Anda di halaman 1dari 21

NOTULENSI PERTEMUAN 5

Presenter Kelompok 9:

Ahvina Dwi (180342618064)

Ika Nanda (180342618007)

Nano Rizki (180342618040)

Rozi Ibaddallah (180342618093) 

Moderator: Muhammad Iffatul Lathoif (kelompok 10)

Notulen: Erina Nur Amalia (kelompok 10)

FERMENTASI DAN TEKNOLOGI FERMENTASI

A.  FERMENTASI

Fermentasi adalah salah satu yang tertua bioteknologi untuk produksi makanan
produk dengan sifat yang diinginkan seperti umur simpan yang diperpanjang dan
organoleptik yang baik properti

•   Istilah "fermentasi" berasal dari Kata kerja Latin fervere, mendidih, dengan
demikian menggambarkan penampilan aksi ragi di ekstrak buah atau biji malt

•   Zimologi adalah ilmu terapan yang mempelajari proses biokimia fermentasi
dan kegunaan praktisnya

•   Fermentasi memiliki arti yang berbeda arti untuk penggunaan umum dan
definisi ilmiah.

 Definisi Fermentasi

Mulai dari penggunaan informal, umum hingga definisi yang lebih ilmiah:

•   Proses yang melepaskan energi dari gula atau molekul organik lainnya

•   Proses dosis tersebut tidak membutuhkan oksigen (tetapi dapat terjadi di
hadapannya (dalam industri)

•   Proses yang tidak memerlukan penggunaan siklus Krebs atau elektron rantai
transportasi

•   Proses yang menggunakan molekul organik yang disintesis di dalam sel
sebagai akseptor elektron terakhir
Makanan fermentasi

Makanan fermentasi didefinisikan sebagai makanan atau minuman yang


diproduksi melalui mikroba terkontrol pertumbuhan, dan konversi komponen
makanan melalui tindakan enzimatis. Banyak makanan telah dikonsumsi
fermentasi, termasuk:

• Daging

• Ikan

• Produk susu

• Tanaman (sayuran, kedelai, kacang-kacangan lainnya, sereal dan buah-buahan)

 Makanan fermentasi

Ada beberapa variabel dalam fermentasi proses:

1. Mikroorganisme

2. Kandungan nutrisi

3. Kondisi lingkungan

• Fermentasi makanan dilakukan sebagai metode pengawetan, sebagai generasi


metabolit antimikroba (misalnya, asam organik, etanol, dan bakteriosin)
mengurangi risiko kontaminasi dengan mikroorganisme patogen

• Fermentasi Makanan juga digunakan untuk meningkatkan organoleptik properti


(misalnya, rasa dan tekstur)

• Dua metode utama fermentasi makanan:

1. Fermentasi oleh mikroorganisme secara alami (Fermentasi liar atau fermentasi


spontan) Contoh: Saurkreaut, Kimchi, Masin, pakasam, Dadih, tempoyak

2. Fermentasi melalui penambahan kultur starter. Contoh: Tape, Kombucha,


tempe, kecap, roti penghuni pertama

Makanan Fermentasi di Indonesia

Beberapa makanan hasil fermentasi yang ada di Indonesia, diantaranya: Masin,


pakasam,

dadih, tempoyak, tempe, keju dangke, brem, dan tape ketela.


B.  Fermentasi alkohol, Fermentasi asam laktat, Homolaktat, Heterolaktat

Persamaan untuk fermentasi alkohol dan asam laktat keduanya menggunakan


metode anaerob, sehingga kedua fermentasi ini tidak membutuhkan oksigen,
terjadi didalam sitosol, memecah molekul glukosa menjadi dua molekul piruvat,
kedua fermentasi merupakan proses katabolik. Perbedaan pada kedua fermentasi
ini yaitu fermentasi alkohol terjadi dalam ragi (anggur atau bir) dan
mikroorganisme dan hasil dari fermentasi alkohol yaitu etanol dan karbon
dioksida. Sedangkan untuk fermentasi asam laktat ini terjadi pada Lactobacillus
spps dan ragi, dan hasil dari fermentasi asam laktat ini yaitu produksi keju dan
yoghurt.

 Fermentasi Alkohol

Dimulai dengan glikolisis untuk menghasilkan dua molekul asam piruvat dan dua
ATP

·      Dua molekul asam piruvat diubah menjadi dua molekul asetaldehida dan dua
molekul CO2

·      Kedua molekul asetaldehida direduksi oleh dua molekul NADH untuk
membentuk dua molekul etanol

·      Fermentasi alkohol dilakukan oleh beberapa bakteri dan ragi

·      Fermentasi Alkohol

1.    Oleh Khamir           =  HDP            Etanol, C0 2

2.    Oleh Bakteri           =  EDP            Etanol, C0 2

 Fermentasi Asam Laktat

·      Fermentasi asam laktat adalah fermentasi yang menggunakan piruvat untuk
glikolisis untuk menghasilkan asam laktat

·      Katalis oleh Lactate Dehydrogenase (LDH) dengan NADH sebagai koenzim

·      Fermentasi Asam Laktat

1.    Oleh Homofermentasi (Homolaktat)         =  HDP            Asam laktat

2.    Oleh Heterofermentasi (Heterolaktat)       =  HMP           Asam laktat, etanol –


Asam asetat dan CO 2
·      Peruraian glukosa dibagi menjadi 2 :

1.    Jalur Heksosa difosfat (HDP)                    : Embden-Meyerhoff-Parnas atau


glikolisa

2.    Jalur Heksosa monfosfat (HMP)                : Warburg Dicken, jalur


fosfoketolosa, atau jalur pentosa fosfat

 Homolaktik

Pada fermentasi homolaktat ini, bakteri asam laktat sebagai pengurai glukosa
melalui jalur HDP (hexose diphosphate) dengan enzim laktat dehidrogenase, asam
piruvat ini akan diubah menjadi asam laktat. Fermentasi ini memiliki 6 enzim
fruktosa difosfat akan tetapi tidak memiliki 6 fosfat dehidrogenase.

(glukosa menghasilkan dua mol asam laktat)

• Reaksi fermentasi ini juga menghasilkan> 85% asam laktat

C6H12O6                               2CH3CHOHCOOH’

  Heterolaktik

Fermentasi heterolaktat ini yaitu penguraian glukosa oleh bakteri asam laktat yang
memiliki jalur HMP (hexose mono phosphate)  yaitu asetil fosfat diubah menjadi
asetil Co-A oleh phospat transetilase, yang nantinya oleh enzim asetaldehid
dehidrogenase akan dihasilkan etanol.

(Glukosa menghasilkan masing-masing satu mol asam laktat, etanol, karbon


dioksida)

• Fermentasi hanya menghasilkan 50% asam laktat dan sejumlah besar etanol,
asam asetat, dan karbon dioksida

C6H12O6                               CH3CHOHCOOH + C2H5OH + CO2       

 
Berbagai Bakteri Asam Laktat dan Produknya

A. Lactobacillus berperan menghasilkan produk Yogurt, Keju, Sauerkraut (Acar


Kubis), Pickles (Acar), Coklat, Animal Feed (Pakan Ternak)

B. Leuconostoc berperan menghasilkan produk Starter Culture (Ragi),


Bakteorosin (Protein Toksin)

C. Pediococcus berperan menghasilkan produk Sauerkraut (Acar Kubis), Rasa


Asam Butterscotch (Manisan), Aroma (Minuman Anggur), Keju, Yougurt

D. Lactococcus berperan menghasilkan produk Fermentasi Keju, Perasa di Akhir


Produk

E. Streptococcus berperan dalam Industri fermentasi, Bakteorosin (Protein


Toksin)

F. Aerococcus berperan pada warna hijau di permukaan daging

G. Carnobacterium berperan menghasilkan produk Pengawet daging dan


makanan laut, Bakteorosin (Protein Toksin)

H. Enterococcus berperan menghasilkan produk Pematangan Keju klasik serta


kontribusi rasa

I. Oenococcus berperan dalamProses Fermentasi Pembuatan Anggur

J. Teranococcus berperan dalam Fermentasi Saus Kecap

K.Weisella berperan memperbaiki Organoleptik Keju, pembuatan mentega, dan


Keju Mentega

Industri Fermentasi

1. Fermentasi industri adalah budidaya mikroba skala besar atau sel tunggal
lainnya untuk menghasilkan zat yang bernilai komersial.

2. Teknologi dengan penambahan aerasi, telah diadaptasikan untuk membuat


produk industri lainnya, seperti insulin dan hormon pertumbuhan manusia dari
mikroorganisme hasil rekayasa genetika.

3. Fermentasi industri juga digunakan dalam bioteknologi untuk mendapatkan


produk yang bermanfaat dari sel tumbuhan dan hewan yang dimodifikasi secara
genetik.
4. Lima kelompok utama fermentasi yang penting secara komersial sebagai
produk :

a. Menghasilkan sel mikroba

b. Menghasilkan Enzim

c. Menghasilkan Metabolisme Mikroba

d. Menghasilkan Produk Rekombinan

e. Modifikasi Senyawa yang Ditambahkan ke Fermentasi Proses Transformasi

Representasi Skema Umum dari Proses Fermentasi Khas

A. Gambar 1. Produk Kultur sel Suprenatan

1. Sediaan kultur mikroorganisme dimasukkan dalam labu erlemeyer untuk


dikocok (homogen) sehingga menjadi benih fermentor.

2. Kemudian, medium bahan baku diformulasikan dengan benih fermentor. Lalu


disterilkan untuk dilakukan produksi fermentor untuk mendapatkan cairan kultur.

3. Kemudian cairan kultur dipisahkan menjadi 2 tahap, yaitu menjadi biomassa


saja dan menjadi sel supernatan bebas

4. Sel Supernatan yang diekstraksi akan menjadi sel yang dapat mengelolah
limbah

5. Sel hasil ekstraksi juga dapat dikemas menjadi produk kemasan, yaitu dengan
dilakukan proses purifikasi, kemudian hasil ekstraksi dapat dikemas kemudian
dipasarkan.

B. Gambar 2.  Produk Kultur Sel Rekombinan

1. Jaringan hewan dipadukan dengan senyawa kimia yang steril

2. Bagian kromosom  yang  berisi gen tertentu pada sel hewan diambil dan
digunting

3. Di dalam sel bakteri E.coli terdapat plasmid sebagai materi genetik yang akan
dimanipulasi, kemudian diambil dan bagian plasmid E. Coli dipotong dan
sisisipkan dengan kromosom hewan sehingga disebut rekombinan

4. Kemudian Plasmid tersebut dimasukkan pada mikroorganisme, lalu akan terjadi


penggandaan dan ekspresi gen pada sel mikroorganisme. Kemudian sel membelah
5. Kemudian hasil pembelahan tersebut dimasukkan dalam labu kultur berskala
kecil

6. Kemudian sel tersebut diuji menggunakan bioreaktor pada bench-top dan pilot
scale

7. lalu, setelah diuji hasil kultur itu dimasukkan pada operasi skala industri untuk
dilakukan proses pemulihan produk dan akhirnya dikemas dan dipasarkan.

Bioreactors

• Kapal untuk fermentasi industri disebut bioreaktor, sederhananya adalah


peralatan atau sistem penyedia lingkungan biologis untuk berlangsungnya suatu
proses biokimia dari bahan mentah menjadi produk yang dikehendaki (baik secara
aerobik ataupun anaerobik).

• Mereka dirancang dengan memperhatikan aerasi, kontrol pH, tekanan, dan


kontrol suhu

• Macam mode operasi :

1.      Curah/Batch

Semua bahan dimasukkan ke dalam tangki bioreaktor (medium substrat/ bahan, &
mikroba inokulum) dalam waktu yang hampir bersamaan dan reaksi berlanjut
tanpa masukan lebih lanjut.

2.      Berkelanjutan/ Continuos

Substrat medium substrat / bahan dan mikroba inokulum dimasukkan hampir


bersamaan diawal, kemudian ditambahkan medium substrat/ bahan serta mikroba
inokulum terus menerus untuk memperpanjang fase eksponensial mikroba.

3.      Semi Berkelanjutan/ Fed-Batch

Beberapa bahan/nutrisi ditambahkan selama fermentasi dengan volume yang


tertentu dengan konsentrasi yang konstan.

Produk rDNA (DNA rekombinan)

Terdapat banyak produk yang dihasilkan dari rDNA dalam bidang farmasi,
sebagian diantaranya adalah :
 Vaksin kanker serviks yang diproduksi pada sel serangga atau sel jamur
saccharomyces cerevisiae.
 Human Growth hormone (hGH) yang diproduksi oleh E. coli.
 Pulmpzyme (rhDNase) diproduksi pada kultur sel mamalia.

Biofuel

 Biofuel adalah sumber energi yang dihasilkan dari organisme hidup, bukan
dari fosil organisme yang hidup lebih dari 300 juta tahun yang lalu.
 Biofuel adalah bahan bakar yang tak menghasilkan peningkatan netto
karbon di atmosfer, karena tumbuhan yang memproduksi biofuel ini justru
menyerap karbon dioksida pada fotosintesis, meskipun karbon tersebut
dilepaskan kembali ke atmosfer setelah biofuel itu dipakai. Tidak seperti
bahan bakar fosil, yang melepaskan karbon yang tersimpan jutaan tahun di
perut bumi ke atmosfer sebagai karbon dioksida pada proses pembakarannya.
 Minat terhadap biofuel yang dapat diperbarui semakin meningkat karena
dapat menyediakan sumber energi yang bersih dan berkelanjutan.
 Minat awal terfokus pada etanol, yang sudah banyak digunakan sebagai
suplemen bensin. Mis: Brazil menghasilkan etanol dari tebu.

Menurut Hefni Effendi  salah satu peneliti Fraunhofer UMSICHT (Jerman) dan
dosen IPB, pada ada awalnya (Gen 1) produk biofuel yang dihasilkan terbagi atas
3 macam, yaitu biodiesel, bioethanol, dan biogas, yang dihasilkan oleh biomassa,
baik tumbuhan, hewan, mikroba, maupun limbah.

 Biodiesel adalah campuran senyawa asam lemak berupa metil atau alkil
ester yang dikonversi dari lemak nabati, lemak hewani, dan minyak nabati
yang telah dipakai (jelantah). Tumbuhan tersebut antara lain kedelai, kelapa
sawit, buah jarak, kelapa, dan bunga matahari.
 Bioethanol dihasilkan melalui fermentasi dari tumbuhan atau
mikroorganisme yang banyak mengandung polisakarida. Melalui proses acid
hidrolysis, impregnasi, autolisis secara mekanik (tekanan, suhu, dan
sebagainya), polisakarida dikonversi menjadi gula sederhana seperti glukosa.
 Biogas berupa gas metan yang dihasilkan oleh dekomposisi anaerob bahan
organik dari kumpulan biomassa yang sudah mati atau limbah padat maupun
cair yang banyak mengandung bahan organik.
Kemudian untuk produk biofuel generasi berikutnya (2, 3, & 4) berfokus pada
penggunaan berbagai tanaman atau mikroorganisme yang tidak digunakan atau
berhubungan dengan konsumsi manusia dan hewan. Produk yang dihasilkan
berupa biomethanol, bio hidrogen, alga fuel, dan sintetik biofuel.

DISKUSI SESI 1

1. Thania Ayu P: Salah satu makanan hasil fermentasi adalah keju. Kita tahu
bahwa keju itu ada berbagai macam, ada yang keras contohnya keju cheddar,
ada yang lunak contohnya keju kamember. Pertanyaan saya, apakah
mikroorganisme yang digunakan untuk membuat berbagai macam keju itu
sama atau beda? Jika berbeda, apakah hal ini dapat mempengaruhi keras
lunaknya hasil keju? 

Jawaban:

1) Ika Nanda: Pada dasarnya mikroorganisme untuk membuat keju


ialah bakteri asam laktat, yaitu Streptococcus dan Lactobacillus.  Produk-
produk keju bervariasi ditentukan dari tipe susu, metode pengentalan,
temperatur, metode pemotongan, pengeringan, pemanasan, juga proses
pematangan keju dan pengawetan. Lalu untuk pertanyaan: apakah hal ini
dapat mempengaruhi keras lunaknya hasil keju? Yang mempengaruhi
keras lunaknya keju ialah teknik sebelum dari proses pematangan keju.
Ada 4 cara pematangan tersebut, diantaranya:

 Stretching: Dadih diusung dan lalu diadoni dalam air panas untuk
menghasilkan tekstur yang berserabut.  Contoh keju yang melewati
proses ini adalah keju Mozzarella dan Provolone.
 Cheddaring: Dadih yang sudah dipotong kemudian ditumpuk untuk
menghilangkan kelembaban. Dadih tersebut lalu digiling untuk waktu
yang cukup lama. Contoh keju yang mengalami proses ini
adalahkeju Cheddar dan Keju Inggris lainnya.
 Pencucian: Dadih dicuci dalam air hangat untuk menurunkan tingkat
keasamannya dan menjadikannya keju yang rasanya lembut. Contoh
keju melewati proses pencucian adalah keju Edam, Gouda, dan Colby.
 Pembakaran: Bagi beberapa keju keras, dadih dipanaskan hingga suhu
35 °C(95 °F)-56 °C(133 °F) yang kemudian mengakibatkan butiran
dadih kehilangan air dan membuat keju menjadi lebih keras teksturnya.
Proses ini sering disebut dengan istilah pembakaran (burning). Contoh
keju yang dipanaskan ulang adalah keju Emmental, keju
Appenzeller dan Gruyère.

2) Nano Rizki: Produk keju dapat difermentasi oleh banyak bakteri dengan
karekteristik yang berbeda-beda setiap output yang dihasilkan. Bakteri
Lactobacillus casei dengan karakteristik rasa yang sedikit masam namun
masih dapat digolongkan sebagai pangan fungsional (Abbas, 2015),
Bakteri Saccharomyces cerevisiae lebih netral dibandingkan L. Casei
selain itu bakteri ini lebih mudah beradaptasi terhadap suhu tertentu
sehingga proses fermentasi menjadi lebih cepat, Bakteri Gluconobacter
oxydans memiliki tekstur yang lunak dari pada keju dari hasil fermentasi
bakteri lainnya.

3) Ahvina Dwi: Keju didunia ini memang memiliki rasa dan tekstur yang
berbeda, hal ini dikarenakan dari banyaknya penggunaan air yang
digunakan untuk pembuatan keju ini. Meskipun banyak variasi keju namun
pembuatannya kebanyakan dengan cara yang sama. Keju berdasarkan
tekstur nya dibedakan menjadi 4 yaitu keju dianggap lunak dengan kadar
air lebih besar dari 40%, keju setengah lunak yaitu dengan kadar air 36-
40%, keju keras yaitu dengan kadar air 25-36% dan keju sangat keras
dengan kadar air kurang dari 25% (Buckle et al., 2007). Tekstur atau
kekerasan pangan dipengaruhi oleh kadar air dalam produk pangan
tersebut. Kadar air yang semakin tinggi akan menyebabkan tekstur keju
yang lunak. Air bertindak secara tidak langsung menurunkan konsentrasi
kasein dalam matriks keju, sehingga elastisitas berkurang dan produk lebih
mudah rusak selama proses penekanan keju (Delgado et al., 2011).

4) Fika Cahya Lovely: Jadi peran mikroba dalam pembuatan keju sangatlah
penting. Fungsi utamanya adalah menghasilkan asam laktat dari laktosa
sehingga diperoleh kondisi PH yang diinginkan dan diperlukan selama
proses pembuatan keju. Proses pembentukan curd (gumpalan), pemisahan
ataupun pelepasan whey (cairan) dari curd, pembentukan tekstur keju dan
pengerasan curd di akhir proses secara signifikan dipengaruhi oleh PH.
Jadi dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
pembuatan keju, mikroba yang digunakanpun berbeda-beda yang mana
juga akan mempengaruhi dari tekstur keju yang dihasilkan. Keju lunak
adalah keju yang kadar airnya 53-80%. PH standar pada keju lunak berada
dalam derajad keasaman yang rendah, yaitu berkisar antara 5,3 - 5,5. Keju
lunak memiliki karakteristik tersendiri, yaitu konsistensinya beragam, ada
yang seperti cairan kental, dan ada pula yang setengah padat tergantung
pada derajad pemeramannya. Flavor keju lunak sangat dipengaruhi oleh
aktivitas mikroba yang juga ditumbuhkan pada permukaannya.

5) Aziza Fadhila: Keju adalah sebuah makanan yang dihasilkan dengan


memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan
atau koagulasi. Proses pengentalan ini dilakukan dengan
bantuan bakteri atau enzim tertentu yang disebut rennet. Hasil dari proses
tersebut nantinya akan dikeringkan, diproses, dan diawetkan dengan
berbagai macam cara. Dari sebuah susu dapat diproduksi berbagai variasi
produk keju. Produk-produk keju bervariasi ditentukan dari tipe susu,
metode pengentalan, temperatur, metode pemotongan, pengeringan,
pemanasan, juga proses pematangan keju dan pengawetan. Untuk
menghasilkan keju yang berbeda-beda bisa saja menggunakan bakteri atau
enzim yang sama tetapi ciri khas setiap keju berbeda karena prosesnya.
Proses ini lah yang akan mempengaruhi tekstur, aroma, rasa dan lainnya
termasuk keras atau tidaknya keju.

6) Dita Ayu Eka:  Keju merupakan salah satu produk olahan susu yang
membutuhkan mikroba untuk pembuatannya. Setiap jenis keju memiliki
komposisi mikroba yang berbeda-beda. Mikroba tersebutlah yang dapat
memberikan sifat dan karakteristik tertentu pada keju. Fungsi utama dari
mikroba dalam keju adalah menghasilkan asam laktat dari laktosa
sehingga diperoleh kondisi pH yang diinginkan dan diperlukan selama
pembuatan keju dimana kondisi pH ini nantinya dapat mempengaruhi pada
proses pembentukan curd (gumpalan), pemisahan ataupun pelepasan whey
(cairan) dari curd, pembentukan tekstur keju dan pengerasan curd. Secara
umum tidak ada satu jenis mikroba yang dapat memenuhi keseluruhan
syarat keju dalam hal temperature, keasaman, rasa dan tekstur, sehingga di
perlukan bantuan starter (mikroba) lain untuk membuat keju yang
diinginkan. Dalam taksonomi bakteri modern semua bakteri asam laktat
yang bermanfaat secara teknologis dikelompokkan dalam genus
Streptococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, dan Pediococcus.
Contohnya: 1) Bakteri pemroduksi gas digunakan dalam produksi keju
bermata bundar, 2) Tipe keju bertekstur tertutup, dimana Cheddar
merupakan contohnya, biasanya dibuat dengan biakan biang yang
mengandung bakteri yang tidak menghasilkan gas – biasanya bakteri
pemroduksi asam laktat strain tunggal seperti Lactococcus cremonis dan
Lactococcus lactis. 3) Bentuk keju dengan tekstur lubang-lubang/mata
tidak beraturan, juga disebut tekstur granular, Lubang-lubang tersebut
terutama terbentuk karena gas karbondioksida yang biasanya berkembang
dengan biakan biang LD (Lactococcus lactis, Leuconostoc cremoris dan
Lactococcus diacetylactis). 4) Sedangkan eju Swiss (Emmental Cheese)
atau keju Italia (Mozarell), maka bakteri Lactobacillus beserta
Propionibacterium freudenreichii dan Streptococcus thermophilus adalah 3
jenis bakteri yang digunakandalam membuat keju tersebut.

7) Nadila Sekar Zahida: Proses pembuatan keju pada dasarnya dibantu oleh
bakteri asam laktat, tetapi untuk pembuatan macam keju digunakan bakteri
asam laktat dengan jenis yang beragam dan ada pula yang dibantu dengan
fermentasi jamur penicillium candidum seperti keju kamember.

Berikut tahapan umum dalam pembuatan keju:

Pada tahap pertama,

bakteri asam laktat mengubah gula susu menjadi asam laktat. Pada tahap
kedua,  rennet membungkus protein kasein, sedangkan whey encer
dikeringkan dari dadih pekat. Dan akhirnya, pada tahap ketiga, keju
matang, dan sejumlah besar enzim yang berbeda melakukan segala hal
untuk rasa dan tekstur.

Tekstur keras dan lunaknya keju dapat dipengaruhi dengan proses


pengeringan whey,  pengeringan whey yang terlalu tinggi akan
menghasilkan keju yang lebih keras, sedangkan keju yang lebih lunak
tingkat pengeringan whey rendah.

2. Aziza Fadila: Saat melakukan fermentasi ada literatur mengatakan bahwa kita
harus mengontrol nilai pH 6,0 saat proses fermentasi oleh sel yeast
(Kluyveromyces lactis), ada seorang peneliti yang menemukan sel yeast
menjadi warna merah muda pada jam 19 dan pH 4,7 setelah dilakukan
sentrifugasi. Menurut presenter apakah yang menyebabkan warna merah
muda yang muncul setelah dilakukan sentrifugasi? Apakah itu wajar atau
tidak? Link:
https://www.researchgate.net/post/Does_anybody_know_why_yeast_cells_bec
ome_pink_color_during_fermentation

Jawaban:

Jawaban dari bapak Indra: Fermentasi itu proses, jadi jika dikatakan akan
berpengaruh dengan warna pink pada kultur akan sangat bias, Yang perlu
azizah pahami bahwa dalam fermentasi khususnya ketika kita akan
memproduksi suatu biomolekul dari mikroba (biasanya protein), semua
komponen yang ditambhkan akan berpengaruh dalam proses fermentasi.
Mari kita telaah komponen, yang sdah azizah share. Glukosa berperan
sebagai sumber karbon, MgSO4 biasanya akan terionisasi menjadi ion
magnesium dan ion sulfat, magnesium sebagai kofaktor untuk enzim,
sedangkn sulft ada beberapa enzim yang akan terinhibisi karena
kehadirannya. Kalau saya analisis, bisa jadi disebabkan oleh reaksi sulfat
yang terionisasi, karena ada beberapa turunan reaksi sulft yang berwarna
pink, tapi belum bisa dipastikan harus dilakukan pembuktian.. karena riset
dimulai dengan hipotesis. Pertanyaan azizah ini adalah pertanyaan yang
perlu pembuktian dengan riset.

1) Rozi Ibaddillah: menurut diskusi kelompok kami alasan mengapa terjadi


perubahan pH dari 6,0 menjadi 4,7 besar kemungkinan disebabkan oleh
zat keluaran/ senyawa yang dihasilkan oleh mikroba inokulum dalam hal
ini Kluyveromyces lactis. menimbang dari salah satu kandungan substrat
berupa MgSO4, kami kurang tahu bagaimana tepatnya proses kimiawi
dan produk yang dihasilkan, menimbang terdapat adanya kandungan
sulfur kami curiga produk yang dihasikan salah satunya adalah sulfur
dioksida yang memiliki sifat asam. senyawa ini merupakan pelaku dari
hujan asam. sehingga ada kemungkinan inilah salah satu faktor terjadinya
penurunan pH. Untuk perubahan warna, mungkin ada kaitannya dengan
kandungan substrat yang bereaksi dengan enzim yang dihasilkan
mikroorganisme inokulum. 

2) Nadila Sekar: Menurut pengalaman Fortunato Ferrara terjadinya warna


merah ini disebabkan oleh akumulasi substrat protein ADE2. Warna
merah menunjukkan gangguan metabolik, yaitu akumulasi substrat. Hal
Ini mungkin berasal dari oksidasi mangan, sehingga menghasilkan
perubahan warna. Untuk menghindari pigmentasi ini, perlu
ditambahkannya adenin pada media SD (kurangnya adenin bertanggung
jawab untuk aktivasi biosintesis adenin de novo sehingga menghasilkan
pigmen merah).

3. Yunita Rosiana:  Saya igin bertanya   bagaimana pengaruh atau dampak positif
dan negatif dari penggunaaan Bioreactors. Apakah di Indonesia dalam
melakukan fermentasi sudah menggunakan Bioreactors dengan baik?

Jawaban:

1)  Rozi Ibaddillah: terlebih dahulu saya ingin memastikan dampak dibidang


apa terlebih dahulu, jika dampak yang dimaksud dalam bidang
pengolahan bahan pangan seperti  pembuatan pengembang roti, bir
(brewing), asam amino, polisakarida dan single cell protein (SCP)
ataupun dibidang kesehatan untuk produksi antibiotik dan enzim,
menurut kelompok kami lebih banyak sisi positif. Hal ini dikarenakan
bioreaktor atau fermentor berfungsi untuk menyediakan kondisi yang
sesuai dan konstan sehingga semua nutrien termasuk oksigen harus
tersedia merata pada setiap sel dalam fermenter dan produk limbah
seperti; panas, CO2, dan metabolit harus dapat dikeluarkan (remove)
(Waites, 2001). Dengan kata lain bioreaktor akan meningkatkan
keberhasilan produksi dan kualitas produk melihat desain dan
penggunaan bioreaktor yang menyesuaikan produk yang diinginkan.

Adapun dampak negatifnya mungkin hanyalah limbah (bergantung jenis


produk yang akan dibuat atau difermetasikan) yang dihasilkan. Masih
diperlukan pengolahan limbah lebih lanjut. Penggunaan bioreaktor di
Indonesia sendiri dapat digolongkan 2 yaitu :

1. Skala kecil (small scale); untuk industri rumah tangga (home industri).
2. Skala besar (large scale); untuk industri skala besar (petrokimia
industri).

Untuk skala besar di tingkat perusahaan besar, menurut kami penggunaan


bioreaktor sudah baik dan produk yang dihasilkan pada akhirnya akan
dilakukan uji kualitas terlebih dahulu sebelum didistribusikan oleh
perusahaan supplier (contoh Danone Group). Untuk yang skala rumahan
di Indonesia kami belum bisa memastikan apakah telah menggunakan
bioreaktor dengan baik.
Syarat untuk mendapatkan produk fermentasi yang optimum (dalam hal
ini produk pangan dan kesehatan), maka fermenter atau bioreaktor harus
memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Terbebas dari kontaminan

2. Volume kultur relatif konstan (tidak bocor atau menguap)

3. Kadar oksigen terlarut harus memenuhi standar

4. Kondisi lingkungan seperti: suhu, pH harus terkontrol. Stirred tank


reactor

system model yang banyak dipakai.

Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka penggunaan bioreaktor dan


produk yang dihasilkan tidak memiliki kualitas yang baik.

DISKUSI SESI 2

1. Ade Wahyu Pratama: dalam melakukan fermentasi diperlukan waktu yang


bervariasi, sebagai contoh dalam pembuatan wine yang memakan waktu
bertahun-tahun. Mengapa demikian dan faktor apa saja yang mempengaruhi
lama waktu fermentasi ?

Jawaban:

1) Nano Rizki: Menurut pawignya (2010) mengatakan bahwa proses


fermentasi dalam pembuatan wine membutuhkan waktu kurang lebih 14
hari.Hal ini diakibatkan karena dibutuknan waktu bagi bakteri pada fase
tertentu untuk mengubah gula menjadi etanol dan karbondioksida. Namun,
penggunaan gula perlu diketahui konsentrasinya agar bisa diubah menjadi
etanol oleh mikroorganisme yang digunakan. Jika konsentrasi gula terlalu
tinggi maka sel khamir juga akan mati. Gula juga dibantu oleh enzim
invertase untuk memecah gula manjadi sukrosa menjadi monosakarida yang
kemudian diubah menjadi etanol dan CO2. Suhu yang digunakan juga harus
stabil pada 25o-35o C untuk menjaga kestabilan mikroorganisme dalam
membantu proses fermantasi. Sehingga 14 hari merupakan waktu yang
optimal bagi wine untuk layak dikonsumsi. Jadi, Faktor yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan wine adalah : Konsentrasi gula yang
diberikan, Ketersediaan enzim dan mikroorganisme yang akan
disubtitusikan, Suhu ruangan, dan sterilisasi alat dan bahan, termasuk juga
kemasan produk

2) Aziza Fadhilah: Menurut saya, lama waktu fermentasi ini tergantung pada
produk apa yang ingin kita hasilkan. Misalnya pada skripsi yang saya baca
yaitu fermentasi ubi jalar lama fermentasinya ketika 3 minggu  maka
menghasilkan 14,22% alkohol, ketika 4 minggu menghasilkan 15,22 %
kadar alkohol dan 5 minggu 16,66%. Jadi tergantung pada berapa kadar
yang kita inginkan. Jika hanya sedikit karena takut makanan tersebut
menjadi tidak halal jika terlalu banyak alkohol (menurut MUI kadar alkohol
< 1% masih boleh dikonsumsi) maka bisa lebih sebentar fermentasinya.
Pada slide juga dijelaskan bahwa ada proses mengubah glucose > piruvate >
alkohol. sehingga, jika ingin membuat wine, pastinya kadaar alkoholnya
tinggi jadi perlu banyak proses fermentasi alkohol agak kadarnya
naik. Umumnya rentang kadar alkohol untuk berbagai macam jenis
minuman beralkohol yakni antara 5% sampai 60%. Bir sekitar 4-7% dan
yang tertinggi vodka bisa sampai 40-50%. 

3) Narisa Ika: Syarat dalam pembuatan minuman wine harus  mengandung


etanol didalamnya, yang didapatkan dari hasil konversi gula oleh khamir.
Menurut Gunam et al (2009) Komponen utama yang merupakan syarat 
terbentuknya wine adalah gula yang difermentasi  khamir menjadi etanol
dan CO2. Gula secara alami di  dalam bahan pangan biasanya tidak cukup
tinggi untuk menghasilkan kadar etanol yang memenuhi syarat mutu wine,
sehingga perlu ditambahkan lagi dari luar.  Lama fermentasi juga akan
memberikan dampak seberapa besar etanol yang akan dihasilkan pada
produk akhir.

4) Ahvina Dwi: Mengenai pertanyaan saudara ade, saya akan menjawabnya


dengan contoh minuman wine. Lama fermentasi pada wine memiliki waktu
yang berbeda, hal ini berkaitan dengan suhu yang digunakan pada saat
fermentasi yaitu apabila suhu awal  lebih rendah pada fermentasi awal dan
berlangsung lebih lambat. Karena pelepasan panas pada waktu terjadinya
proses fermentasi suhu naik, laju fermentasi meningkat. Apabila fermentasi
dilakukan di tempat yang sejuk, hilangnya panas dari dalam wadah mungkin
cukup untuk mencegah naiknya suhu berlebihan pada fermentasi. Pada
umumnya kenaikan suhu hendaknya dapat diatur. Fermentasi alkohol yang
memerlukan keadaan anaerob. Suhu optimal dalam kisaran antara 750 –
800 F (23,90 - 26,70C) perlu dipertahankan selama proses fermentasi untuk
membuat anggur merah dan lama fermentasi 3 sampai 5 hari. Sedangkan,
untuk membuat anggur putih memerlukan waktu fermentasi 7 sampai 14
hari pada suhu 10 sampai 21,10 C. Suhu yang terlalu tinggi menghambat
perkembangan khamir dan memungkinkan pertumbuhan mikroba lain
misalnya bakteri lactobacilli yang dapat menimbulkan kerusakan.
Sedangkan suhu yang terlalu rendah perkembangan khamir wine akan
lambat sehingga memungkinkan khamir liar, bakteri asam laktat, dan
mikroba-mikroba yang lain tumbuh. Faktor lain yaitu konsentrasi gula juga
mempengaruhi proses fermentasi. Kadar gula lebih besar dari 300 g per liter
dapat menghambat pertumbuhan khamir sehingga fermentasi juga bisa
terhambat. Selain itu,  Aerasi diperlukan apabila pertumbuhan khamir
lambat dan biasanya diperlukan pada awal fermentasi. Aerasi yang
berkelebihan menurunkan hasil alkohol, rasa tawar, terjadi oksidasi warna
dan flavor.

5) Thania Ayu P:  Dalam proses fermentasi untuk menghasilkan tiap-tiap


produk fermentasi dibutuhkan kondisi yang berbeda-beda dan jenis mikroba
yang bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan
lingkungan, substrat, serta perlakuan yang sesuai sehingga produk yang
dihasilkan optimal. Jika ditinjau dari lama fermentasi, setiap produk dari
hasil fermentasi memiliki rentang waktu yang bervariasi. Lama fermentasi
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh terhadap proses fermentasi. Menurut Kunaepah (2008), ada
banyak faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain substrat, suhu, pH,
oksigen, dan mikroba yang digunakan. Literatur lain yang saya baca
menyatakan bahwa perbedaan lama fermentasi akan mempengaruhi nilai
pH. Nilai pH dipengaruhi oleh produk yang dihasilkan selama proses
fermentasi. Dalam penelitian tersebut, produk fermentasi yang dihasilkan
adalah alkohol. Jadi, ketika ingin membuat wine dengan kadar alkohol yang
tinggi, saya rasa perlu proses fermentasi yang lama agar alkohol yang
dihasilkan bisa meningkat.

2. Fika Cahya Lovely: elah diketahui bahwa, terdapat beberapa macam mode
operasi pada bioreactors, yaitu Batch, Fed-Batch, dan Continuous Batch.
Bagaimanakah keunggulan dan kekurangan dari masing-masing mode operasi
tersebut?

Jawaban:
1) Ika Nanda:

1.  Batch

Kelebihan: Menurut Rommy (2010), Bioreaktor tipe batch Tipe


batch memiliki keuntungan lain yaitu dapat digunakan ketika bahan
tersedia pada waktu – waktu tertentu dan bila memiliki kandungan
padatan tinggi (25%). Bila bahan berserat/ sulit untuk diproses, tipe
batch akan lebih cocok dibanding tipe aliran kontinyu (continuos flow),
karena lama proses dapat ditingkatkan dengan mudah. Bila proses terjadi
kesalahan, misalnya karena bahan beracun, proses dapat dihentikan dan
dimulai dengan yang baru.

Kekurangan: pada cara batch adalah pada proses batch hanya satu


siklus dimana pertumbuhan bakteri dan produksi gas metan semakin
lama semakin menurun karena tidak ada substrat baru yang diumpankan
dalam reactor (Aprilianto, 2010). Hal ini juga diperkuat dengan adanya
penelitian yang dilakukan oleh Natalia Hariani (2010),
proses batch mempunyai kendala, membutuhkan waktu fermentasi yang
lama, konsentrasi etanol yang dihasilkan rendah akibat akumulasi produk
etanol yang dapat meracuni mikroorganisme pada proses fermentasi.
Akumulasi dari produk terlarut yang bersifat racun akan menurunkan
secara perlahan-lahan dan selanjutnya menghentikan pertumbuhan
mikroorganisme serta produksi etanol.

2.  Fed-Batch

Kelebihan: Keuntungan sistem fed-batch ini menurut penelitian yang


dilakukan  Rachman (1989) dalam Budiatman (2009), ialah konsentrasi
sisa substrat terbatas dan dapat dipertahankan pada tingkat yang sangat
rendah sehingga dapat mencegah fenomena represi katabolit atau inhibisi
substrat.

Kekurangan: Pada fermentasi sistem batch Winarni (1995), profit


produksi dekstranase sebanding dengan biomassa. Tetapi pada
proses batch produksi dektranase yang dicapai lebih tinggi. Pada
penelitian yang dilakukan Budiatman (2009) menggunakan sistem fed-
batch ini produksi dekstnanase yang tinggh sebanding dengan nilai
biomassa yang rendah dan sebaliknya. Pada sistem fed-batch sulit untuk
meiihat fase eksponensial dan fase stasionei kecuali fase
eksponensial pertama.
3.  Continuous Batch

Kelebihan: menurut Reksowardjo (2007),  dikatakan bahwa proses


fermentasi kontinyu dengan  mmobilisasi sel akan memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan fermentasi batch. Pada fermentasi
secara batch untuk fermentasi etanol terjadi kendala yaitu produktivitas
etanol rendah. Rendahnya produktivitas etanol karena pada kondisi
tertentu etanol yang dihasilkan akan menjadi inhibitor, yang akan
meracuni mikroorganisme sehingga mengurangi aktivitas enzim. Pada
sistem kontinyu dengan dilution rate yang lebih kecil (waktu tinggal yang
lebih besar) memberikan hasil konsentrasi etanol yang lebih mendekati
sistem batch sehingga apabila waktu tinggal dalam reaktor diperpanjang,
memungkinkan konsentrasi etanol yang dihasilkan lebih mendekati
sistem batch.

Kekurangan: dalam melakukan mode operasi ini diperlukan waktu yang


lama sebelum akhirnya dilakukan kontinyu proses. Dalam penelitian
Tontowi (2010), yang telah terapkan pada proses
fermentasi kontinyu dilakukan dalam mixed flow reactor yang bervolume
1 L dengan kecepatan putar 100 rpm. Proses fermentasi ini diawali
dengan melakukan fermentasi semibatch selama 16 jam. Sebelum
fermentasi dimulai, reaktor terlebih dahulu diisi dengan bead sampai
volume mencapai 1/5 volume reaktor. Setelah 16 jam, proses
fermentasi kontinyu mulai dilakukan dengan
mengalirkan feed dalam fermentor menggunakan pompa peristaltik. Laju
alir feed (media molasses) disesuaikan dengan variabel dilution rate yang
dipakai.

3. Aisyah Khoirunnisa’: bagaimana kriteria atau syarat untuk menentukan


mikroba yang baik yang bisa dijadikan sebagai agen starter fermentasi untuk
metode fermentasi dengan penambahan starter cultures, untuk menghindari
kegagalan dalam proses fermentasinya dan bisa menghasilkan produk dengan
mutu yang baik? 

Jawaban:

1) Fika Cahya Lovely: Kriteria atau syarat mikroba yang baik yang bisa
dijadikan sebagai agen starter fermentasi untuk metode fermentasi dengan
penambahan starter cultures adalah

1. Mempunyai produktifitas yang tinggi.


2. Berupa biakan murni yang telah diketahui sifat-sifatnya. Untuk menjaga
agar biakan tetap murni dalam proses, maka kondisi lingkungan harus
dijaga steril.

3. Unggul. Pada kondisi fermentasi yang diberikan, mikroba harus mampu


menghasilkan perubahan-perubahan yang dikehendaki secara cepat
dengan produksi yang tinggi.

4. Stabil. Tidak mudah mengalami perubahan atau mutasi akibat perubahan


lingkungan.

5. Tidak pathogen, bagi manusia maupun binatang. Jika digunakan,


mikroba pathogen harus dijaga agar tidak menimbulkan akibat samping
pada lingkungan.

2) Ika Nanda:  untuk menentukan mikroba yg baik dalam fermentasi


diperlukan berbagai syarat diantaranya: terdapat lingkungan yang sesuai
untuk berkembang, misalnya makanan (nutrisi), pH, aktivitas air (Aw), dan
temperatur yang sesuai (Adam dan Moss, 2008). Selain itu, syarat lain yang
diperlukan adalah terdapatnya mikroba yang dapat berkembang pada
lingkungan tersebut dan pembuktian bahwa mikroba tersebut memang
tumbuh dan berkembang. Berkaitan dengan hal pertama, keadaan
lingkungan yang mendukung, maka kita dapat membagi faktor lingkungan
ini ke dalam dua bagian besar, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Akan tetapi, semua faktor lingkungan yang dibicarakan menjadi sebuah
semesta pembicaraan yang tidak terpisahkan, karena saling terkait satu dan
lainnya (Ray dan Bhunia, 2014; Doyle dan Buchanan 2012). Untuk
meningkatkan pemanfaatan kultur pemula dalam proses produksi pangan
lokal hasil fermentasi diperlukan pemahaman yang baik tentang faktor
intrinsik fermentasi. Faktor intrinsik artinya adalah segala sesuatu yang
terdapat atau melekat pada lingkungan (media) tempat tumbuh mikroba
tersebut. sedangkan faktor  ekstrinsik berarti keadaan lingkungan yang dapat
berubah dikarenakan entitasnya tidak melekat pada lingkungan (media)
tempat tumbuh mikroba, melainkan 73 dikarenakan kondisi di sekitar media
tersebut. Faktor ekstrinsik terjadinya fermentasi pangan lokal terdiri dari
kelembaban relatif (RH), temperatur, dan komposisi gas. RH berkaitan erat
dengan faktor intrinsik aktivitas air, di mana RH didefinisikan sebagai
aktivitas air dalam fase gas.
3) Nadila Sekar Zahida: Penggunaan kultur starter dalam proses fermentasi
bertujuan untuk menghindari kegagalan fermentasi dan mempercepat proses
fermentasi. Dengan demikian, pemilihan kultur starter yang digunakan
dalam proses fermentasi sangat menentukan mutu produk akhir yang
dihasilkan.

Kriteria yang digunakan dalam pemilihan kultur starter:

− Mempunyai kemampuan menghasilkan konsistensi tekstur optimal,


memperbaiki viskositas dan flavor,
− Kultur mudah dipelihara dan dapat dipertahankan stabilitasnya
− Tidak mempunyai kecenderungan menginduksi terjadinya sineresis
− Toleransi yang sesuai terhadap gula
− Tetap beraktivitas dan tahan terhadap adanya bakteriofoge
− Mampu memproduksi asam secara cepat dan mempunyai toleransi
terhadap asam
− Masih tetap aktif dengan viabilitas tinggi selama penyimpanan suhu
rendah sampai akhir masa simpan
− Mempunyai kemampuan mempertahankan flavor setelah proses
produksi

Anda mungkin juga menyukai