Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI TUMBUHAN
“Dormansi Biji”

Nama : Annisa Fitriya


Nim : 1710211012
Kelompok : 5 (Lima)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
Setelah menyelesaikan acara praktikum kali ini mahasiswa diharapkan dapat meneliti
waktu tidur (dormansi) biji padi dan kacang hijau.
1.2 Dasar Teori
Dormansi yaitu peristiwa dimana benih mengalami masa istirahat (Dorman).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya,
hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses
tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah
masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh
yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya
(Elisa, 2009). Dormansi benih adalah suatu keadaan benih dimana benih tidak mampu
berkecambah walaupun faktor – faktor perkecambahan (air, suhu, komposisis gas dan
cahaya) berada dalam keadaan optimum (Mayer dan Mayber, 1982). Hampir semua
kelompok tanaman termasuk keluarga rerumputan, serealia, legum berbiji kecil dan besar
termasuk kacang tanah, timun, sayuran, bunga serta gulma akan mengalami dormansi
ketika baru dipanen (Justice dan Bass, 1990).
Dormansi didefinisikan sebagai keadaan dari biji dimana tidak memperbolehkan
terjadinya perkecambahan, walaupun kondisi untuk berkecambah sudah terpenuhi
(temperatur, air dan oksigen). Dormansi secara efektif menunda proses perkecambahan.
Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah
perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai. Dormansi membantu biji
mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang
panas, dingin, kekeringan dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi
merupakan mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada
kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat (Hildayani,
2008). Biji merupakan komponen vital dari diet dunia. Biji gandum sendiri, yang mana
terdiri dari 90% semua biji yang dibudidayakan. Perkecambahan termasuk proses dimana
dimulainya dengan proses imbibisi air oleh dorman, biasanya kering, biji dan berakhir
dengan proses elongasi dari axis embrionik (H. Lambers et al., 2008). Benih dorman dan
mati dapat dibedakan melalui proses perkecambahan yaitu jika benih tidak mengalami
imbibisi, berarti benih dorman. Hal ini ditandai dengan volume benih yang tidak berubah
sampai akhir proses perkecambahan atau dengan kata lain benih tetap keras, tetapi jika
setelah periode perkecambahan berakhir dan benih tetap tidak mau tumbuh (meskipun
benih telah mengalami imbibisi) berarti benih telah mengalami deteriorasi lanjut atau
mati. Gejala ini ditandai dengan volume benih bertambah dan bila dipegang lunak bahkan
terkadang ditumbuhi cendawan (Saenong et al., 1989)
Biji memiliki cadangan makanan yang membuatnya independen secara luas dari
sumber daya lingkungan untuk bertahan hidup. Perubahan drastis tersebut dalam proses
autotropik yang bergantung kepada suplai cahaya, CO2, air dan nutrisi anorganik dari
sekelilingnya untuk pertumbuhan autotropik. Perkecambahan adalah proses ketika bagian
dari embrio, biasanya radikula, memasuki kulit biji dan mungkin berproses dengan air
dan O2 dan pada temperatur yang stabil. Dormansi didefinisikan sebagai keadaan dari biji
dimana tidak memperbolehkan terjadinya perkecambahan, walaupun kondisi untuk
berkecambah sudah terpenuhi (Tempertur, air dan O2). Dormansi secar efektif menunda
proses perkecambahan. Keadaan diperlukan untuk memecah dormansi dan mengijinkan
permintaan akan perkecambahan sering agak berbeda dari yang keadaan yang
menguntungkan untuk tumbuh atau bertahan hidup dari tingkat kehidupan autotropik dari
tanaman (H. Lambers et al., 2008). Proses Perkecambahan Biji (Jann dan Amen dalam
Khan, 1934).
Menurut Copeland dan McDonald (1985) dormansi benih dibedakan dalam dua tipe
yaitu dormansi primer dan dormansi sekunder. Dormansi primer disebabkan oleh adanya
faktor fisik dan fisiologis. Faktor fisik disebabkan oleh bagian yang mengelilingi benih
termasuk kulit benih yang tebal, adanya inhibitor dan impermeabilitas kulit benih
terhadap air atau gas. Faktor fisiologis disebabkan oleh penghambatan dari dalam benih
itu sendiri, seperti pembentukan embrio yang belum sempurna, keseimbangan hormonal,
dan metabolic block pada kotiledon. Dormansi sekunder adalah dormansi yang
disebabkan oleh tidak terpenuhinya salah satu faktor yang mempengaruhi
perkecambahan, seperti air, gas (O2), suhu dan cahaya akibat perlakuan tertentu.
Bagi benih yang memilki sifat dorman perlu diketahui cara yang tepat untuk
mematahkannya supaya pertumbuhan yang cepat dan seragam dapat dicapai.
Pengetahuan mengenai penyebab dormansi benih sangat diperlukan untuk menentukan
perlakuan pematahan dormansi. Pemberian perlakuan pada benih akan sangat
mempengaruhi daya berkecambah dan daya tumbuh benih dan selanjutnya akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit. Terdapat 2 metode pematahan dormansi yaitu
fisiologis dan fisik. Cara fisiologis terdiri atas (1) penyimpanan kering (afterripening), (2)
stratifikasi: suhu rendah dan suhu tinggi, (3) kimia, dan (4) suhu berganti. Cara fisik
terdiri atas (1) skarifikasi: mekanik dan kimia, (2) pencucian/perendaman benih, dan (3)
puncturing atau penusukan (Widajati et al., 2008).
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
1. 2 Cawan petri
2. Kertas merang
3. Biji padi dan kedelai (yang baru dipanen dan telah lama disimpan)
2.2 Skema Cara Kerja
a. Biji Padi

1. Menyiapkan 10 biji padi baru dan padi lama.

2. Selanjutnya, melapisi cawan petri dengan menggunakan kertas merang dan


membasahi dengan air.

3. Meletakkan 10 biji padi baru dan padi lama pada cawan petri yang berbeda, serta
menandai cawan petri tersebut untuk membedakan cawan petri dengan padi baru dan
cawan petri dengan padi lama.

4. Terakhir, melakukan pengamatan selama 7 hari dan setiap hari menghitung biji
yang berkecambah, serta mencantumkan hasil pengamatan ke dalam tabel.
b. Biji Kedelai

1. Menyiapkan 10 biji kedelai baru dan kedelai lama

2. Selanjutnya, melapisi cawan petri dengan menggunakan kertas merang dan


membasahi dengan air.

3. Meletakkan 10 biji kedelai baru dan kedelai lama pada cawan petri yang berbeda,
serta menandai cawan petri tersebut untuk membedakan cawan petri dengan kedelai
baru dan cawan petri dengan kedelai lama.

4. Terakhir, melakukan pengamatanBAB


selama
III 7 hari dan setiap hari menghitung biji
yang berkecambah, serta mencantumkan hasil pengamatan ke dalam tabel.
2.3 Dokumentasi Cara Kerja
No. Dokumentasi Cara Kerja Keterangan

1. Menyiapkan 10 biji kedelai baru dengan


kualitas yang baik.

2. Melapisi cawan petri dengan menggunakan


kertas merang.

3. Meletakkan 10 biji kedelai baru pada cawan


petri yang telah dilapisi dengan kertas
merang.

4. Memberi aquades pada 10 biji kedelai baru


dengan secara perlahan.
5. Terakhir, mengamati biji kedelai baru
selama 7 hari dan setiap hari menghitung
biji yang mengalami perkecambahan.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
3.1 Tabel Hasil Pengamatan
a. Pengamatan 1 Padi Lama
Hari Padi Lama Dokumentasi
Kecambah Tidak
1 0 10

2 0 10

3 0 10

4 0 10

5 7 3
6 7 3

7 8 2

b. Kelompok 2
Hari Padi baru Dokumentasi
Kecambah Tidak
1 0 10

2 0 10

3 0 10
4 6 4

5 9 1

6 10 0

7 10 0

c. Kelompok 3
Hari Kedelai Baru Dokumentasi
Kecambah Tidak
1 0 10
2 0 10

3 0 10

4 1 9

5 2 8

6 2 8
7 3 7

d. Kelompok 4
Kedelai Lama
Hari Dokumentasi
Berkecambah Tidak

1 10

2 10

3 10

4 10
5 10

6 10

7 10

e. Kelompok 5
Hari Kedelai baru Dokumentasi
Kecambah Tidak
1 0 10

2 0 10
3 0 10

4 0 10

5 2 8

6 2 8

7 2 8
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum yang telah dilakukan yakni tentang “Dormansi Biji” terdapat tujuan.
Dimana, tujuan tersebut yakni setelah menyelesaikan acara praktikum kali ini mahasiswa
diharapkan dapat meneliti waktu tidur (dormansi) biji padi dan kacang hijau. Sehingga,
berdasarkan acara dan tujuan tersebut yakni pada praktikum yang dilakukan menggunakan
biji padi lama dan baru serta kedelai lama dan baru untuk mengamati waktu tidur atau
dormansi dari biji tersebut. Dimana, pengamatan yang dilakukan yakni selama tujuh hari
untuk mengetahui biji apa saja yang mengalami dormansi. Berikut hasil pengamatan yanag
telah dilakukan:
4.1 Hasil Pengamatan
Praktikum yang dilakukan tentang dormansi biji yakni dalam pengamatannya
menggunakan beberapa prosedur kerja dan juga menggunakan bahan 2 biji yang berbeda.
Dimana, biji yang digunakan yaitu biji padi yang baru dan biji padi lama, selain itu
menggunakan biji kedelai baru dan juga biji kedelai lama. Dalam melakukan pengamatan
2 biji tersebut yakni melakukan prosedur kerja yang sama. Pada prosedur kerja yang
pertama yakni menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan praktikum.
Kemudian, membagi biji yang akan diamati menjadi 5 kelompok, dimana pada kelompok
1 mengamati biji padi lama, dan kelompok2 mengamati biji padi baru. Selanjutnya,
kelompok 3 mengamati biji kedelai baru, kelompok 4 mengamati biji kedelai lama, dan
kelompok 5 mengamati biji kedelai baru. Setelah itu, menyiapkan 10 biji padi baru dan
lama, serta juga 10 biji kedelai lama dan baru. Selanjutnya, melapisi cawan petri dengan
menggunakan kertas merang dan membasahi kertas merang tersebut dengan
menggunakan air. Tahap berikutnya, meletakkan 10 biji tersebut pada cawan petri yang
berbeda-beda, serta menandai cawan petri tersebut untuk membedakan cawan petri
dengan padi baru dan cawan petri dengan padi lama serta cawan petri dengan kedelai
baru dan cawan petri dengan kedelai lama. Terakhir, melakukan pengamatan selama 7
hari dan setiap hari menghitung biji yang berkecambah, serta mencantumkan hasil
pengamatan ke dalam tabel. Berikut hasil pengamatan yang telah diperoleh:
Pada pengamatan yang didapatkan oleh kelompok 1 yakni pada biji padi lama,
bahwasanya pada hari pertama hingga hari ke empat 10 biji yang berada di cawan petri
tidak mengalami perkecambahan. Kemudian, pada hari kelima dan ke enam terdapat 7
biji yang mengalami perkecambahan dan 3 biji tidak mengalami perkecambahan.
Selanjutnya, pada hari ke tujuh atau hari terkahir terdapat 8 biji yang mengalami
perkecambahan dan 2 biji lainnya tidak mengalami perkecambahan. Sehingga, pada
kelompok 1 hanya 2 biji padi lama yang mengalami dormansi dengan sempurna. Pada
pengamatan yang didapatkan oleh kelompok 2 yakni pada biji padi baru, bahwasanya
pada hari pertama hingga hari ke tiga 10 biji yang berada di cawan petri tidak mengalami
perkecambahan. Kemudian, pada hari keempat terdapat 6 biji yang mengalami
perkecambahan dan 4 biji tidak mengalami perkecambahan. Selanjutnya, pada hari ke
lima terdapat 9 biji yang mengalami perkecambahan dan 1 biji lainnya tidak mengalami
perkecambahan. Dan pada hari ke enam serta hari ke tujuh 10 biji padi baru mengalami
perkecambahan. Sehingga, pada kelompok 2 tidak terdapat biji padi baru yang
mengalami dormansi dengan sempurna.
Pada pengamatan yang didapatkan oleh kelompok 3 yakni pada biji kedelai baru,
bahwasanya pada hari pertama hingga hari ke tiga 10 biji yang berada di cawan petri
tidak mengalami perkecambahan. Kemudian, pada hari keempat terdapat 1 biji yang
mengalami perkecambahan dan 9 biji tidak mengalami perkecambahan. Selanjutnya,
pada hari ke lima dan ke enam terdapat 2 biji yang mengalami perkecambahan dan 8 biji
lainnya tidak mengalami perkecambahan. Dan pada hari ketujuh yakni terdapat 3 biji
yang mengalami perkecamabahan dan 7 biji tidak mengalami perkecambahan. Sehingga,
pada kelompok 3 terdapat 7 biji kedelai baru yang mengalami dormansi dengan
sempurna. Pada pengamatan yang didapatkan oleh kelompok 4 yakni pada biji kedelai
lama, bahwasanya pada hari pertama hingga hari ke tujuh atau hari terakhir 10 biji yang
berada di cawan petri tidak mengalami perkecambahan. Sehingga, pada kelompok 4
seluruh biji kedelai lama yang diamati mengalami dormansi dengan sempurna. Pada
pengamatan yang didapatkan oleh kelompok 5 yakni pada biji kedelai baru, bahwasanya
pada hari pertama hingga hari ke empat 10 biji yang berada di cawan petri tidak
mengalami perkecambahan. Kemudian, pada hari kelima hingga hari ketujuh terdapat 2
biji yang mengalami perkecambahan dan 8 biji tidak mengalami perkecambahan.
Sehingga, pada kelompok 5 terdapat 8 biji kedelai baru yang mengalami dormansi
dengan sempurna.
Berdasarkan literatur bahwasanya benih atau biji dikatakan dormansi apabila benih
tersebut sebenamya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan
yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan.
Dormansi pada benih berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai
beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Pada biji yakni
yang mengalami masa dormansi atau masa tidur paling lama terjadi pada biji yang sudah
lama disimpan dibandingkan biji yang baru dipanen (Sutopo,2004).
4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dormansi Biji
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup atau
bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan
normal. Dormansi dapat didefenisikan sebagai suatu keadaan pertumbuhan dan
metabolisme yang terpendam, dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak baik
atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri. Seringkali banyak tumbuhan yang
dorman gagal tumbuh meskipun berada dalam kondisi yang ideal. Dormansi merupakan
suatu mekanisme untuk mempertahankan diri terhadap suhu yang sangat rendah
(membeku) pada musim dingin, atau kekeringan di musim panas yang merupakan bagian
penting dalam peijalanan hidup tumbuhan tersebut. Dengan demikian, dormansi
merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu dormansi
dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, atau kimiawi.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih
berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman
induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan
keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Pada
tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap perkecambahan adalah
kulit biji yang keras dan kedap air sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap
masuknya air atau gas pada berbagai jenis tanaman. Dormansi primer merupakan bentuk
dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu dormansi eksogen dan
dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk
perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah.
Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi
kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan mungkin
tidak tersedia. Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan
mekanis. Faktor yang mempengaruhi dormansi fisik adalah impermeabilitas kulit biji
terhadap air, resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, dan adanya zat
penghambat dalam buah atau benih yang mencegah perkecambahan. Sedangkan,
dormansi sekunder yakni disebabkan oleh embrio yang belum sempurna pertumbuhannya
atau belum matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat
berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun
waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih-benih ini
biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya
tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah (Schmidt, 2002).
Faktor yang mempengaruhi dormansi fisiologis yakni adanya hambatan pada titik-titik
krusial dalam sekuens metabolik menuju perkecambahan, ketidak seimbangan zat
pemacu pertumbuhan dengan zat penghambat pertumbuhan.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya dormansi pada biji atau benih yakni
yang pertama rendahnya atau tidak adanya proses imbibisi air. Kemudian proses respirasi
tertekan atau terhambat. Selain itu dormansi akan terjadi pada benih ketika rendahnya
proses mobilisasi cadangan makanan dan juga rendahnya proses metabolisme cadangan
makanan. Faktor lingkungan juga merupakan faktor yang penting dalam meransangan
terjadinya dormansi yakni adalah fotoperioda. Selain itu, Kurangnya air penting dalam
memulai dormansi pada beberapa tumbuhan, terutama pada dormansi untuk
mempertahankan hidup pada keadaan panas dan kering. Selanjutnya, berkurangnya
nutrient terutama nitrogen, dapat merupakan penyebab teljadinya dormansi pada
beberapa tumbuhan. Pemicu terjadinya dormansi pada benih atau biji secara kimiawi
yakni dengan memberikan Asam Absisat (ABA) pada tanaman. Berbagai gejala dormansi
dan penuaan yang dapat diinduksi dengan pemberian ABA yaitu dapat memelihara
dormansi, menghambat perkecambahan, dan menghambat sintesis enzim pada biji yang
diinduksi giberelin. Pemberian ABA harus terus menerus bila efek yang diinginkan tetap
terpelihara, apabila pemberian ABA dihentikan, pertumbuhan dan metabolisme yang
aktif akan kembali. Sehingga, apabila pemberian ABA telah berhenti maka biji atau benih
akan mengalami perkecambahan dengan baik dan masa dormansi pada biji telah selesai.
Dormansi juga dapat disebabkan atau dipengaruhi oleh faktor hadimya zat penghambat
per kecambahan dalam embrio. Zat-zat penghambat perkecambahan yang diketahui
terdapat pada tanaman antara lain : ammonia, abcisic acid, benzoic acid, ethylene,
alkaloid, alkaloids lactone (counamin) dll. Counamin diketahui menghambat kerja enzim-
enzim penting dalam perkecambahan seperti alfa dan beta amilase. Tipe dormansi lain
selain dormansi fisik dan fisiologis adalah kombinasi dari beberapa tipe dormansi. Tipe
dormansi ini disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme. Sebagai contoh adalah dormansi
yang disebabkan oleh kombinasi dari immaturity embrio, kulit biji indebiscent yang
membatasi masuknya oksigen dan keperluan akan perlakuan chilling.
4.3 Kondisi Temperatur, Air, Cahaya untuk Perkecambahan
Pertumbuhan pada tanaman diawali dengan proses perkecambahan. Hal tersebut
terjadi setelah biji mengalami masa dormansi. Masa dormansi merupakan suatu peristiwa
istirahat atau biji tidak aktif untuk melakukan aktivitas pertumbuhan. Dalam masa
pertumbuhan tumbuhan harus berada pada kondisi temperatur, air, cahaya yang sesuai.
Dimana, dalam fase pertumbuhan yakni benih dapat berkecambah jika tersedia set of
factors selama terjadinya proses perkecambahan itu. Kuswanto (1996) menyatakan set of
factors itu terdiri dari air, komposisi gas, suhu, dan cahaya. Perkecambahan benih
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kadar air benih,
viabilitas awal, dan fisik benih, sedangkan faktor eksternal terdiri dari media
perkecambahan, suhu, kelembapan udara, dan intensitas cahaya.
Menurut Kinzeel (1991) bahwasanya perkecambahan lebih baik dalam kondisi terang
(fotoblastik) atau terdapat cahaya matahari yang cukup. Menurut Kamil (1982) cahaya
dengan intensitas 100–115 feet candles (fc) sudah cukup untuk perkecambahan biji (1 fc
= 10,76 lux). Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting untuk sumber
energi tertutama untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu, Suhu atau temperatur juga
berpengaruh dalam perkecambahan tanaman. Suhu merupakan salah satu faktor
lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk
tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak
langsung. Menurut Rai dkk (1998) suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap
fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan
tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya
terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja
keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme. Kehidupan di muka bumi
ini berada dalam suatu bahan kisaran suhu antara 0℃ sampai dengan 500 ℃, dalam
kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum dan optimum
yang diperlukan untuk aktifitas metabolismenya. Suhu- suhu tadi yang diperlukan
organisme hidup dikenal dengan suhu kardinal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih
sama dengan suhu sekitarnya karena adanya pertukaran suhu yang terus- menerus antara
tumbuhan dengan udara sekitarnya. Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat
bevariasi, untuk tanaman di tropika, tidak dapat mentoleransi suhu di bawah 150 – 180℃,
sedangkan untuk biji- bijian tidak bisa hidup dengan suhu di bawah minus 20 ℃– minus
50 ℃. Tumbuhan air umumnya mempunyai kisaran toleransi suhu yang lebih sempit jika
dibandingkan dengan tumbuhan di daratan. Dalam peristiwa perkecambahan biji yakni
diawali dengan proses penyerapan air oleh biji yang dinamakan dengan imbibisi.
Peristiwa masuknya air ke dalam biji memacu aktivitas hormon giberelin untuk memacu
butir-butir aleuron. Butir tersebut digunakan untuk mensintesis enzim alfa amilase dan
protease. Air merupakan sumber kehidupan yang tidak dapat tergantikan oleh apa pun
juga. Tanpa air seluruh organisme tidak akan dapat hidup. Bagi tumbuhan, air
mempunyai peranan yang penting karena dapat melarutkan dan membawa makanan yang
diperlukan bagi tumbuhan dari dalam tanah. Adanya air tergantung dari curah hujan dan
curah hujan sangat tergantung dari iklim di daerah yang bersangkutan. Air menutupi
sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368 juta km3.
4.4 Penyebab Biji Tidak Mengalami Dormansi
Benih yang cepat berkecambah berarti memiliki kesempatan tumbuh axis embrio lebih
panjang sehingga memungkinkan terjadi pembekakan pada bagian ujungnya sebagai
tempat pertumbuhan akar dan plumula sehingga akar menjadi lebih panjang. Biji atau
benih yang tidak mengalami dormansi atau biji mengalami perkecambahan hal tersebut
terjadi karena pada lingkungan biji seperti kandungan nutrisi, suhu, air, dan cahaya yang
didapatkan oleh biji yakni cukup, sehingga mengakibatkan biji mengalami
perkecambahan dengan baik. Biji yang mengalami perkecambahan bukan berarti tidak
mengalami masa dormansi. Namun, biji yang mengalami perkecambahan karena biji
tersebut telah melewati masa dormansinya. Lama waktu di mana biji dorman masih hidup
dan mampu berkecambah yakni bervarisi dari beberapa hari hingga beberapa dekade atau
bahkan lebih lama lagi, bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan. Sebagian besar
biji sangat tahan lama sehingga bisa bertahan selama satu atau dua tahun sampai kondisi
di lingkungan memungkinkan untuk berkecambah. Terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan hilangnya dormansi pada biji yakni sangat bervariasi tergantung pada jenis
tanaman dan tipe dormansinya. Dimana, faktor yang pertama yakni karena temperatur,
kemudian hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat penghambat perkecambahan,
dan adanya kegiatan dari mikroorganisme.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dengan judul “Dormansi Biji”
yakni dapat disimpulkan bahwasanya waktu tidur atau dormansi pada biji padi baru dan
lama serta biji kedelai baru dan lama terdapat perbedaan pada waktu dormansi. Dimana,
biji lama yaitu biji yang disimpan dalam waktu lama memiliki masa tidur (dormansi)
yang lebih panjang dibandingkan dengan biji yang baru dipanen atau biji baru. terbukti
dengan pengamatan yang telah dilakukan yakni bahwasanya, pada biji padi lama
mengalami perkecambahan pada hari kelima. Sedangkan, pada biji padi yang baru
dipanen yakni mengalami perkecambahan ketika hari keempat. Kemudian pada biji
kedelai baru mengalami perkecambahan antara hari ketiga dan keempat. Sedangkan, pada
biji kedelai lama selama 7 hari melakukan pengamatan yakni tidak terdapat biji kedelai
lama yang mengalami perkecambahan atau seluruh biji kedelai lama tersebut mengalami
dormansi dengan baik. Biji yang mengalami perkecambahan bukan berarti tidak
mengalami masa dormansi. Namun, biji yang mengalami perkecambahan karena biji
tersebut telah melewati masa dormansinya. Lama waktu dimana biji dormansi masih
hidup dan mampu berkecambah yakni bervarisi dari beberapa hari hingga beberapa
dekade atau bahkan lebih lama lagi, bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan. 2019. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
Jember: Universitas Muhammadiyah Jember.
Soejadi dan U.S. Nugraha. 2002. Studi perilaku dormansi benih beberapa genotipe
padi, hal 147-153. Dalam E. Murniati et al. (Eds.): Industri Benih di
Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB. 291 hal.
Kamil, J. 1982. Teknologi benih. Angkasa. Bandung.
Widajati. 2008. Dormansi pada Tanaman Buru Hotong. Internet Online:
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54133/10/A21lns-08
tinjauan%20pustaka.pdf;tinjauan. Diakses pada tanggal 21 Desember
2019 Pukul 17:53 WIB.
Sutopo. 2004. Bab XII Dormansi. Internet Online: http://digilib.unimed.ac.id/1641/9/Bab
%20XII.pdf. Diakses pada tanggal 22 Desember 2019 pukul 07:27 WIB.

Anda mungkin juga menyukai