Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ILMU BAHAN MAKANAN PELENGKAP

PANGAN FUNGSIONAL

Dosen Pengampu :

Nastitie Cinintya Nurzihan S.Gz., M.Gizi.

Disusun oleh :

Anisah Nur Hayati (GZ21001)

PROGRAM STUDI GIZI PROGRAM SARJANA

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA

TAHUN 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Secara umum, pangan fungsional adalah pangan yang tidak hanya memberikan
zat-zat gizi esensial pada tubuh, tetapi juga memberikan efek perlindungan tubuh
(atau bahkan penyembuhan) terhadap beberapa gangguan penyakit. Produk pangan
fungsional ini diramalkan akan tetap menjadi tren utama industri pangan sampai 5-
10 tahun ke depan. Menurut ramalan Euro Monitor International, di belahan dunia
Australasia, penjualan produk pangan fungsional dan difortifikasi (fortified and
functional) akan mencapai angka 1.6 milyar dollar AS pada tahun 2009. Angka
ini berarti peningkatan sebesar 29% dari tahun 2004. Sedangkan di Amerika
Utara, penjualan produk sejenis diharapkan akan tumbuh dengan sangat impresif,
mencapai angka 36% , mencapai angka penjualan sebesar 22.4 milyar dollar AS pada
tahun 2009. Hal ini merupakan peluang besar bagi Indonesia. Mengapa? Karena,
secara tradisi, Indonesia kaya akan potensi pangan fungsional. Kekayaan pangan
tradisional dan modern Indonesia sangat beragam dan diyakini mempunyai khasiat
tertentu bagi kesehatan. Makanan tradisional ebut saja misalnya tempe, madu,
kunyit, jahe, beras kencur, temu lawak, sari asam jawa dan lain sebagai nya. Tradisi
Jawa dalam pengembangan jamu, merupakan kekayaan tradisional yang
berpotensi untuk pengembangan pangan fungsional khas Indonesia. Hal ini
tentunya perlu ditunjang dengan penelitian dan pengembangan di bidang ilmu dan
teknologi pangan; bahkan juga farmasi dan kesehatan, untuk mengindentifikasi,
meng”arsip”kan, meng”katalog”kan dan mempublikasikan manfaat berbagai
pangan tradisional tersebut bagi kesehatan secara ilmiah. Di samping itu, untuk
keperluan manufacturing, diperlukan pengembangan teknologi formulasi, untuk
menghasilkan pangan (makanan dan minuman) fungsional yang bisa diterima oleh
masyarakat konsumen. Dan makanan modern filosofi makan telah mengalami
pergeseran, dimana makan bukanlah sekadar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama
adalah untuk mencapai tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal. Menurut
Winarno dkk.(1995) dan Astawan (2011) fungsi pangan dikelompokkan menjadi tiga
fungsi yaitu fungsi primer (primary function), fungsi sekunder (secondary function)
dan fungsi tertier (tertiary function). Fungsi primer adalah fungsi pangan yang utama
bagi manusia yaitu untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis
kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Selain memiliki fungsi primer, bahan
pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder yaitu memiliki penampakan dan
cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan
pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya tidak menarik
dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi
faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak
oleh masyarakat konsumen. Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya hidup. Pangan fungsional tidak hanya sekedar bahan makanan yang
terdigesti dalam saluran pencernaan, tetapi sudah menjadi salah satu cara atau
media untuk mencegah bahkan untuk mengobati beberapa penyakit tertentu, karena
dengan beberapa kandungan esensialnya, pangan fungsional dapat memberikan
dampak positif terhadap kesehatan manusia jika dikonsumsi secara teratur dan
bervariasi dalam menu diet setiap hari. Oleh karena itu, naskah ini mencoba
mereview beberapa hasil riset terkait dengan pangan fungsional. naskah ini juga akan
mengelaborasi lebih dalam tentang beberapa hal antara lain; jenis-jenis pangan
fungsional, substansi penting dalam pangan fungsional, berbagai penyakit yang
diasosiasikan dengan diet yang tidak sehat, bagaimana memahami persepsi serta
perilaku atau kebiasaan masyarakat dalam pemenuhan pangan fungsional dan
yang tak kalah penting adalah potensi pengembangan dan atau pengolahan
produk pangan berbasis pertanian/peternakan menjadi pangan fungsional.
BAB II

TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa itu pangan fungsional dari segi tradisional dan modern.
2. Mampu memahami pangan fungsional dari tradisonal dan makanan modern.
3. Untuk mengetahui makanan dari segi rasa, penampilan dan bentuk.
4. Mampu memahami makanan dari segi rasa, penampilam, dan bentuk.

BAB III

PEMBAHASAN

Pengertian Pangan Fungsional dan Modern

Dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan pangan,


bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi dan kelezatannya, tetapi juga
pengaruhnya terhadap kesehatan tubuhnya (Goldberg, 1994). Kenyataan tersebut
menuntut suatu bahan pangan tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan dasar tubuh
(yaitu bergizi dan lezat), tetapi juga dapat bersifat fungsional. Dari sinilah lahir
konsep panga fungsional (fungtional foods), yang akhir-akhir ini sangat populer di
kalangan masyaraka dunia. Konsep pangan fungsional sebenarnya sudah ada sejak
lama. Menurut Subrot (2008) sekitar 2.500 tahun yang lalu Hippocrates pernah
berkata ”Let your food be you medicine and let your medicine be your food”
(gunakanlah makanan sebagai obatmu da obatmu sebagai makanan). Dalam filosofi
Hippocrates tersebut, pada konsentrasi tertentu makanan bisa menjadi obat dan obat
bisa menjadi makanan. Namun, pada konsentras tinggi (berlebih atau overdosis),
makanan dan obat justru dapat menjadi racun bagi tubuh kita. Ada beberapa istilah
untuk makanan yang berpengaruh baik terhadap.kesehatan yaitu : :Functional food,
Nutraceutical, Pharma food, Designer food, Vita food, Phytochemical, Food aceutical,
Health food, Natural food dan Real food. Sampai saat ini belum ada definisi pangan
fungsional yang disepakati secara universal. Berikut disajikan beberapa definisi atau
pengertian tentang pangan fungsional Di Jepang tahun.1991 makanan fungsional
didefinisikan sebagai FOSHU (Foods fo Spesified Health Used) yaitu makanan yang
memiliki efek spesifik terhadap kesehatan karena ada kandungan senyawa kimia
tertentu pada bahan makanan. Menurut Goldberg (1994) pangan fungsional adalah
makanan (bukan kapsul, pil atau tepung) berasal dari ingredient alami. Dapat dan
harus dikonsumsi sebagai bagian dari diet harian dan memiliki fungsi tertentu bila
dicerna, membantu mempercepat proses tertentu dalam tubuh seperti : meningkatkan
mekanisme pertahanan secara biologis, mencegah penyakit tertentu, penyembuhan
dari penyakit spesifik, mengendalikan kondisi fisik dan mental, dan menghambat
proses penuaan.

Pangan Fungsional Tradisional

Pangan fungsional tradisional seperti jamu di Indonesia, aneka pangan suplemen ini
telah mulai terlihat tumbuh. Sebagaimana pangan fungsional, Indonesia juga
mempunyai potensi besar untuk mengembang kan pangan suplemen. Untuk
mengembangkan pangan suplemen khas Indonesia -pangan suplemen
lokal/indigenous- yang diperlukan adalah pengembangan untuk mengidentifikasi
keunggulan/khasiat dari aneka ragam produk pangan tradisional dan jamu (minuman
jahe, minuman asam jawa, dan lain-lain) dan bahan pangan indigenous Indonesia
(berbagai buah dan sayuran tropis, hasil laut, dan lain-lain), terutama dari aspek
gizi/nutrisi, kesehatan, dan fungsionalitas atau khasiatnya. Khususnya untuk
produk pangan/minuman yang sifatnya asli Indonesia atau indigenous maka
diperlukan usaha penelitian yang lebih mendalam mulai dari metoda atau
teknologi ekst raksi , identifikasi, karakterisasi , standarisasi dan sebagainya.
Indonesia sebagai negara tropis dengan kekayaan keaneka-ragaman hayati yang
luar biasa, maka potensi dalam bidang indigenous functional food ingredients ini
perlu disadari dan digali oleh lembaga R&D swasta maupun pemerintah.
Purwiyatno Hariyadi

Jenis-jenis Pangan Fungsional


Jenis-jenis pangan fungsional secara umum dibagi berdasarkan dua hal, yaitu
berdasarkan sumber pangan dan cara pengolahannya (Subroto,2008)

1. Berdasarkan Sumber Pangan


Pangan fungsional digolongkan menjadi dua, yaitu pangan fungsional nabati
merupakan pangan fungsional bersumber dari bahan tumbuhan (contohnya
kedelai, beras merah, tomat, anggur dan bawang putih) dan pangan fungsional
hewani merupakan pangan fungsional bersumber dari bahan hewan (contohnya
ikan, daging dan susu).
2. Berdasarkan cara Pengolahannya
Pangan fungsional digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu :
Pangan fungsional alami merupakan pangan fungsional yang sudah tersedia di
alam tanpa perlu pengolahan sama sekali. Contohnya buah-buahan dan sayur-
sayuran segar yang bisa langsung dimakan. Pangan fungsional tradisional
merupakan pangan fungsional yang diolah secara tradisional mengikuti cara
pengolahan yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Menurut
Astawan (2011) beberapa contoh pangan tradisional Indonesia yang memenuhi
persyaratan pangan fungsional adalah: minuman beras kencur, temulawak, kunyit-
asam, dadih (fermentasi susu khas Sumatera Barat), dali (fermentasi susu kerbau
khas Sumatera Utara), sekoteng atau bandrek, tempe, tape dan jamu.
Pangan fungsional modern merupakan pangan fungsional yang dibuat khusus
menggunakan resep-resep baru. Beberapa contoh pangan fungsional modern
menurut Astawan (2011) adalah:
1. Pangan tanpa lemak, rendah kolesterol dan rendah trigliserida.
2. Breakfast cereals dan biskuit yang diperkaya serat pangan.
3. Mi instan yang diperkaya dengan berbagai vitamin dan mineral.
4. Permen yang mengandung zat besi, vitamin, dan fruktooligosakarida.
5. Pasta yang diperkaya serat pangan.
6. Sosis yang diperkaya dengan oligosakarida, serat atau kalsium kulit telur.
7. Minuman yang mengandung suplemen serat pangan, mineral dan vitamin.
8. Cola rendah kalori dan cola tanpa kafein.
9. Sport drink yang diperkaya protein.
10. Minuman isotonik dengan keseimbangan mineral.
11. Minuman untuk pencernaan.
12. Minuman pemulih energi secara kilat.
13. Teh yang diperkaya dengan kalsium.
Selanjutnya menurut Subroto (2008) beberapa contoh kelompok pangan
fungsional
modern yang dijual di pasar modern (minimarket, supermarket dan hypermarket)
sebagai berikut :
1. Margarin dan minyak rendah kolesterol.
2. Minuman fermentasi yang mengandung bakteri baik seperti lactobacilli.
3. Yoghurt yang mengandung kultur Acidophillus.
4. Air minum dengan penambahan mineral seperti magnesium dan kalsium.
5. Air dengan penambahan oksigen.
6. Air heksagonal.
7. Susu kedalai.
8. Susu dengan penambahan suplemen/vitamin.
9. Susu rendah lemak.
10. Roti dengan penambahan suplemen/vitamin.
11. Biji-bijian utuh dan produk-produk tinggi serat.
12. Serealia dengan penambahan folat.
13. Jus buah dengan penambahan suplemen/vitamin.
14. Garam dapur dengan penambahan yodium.
15. Garam dapur dengan pengurangan natrium dan penambahan kalium dan
magnesium.
16. Nutrisi untuk makanan bagi diabetes.
17. Bumbu masak dari herbal pengganti MSG (Monosodium glutamat).

Pangan fungsional modern yang sengaja dibuat dengan tujuan khusus umumnya
diproduksi melalui salah satu atau lebih pendekatan sebagai berikut (Subroto,
2008):
1. Menghilangkan komponen yang diketahui menyebabkan efek buruk jika
dikonsumsi, misalnya protein alergan (protein penyebab alergi).
2. Meningkatkan konsentrasi komponen yang memiliki efek baik terhadap
kesehatan, baik berupa komponen nutrisi maupun komponen non-nutrisi
(phytochemicals) yang secara alami sudah terdapat dalam makanan tersebut.
3. Menambahkan suatu komponen yang memiliki efek baik terhadap kesehatan
yang sebelumnya tidak terdapat pada makanan tersebut.
4. Mengganti suatu komponen dalam makanan yang diketahui memiliki efek
buruk
terhadap kesehatan dengan komponen lain yang memiliki efek menguntungkan.
5. Meningkatkan ketersediaan atau stabilitas komponen suatu makanan yang
diketahui mempunyai efek baik terhadap kesehatan.

Contoh komponen zat gizi yang sering ditambahkan ke dalam bahan makanan
adalah (Astawan, 2011) :
1. Vitamin A, vitamin E, beta-karoten, flavonoid, selenium, dan seng (zinc) yang
telah diketahui peranannya sebagai antioksidan untuk mengatasi serangan radikal
bebas yang menjurus kepada timbulnya berbagai penyakit kanker;
2. Asam lemak omega-3 dari minyak ikan laut untuk menurunkan kolesterol dan
meningkatkan kecerdasan otak, terutama pada bayi dan anak balita;
3. Kalsium untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi, mencegah osteoporosis
(kerapuhan tulang) dan tekanan darah tinggi;
4. Asam folat untuk mencegah anemia dan kerusakan syaraf;
5. Zat besi untuk mencegah anemia gizi;
6. Iodium untuk mencegah gondok dan kretinisme (kekerdilan);
7. Oligosakarida untuk membantu pertumbuhan mikroflora yang dibutuhkan usus
(Bifido bacteria).
BAB IV
PENUTUP
Adanya masalah keragu-raguan konsumen terhadap keamanan makanan dan
minuman tertentu yang masih beredar dipasaran saat ini dan peningkatan
prevalensi
penyakit degeneratif serta besarnya biaya perawatan sakit merupakan faktor yang
sangat mendukung dikembangkannya pangan fungsional. Sifat fungsional dari
pangan fungsional ditentukan oleh komponen bioaktif yang ada di dalamnya.
Indonesia kaya akan sumber bahan pangan dengan kandungan komponen bioaktif
yang potensial untuk dikembangkan. Teknologi pangan dan penelitian-penelitian
yang terkait dengan pangan fungsional sudah dikembangkan. Hal ini semua
menjadi modal dasar untuk mengembangkan pangan fungsional. Pangan
fungsional yang akan berkembang pesat dimasa mendatang adalah yang erat
kaitannya dengan pangan yang mampu menghambat proses penuaan,
meningkatkan daya immunitas tubuh, meningkatkan kebugaran, kecantikan wajah
dan penampilan, mendukung relaxasi tidur dan istirahat, serta “good for mood”.
DAFTAR PUSTAKA

Ali Khomsan. 2006. Solusi Makanan Sehat. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Astawan M. 2011. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Fakultas


Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Blasa M, Gennari L, Angelino D and Ninfali P. 2010. Fruit and Vegetable


Antioxidants in Health. In :Watson RR and Freedy VR. (Ed.). Bioactive Foods in
Promoting Health. Fruit and Vegetables. Elsevier Inc. New York.

Goldberg I. 1994. Introduction. In : Goldberg I.(Ed.). Functional Foods. Designer


Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals. Chapman & Hall, New York.

Grajek W, Olejnik A and Sip A. 2005. Probiotics, Prebiotics and Antioxidants as


Functional Foods. Acta Biochimica Polonica. 52 (3) : 665-671

Kusharto CM. 2006. Serat Makanan dan Peranannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi
dan Pangan. 1 (2) : 45-54

Lattimer JM and Haub MD. 2010. Effects of Dietary Fiber and Its Components on
Metabolic Health. Nutrients, 2 : 1266-1289.

Marsono Y. 2007. Prospek Pengembangan Makanan Fungsional. Makalah


disampaikan pada Seminar Nasional dalam rangkan “National Food Technology
Competation (NFTC)”
Muchtadi D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan Untuk Mencegah
Timbulnya Penyakit Degeneratif. Jurnal Teknol dan Industri Pangan. 12 (1) : 61-
71

Neha A, Kamaljit S, Ajay B and Tarun G. 2012. Probiotic : As Effective


Treatment of Diseases. IRJP, 3 (1) ; 96 – 101.

Ooi LG and Liong MT. 2010. Cholesterol-Lowering Effects of Probiotics and


Prebiotics: A Review of in Vivo and in Vitro Findings. Int. J. Mol. Sci. 11 : 2499-
2522

Raghuver C and Tandon RV. 2009. Consumtion of Functional Food and Our
Concerns. Review Article. Pak J Physiol . 5(1) : 76-83

Santosa A. 2011. Serat Pangan (Dietary fiber) dan Manfaatnya Bagi Kesehatan.
Magistra. 75 : 35 - 40

Anda mungkin juga menyukai