Dosen Pembimbing:
Ir. Jonni Syah R, Purba, M Kes
Mulyanita, ST
Selly Ridhanty, S.Gz
Disusun oleh
PINA SEPTIANA
20142320057
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan dibidang budidaya pertanian, penanganan pasca panen dan
teknologi pengolahan pangan, disatu sisi, dipasaran saat ini cukup tersedia bahan pangan dan
hasil olahannya yang beragam baik jenis maupun mutunya. Di sisi lainnya, aspek keamanan
bahan pangan dan hasil olahannya sangat mengkhawatirkan masyarakat konsumen. Hal ini
disebabkan karena masih intensifnya penggunaan pestisida dalam mengendalikan hama dan
penyakit tanaman pangan dan penggunaan bahan kimia yang terlarang serta penggunaan dosis
bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi ambang batas yang diijinkan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku pada saat proses pengolahan pangan.
Masalah kurang terjaminnya keamanan pangan inilah menjadi salah satu penyebab yang
mendorong masyarakat konsumen lebih memilih makanan alamiah (natural food) untuk
dikonsumsi agar memperoleh kesehatan yang lebih baik dimasa mendatang. Namun, perlu
diingat menurut Raghuver dan Tandon (2009) bahwa diet adalah hanya salah satu aspek dari
pendekatan pola hidup yang komprehensip untuk memperoleh kesehatan yang baik, termasuk
didalamnya yaitu latihan-latihan secara regular, mengurangi rasa stress, menjaga berat badan
dan praktek lainnya yang positif terhadap kesehatan. Bila semua hal-hal tersebut dilakukan
maka pangan fungsional baru dapat memperbaiki kesehatan dan menguragi resiko penyakit.
Dalam kehidupan modern ini, filosofi makan telah mengalami pergeseran, di mana makan
bukanlah sekadar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama adalah untuk mencapai tingkat
kesehatan dan kebugaran yang optimal.
Menurut Winarno dkk.(1995) dan Astawan (2011) fungsi pangan dikelompokkan menjadi
tiga fungsi yaitu fungsi primer (primary function), fungsi sekunder (secondary function) dan
fungsi tertier (tertiary function). Fungsi primer adalah fungsi pangan yang utama bagi manusia
yaitu untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia,
aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga
memenuhi fungsi sekunder yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab,
bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila
penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah
sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu
bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen.
Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka
tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai
banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta
penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu
bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tersier. Semakin tinggi tingkat
kemakmuran dan kesadaran seseorang terhadap kesehatan, maka tuntutan terhadap ketiga
fungsi bahan pangan tersebut akan semakin tinggi pula.
Saat ini telah banyak diketahui bahwa di dalam bahan pangan terdapat senyawa yang
mempunyai peranan penting bagi kesehatan. Senyawa tersebut mengandung komponen aktif
yang mempunyai aktivitas fisiologis yang memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh
orang yang mengkonsumsinya. Istilah pangan fungsional merupakan nama yang paling dapat
diterima semua pihak untuk segolongan makanan dan atau minuman yang mengandung
bahan-bahan yang diperkirakan dapat meningkatkan status kesehatan dan mencegah
timbulnya penyakit-penyakit tertentu.
Kelompok senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di dalam
pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar (karbohidrat, protein,
dan lemak) yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaitu: serat makanan (dietary
fiber), oligosakarida, gula alkohol (polyol), asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated
fatty acids = PUFA), peptida dan protein tertentu, glikosida dan isoprenoid, polifenol dan
isoflavon, kolin dan lesitin, bakteri asam laktat, phytosterol, vitamin dan mineral tertentu
(Tarigan, 1986).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dalam uraian di atas, dapat dirumuskan masalah-masalah
yang akana dibahas dalam makalah ini sebagai berikut.
a. Apa pengertian dari Pangan Fungsional?
b. Apa fungsi dari Pangan Fungsional?
c. Apa saja syarat-syarat yang termasuk dalam Pangan Fungsional?
d. Apa saja jenis-jenis dari Pangan Fungsional?
e. Bagaimana pengklasifikasian bahan pangan dalam Pangan Fungsional?
f. Bagaimana cara mengkonsumsi Pangan Fungsional?
g. Apa saja contoh bahan pangan atau produk Pangan Fungsional?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Pengertian Pangan Fungsional
Pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat
memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang
terkandung di dalammya (The First Internasional Conferensi East- West Perspective on
Fungsional Foods 1996 ).
Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung bahan-bahan yang
berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, tidak membahayakan, dan
bermanfaat bagi kesehatan (Wildman 2001). Pangan fungsional adalah pangan yang dapat
memberikan manfaat kesehatan diluar zat-zat gizi dasar (The International Food
Information).
Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses,
mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap
mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat
bagi kesehatan. Serta
dikonsumsi sebagai mana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori
berupa penampakan, warna dan tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen, tidak
memberikan kontraindikasi dan tidak memberikan efek samping pada jumlah penggunaan
yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya (Badan POM, 2001).
Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan
manfaat bagi kesehatan di luar manfaat yang diberikan zat gizi yang terkandung di dalamnya.
Dikenal dengan nutraceutical, designer food, medicinal food, therapeutic food, food ceutical
dan medifood.
Pangan fungsional adalah pangan yang memiliki tiga fungsi yaitu fungsi primer, artinya
makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral), fungsi sekunder artinya makanan tersebut dapat diterima oleh konsumen secara
sensoris dan fungsi tersier artinya makanan tersebut memiliki fungsi untuk menjaga kesehatan,
mengurangi terjadinya suatu penyakit dan menjaga metabolisme tubuh. Jadi pangan fungsional
dikonsumsi bukan berupa obat (serbuk) tetapi dikonsumsi berbentuk makanan. Contoh
makanan fungsional yaitu makanan yang mengandung bakteri yang berguna untuk tubuh:
yoghurt, yakult, makanan yang mengandung serat, misalkan bekatul, tempe, gandum utuh,
makanan yang mengandung senyawa bioaktif seperti teh (polifenol) untuk mencegah kanker,
komponen sulfur (bawang) untuk menurunkan kolesterol, daidzein pada tempe untuk
mencegah kanker, serat pangan (sayuran, buah, kacang-kacangan) untuk mencegah penyakit
yang berkaitan dengan pencernaan.
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas dapatlah dikatakan bahwa pada
dasarnya pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya diluar
kandungan zat gizinya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, merupakan bagian dari diet
sehari-hari dan memiliki sifat sensoris yang dapat diterima.
Pangan yang berhubungan dengan level Kitosan, protein kedelai, natrium alginat yang
kolesterol darah
terdegradasi
Pangan yang berhubungan dengan level gula Dekstrin yang tidak tercerna, albumin gandum,
darah
polyphenol dari jambu dan teh, L-arabiosa, dsb.
Pangan yang berhubungan dengan absorpsi Kalsium sitrat malat, kasein fosfopeptida, besi
mineral
hem, frakuto-oligosakarida, dsb.
Pangan
yang
osteogenesis
berhubungan
dengan
Pangan
yang
triasilgliserol
berhubungan
dengan
Menurut para ilmuwan Jepang, beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu
produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus merupakan produk
pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan (ingredien) alami,
(2) Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari, (3) Mempunyai
fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu,
seperti : memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu
mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental, serta
memperlambat proses penuaan.
Di Jepang, Kementerian Kesehatan, Pekerjaan, dan Kesejahteraan menyatakan bahwa
suatu pangan bisa disebut sebagai pangan fungsional jika memiliki kriteria sebagai berikut[8] :
1. Pangan tersebut harus dapat meningkatkan fungsi diet dan kesehatan.
2. Nilai positif gizi dan kesehatan harus terbukti kuat dengan hasil penelitian secara empiris.
3. Anjuran konsumsi dari pangan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari ahli gizi dan
kesehatan.
4. Pangan dan komponen ingredien yang terkandung di dalamnya harus aman sesuai dengan
diet seimbang.
5. Ingredien pangan yang terdapat didalamnya harus terkarakterisasi secara jelas dalam hal
sifat fisik dan kimia, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (metode yang digunakan
untuk menganalisa dari sifat tersebut harus disertakan dengan jelas).
6. Ingredien pangan yang terdapat didalamnya tidak boleh menurunkan nilai gizi dari
pangan tersebut.
7. Pangan tersebut harus dikonsumsi sesuai dengan asupan dan cara yang normal.
8. Pangan tersebut tidak boleh dalam bentuk tablet, kapsul, atau serbuk.
9. Ingredien pangan yang terdapat didalamnya harus berasal dari komponen alami.
Dari konsep yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan, jelaslah bahwa pangan
fungsional tidak sama dengan food supplement atau obat. Pangan fungsional dapat
dikonsumsi tanpa dosis tertentu, dapat dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, serta
lezat dan bergizi (Astawan, 2011). Peranan dari makanan fungsional bagi tubuh semata-mata
bertumpu kepada komponen gizi dan non gizi yang terkandung di dalamnya. Komponenkomponen tersebut umumnya berupa komponen aktif yang keberadaannya dalam makanan
bisa terjadi secara alami, akibat penambahan dari luar, atau karena proses pengolahan (akibat
reaksi-reaksi kimia tertentu atau aktivitas mikroba).
kesehatan dan kebugaran. Bahkan dituntut mampu menyembuhkan suatu penyakit. Ini berarti
bahwa makanan harus bersifat fungsional. Dengan makanan yang memiliki sifat fungsional
tersebut akan membuat tubuh kita menjadi lebih sehat karena kandungan gizi yang ada dalam
makanan pangan fungsional tersebut.
Makanan mempunyai sifat fungsional jika mengandung senyawa gizi dan nirgizi, yang
dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh ke arah yang bersifat positif. Berbagai jenis
makanan sudah dikembangkan ke arah mempengaruhi fungsi fiologis tubuh manusia, baik
melalui modifikasi maupun perancangan khusus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi makan secara pangan fungsional yang
baik dapat menjaga kebugaran tubuh. Hal ini bisa dilihat pada beberapa populasi dunia yang
mempunyai pola pangan berbeda menunjukkan kecenderungan usia harapan hidup dan status
kesehatan lansia (=lanjut usia) yang berbeda pula. Bangsa Jepang dengan diet
menu tradisional yang kaya akan serat dan konsumsi teh hijaunya yang tinggi
mempunyai populasi penduduk usia lanjut yang cukup besar. Sementara orang
Eskimo dengan konsumsi lebih banyak protein dan lemak hewani umumnya berusia
lebih pendek.
Jumlah produk
Persentase
209
54,3
Minuman
116
30,1
Sereal
13
3,4
12
3,1
12
3,1
Makanan bayi
2,3
Produk bakeri
1,6
1,3
Lain-lain
0,8
Total keseluruhan
385
100,0
Produk pangan fungsional di pasar Uni Eropa tahun 2004 menurut ingredien pangan.
Jenis ingredien
Jumlah produk
Persentase
173
44,9
78
20,3
Ekstrak tanaman
53
13,8
Terpene
41
10,6
Lain-lain
37
9,6
Serat
35
9,1
Fenol
33
8,6
Peptida
30
7,8
Lipid
23
6,0
Total keseluruhan
503
130,6
Keterangan : Total keseluruhan pangan lebih dari 100 persen, hal ini dikarenakan suatu produk kadang-kadang mengandung dua atau lebih
ingredien bioaktif
Jumlah perusahaan pangan fungsional serta lokasi kantor pusatnya di Uni Eropa pada tahun 2004.
Negara
Jerman
82
Inggris
22,5
Spanyol
20
Belanda
9,5
Perancis
Italia
Austria
Finlandia
Belgia
Denmark
Lainnya
Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa hingga tahun 2004, terdapat 304 produk
pangan dengan 503 komponen ingredien fungsional yang teridentifikasi memiliki sifat
fungsional yang beredar di pasar Uni Eropa.[11]Terdapat 168 perusahaan yang setidaknya
minimum memproduksi satu jenis produk pangan fungsional di Uni Eropa dengan rincian sekitar
setengah dari jumlah tersebut berkantor pusat di Jerman, selebihnya berkantor pusat di Inggris,
Spanyol, Belanda, Perancis, Italia, Austria, Finlandia, Belgia, dan Denmark. Lebih jauh lagi
terdapat sekitar 26 perusahaan Amerika, 11 perusahaan Jepang, dan 30 perusahaan di luar Uni
Eropa yang memasarkan produk pangan fungsionalnya di Uni Eropa.
BAB III
PEMBAHASAN
Dari latar belakang dan tinjauan pustaka diatas dapat kita bahas tentang
bagaimana pengembangan pangan fungsional yang telah dilakukan sejauh ini dalam
memberikan . Dalam pembahasan ini dapat diketahui bahwa pangan fungsional adalah
pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi
kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya.
Pangan fungsional harus memenuhi persyaratan sensori, nutrisi dan fisiologis.
Indonesia kaya akan sumber bahan pangan dengan kandungan komponen bioaktif
yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tidak terjaminnya keamanan pangan yang
ada dipasar sebagai akibat intensifnya penggunaan pestisida saat produksi bahan pangan
dan tidak terkendalinya penggunaan bahan kimia terlarang saat pengolahan pangan serta
meningkatnya kesejahteraan masyarakat, maka dapat diprediksi bahwa permintaan
pangan fungsional akan meningkat di masa yang akan datang.
Teknologi pangan dan penelitian-penelitian yang terkait dengan pangan
fungsional sudah dikembangkan. Hal ini semua menjadi modal dasar untuk
mengembangkan pangan fungsional. Pangan fungsional yang akan berkembang pesat
dimasa mendatang antara lain adalah yang erat kaitannya dengan pangan yang mampu
menghambat proses penuaan, meningkatkan daya immunitas tubuh, meningkatkan
kebugaran, kecantikan wajah dan penampilan. Hal ini memberi harapan bahwa
pengembangan makanan fungsional di Indonesia sangat prospektif. Pengembangan
industri makanan fungsional tidak hanya menguntungkan bagi industri pangan, tapi juga
bagi masyarakat dan pemerintah.
Di banyak negara pangan fungsional telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut
dilandasi oleh beberapa alasan yaitu: (i) meningkatnya kesadaran akan pentingnya
makanan dalam pencegahan atau penyembuhan penyakit (ii) tuntutan konsumen akan
adanya makanan yang memiliki sifat lebih, yaitu memiliki kandungan ingridien
fungsional, (iii) pengalaman masyarakat mengenai alternative medicine, (iv) studi
epidemiologi mengenai prevalensi penyakit tertentu yang ternyata dipengaruhi oleh
kebiasaan makan dan bahan yang dimakan oleh suatu populasi (Marsono, 2007).
Di Indonesia belum ada data tentang besarnya produksi dan perdagangan pangan
fungsional. Tetapi, di pasar banyak terlihat minuman fungsional telah banyak ditawarkan.
Produk-produk tersebut umumnya mengandung taurin, kholin, madu, kafein ginseng dan
sebagainya yang diharapkan memberi efek fisiologis pada tubuh. Minuman isotonik yang
memiliki kandungan elektrolit lebih komplit dari pada air biasa juga menjadi trend
akhirakhir ini. Produk makanan/susu bayi telah banyak yang diperkaya dengan prebiotik
sedangan susu untuk lansia diperkaya dengan Ca.
BAB IV
PENUTUP
Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses,
mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan
DAFTAR PUSTAKA
-
Astawan M. 2011. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Fakultas Teknologi
Pertanian IPB, Bogor.
Aisyah, Yuliani. 2007. Pangan Fungsional : Makanan untuk Kesehatan..
Marsono Y. 2007. Prospek Pengembangan Makanan Fungsional. Makalah disampaikan
pada Seminar Nasional dalam rangkan National Food Technology Competation (NFTC).
Muchtadi D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan Untuk Mencegah Timbulnya
Penyakit Degeneratif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 12 (1) : 61-71
Neha A, Kamaljit S, Ajay B and Tarun G. 2012. Probiotic : As Effective Treatment of
Diseases. IRJP, 3 (1) ; 96 101.
Raghuver C and Tandon RV. 2009. Consumtion of Functional Food and Our Concerns.
Review Article. Pak J Physiol . 5(1) : 76-83.
Subroto MA. 2008. Real Food, True Health. Makanan Sehat Untuk Hidup Lebih Sehat.PT
AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Winarno FG, Puspitasari NL dan Kusnandar F.. 1995. Prosiding Widyakarya Nasional
Khasiat Makanan Tradisional, Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI, Jakarta.
Silalahi, Jansen. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta : Penerbit Kanisius