Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ILMU TEKNOLOGI PANGAN (ITP)


Pangan Fungsional

Dosen Pembimbing:
Ir. Jonni Syah R, Purba, M Kes
Mulyanita, ST
Selly Ridhanty, S.Gz

Disusun oleh
PINA SEPTIANA
20142320057

Politeknik Kesehatan Kemenkes Pontianak


Tahun Ajaran 2016/2017

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan dibidang budidaya pertanian, penanganan pasca panen dan
teknologi pengolahan pangan, disatu sisi, dipasaran saat ini cukup tersedia bahan pangan dan
hasil olahannya yang beragam baik jenis maupun mutunya. Di sisi lainnya, aspek keamanan
bahan pangan dan hasil olahannya sangat mengkhawatirkan masyarakat konsumen. Hal ini
disebabkan karena masih intensifnya penggunaan pestisida dalam mengendalikan hama dan
penyakit tanaman pangan dan penggunaan bahan kimia yang terlarang serta penggunaan dosis
bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi ambang batas yang diijinkan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku pada saat proses pengolahan pangan.
Masalah kurang terjaminnya keamanan pangan inilah menjadi salah satu penyebab yang
mendorong masyarakat konsumen lebih memilih makanan alamiah (natural food) untuk
dikonsumsi agar memperoleh kesehatan yang lebih baik dimasa mendatang. Namun, perlu
diingat menurut Raghuver dan Tandon (2009) bahwa diet adalah hanya salah satu aspek dari
pendekatan pola hidup yang komprehensip untuk memperoleh kesehatan yang baik, termasuk
didalamnya yaitu latihan-latihan secara regular, mengurangi rasa stress, menjaga berat badan
dan praktek lainnya yang positif terhadap kesehatan. Bila semua hal-hal tersebut dilakukan
maka pangan fungsional baru dapat memperbaiki kesehatan dan menguragi resiko penyakit.
Dalam kehidupan modern ini, filosofi makan telah mengalami pergeseran, di mana makan
bukanlah sekadar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama adalah untuk mencapai tingkat
kesehatan dan kebugaran yang optimal.
Menurut Winarno dkk.(1995) dan Astawan (2011) fungsi pangan dikelompokkan menjadi
tiga fungsi yaitu fungsi primer (primary function), fungsi sekunder (secondary function) dan
fungsi tertier (tertiary function). Fungsi primer adalah fungsi pangan yang utama bagi manusia
yaitu untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia,
aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga
memenuhi fungsi sekunder yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab,
bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila
penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah
sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu
bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen.
Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka
tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai
banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta
penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu
bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tersier. Semakin tinggi tingkat

kemakmuran dan kesadaran seseorang terhadap kesehatan, maka tuntutan terhadap ketiga
fungsi bahan pangan tersebut akan semakin tinggi pula.
Saat ini telah banyak diketahui bahwa di dalam bahan pangan terdapat senyawa yang
mempunyai peranan penting bagi kesehatan. Senyawa tersebut mengandung komponen aktif
yang mempunyai aktivitas fisiologis yang memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh
orang yang mengkonsumsinya. Istilah pangan fungsional merupakan nama yang paling dapat
diterima semua pihak untuk segolongan makanan dan atau minuman yang mengandung
bahan-bahan yang diperkirakan dapat meningkatkan status kesehatan dan mencegah
timbulnya penyakit-penyakit tertentu.
Kelompok senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di dalam
pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar (karbohidrat, protein,
dan lemak) yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaitu: serat makanan (dietary
fiber), oligosakarida, gula alkohol (polyol), asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated
fatty acids = PUFA), peptida dan protein tertentu, glikosida dan isoprenoid, polifenol dan
isoflavon, kolin dan lesitin, bakteri asam laktat, phytosterol, vitamin dan mineral tertentu
(Tarigan, 1986).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dalam uraian di atas, dapat dirumuskan masalah-masalah
yang akana dibahas dalam makalah ini sebagai berikut.
a. Apa pengertian dari Pangan Fungsional?
b. Apa fungsi dari Pangan Fungsional?
c. Apa saja syarat-syarat yang termasuk dalam Pangan Fungsional?
d. Apa saja jenis-jenis dari Pangan Fungsional?
e. Bagaimana pengklasifikasian bahan pangan dalam Pangan Fungsional?
f. Bagaimana cara mengkonsumsi Pangan Fungsional?
g. Apa saja contoh bahan pangan atau produk Pangan Fungsional?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Untuk dapat mengetahui pengertian dari Pangan Fungsional


Untuk dapat mengetahui fungsi dari Pangan Fungsional
Untuk dapat mengetahui syarat-syarat dari Pangan Fungsional
Untuk dapat mengetahui jenis-jenis dari Pangan Fungsional
Untuk dapat mengetahui klasifikasi Pangan Fungsional
Untuk dapat mengetahui cara mengkonsumsi Pangan Fungsional
Untuk dapat mengetahui apa saja contoh bahan pangan atau produk Pangan
Fungsional

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Pengertian Pangan Fungsional
Pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat
memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang
terkandung di dalammya (The First Internasional Conferensi East- West Perspective on
Fungsional Foods 1996 ).
Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung bahan-bahan yang
berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, tidak membahayakan, dan
bermanfaat bagi kesehatan (Wildman 2001). Pangan fungsional adalah pangan yang dapat
memberikan manfaat kesehatan diluar zat-zat gizi dasar (The International Food
Information).
Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses,
mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap
mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat
bagi kesehatan. Serta
dikonsumsi sebagai mana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori
berupa penampakan, warna dan tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen, tidak
memberikan kontraindikasi dan tidak memberikan efek samping pada jumlah penggunaan
yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya (Badan POM, 2001).
Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan
manfaat bagi kesehatan di luar manfaat yang diberikan zat gizi yang terkandung di dalamnya.
Dikenal dengan nutraceutical, designer food, medicinal food, therapeutic food, food ceutical
dan medifood.
Pangan fungsional adalah pangan yang memiliki tiga fungsi yaitu fungsi primer, artinya
makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral), fungsi sekunder artinya makanan tersebut dapat diterima oleh konsumen secara
sensoris dan fungsi tersier artinya makanan tersebut memiliki fungsi untuk menjaga kesehatan,
mengurangi terjadinya suatu penyakit dan menjaga metabolisme tubuh. Jadi pangan fungsional
dikonsumsi bukan berupa obat (serbuk) tetapi dikonsumsi berbentuk makanan. Contoh
makanan fungsional yaitu makanan yang mengandung bakteri yang berguna untuk tubuh:
yoghurt, yakult, makanan yang mengandung serat, misalkan bekatul, tempe, gandum utuh,
makanan yang mengandung senyawa bioaktif seperti teh (polifenol) untuk mencegah kanker,
komponen sulfur (bawang) untuk menurunkan kolesterol, daidzein pada tempe untuk
mencegah kanker, serat pangan (sayuran, buah, kacang-kacangan) untuk mencegah penyakit
yang berkaitan dengan pencernaan.

Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas dapatlah dikatakan bahwa pada
dasarnya pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya diluar
kandungan zat gizinya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, merupakan bagian dari diet
sehari-hari dan memiliki sifat sensoris yang dapat diterima.

b. Fungsi Pangan Fungsional


Fungsifungsi fisiologis yang diberikan oleh makanan fungsional antara lain adalah
memperkuat mekanisme daya tahan tubuh, mengatur ritmik kondisi fisik, membantu untuk
mengembalikan kondisi tubuh setelah terserang penyakit tertentu, mencegah penuaan dan
mencegah penyakit yang berkaitan dengan makanan. Dengan demikian, meskipun mengandung
senyawa yang berkhasiat bagi kesehatan namun makanan fungsional bukanlah obat. Kalau obat
bersifat kuratif sedangkan makanan fungsional lebih bersifat preventif dan dikonsumsi
sebagaimana layaknya makanan seharihari dengan bentuk dapat berupa makanan atau
minuman.
Fungsi spesifik terhadap kesehatan

Komponen ingredien utama

Oligosakarida, laktosa, bifidobakteria, bakteri


Pangan untuk memodifikasi kondisi saluran asam laktat, serat pangan, dekstrin yang
pencernaan (gastrointestinal)
tercerna, polidekstrol, guar gum, biji pelapis
psillium, dsb.)

Pangan yang berhubungan dengan level Kitosan, protein kedelai, natrium alginat yang
kolesterol darah
terdegradasi

Pangan yang berhubungan dengan level gula Dekstrin yang tidak tercerna, albumin gandum,
darah
polyphenol dari jambu dan teh, L-arabiosa, dsb.

Pangan yang berhubungan dengan tekanan Laktotripeptida, kasein dodekaneptida, asam


darah
geniposidik, peptide sarden, dsb.

Pangan yang berhubungan dengan kesehatan


Paratinosa, maltitiosa, erithritol, dsb.
gigi

Pangan yang berhubungan dengan kondisi


saluran pencernaan (gastrointestinal) serta Natrium alginat yang dapat terdegradasi, serat
hubungannya
dengan
kolesterol
dan pangan dari dedak biji psyllium, dsb.
triasilgliserol

Pangan yang berhubungan dengan absorpsi Kalsium sitrat malat, kasein fosfopeptida, besi
mineral
hem, frakuto-oligosakarida, dsb.

Pangan
yang
osteogenesis

berhubungan

dengan

Pangan
yang
triasilgliserol

berhubungan

dengan

Isoflavon kedelai, protein berbasis susu, dsb.

Asam lemak rantai sedang, dsb.

c. Syarat-syarat Pangan Fungsional


Jepang merupakan negara yang paling tegas dalam memberi batasan mengenai
pangan fungsional, paling maju dalam perkembangan industrinya. Para ilmuwan Jepang
menekankan pada tiga fungsi dasar pangan fungsional, yaitu (Astawan, 2011):
1. Sensory (warna dan penampilannya yang menarik dan cita rasanya yang enak),
2. Nutritional (bernilai gizi tinggi), dan
3. Physiological (memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh).
Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan dari pangan fungsional antara lain
adalah :
1.
2.
3.
4.
5.

Pencegahan dari timbulnya penyakit,


Meningkatnya daya tahan tubuh,
Regulasi kondisi ritme fisik tubuh,
Memperlambat proses penuaan, dan
Menyehatkan kembali (recovery).

Menurut para ilmuwan Jepang, beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu
produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus merupakan produk
pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan (ingredien) alami,
(2) Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari, (3) Mempunyai
fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu,
seperti : memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu

mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental, serta
memperlambat proses penuaan.
Di Jepang, Kementerian Kesehatan, Pekerjaan, dan Kesejahteraan menyatakan bahwa
suatu pangan bisa disebut sebagai pangan fungsional jika memiliki kriteria sebagai berikut[8] :
1. Pangan tersebut harus dapat meningkatkan fungsi diet dan kesehatan.
2. Nilai positif gizi dan kesehatan harus terbukti kuat dengan hasil penelitian secara empiris.
3. Anjuran konsumsi dari pangan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari ahli gizi dan
kesehatan.
4. Pangan dan komponen ingredien yang terkandung di dalamnya harus aman sesuai dengan
diet seimbang.
5. Ingredien pangan yang terdapat didalamnya harus terkarakterisasi secara jelas dalam hal
sifat fisik dan kimia, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (metode yang digunakan
untuk menganalisa dari sifat tersebut harus disertakan dengan jelas).
6. Ingredien pangan yang terdapat didalamnya tidak boleh menurunkan nilai gizi dari
pangan tersebut.
7. Pangan tersebut harus dikonsumsi sesuai dengan asupan dan cara yang normal.
8. Pangan tersebut tidak boleh dalam bentuk tablet, kapsul, atau serbuk.
9. Ingredien pangan yang terdapat didalamnya harus berasal dari komponen alami.
Dari konsep yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan, jelaslah bahwa pangan
fungsional tidak sama dengan food supplement atau obat. Pangan fungsional dapat
dikonsumsi tanpa dosis tertentu, dapat dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, serta
lezat dan bergizi (Astawan, 2011). Peranan dari makanan fungsional bagi tubuh semata-mata
bertumpu kepada komponen gizi dan non gizi yang terkandung di dalamnya. Komponenkomponen tersebut umumnya berupa komponen aktif yang keberadaannya dalam makanan
bisa terjadi secara alami, akibat penambahan dari luar, atau karena proses pengolahan (akibat
reaksi-reaksi kimia tertentu atau aktivitas mikroba).

d. Jenis-jenis Pangan Fungsional


Jenis-jenis pangan fungsional secara umum dibagi berdasarkan dua hal, yaitu
berdasarkan sumber pangan dan cara pengolahannya (Subroto,2008)
Berdasarkan Sumber Pangan
Pangan fungsional digolongkan menjadi dua, yaitu pangan fungsional nabati
merupakan pangan fungsional bersumber dari bahan tumbuhan (contohnya kedelai, beras
merah, tomat, anggur dan bawang putih) dan pangan fungsional hewani merupakan pangan
fungsional bersumber dari bahan hewan (contohnya ikan, daging dan susu).

Berdasarkan Cara Pengolahannya

Pangan fungsional digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu :


Pangan fungsional alami merupakan pangan fungsional yang sudah tersedia di alam
tanpa perlu pengolahan sama sekali. Contohnya buah-buahan dan sayur-sayuran segar yang bisa
langsung dimakan.
Pangan fungsional tradisional merupakan pangan fungsional yang diolah secara
tradisional mengikuti cara pengolahan yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Menurut Astawan (2011) beberapa contoh pangan tradisional Indonesia yang memenuhi
persyaratan pangan fungsional adalah: minuman beras kencur, temulawak, kunyit-asam, dadih
(fermentasi susu khas Sumatera Barat), dali (fermentasi susu kerbau khas Sumatera Utara),
sekoteng atau bandrek, tempe, tape dan jamu.
Pangan fungsional modern merupakan pangan fungsional yang dibuat khusus
menggunakan resep-resep baru. Beberapa contoh pangan fungsional modern menurut Astawan
(2011) adalah:
1. Pangan tanpa lemak, rendah kolesterol dan rendah trigliserida.
2. Breakfast cereals dan biskuit yang diperkaya serat pangan.
3. Mi instan yang diperkaya dengan berbagai vitamin dan mineral.
4. Permen yang mengandung zat besi, vitamin, dan fruktooligosakarida.
5. Pasta yang diperkaya serat pangan.
6. Sosis yang diperkaya dengan oligosakarida, serat atau kalsium kulit telur.
7. Minuman yang mengandung suplemen serat pangan, mineral dan vitamin.
8. Cola rendah kalori dan cola tanpa kafein.
9. Sport drink yang diperkaya protein.
10. Minuman isotonik dengan keseimbangan mineral.
11. Minuman untuk pencernaan.
12. Minuman pemulih energi secara kilat.
13. Teh yang diperkaya dengan kalsium.
Selanjutnya menurut Subroto (2008) beberapa contoh kelompok pangan fungsional
modern yang dijual di pasar modern (minimarket, supermarket dan hypermarket) sebagai
berikut:
1. Margarin dan minyak rendah kolesterol.
2. Minuman fermentasi yang mengandung bakteri baik seperti lactobacilli.
3. Yoghurt yang mengandung kultur Acidophillus.
4. Air minum dengan penambahan mineral seperti magnesium dan kalsium.
5. Air dengan penambahan oksigen.
6. Air heksagonal.
7. Susu kedalai.
8. Susu dengan penambahan suplemen/vitamin.
9. Susu rendah lemak.
10. Roti dengan penambahan suplemen/vitamin.
11. Biji-bijian utuh dan produk-produk tinggi serat.

12. Serealia dengan penambahan folat.


13. Jus buah dengan penambahan suplemen/vitamin.
14. Garam dapur dengan penambahan yodium.
15. Garam dapur dengan pengurangan natrium dan penambahan kalium dan
magnesium.
16. Nutrisi untuk makanan bagi diabetes.
17. Bumbu masak dari herbal pengganti MSG (Monosodium glutamat).
Pangan fungsional modern yang sengaja dibuat dengan tujuan khusus umumnya
diproduksi melalui salah satu atau lebih pendekatan sebagai berikut (Subroto, 2008):
1. Menghilangkan komponen yang diketahui menyebabkan efek buruk jika
dikonsumsi, misalnya protein alergan (protein penyebab alergi).
2. Meningkatkan konsentrasi komponen yang memiliki efek baik terhadap kesehatan,
baik berupa komponen nutrisi maupun komponen non-nutrisi (phytochemicals)
yang secara alami sudah terdapat dalam makanan tersebut.
3. Menambahkan suatu komponen yang memiliki efek baik terhadap kesehatan yang
sebelumnya tidak terdapat pada makanan tersebut.
4. Mengganti suatu komponen dalam makanan yang diketahui memiliki efek buruk
terhadap kesehatan dengan komponen lain yang memiliki efek menguntungkan.
5. Meningkatkan ketersediaan atau stabilitas komponen suatu makanan yang
diketahui mempunyai efek baik terhadap kesehatan.
Contoh komponen zat gizi yang sering ditambahkan ke dalam bahan makanan adalah
(Astawan, 2011) :
1. Vitamin A, vitamin E, beta-karoten, flavonoid, selenium, dan seng (zinc) yang
telah diketahui peranannya sebagai antioksidan untuk mengatasi serangan radikal
bebas yang menjurus kepada timbulnya berbagai penyakit kanker;
2. Asam lemak omega-3 dari minyak ikan laut untuk menurunkan kolesterol dan
meningkatkan kecerdasan otak, terutama pada bayi dan anak balita;
3. Kalsium untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi, mencegah osteoporosis
(kerapuhan tulang) dan tekanan darah tinggi;
4. Asam folat untuk mencegah anemia dan kerusakan syaraf;
5. Zat besi untuk mencegah anemia gizi;
6. Iodium untuk mencegah gondok dan kretinisme (kekerdilan);
7. Oligosakarida untuk membantu pertumbuhan mikroflora yang dibutuhkan usus
(Bifido bacteria).

e. Klasifikasi Pangan Fungsional


Pangan fungsional dapat diklasifikasikan dengan menggunakan berbagai prinsip
sesuai dengan badan atau aturan yang berlaku di negara yang bersangkutan. Berikut
merupakan beberapa pengklasifikasian pangan fungsional menurut badan atau aturan
yang berlaku di negara yang bersangkutan serta justifikasi ilmiah yang menyertainya.

Klasifikasi penggolongan dari pangan fungsional menurut Juvan et al. 2005


adalah sebagai berikut.
1. Berdasarkan golongan dari pangan tersebut (produk susu dan turunannya, minuman,
produk sereal, produk kembang gula, minyak, dan lemak)
2. Berdasarkan penyakit yang akan dihindari atau dicegah (diabetes, osteoporosis,
kanker kolon)
3. Berdasarkan efek fisiologis (imunologi, ketercernaan, aktivitas anti-tumor)
4. Berdasarkan kategori komponen bioaktif (mineral, antioksidan, lipid, probiotik)
5. Berdasarkan sifat organoleptik dan fisikokimia (warna, kelarutan,tekstur)
6. Berdasarkan proses produksi yang digunakan (kromatografi, enkapsulasi,
pembekuan).
Bentuk fisik pangan fungsional yang mengandung bahan-bahan aktif
(bioaktif) di atas terdiri atas :
1) Produk susu, misalnya susu fermentasi dan lactobacillus, yoghurt, Kefir.
2) Minuman, yaitu minuman yang mengandung suplemen serat makanan,
mineral, vitamin, minuman olahraga kaya protein yang mengandung kolagen dan
lain3 lain,
3) Makanan, misalnya roti yang mengandung vitamin A tinggi, serat makanan tinggi;
biskuit yang diperkaya serat makanan, makanan dari bahan yang dikenal memiliki
kandungan senyawa aktif berkhasiat seperti isoflavon dalam kedelai dan lain-lain.

f. Cara mengkonsumsi Pangan Fungsional


Pola makan orang Indonesia saat ini, khususnya kaum urban dan sub-urban, cenderung
berlebihan lemak, garam dan karbohidrat, tapi rendah serat, vitamin dan mineral, seperti yang
ada pada kandungan makanan jenis cepat saji (fast food). Sarat kolesterol, asam lemak jenuh,
garam, BTM (bahan tambahan makanan) dan kandungan serat yang rendah dipastikan menjadi
kelemahan menu makanan cepat saji.
Hipocrates, yang banyak dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran dunia pernah
mengatakan "Let your food be your medicine and medicine be your food." Hipocrates
menyatakan bahwa bila kita menerapkan pola makan sehat maka apa yang kita makan dapat
menunjang kesehatan tubuh secara sekaligus menepis berbagai macam penyakit. Jenis makanan
yang dapat berfungsi sebagai sumber gizi bagi tubuh manusia sekaligus menepis berbagai
macam penyakit tersebut sering disebut sebagai makanan fungsional (functional food), atau
sebagian pakar menyebut smart food, sebagai lawan kata dari junk food.
Sebenarnya mengkonsumsi makanan tidak lagi semata mempertimbangkan kelezatan dan
penampilannya saja, tetapi juga yang terpenting adalah nilai gizi dan pengaruhnya terhadap
kesehatan tubuh. Masyarakat modern yang peduli kesehatan menuntut makanannya setelah
berfungsi sebagai pemasok zat-zat gizi dan cita rasa pemuas mulut, harus berfungsi menjaga

kesehatan dan kebugaran. Bahkan dituntut mampu menyembuhkan suatu penyakit. Ini berarti
bahwa makanan harus bersifat fungsional. Dengan makanan yang memiliki sifat fungsional
tersebut akan membuat tubuh kita menjadi lebih sehat karena kandungan gizi yang ada dalam
makanan pangan fungsional tersebut.
Makanan mempunyai sifat fungsional jika mengandung senyawa gizi dan nirgizi, yang
dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh ke arah yang bersifat positif. Berbagai jenis
makanan sudah dikembangkan ke arah mempengaruhi fungsi fiologis tubuh manusia, baik
melalui modifikasi maupun perancangan khusus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi makan secara pangan fungsional yang
baik dapat menjaga kebugaran tubuh. Hal ini bisa dilihat pada beberapa populasi dunia yang
mempunyai pola pangan berbeda menunjukkan kecenderungan usia harapan hidup dan status
kesehatan lansia (=lanjut usia) yang berbeda pula. Bangsa Jepang dengan diet
menu tradisional yang kaya akan serat dan konsumsi teh hijaunya yang tinggi
mempunyai populasi penduduk usia lanjut yang cukup besar. Sementara orang
Eskimo dengan konsumsi lebih banyak protein dan lemak hewani umumnya berusia
lebih pendek.

g. Contoh bahan pangan atau produk pangan fungsional


Produk pangan fungsional di pasar Uni Eropa tahun 2004 menurut sektor pangan.
Sektor pangan

Jumlah produk

Persentase

Produk susu dan turunannya (termasuk yoghurt)

209

54,3

Minuman

116

30,1

Sereal

13

3,4

Produk kembang gula

12

3,1

Lemak dan suplemen lemak

12

3,1

Makanan bayi

2,3

Produk bakeri

1,6

Produk pangan jadi

1,3

Lain-lain

0,8

Total keseluruhan

385

100,0

Produk pangan fungsional di pasar Uni Eropa tahun 2004 menurut ingredien pangan.
Jenis ingredien

Jumlah produk

Persentase

Kultur bakteri (terutama probiotik)

173

44,9

Sakarida (terutama prebiotik)

78

20,3

Ekstrak tanaman

53

13,8

Terpene

41

10,6

Lain-lain

37

9,6

Serat

35

9,1

Fenol

33

8,6

Peptida

30

7,8

Lipid

23

6,0

Total keseluruhan

503

130,6

Keterangan : Total keseluruhan pangan lebih dari 100 persen, hal ini dikarenakan suatu produk kadang-kadang mengandung dua atau lebih
ingredien bioaktif

Jumlah perusahaan pangan fungsional serta lokasi kantor pusatnya di Uni Eropa pada tahun 2004.
Negara

Jumlah perusahaan pangan fungsional

Jerman

82

Inggris

22,5

Spanyol

20

Belanda

9,5

Perancis

Italia

Austria

Finlandia

Belgia

Denmark

Lainnya

Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa hingga tahun 2004, terdapat 304 produk
pangan dengan 503 komponen ingredien fungsional yang teridentifikasi memiliki sifat
fungsional yang beredar di pasar Uni Eropa.[11]Terdapat 168 perusahaan yang setidaknya
minimum memproduksi satu jenis produk pangan fungsional di Uni Eropa dengan rincian sekitar
setengah dari jumlah tersebut berkantor pusat di Jerman, selebihnya berkantor pusat di Inggris,

Spanyol, Belanda, Perancis, Italia, Austria, Finlandia, Belgia, dan Denmark. Lebih jauh lagi
terdapat sekitar 26 perusahaan Amerika, 11 perusahaan Jepang, dan 30 perusahaan di luar Uni
Eropa yang memasarkan produk pangan fungsionalnya di Uni Eropa.

BAB III
PEMBAHASAN
Dari latar belakang dan tinjauan pustaka diatas dapat kita bahas tentang
bagaimana pengembangan pangan fungsional yang telah dilakukan sejauh ini dalam
memberikan . Dalam pembahasan ini dapat diketahui bahwa pangan fungsional adalah
pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi
kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya.
Pangan fungsional harus memenuhi persyaratan sensori, nutrisi dan fisiologis.
Indonesia kaya akan sumber bahan pangan dengan kandungan komponen bioaktif
yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tidak terjaminnya keamanan pangan yang
ada dipasar sebagai akibat intensifnya penggunaan pestisida saat produksi bahan pangan
dan tidak terkendalinya penggunaan bahan kimia terlarang saat pengolahan pangan serta
meningkatnya kesejahteraan masyarakat, maka dapat diprediksi bahwa permintaan
pangan fungsional akan meningkat di masa yang akan datang.
Teknologi pangan dan penelitian-penelitian yang terkait dengan pangan
fungsional sudah dikembangkan. Hal ini semua menjadi modal dasar untuk
mengembangkan pangan fungsional. Pangan fungsional yang akan berkembang pesat
dimasa mendatang antara lain adalah yang erat kaitannya dengan pangan yang mampu
menghambat proses penuaan, meningkatkan daya immunitas tubuh, meningkatkan
kebugaran, kecantikan wajah dan penampilan. Hal ini memberi harapan bahwa
pengembangan makanan fungsional di Indonesia sangat prospektif. Pengembangan
industri makanan fungsional tidak hanya menguntungkan bagi industri pangan, tapi juga
bagi masyarakat dan pemerintah.
Di banyak negara pangan fungsional telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut
dilandasi oleh beberapa alasan yaitu: (i) meningkatnya kesadaran akan pentingnya
makanan dalam pencegahan atau penyembuhan penyakit (ii) tuntutan konsumen akan
adanya makanan yang memiliki sifat lebih, yaitu memiliki kandungan ingridien
fungsional, (iii) pengalaman masyarakat mengenai alternative medicine, (iv) studi
epidemiologi mengenai prevalensi penyakit tertentu yang ternyata dipengaruhi oleh
kebiasaan makan dan bahan yang dimakan oleh suatu populasi (Marsono, 2007).
Di Indonesia belum ada data tentang besarnya produksi dan perdagangan pangan
fungsional. Tetapi, di pasar banyak terlihat minuman fungsional telah banyak ditawarkan.
Produk-produk tersebut umumnya mengandung taurin, kholin, madu, kafein ginseng dan
sebagainya yang diharapkan memberi efek fisiologis pada tubuh. Minuman isotonik yang
memiliki kandungan elektrolit lebih komplit dari pada air biasa juga menjadi trend

akhirakhir ini. Produk makanan/susu bayi telah banyak yang diperkaya dengan prebiotik
sedangan susu untuk lansia diperkaya dengan Ca.

BAB IV
PENUTUP
Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses,
mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan

kajian-kajian ilmiah dianggap

mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan.


Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan dan obat berdasarkan penampakan
dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Kalau obat fungsinya terhadap penyakit bersifat
pengobatan (kuratif), maka pangan fungsinal hanya bersifat membantu pencegahan suatu
penyakit (preventif).
Syarat pangan fungsional yaitu harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk
kapsul, tablet, atau bubuk), harus dapat dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari hari, dan mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam
proses tubuh tertentu, seperti: memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit
tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi fisik
dan mental, serta memperlambat proses penuaan.
Sifat fungsional dari pangan fungsional ditentukan oleh komponen bioaktif yang ada di
dalamnya. Teknologi pangan dan penelitian-penelitian yang terkait dengan pangan fungsional
sudah dikembangkan. Hal ini semua menjadi modal dasar untuk mengembangkan pangan
fungsional. Dengan demikian, industri pengolahan pangan fungsional di Indonesia sangatlah
prosfektif. Pengembangan industri pangan fungsional tidak hanya menguntungkan bagi industri,
tapi juga bagi masyarakat dan pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
-

Astawan M. 2011. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Fakultas Teknologi
Pertanian IPB, Bogor.
Aisyah, Yuliani. 2007. Pangan Fungsional : Makanan untuk Kesehatan..
Marsono Y. 2007. Prospek Pengembangan Makanan Fungsional. Makalah disampaikan
pada Seminar Nasional dalam rangkan National Food Technology Competation (NFTC).
Muchtadi D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan Untuk Mencegah Timbulnya
Penyakit Degeneratif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 12 (1) : 61-71
Neha A, Kamaljit S, Ajay B and Tarun G. 2012. Probiotic : As Effective Treatment of
Diseases. IRJP, 3 (1) ; 96 101.
Raghuver C and Tandon RV. 2009. Consumtion of Functional Food and Our Concerns.
Review Article. Pak J Physiol . 5(1) : 76-83.
Subroto MA. 2008. Real Food, True Health. Makanan Sehat Untuk Hidup Lebih Sehat.PT
AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Winarno FG, Puspitasari NL dan Kusnandar F.. 1995. Prosiding Widyakarya Nasional
Khasiat Makanan Tradisional, Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI, Jakarta.
Silalahi, Jansen. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Anda mungkin juga menyukai