Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Whey

Whey merupakan cairan kuning kehijauan yang berasal dari sisa pengolahan
keju. Hasil samping dari pembuatan keju sangat minim dimanfaatkan oleh
pengolahannya. Secara alamiah whey memiliki kandungan protein yang cukup
tinggi (Hutama, 2019). Whey yang dihasilkan dari pembuatan keju yaitu 8 hingga 9
liter yang didapatkan dari 10 liter susu, sedangkan keju yang dihasilkan yaitu 1 kg
(Kartikasari, 2017). Whey keju yang dihasilkan sekitar 85% sampai 90% dari
volume susu yang dibuat untuk keju, didalamnya masih terkandung 55% nutrisi
yang terdapat pada susu sehingga pengolahan limbah berupa whey masih dapat
diaplikasikan menjadi suatu produk pangan fungsional. Whey memiliki sejumlah
laktosa dan protein yang masih bernilai tinggi (Pereira, 2015). Gambar whey dapat
dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Whey keju


Whey mengandung laktosa sebesar 4-5% (Foda, 2010) sehingga whey dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk minuman yang menggunakan
proses fermentasi (Nurhartadi, 2018). Kandungan nutrisi whey yang masih sangat
tinggi jika dibuang begitu saja maka akan sangat merugikan bagi lingkungan.
Protein whey tersusun dari α-laktalbumin, β-laktalbumin, immunoglobulin, serum
albumin dan fraksi kompleks proteosa pepton (Dwianto, 2018). Saat pembuatan
keju, kasein yang merupakan protein pada susu akan terkoagulasi yang dapat
disebabkan oleh asam, enzim proteolitik, perlakuan panas atau kombinasi dari
ketiganya. Kasein yang terkoagulasi ini akan membentuk curd. Curd akan

4
mengalami sineresis yaitu suatu kontraksi untuk cairan yang disebut whey. Whey
tidak terkoagulasi oleh asam dan aktivitas rennet atau kimosin. Warna dari whey
berasal dari riboflavin yakni pigmen yang larut dalam air yang terdapat di dalam
susu. Pigmen ini yang menimbulkan warna kuning kehijauan pada serum susu atau
whey tersebut.

Whey telah banyak digunakan dalam kembang gula, roti, es krim, produk
susu formula dan makanan kesehatan lainnya (Nurhartadi, 2018). Jenis whey yang
digunakan disesuaikan dengan tujuan penambahan whey pada produk tersebut.
Penelitian mengenai pemanfaatan whey menjadi produk pangan juga sudah mulai
banyak dilakukan seperti penelitian yang dilakukan oleh Septiani (2013), yaitu
penambahan susu skim pada proses pembuatan frozen yoghurt yang berbahan dasar
whey dan penelitian yang dilakukan Yudianto (2012) tentang studi aktivitas
antibakteri minuman fermentasi whey keju dengan penambahan bakteri
Lactobacillus plantarum B2 dan Lactobacillus bulgaricus. Karakteristik kimia
whey hasil pengolahan keju tersaji dalam tabel 1. sebagai berikut

Tabel 1. Karakteristik Kimia Whey Keju

Analisis Nilai
Kadar air (%) 93,42
Kadar abu (%) 0,46
Kadar protein (%) 0,76
Kadar asam laktat (%) 0,22
Kadar laktosa (%) 5,43
Ph 4,60
(Nursiwi, 2015)

Whey keju mengandung beberapa vitamin yaitu tiamin, riboflavin, niasin,


vitamin B6, folat, vitamin B12, dan asam pantotenik, serta mineral yang baik bagi
tubuh, yaitu Ca, Mg, P, Fe, Na, Zn, dan Se (Pradana, 2017). Whey limbah keju
biasanya digunakan sebagai pakan ternak karena kandungan nutrisinya masih
tinggi. Pemanfaatan whey keju di Indonesia sangat jarang karena pada industri lebih
memfokuskan untuk menghasilkan produk keju padahal whey keju masih
mengandung 50% nutrisi dari susu (Pradana, 2017).

5
2.2 Minuman Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat


organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin,
2010). Proses fermentasi dibutuhkan starter sebagai mikroorganisme yang akan
ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroorganisme dalam
jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi
(Prabowo, 2011). Proses fermentasi ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan
kondisi asam atau penurunan pH minuman fermentasi. Penurunan pH yang terjadi
mengindikasikan adanya aktivitas mikroorganisme dalam mengurai karbohidrat
(Zahro 2014).

Fermentasi dilakukan terhadap suatu bahan makanan untuk mendapatkan


produk makanan baru yang dapat memperpanjang daya simpan (Farnworth, 2008).
Menurut Lestari dkk. (2018), fermentasi oleh bakteri asam laktat dibedakan
menjadi heterofermentatif dan homofermentatif. Heterofermentatif menghasilkan
lebih dari 1 jenis metabolit, misalnya asam laktat, asam asetat, CO2, sedangkan
homofermentatif hanya menghasilkan 1 jenis metabolit saja, misalnya asam laktat.
Proses pembuatan makanan fermentasi dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu:

1. Fermentasi alami atau spontan, merupakan proses fermentasi bahan pangan


yang secara alami telah mengandung mikrobia dan diinkubasi pada kondisi
optimal untuk pertumbuhan mikrobia yang diinginkan tetapi menghambat
pertumbuhan mikrobia yang lain, misalnya gatot. Proses ini menghasilkan
makanan yang beresiko menyebabkan penyakit karena mikrobia patogen
mungkin tumbuh selama proses fermentasi.
2. Fermentasi dengan starter, merupakan proses pembuatan makanan fermentasi
dengan menambahkan starter dan diinkubasi pada kondisi optimal mikrobia
yang digunakan sebagai starter, misalnya yoghurt.
3. Fermentasi terkendali, merupakan proses pembuatan makanan fermentasi
melalui proses pemanasan dan diinokulasikan kultur murni dengan konsentrasi
106 sel per ml, kemudian diinkubasi pada kondisi optimal pertumbuhan kultur
starter, misalnya gatot yang difermentasi dengan isolat indigenous gatot

6
singkong (Rhizopus oligosporus dan Lactobacillus manihotivorans) (Astriani,
2015).
Minuman fermentasi dengan penggunaan bakteri asam laktat sebagai
biopreservatif dapat dilakukan dengan menambahkan mikroorganisme secara
langsung atau dengan metabolit sebagai antimikrobia. Bakteri asam laktat dapat
secara alami menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen sehingga disebut
sebagai food grade microorganisms karena tidak menghasilkan senyawa racun
yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Metabolit aktif yang dihasilkan oleh
bakteri asam laktat diantaranya adalah asam laktat, etanol, hidroperoksida, dan
bakteriosin (Ibrahim, 2015).

Menurut Septiani (2013) bakteri Lactobacillus bulgaricus dan


Streptococcus thermopilus dapat diaplikasikan pada produk frozen yoghurt
berbahan dasar whey. Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermopilus.
Proses pembuatan frozen yoghurt diawali dengan proses pencampuran bahan
seperti whey, susu skim, cmc, kuning telur, krim, dan gula pasir. Bahan-bahan yang
telah dicapur kemudian diblender selama 10 menit kemudian dilakukan proses
pasteurisasi menggunakan suhu 80°C selama 30 detik, setelah itu didinginkaan
hingga suhu mencapai 40°C. Langkah selanjutnya starter sebanyak 3%
diinokulasikan ke dalam adonan. Adonan diinkubasi pada suhu 43°C selama 5 jam.
Setelah itu dimixer dan dibekukan selama 24 jam.

2.3 Susu Skim

Susu skim merupakan bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil
sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua kandungan susu kecuali
lemaknya yang telah dikurangi hingga 0,5%. Susu skim mengandung lemak yang
lebih sedikit maka kandungan vitamin A, D, dan E juga rendah. Vitamin yang
bersifat larut dalam air, termasuk di dalamnya vitamin B kompleks dan asam
askorbat (vitamin C) dapat ditemukan dalam susu skim. Susu skim memiliki
kandungan protein yang berfungsi sebagai sumber nitrogen dan laktosa sebagai
nutrisi untuk melakukan pertumbuhan mikroorganisme selama fermentasi juga
meningkatkan nilai gizi pada produk fermentasi (Agustine, 2018). Susu skim juga
dapat dijadikan bahan tambahan pada pembuatan minuman fermentasi karena

7
mengandung laktosa. Dalam proses fermentasi, laktosa merupakan gula yang dapat
dirombak secara langsung menjadi asam laktat oleh bakteri (Sayuti, 2013).
Susu skim mengandung semua zat makanan susu, sedikit lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak. Susu skim seringkali disebut sebagai susu bubuk tak
berlemak yang banyak mengandung protein dan kadar air sebesar 5%.
Penggunaanya dalam pengolahan pangan dapat berfungsi sebagai penstabil emulsi,
pengikat air, koagulasi, dan lain-lain. Susu kering tanpa lemak ini mempunyai
kemampuan untuk mengemulsikan lemak yang terbatas, karena kasein yang
dimilikinya berkombinasi dengan sejumlah kalsium (Ca), sehingga tidak mudah
larut dalam air. Jika sodium menggantikan sebagian Ca, kelarutan kasein dalam air
dan kapasitas emulsifikasi akan meningkat (Setya, 2012). Komponen susu skim per
100 gram bahan tersaji dalam tabel 2. sebagai berikut:

Tabel 2. Komponen Susu Skim Per 100 gram Bahan

Komponen Jumlah
Air (g) 91
Kalori (kkal) 36
Protein (g) 3,5
Lemak (g) 0,1
Karbohidrat (g) 5,1
Kalsium (mg) 123
Fosfor (mg) 97
Besi (mg) 0,1
Vitamin B1 (mg) 0,04
Vitamin C (mg) 1
(Santoso, 2013)

Kandungan gizi 100 gram susu skim yaitu energi 36 Kkal, protein 3,5 gram,
lemak 0,1 gram, dan karbohidrat 5,1 gram (Santoso, 2013). Susu skim dapat
digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam makanannya,
karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu, dan susu skim
juga digunakan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan yoghurt. Susu
skim biasanya diproses lebih lanjut menjadi bentuk bubuk (skim milk powder)
dengan menggunakan spray dryer. Kadar protein pada susu skim bubuk sangat
tinggi yaitu sekitar 35%, sehingga dapat berfungsi sebagai sumber protein.
Kandungan lemak maksimal 1,5%, sedang kadar laktosa sekitar 49,5-52,0%
(Mirzadeh, 2010).

8
2.4 Lactobacillus bulgaricus

Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri yang termasuk dalam genus


Lactobacillus. Bakteri ini memiliki keistimewaan karakter yang dapat
dimanfaatkan secara teliti dengan menyesuaikan karakter tersebut, diantaranya
bahwa Lactobacillus bulgaricus dapat mempengaruhi penurunan pH atau
peningkatan keasaman (Dyartanti dkk., 2015). Tamime (2002) menyatakan bahwa
hubungan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus yaitu
merupakan hubungan simbiosis. Lactobacillus bulgaricus menstimulasi
Streptococcus thermophillus dengan melepaskan asam amino glisin dan histidin
kedalam media pertumbuhan, dengan kata lain Lactobacillus bulgaricus
menyediakan nutrisi essensial seperti asam amino untuk pertumbuhan
Streptococcus thermophillus dan sebaliknya Streptococcus thermophillus dapat
menurunkan pH dan mensintesa asam format yang dapat menstimulir pertumbuhan
Lactobacillus bulgaricus. Chotimah (2009) menambahkan bahwa pertumbuhan
yang cepat dari Streptococcus thermophillus akan menghasilkan asam laktat yang
menyebabkan penurunan pH yang akan memacu pertumbuhan Lactobacillus
bulgaricus. Selanjutnya Lactobacillus bulgaricus akan terus berkembang dan
menghasilkan asam laktat, sehingga pH yogurt akan semakin rendah.

Genus Lactobacillus memiliki standar nilai pH tertentu untuk dapat tumbuh


dengan baik, layaknya bakteri lainnya. Pada pH 5,5 bakteri ini tumbuh sangat baik,
namun pada pH 3,8-4,8 pertumbuhannya terhenti. Dalam pertumbuhannya, bakteri
ini juga memiliki suhu optimum yang membantu faktor pertumbuhan di luar nilai
keasaman sebelumnya, pada 45˚C (Mufidah dkk., 2021). Pemanfaatan
Lactobacillus bulgaricus bagi kehidupan manusia, bakteri ini digunakan dalam
proses pembuatan yoghurt. Nilai rata-rata tingkat keasaman bakteri Lactobacillus
bulgaricus pada konsentasi 3%, 5% dan 10% berada di rentang nilai keasaman
sebesar 2,8-3,2 dengan nilai konsentrasi yang lebih besar memiliki keasaman yang
lebih tinggi. Rasa asam yang muncul dari Lactobacillus bulgarius merupakan asam
laktat yang berasal dari perububahan laktosa. Keistimewaan bakteri ini dalam
menurunkan dan meningkatkan keasaman serta mensintesa asam piruvat mampu
membantu proses perangsangan pertumbuan bakteri lainnya yaitu Streptococcus
thermophillus untuk dapat menghasilkan peningkatan keasaman dengan lebih cepat

9
(Mufidah dkk., 2021). Dalam hal simbiosis Lactobacillus bulgaricus dapat
menghasilkan glisin dan histidin sebagai hasil dari pemecahan protein yang dapat
menstimulasi pertumbuhan Streptococcus thermopilus (Horackova, 2015).

Secara morfologis Lactobacillus bulgaricus termasuk gram positif, bakteri


ini merupakan bakteri non motil dan tidak berbentuk. Bakteri ini mempunyai
kebutuhan nutrisi yang komplek, termasuk di dalamnya ketersediaan untuk
memfermentasi beberapa jenis gula termasuk laktosa. Bakteri ini juga merupakan
bakteri tahan asam, yang tahan terhadap pH rendah (sekitar 5,4-4,6) agar tumbuh
efektif (Prasetyo, 2010). Lactobacillus bulgaricus berbentuk batang, soliter atau
berantai, tak berspora, mikro aerophil sampai anaerob, gram positif, pH optimum 6
dan suhu optimum 40˚-50˚C. Bakteri tersebut dapat memproduksi asam laktat
sampai 1,2-1,5%. Dua mikroorganisme Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermopilus tumbuh bersama-sama secara simbiosis adalah yang bertanggung
jawab selama fermentasi asam laktat dalam proses pembuatan minuman fermentasi
(Horackova, 2015).

Proses pembuatan yoghurt dapat menggunakan satu jenis mikroorganisme


yaitu Lactobacillus bulgaricus yang mampu mengubah gula sederhana menjadi
asam laktat (Machmud dkk, 2011). Dalam pembuatan yoghurt, Lactobacillus
bulgaricus lebih berperan dalam pembentukan aroma (Widodo, 2002). Menurut
Dwiari (2008) bahwa produksi asam laktat yang dihasilkan oleh Lactobacillus
bulgaricus adalah sebesar 1,7-2,1% dan kondisi optimum untuk pertumbuhannya
adalah sedikit asam atau sekitar pH 5,5. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Oktavia, dkk (2016) bahwa penggunaan starter tunggal Lactobacillus bulgaricus
pada pembuatan yoghurt menghasilkan pH sekitar 4,5. Pada pembuatan yoghurt,
konsentrasi starter sangat mempengaruhi mutu dan kualitas dari yoghurt tersebut.

2.5 Streptococcus thermophilus

Secara umum, Streptococcus thermophilus masuk ke dalam genus


Streptococcus, dengan beberapa ciri khusus mulai dari bentuknya yang seperti bola
atau bulat telur (Martinović dkk., 2020). Streptococcus thermopilus bersel bulat,
soliter atau berantai, tak bergerak, tak berspora, fakultatif aerob, gram positif, pH
optimum 6,8 dan suhu optimum 40-50˚C. Bakteri tersebut tahan pada keasaman

10
0,85-0,89%. Bakteri tersebut dapat memproduksi asam laktat sampai 1,2-1,5%.
Streptococcus thermophilus memiliki beberapa spesies, dengan diantaranya adalah
spesies dengan bentuk adanya kapsul dengan sifat fakultatif anaerob (Ranasinghe,
2016). Streptococcus thermophilus perlu adanya faktor pendorong berupa nutrisi
komplek dalam kebutuhan bertumbuhnya, selain itu terdapat proses produksi asam
laktat dengan jenis yang bukan gas.
Streptococcus thermophilus memiliki ciri khusus berkatalase negatif,
dengan nilai suhu optimal 25-45˚C untuk tujuan tumbuh yang optimal. Terdapat
nilai keasamaan yang optimum sebagai faktor pertumbuhan yang optimal dengan
nilai rentang pH 6,8. Sifat Streptococcus thermophilus juga diantaranya termofilik
dengan ciri khusus dapat bertahan untuk tumbuh pada suhu 40-50˚C. Batas
pertumbuhan akan berhenti pada nilai pH tertentu sebagai faktor kegagalan
bertumbuh yaitu sebesar pH 9,6, selain itu faktor suhu yang rendah juga dapat
menjadi faktor kegagalan bertumbuh yaitu mulai dai 10˚C. Streptococcus
thermophilus juga menjadi satu diantara beberapa bakteri yang dapat digunakan
sebagai bakteri pembuat yoghurt dengan kemampuan menghasilkan rasa asam
(Martinović dkk., 2020). Produk yoghurt sendiri, memiliki bakteri-bakteri yang
sangat baik bagi sistem pencernaan yaitu sebagai pelindung dinding usus untuk
menghalangi mikrobia patogen berkembang di dalamnya (Raningsih dkk., 2021).

11

Anda mungkin juga menyukai