Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN


ACARA 2
PEMATANGAN BUAH

Semester :
Genap 2013/2014
Oleh :
Eko Handoyo Aji Purnomo
A1L111010
Pararel 2

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam budidaya pertanian, hal-hal sedikit apapun yang menyangkut


produktivitas harus selalu diperhatikan, Khususnya pada komoditi buah-buahan yang
berhubungan dengan penanganan pasca panen. Pada buah-buahan, untuk melakukan
suatu metode pasca panen yang baik harus diawali dengan proses pemanenan yang
terarah. Mutu yang baik, diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat
kemasakan yang tepat. Buah-buahan yang diambil pada waktu yang belum saatnya
akan menumbulkan mutu dan pematangan yang salah, begitu pula jika pemungutan
buah-buahan yang tertunda dapat mengakibatkan pembusukan. (Pantastico.1986)
Buah merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi asupan gizi.
Buah mengandung beberapa komponen vitamin maupun mineral yang sangat
diperlukan oleh manusia dalam proses metabolisme dalam tubuh. Buah dibedakan
menjadi dua macam, yaitu: buah klimakterik dan buah non klimakterik. Buah
klimakterik adalah buah yang mengalami lonjakan respirasi dan produksi etilen
setelah dipanen. Sedangkan buah non klimakterik adalah buah yang tidak mengalami
lonjakan respirasi maupun etilen sehingga ketika dipanen buah non klimakterik harus
dipanen pada saat matang utuh, hal ini berbeda dengna buah non klimakterik yang
harus mengalami pemeraman untuk mencpai kematangan.

Jenis buah klimakterik antara lain alpukat, pisang, mangga, durian, dan
lainnya. Sedangkan untuk non-klimakterik adalah buah semangka, melon, jambu,
jeruk dan lainnya.
Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, pada umumnya
buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimia maupun fisiknya.
Rangkaian

perubahan

tersebut

mempunyai

implikasi

yang

luas

terhadap

metabolismedalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaitu perubahan


kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya. Perubahan tingakat
keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhi aktifitas beberapa enzim
diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu mengkatalis degradasi
protopektinyang tidak larut menjadi substansi pectin yang larut. Perubahan komposisi
substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasan buah-buahan. (Pantastico.1986)

B. Tujuan
1. Mengetahui dapat tidaknya pematangan buah dipacu dengan gas pematangan
buah.
2. Membandingkan kecepatan pematangan buah secara alami dan secara dipacu
dengan gas pematangan buah.
3. Membandingkan mutu buah dari buah yang dimatangkan secara alami dan secara
dipacu.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pematangan buah yaitu mengacu pada perubahan yang terjadi setelah
pendewasaan penuh, yang dicirikan oleh melunaknya daging buah, terbentuknya

karakteristik aroma dan peningkatan kandungan cairan buah. Pematangan buah


dapat terjadi baik sebelum maupun sesudah buah dipetik.
Selama proses pematangan buah terjadi kehilangan klorofil dan peningkatan
kadar pigmen lain, seperti karotenoid. Perubahan karotenoid memang meningkat
atau hanya merupakan perubahan yang bersifat pemunculan, artinya dengan
hilangnya klorofil maka karotenoid yang sebelumnya memang susah ada pada
permukaan buah kini menjadi makin terlihat jelas. Pigmen ketiga yang mengalami
perubahan adalah antosianin, misalnya pada beberapa varietas apel terdapat
bayangan warna ungu yang menandakan adanya antosianin ( Zulkarnain, 2009).
Senyawa etilen sering digunakan sebagai pelarut dan bahan pelunak
(pelembut). Pada bidang pertanian etilen digunakan sebagai zat pemasak buah.
Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, griberelin
dan sitokinin. Etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana
sekali, jika dalam kedaan normal. Etilen di alam akan berpengaruh apabila terjadi
perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam
proses pematangan buah dalam fase klimaterik (Fatkhomi,2009).
Proses sintesis protein terjadi pada proses pematangan seacra alami atau
hormonal, yaitu protein disintesis secepat dalam proses pematangan. Pematangan
buah dan sintesis protein terhambat oleh siklohexamin pada permulaan fase
klimatoris setelah siklohexamin hilang, maka sintesis etilen tidak mengalami
hambatan. Sintesis ribonukleat juga diperlukan dalam proses pematangan. Etilen
akan mempertinggi sintesis RNA pada buah mangga yang hijau (Fatkhomi,2009).
Etilen dapat juga terbentuk karena adanya aktivitas auksin dan etilen mampu
menghilangkan aktivitas auksin karena etilen dapat merusak polaritas sel transport,

pada kondisi anearob pembentukan etilen terhambat, selain suhu O2 juga


berpengaruh pada pembentukan etilen. Laju pembentukan etilen semakin menurun
pada suhu di atas 30 0 C dan berhenti pada suhu 40 0 C, sehingga pada penyimpanan
buah secara masal dengan kondisi anaerob akan merangsang pembentukan etilen
oleh buah tersebut. Etilen yang diproduksi oleh setiap buah memberi efek komulatif
dan merangsang buah lain untuk matang lebih cepat (Fatkhomi,2009).
Buah yang dipetik dari pohon (panen) adalah buah yang telah matang petik.
Buah yang matang petik mempunyai daging buah yang berwarna merah atau kuning
cerah dan sebagainya, bila kulit buah dilukai tidak banyak mengeluarkan getah dan
rasanya agak manis. Buah ini harus dilindungi dari memar dan luka, karena pelukaan
dapat mempercepat terjadinya penurunan mutu . Jika disimpan pada suhu kamar,
dalam tiga hari buah sudah matang konsumsi dimana daging buah menjadi lunak,
dan lebih manis. Buah yang sudah matang konsumsi, dalam 4 hari saja sudah mulai
membusuk. Agar buah yang matang konsumsi tidak cepat membusuk perlu
dilakukan penyimpanan pada suhu dingin (7,2 0 C) dengan kelembaban relatif 8590. Pada kondisi tersebut diperkirakan buah pepaya mempunyai daya tahan simpan
selama 15 sampai 20 hari. (Pantastico.1986)
Buah-buahan yang diketegorikan klimakterik adalah buah dan sayuran yang
melakukan respirasi naik turun. Hal ini dapat dilihat dari jumlah karbon dioksida
yang dihasilkan pada saat mendekati senescense, dimana secara tiba-tiba
karbondioksida meningkat dan selanjutnya menurun lagi. Sedangkan pada buahbuahan lainnya jumlah karbon dioksida yang dihasilkan menurun secara perlahan
ampai pada saat senescense. (Santoso.1986)

Berapa buah yang tergolong klimakterik adalah apel, aprikot, pisang blueberry
dan manggis. Sedangkan non klimakterik diantaranya cherry, mentimun, anggur,
nenas dan sebagainya. Secara fisik buah-buahan sulit untuk diklasifikasikan
melainkan hanya dengan melihat pola respirasinya. (Santoso.1986)

III.

METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain: buah pisang matang dan mentah,
dan karbit. Alat-alat yang digunakan antara lain: Ember plastik bertutup, kertas koran,
kertas koran, dan kertas label.
B. Prosedur Kerja
1. Siapkanlah alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Setiap kelompok menggunakan 3 ember plastik bertutup, 3 sisir pisang, 2
buah pisang matang, dan 0,5 ons karbit.

3. Berilah label pada ketiga ember tersebut. Ember pertama berilah label PA
(Pematangan Alami), Ember kedua PPM (Pematangan dengan Pisang
Matang), dan Ember ketiga PK (Pematangan dengan Karbit).
4. Masukkanlah kertas koran pada alas ketiga ember tersebut.
5. Timbanglah karbit sekitar 0,5 ons.
6. Bungkuslah karbit dengan sehelai kain secukupnya dan ikatlah dengan karet
gelang.
7. Letakkanlah karbit pada kertas koran yang ada diember berlabel PK.
8. Letakkanlah 2 buah pisang matang pada kertas koran yang ada pada ember
berlabel PPM.
9. Masukkanlah satu sisir pisang mentah pada setiap ember.
10. Letakkanlah kertas koran diatas pisang mentah.
11. Tutuplah ember dengan penutupnya secara rapat.
12. Berilah label kembali pada setiap ember dengan tanggal praktikum, nomor
kelompok, dan nomor rombongan.
13. Lakukanlah pengamatan setiap hari terhadap perubahan warna kulit pada
pisang mentahnya.
14. Setelah kulit pisang berwarna kuning merata, amatilah rasa dan kekerasan
buahnya.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

(Terlampir).
B. Pembahasan
Pematangan merupakan peristiwa fisiologi yang kompleks yang terpisahpisah tetapi saling berkaitan, sebagai akibat perubahan biologi dan biokimia yang
terjadi pada tingkat molekuler, sub seluler dan seluler. Perubahan tersebut
memberikan kualitas dalam bentuk tekstur, warna, rasa dan aroma.
Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu
dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses
pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama
pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi berbeda
karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara perlahan, buah
tersebut digolongkan non klimaterik. Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses

klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik menaik, puncak
klimakterik dan klimakterik menurun. (Santoso.1986)
Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali perubahan yang
berlangsung. Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan auto stimulation
dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan
proses respirasi. Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan
menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan
serta meningkatnya sintesis protein dan RNA. (Pantastico.1986)
Pematangan buah yang tepat dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas
produk yang akan dipasarkan. Berikut adalah beberapa cara pematangan buah,
khususnya pisang:
1. Pemeraman dengan daun tanaman
Berdasarkan penggunaan daun, cukup dengan menggunakan 10% dari berat
buah pisangnya. Daun dapat diletakkan sebagai bantalan pada dasar kemasan buah,
kemudian diletakkan pisang, daun, dan pisang secara berselang-seling, kemudian
ditutup dan dibiarkan 36 jam. Setelah waktu tersebut, buah dapat dikeluarkan dan
dibiarkan matang sempurna. Penggunaan jumlah daun yang semakin banyak makin
cepat buah menjadi matang dan akibatnya buah juga cepat rontok. Karena buah
terpacu cepat matang, maka respirasi berjalan cepat, karbohidrat yang dirombak juga
banyak dan menghasilkan air dan gas karbondioksida sehingga menyebabkan susut
bobotnya cukup besar. (Satuhu.2007)
2. Pemeraman dengan ethrel

Ethrel atau ethepon adalah suatu larutan yang mengandung bahan aktif
2chloro ethyl phosponic acid yang dapat menghasilkan etilen secara langsungpada
jaringan tanaman. Dengan timbulnya etilen maka kematangan buah dapat dipercepat.
Semakin tinggi konsentrasi ethrel yang digunakan perubahan warna dan pelunakan
buah semakin cepat, dan pemacuantersebut mempercepat penurunan kadar pati
diiringi dengan peningkatan kadar gula dan kadar asamnya. Hal tersebut
membuktikan bahwapenggunaan ethrel dapat menyeragamkan kematangan pada
pisang yang seringkali tidak merata. Dalam penerapannya, buah dicelup dalam
larutan ethrel 1000 ppm selama 30 detik (1 ml dalam 1 liter air bersih), dan menjadi
matang penuh dalam waktu 3 sampai 4 hari. (Satuhu.2007)
3. Pemeraman dengan kalsium karbida.
Kalsium karbida untuk mempercepat pematangan buah pisang, karena mudah
diperoleh, murah dan praktis. Caranya, batu karbit sebanyak 0,05% dari berat buah
pisang, dibungkus dengan kertas koran dan dipercikkan air. Karbit kemudian
diletakkan pada bagian bawah kemasan, kemudian diletakkan buah pisang dan
ditutup rapat. Kondisi demikian dibiarkan selama 36 jam dalam ruangan dengan
sirkulasi udara yang baik. Setelah waktu stimulasi tercapai, buah dikeluarkan dan
diatur pada rak-rak untuk memberi kesempatan matang sempurna. Dengan kalsium
karbida lebih cepat matang, ditunjukkan dengan puncak produksi etilen yang telah
tercapai pada hari ke 3 sampai hari ke 4, sementara pada buah tanpa perlakuan baru
mencapai puncak pada hari ke 7. (Satuhu.2007)

Penggunaan dosis kalsium karbida hingga 0,20% dari berat buah tidak
memberikan pengaruh pada kecepatan matangnya maupun perubahan total padatan
terlarut dan total asamnya. Salah satu keuntungan pemeraman dengan kalsium
karbida adalah dapat diterapkan bersamaan pengemasan dan selama pengiriman yang
tidak melebihi 36 jam. Sampai di tempat tujuan, buah pisang dikeluarkan dari
kemasan dan diangin-anginkan paling tidak satu hari, baru dapat dipasarkan dan
dikonsumsi. Namun, kelemahannya, karena buah cepat matang maka buah pisang
mudah rontok dan cepat rusak ditandai dengan bintik-bintik coklat pada permukaan
kulit. (Satuhu.2007)
4. Pemeraman dengan gas etilen atau asetilen.
Pemeraman pisang dapat pula dilakukan menggunakan gas etilen atau
asetilen. Asetilen adalah gas yang sering digunakan untuk keperluan mengelas.
Penggunaan gas dalam pemeraman lebih baik dibanding dengan karbit. Penggunaan
gas lebih efektif bila buah yang diperam mengandung enzim oksidase, karena gas
berfungsi sebagai koenzim. Disamping itu, gas berfungsi untuk mengubah warna
kulit buah dari hijau menjadi kuning dan mempercepat kematangan buah.
(Satuhu.2007)
Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan
tepung dan penimbunan gula (Kusumo, 1990). Proses pemecahan tepung dan
penimbunan gula tersebut merupakan proses pemasakan buah dimana ditandai
dengan terjadinya perubahan warna, tekstur buah dan bau pada buah atau terjadinya
pemasakan buh. Kebanyakan buah tanda kematangan pertama adalah hilangnya

warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laut berkurang.
Saat terjadi klimaterik klorofilase bertanggung jawab atas terjadinya penguraian
klorofil. Penguraian hidrolitik klorofilase yang memecah klorofil menjadi bagian vital
dan inti porfirin yang masih utuh, maka klorofilida yang bersangkutan tidak akan
mengakibatkan perubahan warna. Bagian profirin pada molekul klorofil dapat
mengalami oksidasi atau saturasi, sehingga warna akan hilang. Lunaknya buah
disebabkan oleh adanya perombakan photopektin yang tidak larut. Pematangan
biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis
(Fantastico, 1986).
Etilene (C2H4) adalah suatu senyawa kimia yang mudah menguap, yang
dihasilkan dalam proses masaknya hasil tanaman. Produksi etilena erat hubungannya
dengan aktivitas respirasi yaitu banyaknya penggunaan oksigen pada prosesnya,
karena itu apabila etilen banyak maka biasanya aktivitas respirasi meningkat dengan
ditandai oleh meningkatnya penyerapan oleh tanaman. Namun demikian pemacu
aktivitas respirasi oleh etilena dapat dikatakan mempunyai sifat yang berbeda pada
hasil tanaman yang klimaterik dan non klimaterik, pada hasil tanaman klimaterik
pengaruh itu tidaklah begitu nyata karena disini walaupun terdapat jumlah oksigen
yang banyak pada kenyataannya oksigen tersebut tidak banyak jumlahnya yang
diserap untuk respirasi, sehingga produksi etilena sangat minim. Semakin tinggi
produksi etilena maka aktivitas respirasinya menjadi semakin meningkat, yaitu
dengan ditandai dengan makin banyaknya oksigen yang diserap. Etilena terbentuk
dalam buah yang sedang mengalami pemasakan, terdapat banyak petunjuk bahwa

etilena tersebut aktif sebagai hormon dalam pemasakan buah pada tanaman (Kusumo,
S. 1990).
Hipotesa antara hubungan etilen dan pematangan buah :
1. Pematangan diartikan sebagai perwujudan dari proses mulainya proses kelayuan
dimanha antar sel menjadi terganggu.
2. Pematangan diartikan sebagai fase akhir dari proses penguraian substrat dan
merupakan proses yang dibutuhkan oleh bahan untuk sintesis enzim spesifik
dalam proses layu (Heddy,1989).
Buah pisang, terutama yang matang, memiliki beberapa kandungan seperti
protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, serat, beberapa vitamin (A,B1, B2 dan
C), zat besi, dan niacin. Kandungan mineralnya yang menonjol adalah kalium Zat-zat
tersebut sangat diperlukan dalam tubuh manusia. Bukan itu saja, pisang termasuk
buah yang murah-meriah dan mudah didapat sepanjang tahun. pemasakan yang lebih
cepat, yakni menggunakan karbit (kalsium karbor). Jangankan buah pisang yang
umurnya tua, pisang yang umurnya masih tergolong muda (belum siap panen) pun
akan segera matang walau dari sisi aroma atau rasa kurang nyaman. (Pantastico.1986)
Pada acara praktikum pematangan kali ini menggunakan 3 perlakuan, yaitu
PA (pematangan alami), PPM (pematangan dengan pisang matang), dan PK
(pematangan dengan karbit). Berdasarkan hasil pengamtan yang dilakukan selama 10
hari tingkat tingkat pematangan buah yang ditandai dengan berbagai indikator,
seperti warna, kecepatan kematangan, tekstur dan rasa pada ke-3 perlakuan relatif
sama, namun bila diamati dengan teliti pada hari ke-4 buah pisang dengan perlakuan

PK memiliki tingkat pematangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan


lainnya. Namun mutu buah yang dimatangkan secara alami lebih baik dari buah yang
matang secara dipacu karena kandungan karbohidrat dan zat patinya masih kurang.
Fungsi koran yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai upaya dalam
mencegah terjadinya penguapan dari gas etilen, menstabilkan suhu. Buah yang
matang juga bisa menghasilkan etilen sehingga dapat memacu pematangan buah
lainnya apabila disatukan pada buah yang belum matang, namun kecepatan
pematangannya tidak secepat apabila menggunakan gas pemacu pertumbuhan/karbit.

V.

SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan

1. Pematangan merupakan peristiwa fisiologi yang kompleks yang terpisahpisah tetapi saling berkaitan, sebagai akibat perubahan biologi dan biokimia
yang terjadi pada tingkat molekuler, sub seluler dan seluler. Perubahan
tersebut memberikan kualitas dalam bentuk tekstur, warna, rasa dan aroma.
2. Perlakuan PK (pematangan dengan karbit) memiliki tingkat pematangan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun mutu buah yang
dimatangkan secara alami lebh baik dari buah yang matang secara dipacu
karena kandungan karbohidrat dan zat patinya masih kurang.
3. Gas ethylen dan karbit dapat memacu pematangan buah karena Hormon ini
akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik.
4. Buah pisang yang dipacu dengan gas pematangan buah lebih cepat matang
dibanding dengan pematangan buah secara alami.
B. Saran

Kelengkapan alat lebih diperbanyak lagi, agar proses praktikum berjalan


dengan kondusif.

DAFTAR PUSTAKA

Fatkhomi,Farid.2009.Pemasakan Buah. http://wordbiology.wordpress.com/2009/


01/20/pemasakan-buah.Diakses tanggal 12 April 2014
Hall, J.L.1984. Plany Cell Structure and Metabolism. Language Book society.
English.
Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali, Jakarta.
Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuhan Tanaman. Yasaguna. Jakarta.
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Santoso, dkk. 1986. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura.
Indonesia Australia Eastern Universities Project : Bogor.
Satuhu, S., Ahmad, S. 2007. PISANG Budidaya Pengolahan & Prospek Pasar.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Zulkarnain, H.2009. Dasar dasar hortikultura. Bumi aksara. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai