya gas pada tabung durham sebagai
hasil fermentasi lactose oleh E.coli. Berdasarkan praktikum yang telah dilakuka
diperoleh hasil sebagai berikut:
Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa dari kelima sampel yang
digunakan hanya 2 sampel yang positif mengandung bakteri koliform E.coli yaitu
limbah air sungai dan air selokan. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa tingkat
pencemaran pada kedua limbah ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pada
sampel limbah lainnya. Penentuan koliform fekal menjadi indikator pencemaran
dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri
patogen. Artinya, semakin banyak jumlah bakteri koliform fekal pada limbah tersebut
maka semakin banyak juga jumlah bakteri pathogen lainnya. Seperti telah dijelaskan
Wenti Yuniati 12
240210100026
diatas bahwa E. coli adalah bakteri yang secara umum terdapat pada saluran
pencernaan manusia, oleh karena itulah keberadaan bakteri ini dalam limbah menjadi
parameter adanya kontaminasi dari tinja atau kotoran manusia.
setelah dicuci dengan alkohol, sementara gram negatif tidak. Selain itu bakteri ini
juga dapat menghasilkan H2S yang akan menyebabkan warna hitam pada medium
agar saat inkubasi.
Air Kran - -
kedua jenis bakteri ini merupakan parameter tingkat pencemaran yang sudah cukup
tinggi pada limbah. Hal ini dikarenakan kedua jenis bakteri ini merupakan bakteri
pathogen yang dapat mencemari dan mengganggu lingkungan. Semakin banyak
jumlah bakteri ini pada air limbah maka semakin buruk kualitas limbah tersebut dan
semakin harus diperhatikan cara penanganannya.
Dari hasil yang didapatkan tersebut dapat dikatakan bahwa dari kelima sampel
yang digunakan, air selokan adalah limbah dengan kualitas yang paling rendah, hal
ini dikarenakan jumlah bakteri pathogennya jauh lebih banyak dibandingkan dengan
keempat sampel limbah lainnya. Sedangkan sampel yang memiliki kualitas paling
baik adalah air kran karena tidak diketemukan adanya bakteri pathogen baik itu
Salmonella maupun Shigella.
Klorinasi merupakan salah satu bentuk pengolahan air yang bertujuan untuk
membunuh kuman dan mengoksidasi bahan-bahan kimia dalam air. Kadar sisa klor
sebagai produk klorinasi dipengaruhi oleh beberapa bahan kimia yang bersifat
reduktor terhadap klor yang mengakibatkan kadar sisa klor dalam air tidak cukup
untuk membunuh bakteri. Klorinasi (chlorination) adalah proses pemberian klorin
kedalam air yang telah menjalani proses filtarsi dan merupakan langkah yang maju
dalam proses purifikasi air. Klorin ini banyak digunakan dalam pengolahan limbah
industri, air kolam renang, dan air minum di Negara-negara sedang berkembang
karena sebagai desinfektan, biayanya relatif murah, mudah, dan efektif. Senyawa-
senyawa klor yang umum digunakan dalam proses klorinasi, antara lain, gas klorin,
senyawa hipoklorit, klor dioksida, bromine klorida, dihidroisosianurate dan kloramin.
Pada praktikum kali ini yang digunakan adalah larutan hipoklorit. Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
Wenti Yuniati 15
240210100026
1. Disinfeksi
2. Mengendalikan bau dan mencegah kecenderungan akan pembusukan
3. Mengendalikan lumpur aktif (active sludge)
4. Menstabilkan limbah lumpur aktif sebelum dibuang
5. Menghancurkan sianida dan fenol serta
6. Mengangkat Amonia
Berdasarkan tabel pengamatan diatas terlihat bahwa yang diamati dari limbah
yang telah mengalami proses klorinasi 4 ppm meliputi warna, pH, suhu, endapan, bau
dan jumlah koloni. Dapat terlihat bahwa warna dari limbah tersebut berbeda-beda.
Limbah tahu berwarna kuning, air kran dan air sungai bening sedangkan air kolam
dan air selokan memiliki warna yang keruh. pH masing-masing limbah yang diukur
dengan menggunakan pHmeter berkisar antara 5-12, hal ini menunjukkan bahwa
limbah memiliki sifat mulai dari asam, netral hingga alkali karena nilai rangenya.
Suhu pada masing-masing limbah berkisar antara 26 sampai 35C, suhu pada limbah
Wenti Yuniati 16
240210100026
ini menunjukkan derajat panas pada limbah tersebut. Semakin tinggi suhu maka
kandungan logam atau senyawa lainnya baik organik maupun anorganik yang turut
menyumbangkan kalor atau panasnya pun semakin banyak sehingga kualitas limbah
pun semakin buruk. Jika dilihat pada tabel yang memiliki niali suhu paling tinggi
adalah air sungai yaitu 35C, dan yang memiliki suhu paling rendah adalah air kolam
yaitu 26C. Bau dari semua sampel yang digunakan sama, yaitu bau kaporit, bau ini
berasal dari bau senyawa yang digunakan pada proses klorinasi yaitu larutan
hipoklorit. Selain sifat-sifat fisik diatas, jumlah mikroorganisme pada limbah juga
dihitung setelah limbah diinkubasi selama 2 hari. Dapat dilihat pada tabel bahwa
jumlah koloni terbanyak adalah pada air kran yaitu 6 koloni kecil, sedangkan pada
limbah tahu tidak ada koloni mikroorganisme. Hasil ini menunjukkan bahwa proses
klorinasio 4 ppm kurang efektif pada air kran namun cukup efektif pada limbah tahu.
Hal ini berkaitan dengan jumlah mikroorganisme awal pada masing-masing sampel
limbah sebelum mengalami proses klorinasi.
Berdasarkan literatur klorin dalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat
ini kemudian di netralisasi oleh sifat basa dan air sehingga akan terurai menjadi ion
hydrogen dan ion hipoklorit. Perhatikan reaksi kimia berikut:
HCOl H+ + OCl-
Cara kerja klorin dalam membunuh kuman yaitu penambahan klorin dalam air
akan memurnikannya dengan cara merusak struktur sel organisme, sehingga kuman
akan mati. Namun demikian proses tersebut hanyak akan berlangsung bila klorin
mengalami kontak langsung dengan organisme tersebut. Jika air mengandung lumpur,
bakteri dapat bersembunyi di dalamnya dan tidak dapat dicapai oleh klorin. Klorin
membutuhkan waktu untuk membunuh semua organisme. Pada air yang bersuhu
lebih tinggi atau sekitar 18C, klorin harus berada dalam air paling tidak selama 30
menit. Jika air lebih dingin, waktu kontak harus ditingkatkan. Karena itu biasanya
klorin ditambahkan ke air segera setelah air dimasukkan ke dalam tangki
penyimpanan atau pipa penyalur agar zat kimia tersebut mempunyai cukup waktu
untuk bereaksi dengan air sebelum mencapai konsumen. Efektivitas klorin juga
dipengaruhi oleh pH (keasaman) air. Klorinasi tidak akan efektif jika pH air lebih dari
7.2 atau kurang dari 6.8.
Dari tabel diatas terlihat bahwa suhu dari kelima limbah yang telah
mengalami proses klorinasi 5 ppm, ada yang tetap, naik, dan ada pula yang
Wenti Yuniati 18
240210100026
mengalami penurunan. Limbah tahu dan Air kran memiliki suhu yang tetap yaitu
masing-masing 34 dan 28C, air sungai mengalami penurunan suhu menjadi 34C,
sedangkan air kolam dan air selokan mengalami kenaikan suhu masing-masing
menjadi 28 dan 29C. hal ini membuktikan bahwa klorinasi efektif pada air limbah
sungai karena suhunya mengalami penurunan maka secara otomatis kualitas dari air
limbah tersebut pun semakin meningkat baik.
Jumlah koloni pada masing-masing limbah pun sama, ada yang mengalami
kenaikan dan ada pula yang mengalami penurunan. Limbah yang mengalami
penurunan jumlah mikroba adalah air selokan sedangkan yang lainnya mengalami
kenaikan, maka dapat dikatakan bahwa proses klorinasi 5 ppm ini hanya efektif
dilakukan pada air selokan sedangkan pada limbah lainnya justru mengalami
kenaikan jumlah mikroba. Semakin banyak jumlah mikroorganisme pada air limbah
maka semakin buruk kualitas air limbah tersebut. Sesuai dengan tujuannya, klorinasi
air limbah seharusnya menghasilkan limbah dengan karakteristik fisik dan kimia yang
jauh lebih baik dibandingkan dengan sebelum proses klorinasi tersebut berlangsung.
Karakteristik ini meliputi penurunan suhu, pH dan jumlah koloni serta perbaikan
warna dan hilangnya endapan pada limbah tersebut.
Wenti Yuniati 19
240210100026
VII. KESIMPULAN
1. Sifat fisik limbah cair yang mudah terlihat dapat menentukan derajat
pengotoran air limbah pertanian. Sifat-sifat fisik yang penting diantaranya
adalah kandungan zat-zat padat yang menunjukkan kejernihan air, bau, warna,
suhu dan pH atau derajat keasaman limbah tersebut.
2. Pengujian Sifat Kimia meliputi Pengujian nilai COD, DO dan BOD pada
masing-masing limbah.
3. Jika dilihat dari data yang dihasilkan dari kelima sampel yang digunakan yang
memiliki kualitas paling tinggi adalah air selokan berdasarkan uji COD,
limbah tahu dan air selokan berdasarkan uji DO serta air kran berdasarkan uji
BOD.
4. Pengujian sifat Mikrobiologis pada limbah meliputi penghitungan total
mikroorganisme, pengujian bakteri koliform, dan pengujian bakteri
Salmonella-Shigella.
5. Keberadaan mikroorganisme pathogen dalam air limbah menunjukkan bahwa
tingkat pencemaran terhadap air limbah tersebut sangat tinggi dan akan
menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar, juga terhadap
kesehatan masyarakat di sekitar limbah tersebut berada.
6. Keberadaan kedua jenis bakteri Salmonella-Shigella merupakan parameter
tingkat pencemaran yang sudah cukup tinggi pada limbah. Hal ini dikarenakan
kedua jenis bakteri ini merupakan bakteri pathogen yang dapat mencemari
dan mengganggu lingkungan.
7. Klorinasi merupakan salah satu bentuk pengolahan air yang bertujuan untuk
membunuh kuman dan mengoksidasi bahan-bahan kimia dalam air.
8. Klorinasi air limbah seharusnya menghasilkan limbah dengan karakteristik
fisik dan kimia yang jauh lebih baik dibandingkan dengan sebelum proses
klorinasi tersebut berlangsung. Karakteristik ini meliputi penurunan suhu, pH
dan jumlah koloni serta perbaikan warna dan hilangnya endapan pada limbah
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Wenti Yuniati 20
240210100026