Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH ILMU BAHAN MAKANAN PELENGKAP

BAHAN TAMBAHAN PANGAN

Dosen Pengampu :

Nastitie Cinintya Nurzihan S.Gz., M.Gizi.

Disusun oleh :

Anisah Nur Hayati (GZ21001)

PROGRAM STUDI GIZI PROGRAM SARJANA

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA

TAHUN 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan
merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap
rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga
diartikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan
untuk meningkatkan mutu. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja adalah aditif yang
diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan
konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan
bentuk dan rupa, dan lainnya. Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang terdapat
dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila dilihat
dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin); dan dapat juga
disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang
sejenis, baik dari susunan kimia maupun sifat metabolismenya (misal asam askorbat). Dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan merupakan
ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan kedalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan
suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari
BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan pangan
jajanan. Masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun
atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam pangan.
BAB II

TUJUAN

1. Untuk mengetahui apakah BTP dari bahan makanan cukup atau tidak
2. Untuk mengetahui ada berapa BTP dari bahan makanan
3. Dapat memahami setiap produk makanan yang ada BTP
4. Mengetahui BTP dari 5 produk makanan

BAB III

PEMBAHASAN

BTP dalam 5 produk makanan

1. Keripik kentang/Keripik singkong


Kecenderungan masyarakat yang semakin sibuk dan menginginkan makanan yang
praktis menyebabkan konsumsi akan makanan ringan terus meningkat. Berdasarkan
data survei tahun 2017 oleh snapcart global di Indonesia keripik menjadi primadona
sebagai makanan ringan. Meningkatnya konsumsi keripik menjadi peluang bisnis
yang sangat baik dan mendorong munculnya banyak produk keripik. Beberapa
produsen menambahkan bahan tambahan untuk memperbaiki mutu atau nilai tambah
produk, sehingga perlu adanya kajian mengenai bahan tambahan pangan dan labelling
kemasan pada produk keripik komersial. Penelitian ini bertujuan melakukan pemetaan
terhadap bahan tambahan pangan dan kesesuaian label kemasan pada keripik
singkong dan keripik kentang. Metode yang digunakan dalam pengambilan data
adalah metode survey dengan teknik purposive sampling, analisis isi (check sheet)
serta analisis kuantitatif bahan tambahan pangan dengan metode HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) dan UPLC (Ultra Performance Liquid
Chromatography). Hasil survei menunjukkan bahwa unsur minimum label jenis
makanan ringan keripik kentang dan keripik singkong sudah memenuhi aturan.
Terdapat tiga golongan bahan tambahan pangan yang digunakan yaitu penguat rasa
(MSG), pewarna (Kurkumin dan Sunset yellow) dan antioksidan (TBHQ dan Asam
askorbat). Berdasarkan hasil analisis kuantitatif, keripik singkong mengandung 0.64%
MSG dan 2.63 mg/kg sunset yellow, sedangkan keripik kentang mengandung 0.74%
MSG dan 20.95 mg/kg sunset yellow.
2. Ikan Sarden (Kalengan)
Sarden merupakan ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili Clupeidae.
Ikan ini mampu bertahan hingga kedalaman lebih dari 1.000 meter. Menurut BPOM.
Sarden dalam kaleng adalah sarden segar maupun beku dari pesies: Sardina
pilchardus; Sardinops melanostictus, S. neopilchardus, S. ocellatus, S. sagax, S.
caeruleus; Sardinella aurita, S. brasiliensis, S. maderensis, S. longiceps, S. Gibbosa, S.
fimbriata; Clupea harengus; Sprattus sprattus; Hyperlophus vittatus; Nematalosa
vlaminghi; Etrumeusteres; Ethmidium maculatum; Engraulis anchoita, E. mordax, E.
ringens; Opisthonema oglinum dalam medium air atau minyak atau medium lainnya
yang diproses secara kedap (hermetis) dan disterilisasi atau dipasteurisasi dengan cara
pemanasan. Lemak ikan merupakan salah satu komponen yang menyebabkan rasa
enak. Ikan yang cocok diolah dengan pengalengan adalah ikan yang memiliki kadar
lemak tinggi yaitu 10-15%.
3. Selai buah
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada jenis dan kadar natrium benzoat dan siklamat
terhadap 4 sampel selai roti bermerek dan 4 sampel selai tidak bermerek serta tingkat
pengetahuan penjual di pasar tradisional Sukaramai dapat disimpulkan sebagai
berikut: Hasil pemeriksaan dari 4 selai roti bermerek terdapat 3 selai roti yang
menggunakan natrium benzoat dan siklamat. Pada 4 selai roti tidak bermerek terdapat
3 sampel selai roti yang menggunakan natrium benzoate dan siklamat. Kadar natrium
benzoate dari 3 sampel selai roti bermerek yang dianalisis yaitu 0,0576 gr/kg, 0,0518
gr/kg dan 0,1383 gr/kg. Sedangkan 3 sampel selai roti tidak bermerek yaitu 0,2741
gr/kg, 0,1857 gr/kg, dan 0,2876 gr/kg. Kadar siklamat dari 3 sampel selai roti
bermerek yaitu 0,1048 gr/kg , 0,0004 gr/kg , dan 0,0657 gr/kg. Sedangkan 3 sampel
selai roti tidak bermerek yaitu 0,0012 gr/kg, 0,0148 gr/kg, dan 0,0784 gr/kg. Kadar
natrium benzoat dan siklamat dari seluruh selai roti bermerek dan tidak bermerek
sudah memenuhi syarat kesehatan untuk dikonsumsi karena kadarnya masih berada
dibawah batas penggunaan maksimum sebesar 1 g/kg untuk natrium benzoat dan 2
g/kg untuk siklamat sesuai dengan Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988.
Tingkat pengetahuan responden tentang penggunaan bahan pengawet natrium benzoat
dan bahan pemanis siklamat terhadap selai roti dikategorikan baik sebanyak 12 orang
(75,0%) dan kategori kurang baik sebanyak 4 orang (25,0%).
4. Minuman teh
Minuman teh dalam kemasan merupakan minuman yang memiliki tingkat konsumsi
tinggi di masyarakat. Pada proses pembuatannya, minuman teh menggunakan
berbagai jenis bahan tambahan pangan. Tujuan penelitian ini adalah melakukan riset
pasar terhadap bahan tambahan pangan yang digunakan pada produk minuman teh
serta tingkat pemenuhan standar label pada kemasan dan survei konsumen di wilayah
Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei dan
teknik pengambilan sampel purposive sampling. Pengolahan data menggunakan
tabulasi data, SPSS 20, serta pembuatan diagram. Hasil penelitian terhadap 60 jenis
produk dari 9 lokasi pengambilan sampel adalah pemanis (sukrosa), pengatur
keasaman (natrium bikarbonat), perisa (perisa identik alami), antioksidan (asam
askorbat), pengawet (kalium sorbat), penstabil nabati, sekuestran (natrium EDTA).
Tingkat pemenuhan minimum label didapatkan sebesar 100%. Survei konsumen
dilakukan menggunakan uji rangking, dan uji chi-square. Hasil survei menunjukkan
responden pada kedua kelompok usia peduli terhadap bahan pengawet, masa
kedaluwarsa pada label, serta keamanan pangan yang menjadi perhatian utama dalam
pemilihan produk. Survei menunjukkan minuman teh merupakan produk dengan
intensitas pembelian paling tinggi dibandingkan minuman ringan lainnya yang
sejenis.
5. Mie instan
Mie merupakan salah satu makanan yang sangat populer terutama di Asia.Mie instan
yang cukup populer dikalangan masyarakat Indonesia. Bahan baku utama pembuatan
mi adalah tepung terigu, tepung tapioka dan air. Sedangkanuntuk bumbu tambahan
mie terdiri dari garam, gula, monosodium glutamat (MSG),minyak bumbu, bawang
goreng, kecap, dan saos sambal pasta. Biasanya kerusakanpada produk mie instan
selama proses distribusi dan penyimpanan diakibatkan olehoksidasi lemak yang
menimbulkan ketengikan. Sedangkan faktor yang membatasiumur simpan produk mie
instan lebih dipengaruhi oleh cemaran mikroba. Umumnya mikroba yang sering
mencemari produk mie instan berupa bakteri dan kapang karena bahan baku mie
instan sendiri berasal dari tepun terigu yang mengandung pati dan lemak yang tinggi.
Beberapa mikroba golongan bakteri yang sering mencemari produk mie instan
umumnya berasal dari golongan
Pseudomonas,Micrococcus, Lactobacillus, serta Acromobacterium. Sedangkan untuk
golongankapang umunya berasal dari golongan Aspergillus, Mucor, Fusarium, dan
Peniccilium. Pencegahan ketengikan, larutan natrium metabisulfit juga dapat
mengontrol pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang dapat mencemari produk
(Diniyati, 2012).Selain itu, untuk mencegah pertumbuhan jamur / kapangdan bakteri
pada produk bisa ditambahkan natrium benzoat.

TINJAUAN PUSTAKA

Az.Nasution, hukum dan konsumen, tinjauan social, Ekonomi dan hukum pada
perlindungan konsumen Indonesia, Jakarta: Puspa Sinar Harapan, 1995

Cahyo Suparinto, Bahan Tambahan Pangan, 2006, Yogyakarta:Penerbit Kanesius

Darto Harnoko,1993, wujud variasi dan fungsinya serta cara penyajiannya pada
orang jawa daerah istimewa Yogyakarta,Yogyakarta: Universitas SebelasMaret

Indrie, Ambarsari; Qanytah & Sarjana. 2008. Penerapan Standar Penggunaan


Pemanis Buatan Pada Produk Pangan. Jurnal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jawa Tengah.

J.M.Van Dunne dn Van Der Burgh, perbuatan melawan hokum, dewan kerja sama
ilmu hokum belanda dengan Indonesia, proyek hukum perdata,ujung padang.

James P. Spradley, The Etnographic Interview, Dialih bahasakan oleh Misbah

Zulfah Elizabeth, dengan judul Metode Etnografi. Tiara Wacana Yogya,


Yogyakarta.

Jerry.J.Phillips, Product Liability, West Publishing Company, st.paul minnesot, 1993

Keterangan tambahan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran
Pangan Olahan.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya Offset,
Bandung

Meriam Badruzaman, perlindungan terhadap konsumen dilihat dari sudut perjanjian


baku (standar), Bandung: Bina Cipta, 1986

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sandjaja,2009,perlengkapan Kesehatan keluarga, Jakarta:buku Kompas Cet I

Shidarta, hukum perlindungan konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo.

Soejono Dirjo Sisworo, Pengantar ilmu hukum, Jakarta : PT.Raya Grafindo

Persada, 2001 Soerjono soekanto, pengantar penelitian hukum, Jakarta: UI Press.


Cet III,1986

Anda mungkin juga menyukai