Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MATA KULIAH

KEBIJAKAN LINGKUNGAN

JUDUL TUGAS
STARTEGI INDONESIA UNTUK PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI
DAN DEGRADASI (REDD+)

Dosen : Dr. Ir. Hutwan Syarifuddin, M.P

Oleh :

NIM : P2F120024

NAMA : Arief Firmansyah

MAGISTER ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN 2021
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Yakin (2011) menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) salah
satu penyebab utamanya yaitu deforestasi dan degradasi hutan. Peningkatan GRK memengaruhi
suplai bahan pangan, mengubah musim tanam, meningkatnya insiden hama dan penyakit tanaman,
menurunya suplai air, memaksa manusia untuk melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak
– dampak perubahan iklim tersebut. Akibat adanya peningkatan kosentrasi GRK dan berdampak
pada perubahan iklim secara global maka hal ini menjadi konsen semua negara dalam melakukan
mitigasi, salah satunya dengan upaya Konvensi Perubahan Iklim.

Butarbutar (2016) menyatakan penguranagn emisi di dunia global masih menunjukan hasil
nyata sejak Konvensi Perubahan Iklim dalam kerangaka United Framwork Convention on Climate
Change (UNFCCC) yang ditandatangani pada tahun 1992. Lalu dicetuskan suatu protocol pada
tahun 1997 melalui Conference of the Parties (COP – 3) di Kyoto, protocol ii mencetuskan suatu
skema yang fleksible yang menawarkan negara industry dapat memenuhi kewajban pengurangan
emisis Gas Rumah Kaca (GRK) melalui kerjasama dengan negara lain baik dalam bentuk investasi
proyek pengurangan emisis atau melalui perdaganagn karbon. Skema tersebut masih menunjukan
signifikasi dalam pengurangan emisis sehingga pada tahun 2007 melalui COP – 13 di Bali
memasukan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasai hutan kedalam protocol tersebut
sebagai rencana tindak lanjut Kyoto Protocol.

Rencana ini mengakui pentingnya peran hutan dalam memtigasi perubahan iklim global
dan terkandung dalam skema Reduction of Emission from Deforestation and Degradation
(REDD). Berjalan seiringnya waktu selain hutan perlu adanya impact besar terhadap biodiversity
dan masyakata sekitar hutan sehingga diperluas menjadi REDD+ dengan usaha konservasi, hutan
lestari dan peningkatan stok karbon. Djaenudin et al (2016) menyatakan bahwa pada COP-21 di
Paris semua negara harus mengimplementasikan dan mendorong REDD+ melalui berbagai
pendekatan salah stunya result-based payment. Meknisme transaksi pembayaran karbon dipercaya
mapu untuk menurunkan emisi yang paling efisie dan efektif (Bush et al 2012 dalam Djunaedin et
al 2016).

Pemerintah Indonesia sudah melaksanakan berbagai aktifitas yang terkait dengan kesiapan
penerapan REDD+ baik yang bersift teknis maupun kebijakan. Kegiatan teknis berupa
pembangunan demonstration activities (DA) di berbagai wilayah sebagai lokasi percontohan hal
ini diperkuat dengan adanya kebijakan terkait DA pada Peraturan Kemetrian Kehutana Nomor
P.68/Menhut-II/2008 tentang penyelanggra DA untuk pengurangan emisi karbon deforestasi dan
degradasi hutan. Dengan upaya yang sudah dikeluarkan masih banyak deforestasi dan degradasi
yang terjadi di Indonesia seperti kebakaran hutan yang yang sudah menjadi trend setiap waktunya
maka perlu adanya startegi REDD+ yang dapat dilakukan Indonesia.

1.2. Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui startegi REDD+ yang dapat dilakukan Indonesia.

BAB II METODE

2.1. Bahan dan Analisis

Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan data sekunder pada penelitian atau
tulisan sebelumnya. Untuk melakukan analisis dari bahan yang sudah didapatkan yaitu dengan
cara analisis SWOT. Menurut David (2000), dalam Umar (2003) dalam Siagian, A (2010) Analisis
SWOT adalah table matriks yang terdiri dari evaluasi internal faktor (IFE) dan evaluasi ekternal
factor (EFE). Matrik IFE ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal yang berkaitan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting, sedangkan matrik EFE digunakan untuk
mengetahui faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman. Setelah
menganalisis dengan matrik IFE dan EFE kemudian dilanjutkan berbagai kombinasi dengan
menggunakan matriks SWOT. Analisis SWOT ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Treaths). Analisis SWOT ini dituangkan
dalam bentuk matrik SWOT yang menghasilkan 4 kemungkinan alternatif strategi yaitu strategi
SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT. Secara ringkas gambaran dari matrik SWOT ini
menurut Rangkuti (1999) dapat dilihat Tabel 1. Dari matrik SWOT pada Tabel 1, dapat dilihat
bahwa ada 4 kemungkinan alternatif strategi REDD+ yang dapat dilakukan Indonesia.
Tabel 1. Matriks SWOT

EFE\IFE Strength (S) Weaknesses (W)


Opportunities Strategi SO Strategi WO
(O) Ciptakan strategi yang menggunakan Ciptakan strategi yang meminimalkan
kekuatan untuk memanfaatkan kelemahan untuk memanfaatkan
peluang peluang
Treaths (T) Strategi ST Strategi WT
Ciptakan strategi yang mengunakan Ciptakan strategi yang
kekuatan untuk mengatasi ancaman memiknimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti (1999) dalam Siagan A (2010)

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Kesiapan dalam menurunkan REDD menurut FCPF (2013) dan hasil COP 19 di Warsawa
tahun 2013 (Arhin, 2014 dalam Butarbutar, 2016) terdapat 5 elemen Paket Kesiapan (PK) terdiri
dari lima elemen utama : 1) Kesiapan Organisasi dan konsultasi; 2) Strategi REDD+/kerangka
Implementasi 3) Skenario reference emission level (REL); 4) Monitoring, Reporting dan Verifikasi
(MRV) dan 5) Screening dan safeguard.

Tabel 2. Matrik SWOT Startegi Penerapan REDD+ di Indo

Komponen Strengthness Weakness Oppotunities Threatness


Startegi 1. Pengalaman, 1. Kapasitas 1. Ketersedian dana 1. Minat
REDD+ Pengorganisasian, sumberdaya bantuan untuk sumberdaya
pendanaan manusia dan peningkatan kapasitas manusia dan
dengan sistem Lembaga dan reforma birokrasi konflik antar
APBN, pengelolaa (Butarbutar 2016). sekotor
koordinasi REDD+. (Butarbutar
melalui RAN- (Butarbutar 2016) 2016)
RAD dan Pokja –
pokja di daerah
(Butarbutar,
2016)

Kerangka 1. Moratorium 1. Penegakan hukum 1. Pemeberdayaan KPK 1. Ketakutan


Implementasi Periszinan dan benturan di KLHK dan bekerja jika ada
pembukaan dalam pengembalian otonomi aturan yang
hutan gambut implemnetasi di pengelolaan hutan ke meragukan dan
(Butarbutar lapangan dengan Pemerintah Provinsi. status quo dari
2016). sector lain seperti 2. Mengajak NGO untuk Pemda
2. Pemberian Ijin pertanian bekerjasama untuk Kabupaten/Kota
Usaha (Butarbutar projek carbon trade (Butarbutar 2016)
Penyerapan dan 2016). dengan membuat PDD 2. Tidak adanya
Penyimpanan 2. Prosedur yang (Project Design konsistensi
Karbon (IUPHH sulit untuk pasar Documentation) di komitmen
PAN dan RAP karbon terutama wilayah perhutanan pemerintah dalam
Karbon) bagi mekanisme CDM sosial. mendukung
perusahaan. Dan sehingga sulitnya 3. Akomodir kelompok upaya penurunan
IUPHH RE. rendah nya perhutanan sosial emisi seperti
(Nurfatma et al, ketertarikan (Yakin, A 2011). pemberian ijin
2016) REDD+ (Yakin, 4. Membuat forum untuk untuk perusahaan
A 2011). perindungan lanskap sawit disbanding
3. Perdebatan jenis dari private sector restorasi (Afiff,
program yang sehingga terjalin 2015:9 dalam
sesuai (Yakin, A aktivitas perlindungan Sukadi et al
2011). seperti join patrol, 2020)
mitigasi illegal loging
sehinga lebih kuat
(Paltform Kolaborasi
Bukit Tigapuluh)
FREL 1. Ketersediaan 1. Keragaman 1. Pembentukan 1. Biaya dan
data – data metode yang konsorsium benturan
(Butarbutar digunakan perhitungan Tupoksi
2016) (Butarbutar 2016) FREL/REL (Butarbutar
2. Kompleksitas (Butarbutar 2016). 2016)
data dan 2. Bekerjasama dengan
informasi yang dengan para
dibutuhkan stakeholders seperti
(Yakin, A 2011). universitas dalam
perhitungan
MRV 1. Pedoman 2. Sumberdaya 3. Evaluasi RAN – RAD 4. Benturan
evaluasi nasional manusia dan GRK setiap tahun oleh tupoksi
sudah ada penyebara petak BAPPENAS, PEMDA,
(Butarbutar ukuran (DA) termasuk sector Perguruan Tiggi
2016) belum tersebar kehutanan (Butarbutar dan pembiayaan
secara merata 2016) yang tidak
(Butarbutar 2016) memeadai
(Butarbutar
2016)
Safeguard 1. Ketersediaan 1. Implementasi 1. Prioritas pembangunan 1. Kapasitas
pedoman SIS- lemah karena masyarakat sumberdaya
RED, PRISAI belum didukung desa/sekitar hutan manusia dan
dan Pedoman oleh kebijakan (Butarbutar 2016) konflik tenurial
Lokal (Butarbutar 2016) 2. Pembuatan sistem (Butarbutar
(Butarbutar alert dan wilayah 2016).
2016) rawan deforestas dan
degradasi dalam satu
peta
Setelah diidentifkasi dari 5 komponen bahwa Indonesia masih memiliki kekurangan dalam
komitmen kebiajakan yang sudah dikeluarkan dan masih menjadi keambiguitasan terutama lintas
sectoral. Selain itu lemahnya kerjasama Pemerintah Indonesia dengan NGO local, Aktivitis
Lingkungan, Akademisi terutama dalam pengelolaan dana proyek dan lanskap. Untuk mengetahui
lebih jelas strategi apa yang perlu dilakukan untuk penerapan REDD+ dapat dilihat tabel 3.
Komponen Startegi REDD+ Kerangka Implementasi FREL MRV Safeguard

Faktor Eksternal O T O T O T O T O T

Deskripsi 1.Ketersedian 1. Minat sumberdaya 1. Pemeberdayaan 1. Ketakutan 1. 1. Biaya dan 1. Evaluasi 1. Benturan 1. Prioritas 1. Kapasitas
dana bantuan manusia dan konflik KPK di KLHK dan bekerja jika ada Pembentukan benturan RAN – RAD tupoksi pembangunan sumberdaya
untuk antar sektor pengembalian aturan yang konsorsium Tupoksi GRK setiap PEMDA, masyarakat manusia dan
peningkatan (Butarbutar 2016) otonomi meragukan dan perhitungan (Bautarbutar tahun oleh Perguruan desa/sekitar konflik tenurial
kapasitas dan pengelolaan hutan status quo dari FREL/REL 2016) BAPPENAS, Tiggi dan hutan (Butarbutar
reforma birokrasi ke Pemerintah Pemda (Bautarbutar termasuk pembiayaan (Butarbutar 2016).
(Butarbutar Provinsi. Kabupaten/Kota 2016). sector yang tidak 2016)
2016). 2. Mengajak NGO (Butarbutar 2016) 2. Bekerjasama kehutanan memadai 2. Pembuatan
untuk bekerjasama 2. Tidak adanya dengan dengan (Butarbutar (Butarbutar sistem alert dan
untuk projek konsistensi para 2016) 2016) wilayah rawan
carbon trade komitmen stakeholders deforestas dan
dengan membuat pemerintah dalam seperti degradasi dalam
PDD (Project mendukung upaya universitas satu peta
Design penurunan emisi dalam
Documentation) di seperti pemberian perhitungan
Komponen

Faktor Internal

wilayah perhutanan ijin untuk


sosial. perusahaan sawit
3. Akomodir disbanding
kelompok restorasi (Afiff,
perhutanan sosial 2015:9 dalam
(Yakin, A 2011). Sukadi et al 2020)
4. Membuat forum
untuk perilndungan
lanskap dari private
sector sehingga
terjalin aktivitas
perlindungan
seperti join patrol,
mitigasi illegal
loging sehinga
lebih kuat
(Paltform
Kolaborasi Bukit
Tigapuluh)

Startegi S 1. Pengalaman, Mengalokasikan Mengimplemetasikan


REDD+ Pengorganisasian, dana yang segera kebijakan tata
pendanaan dengan tersedia untuk ruang dan tata wilayah
sistem APBN, mitigasi di Daerah termasuk
koordinasi melalui deforestasi dan Pokja Daerah
RAN-RAD dan degradasi hutan
Pokja – pokja di seperti tindak
daerah (Butarbutar, tegas/law
2016) enforcement

W 1.Kapasitas Mengalokasikan bekerjasama dengan


sumberdaya dana untuk NGO dalam upaya
manusia dan melakukan peningkatan kapasitas
Lembaga pelatihan, dan memitigasi dan
pengelolaa peningkatan tindak tegas kejahatan
REDD+. kapasitas, dan akibat deforestasi dan
(Butarbutar 2016) teknologi dalam degradasi hutan
melakukan
penerapan
REDD+
Kerangka S 1. Moratorium 1. Mendukung 1. Mempertegas
Implementasi Perizinan kebijakan komitmen
pembukaan hutan perhutanan sosial pemerintah dan
gambut (Butarbutar terutama bagi menolak kebijakan
2016). masyarakay yang bertentangan
2. Pemberian Ijin perambah contohnya seperti
Usaha Penyerapan diwilayah ijin RE kejadian di REKI
dan Penyimpanan dan PAN/RAP bahwa ijin restorasi
Karbon (IUPHH Karbon. tidak
PAN dan RAP 2. memonitoring diperbolehkan
Karbon) bagi wilayah - wilayah untuk dibangun
perusahaan. Dan gambut yang tidak jalan akan tetapi
IUPHH RE. boleh dikelo seperti hal ini dirubah
(Nurfatma et al, wilayah HCV/HCS dengan KLHK
2016) perusahaan, memberikan ijin
gambut dalam untuk mebangun
dengan jalan angkut
memanfaatkan tambang.
forum, jika belum 2. Mendukung
ada maka dibuat kegiatan
kebijakan untuk moratorium
setiap bentang alam dengan
diwajibkan mengadvokasi
membuat forum kebijakan daerah
tertama perusahaan seperti surat
untuk perlindungan keputusan
bentang alam itu gubernur untuk
sendiri. moratorium
gambut.

W 1. Penegakan 1. Bekerjasama 1. Perlu adanya


hukum dan dengan NGO komunikasi dan
benturan dalam international untuk sosialisasi yang
implemnetasi di mengadvokasi lebih intens dari
lapangan dengan global dalam pusat ke Daerah.
sector lain seperti membantu teknis 2. Mengajak semua
pertanian prosedur CDM stakeholder dalam
(Butarbutar 2016). baik dalam penentuan program
2. Prosedur yang pengukuran dan yang cocok dalam
sulit untuk pasar jenis program suatu project
karbon terutama dalam upaya disuatu wilayah
mekanisme CDM menigkatkan
sehingga sulitnya ketertarikan
rendah nya REDD+.
ketertarikan dalam 2. Dengan
implementasi terbentuknya forum
REDD+ (Yakin, A yang berisikan
2011). perusahaan,
3. Perdebatan jenis pemerintahan,
program yang masyarakat di
sesuai dikancah suatu bentang
global (Yakin, A alam, dalam
2011). menyelesaikan
masalah akan lebih
kuat terutama
dalam bertukar
fikiran dan
berkomunikasi.
FREL S 1. Ketersediaan 1. Membuat 1. Dengan
data – data suatu kebijakan data yang ada
(Butarbutar 2016) yang disepakati pemerintah
bersama untuk dapat
penetapan "menjual"
FREL di suatu penurunan
wilayah emisi ke
terutama dari buyer atau
unit terkecil broker
seperti Region sebagai
hingga ke besar sumber daya
dalam satu selanjutnya
indonesia yang dalam
dibedakan pengukuran
berdasarkan FREL
ekosistem
W 1. Keragaman 1. Membuat 1.
metode yang suatu kebijakan Bekerjasama
digunakan yang disepakati dengan
(Butarbutar 2016) bersama baik universitas,
2. Kompleksitas itu metode NGO dan
data dan informasi maupun cara perusahaan
yang dibutuhkan pengumpulan untuk
(Yakin, A 2011). datanya yang melaporkan
disepakati oleh data emision
multi pihak level
baik dalam
bentuk
konsorsium
atau forum

MRV S 1. Pedoman 1. 1.
evaluasi nasional Implementasi Implementasi
sudah ada kebijakan kebijakan
(Butarbutar 2016) MRV MRV
dilaksanakan dilaksanakan
setiap 5 setiap 5
tahunnya tahunnya hal
ini perlu
berkoordinasi
dengan
pemerintah
daerah di
tingkat tapak
W 1. Sumberdaya 1. 1.
manusia dan Mengalokasi Bekerjasama
penyebaran petak dana dalam dengan NGO,
ukuran (DA) belum anggaran Lembaga
tersebar secara untuk penelitian dan
merata (Butarbutar melakukan negara luar
2016) monitoring di untuk
DA yang melakukan
sudah ada atau peleitian
mendukung bersama dan
wilayah melakukan
proyek NGO monitoring
yang sudah terkait REDD+
ada

Safeguard S 1. Ketersediaan 1. Implemetasi 1. Melakukan


pedoman SIS- pedoman SIS- pelatihan untuk
RED, PRISAI dan REDD+ dan memnigkatkan
Pedoman Lokal bekerjasama kapasitas selian
(Butarbutar 2016) terutama dengan itu
NGO dan implementasi
lembaga regulasi terkait
penelitian untuk kejahatan
membuata merusak hutan
sistem alert
dalam
deforestasi dan
degradasi dan
membuat suatu
peta kerawanan
2. Bekerjasama
dengan NGO
untuk
mengelola ijin
perhutanan
sosialnya
dengan
pendekatan
bisnis karbon
atau konservasi
W 1. Implementasi 1. Pembentukan 1. Bekerjasama
lemah karena document dengan
belum didukung Screening dan perusahaan atau
oleh kebijakan safeguard forum untuk
(Butarbutar 2016) terhadap dana memetigasi
pembangunan peramabah dan
seperti ilegaloging
pembangunan diwilayah hutan
jalan yang prosuksi.
memetong
kawasan hutan
atau
memonitoring
AMDAL
sebagai alat
safeguard bagi
perusahaan -
perusahaan
BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan dan saran


1. Dalam melaksanakan staraegi REDD+ pemerintah harus mengalokasikan dana dalam
implementasi kebijakan upaya mitigasi kegiatan deforestasi dan degradasi, selain itu perlu
adanya peningkatan kapasita bagi pelaku REDD+ baik dari segi kelembagaan, knowledge
dan teknologi. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak lain seperti NGO,
akademisi, pemerintah luar negeri dan Lembaga penelitian lainnya.
2. Dalam implementasi REDD+ pemerintah harus tegas atau tidak menyimpang dari komitmen
yang sudah dikeluarkan, salah satunya mendukung kegiatan restorasi. Membangun suatu
forum atau konsosrsium dari pelaku dari suatu bentang alam dalam upaya perlindungan
bentang alam. Selain itu mendukung kebijakan perhutanan sosial dengan pendekatan
konservasi atau perdaganagn karbon sehingga selain mendapatkan pendapatan masyarakat
dapat melindungi hutan yang ada. Salah satu contohnya PDD Bujang Rab yang didampingi
oleh KKI WARSI.
3. Dalam perhitungan FREL pemerintah harus membuat suatu kebijakan yang berisikan tentang
penetapan FREL dari segi metode, pengumpulan data dan analisis data. Batasan yang dicakup
berupa wilayah terkecil baik region hingga dalam 1 Indonesia yang dibedakan berdasarkan
suatu ekosistem.
4. Dalam implementasi Monitoring, Reporting dan Verfication (MRV) Implementasi kebijakan
MRV setiap 5 tahun dan bekerjasama dengan multi pihak terutama perusaah yang bergerak
dibidang PAN dan RAP Karbon, NGO, dan Lembaga penelitian dengan pryek REDD+ untuk
memberikan masukan berupa data dan informasi terkait MRV dan memeprkaya data selain
di wilayah DA.
5. Pemebentukan dokumen Screening dan safeguard untuk menyaring dana yang digunakan
untuk pembangunan seperti pembangunan jalan di Kawasan hutan. Tentunya dokumen ini
disesuaikan disetiap wilayah, Selain itu memonitoring AMDAL bagi perusahaan –
perusahaan ijin kelola hutan.
Daftar Pustaka

Butarbutar T. 2016. Catatan Kesiapan Indonesia Untuk Skema Pengurangan Emisi dari Deforestasi
dan Degradasi Hutan. Jurnal Analisis Kebijakan Vol.13 No. 2, Agustus 2016: 103 – 125.

Djunaedin D, et al 2016. Perkembangan Implementasi Pasar Karbon Hutan di Indonesia. Jurnal


Analisis Kebijakan Vol.13 No. 3, Desember 2016: 159 – 172.

Nurfatma, N et al. 2016. Analisis Tipologi Tutupan Vegetasi Sebagai Dasar Penyusunan Strategi
Restorasi Di Area IUPHHK RE PT REKI. ISSN 2086-4639 | e-ISSN 2460-5824 JPSL Vol. 7
(1): 41-50.

Sukadi, Bimo Dwi N R et al. 2020. PENERAPAN GOOD ENVIRONMENTAL GOVERNANCE


PADA PRAKTIK PERDAGANGAN KARBON DI PROYEK KATINGAN MENTAYA.
urnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 3, 361-382, Desember 2020.

Yakin, A. 2011. PROSPEK DAN TANTANGAN IMPLEMENTASI PASAR KARBON BAGI


PENGURANGAN EMISI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN DI KAWASAN
ASEAN. Seminar Nasional ASEAN dan UNRAM 2011.

Anda mungkin juga menyukai