(percobaan 11)
Dalam istilah sehari-hari pada buah-buahan kita kenal menjadi 2 macam istilah yang sulit
dibedakan, ialah pematangan atau maturity yang berarti bahwabuah tersebut menjadi matang
atau tua yang kadang-kadang belum bias dimakankarena rasanya yang belum enak dan istilah
ripening atau pemasakan, dimanabuah yang sudah baik untuk dimakan yang mempunyai rasa
enak (Afandi, 1984).
Suhu juga berpengaruh terhadap aktivitas etilen. Pembentukan etilen dalam jaringan-jaringan
tanaman dapat dirangsang oleh adanya kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh
karena itu adanya kerusakan mekanis pada buah-buahan yang baik di pohon maupun setelah
dipanen akan dapat mempercepat pematangannya.
Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat merangsang produksi ethylene. Pada buah Peach
yang disinari dengan sanar gama 600 krad ternyata dapat mempercepat pembentukan
ethylene apabila dibeika pada saat pra klimakterik, tetapi penggunaan sinar radioaktif tersebut
pada saat klimakterik dapat menghambat produksi ethylene.
Produksi ethylene juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu renah maupun suhu
tinggi dapat menekan produk si ethylene. Pada kadar oksigen di bawah sekitar 2 % tidak
terbentuk ethylene, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu suhu rendah dan
oksigen renah dipergunakan dalam praktek penyimpanan buah-buahan, karena akan dapat
memperpanjang daya simpan dari buah-buahan tersebut.
Aktifitas ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu, misalnya
pada Apel yang disimpan pada suhu 30 C, penggunaan ethylene dengan konsentrasi tinggi
tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses pematangan maupun pernafasan.
Pada suhu optimal untuk produksi dan aktifitas ethylene pada bah tomat dan apel adalah 320
C, untuk buah-buahan yang lain suhunya lebih rendah.
Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat
memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam serta mengalami peningkatan laju
respirasi pada akhir fase kemasakan. Sedangkan buah non klimaterik adalah buah yang
kandungan amilumnya sedikit dan pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju
respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah dan tidak
terjadi peningkatan laju respirasi pada akhir fase pemasakan (Nakasone, H. Y. and Paull, R.
E. 1998).
Pertama, kita lihat dari segi kandungan amilum. Jeruk memiliki kandungan amilum yang
sedikit sehingga bila dipanen masih muda tidak akan menjadi masak seperti mangga. Kedua
dari segi fase pemasakan,sebagian besar pemanenan jeruk yang tepat adalah pada saat buah
telah masak dan belum memasuki fase akhir pemasakan buah. Hal ini dilakukan agar daya
simpannya lebih lama. Ketiga, buah jeruk tidak memberikan respon terhadap etilen dalam hal
pematangan buah kecuali dalam hal degreening (penurunan kadar klorofil). Terakhir, buah
jeruk tidak menunjukkan perlibahan (peningkatan) laju produksi ethilen dan C02 setelah
dipanen, artinya buah jeruk harus dipanen setelah masak di pohon karena tidak mengalami
pemeraman. Dari pernyataan-pernyataan diiatas, maka dapat kita simpulkan bahwa buah
jeruk merupakan buah Non klimaterik (Nakasone, H. Y. and Paull, R. E. 1998).
a) Peralatan
b) Bahan
d) Prosedur
Percobaan 11. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Etilen Dalam Pematangan Buah-
Buahan
Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup pada waktu-waktu tertentu. Etilen juga
merupakan suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon
yang aktif dalam proses pematangan.Disebut hormon karena memenuhi kriteria sebagai
hormon tanaman yaitu bersifat mobil (mudah bergerak) dalam jaringan tanaman dan
merupakan senyawa organik.
Etilen dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses
pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Senyawa ini disamping dapat memulai
proses klimaterik, juga dapat mempercepat terjadinya klimaterik.
Selama proses pematangan terjadi beberapa perubahan seperti warna, tekstur, citarasa dan
flavor, yang menunjukkan terjadinya perubahan komposisi.
Pada pengamatan terhadap karakteristik organoleptik yang meliputi warna, aroma dan tekstur
selama 6 kali pengamatan secara berturut-turut dapat terlihat jelas perubahannya baik dari
segi warna, aroma dan tekstur. Semakin hari tekstur buah akan semakin lunak, warnanya
semakin bertambah kuning dan aromanya semakin lama tercium tajam.
Selama proses pematangan, warna hijau pada buah berkurang, hal ini disebabkan terjadi
degradasi klorofil yang dapat disebabkan oleh penurunan pH, oksidasi dan aktivitas enzim
klorofilase. Selain terjadi perubahan warna juga terjadi perubahan aroma, dimana pada saat
pematangan, zat aroma bersifat volatil mulai terbentuk. Sebagian besar senyawa volatil yang
terbentuk adalah etilen. Pada umumnya senyawa volatil pada pisang lebih aromatis
dibandingkan dengan jeruk.