Anda di halaman 1dari 10

Pemasakan klimaterik dan non klimaterik

I.PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui proses dan teknik pemasakan buah
klimaterik dan non klimaterik.

1.2 Latar Belakang


Klimaterik dapat diartikan sebagai keadaan buah yang stimulasi
menuju kematangannya terjadi secara auto (auto stimulation). Proses
tersebut juga disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi.
Klimaterik juga merupakan suatu periode mendadak yang unik bagi
buah-buahan tertentu. Selama proses ini terjadi serangkaian
perubahan biologis yang diawali dengan pembentukan etilen, yaitu
suatu senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu ruang
berbentuk gas. Buah-buahan yang tergolong ke dalam buah-buah
klimaterik adalah :pisang, mangga, pepaya, adpokat, tomat, sawo, apel
dan sebagainya. Sebaliknya buah-buahan yang tidak mempunyai pola
seperti buah klimaterik diklasifikasikan sebagai buah nonklimaterik.
Contoh buah-buahan yang tergolong ke dalam kelompok buah
nonklimaterik ialah semangka, jeruk, nenas, anggur, ketimun dan
sebagainya.
Buah klimaterik ditandai dengan peningkatan CO2 secara
mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah
suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu,
dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis
yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai
dengan terjadinya proses pematangan. Buah klimaterik menghasilkan
lebih banyak etilen pada saat matang dan mempercepat serta lebih
seragam tingkat kematangannya pada saat pemberian etilen.
(Febrianto, 2009).

II. TINJAUAN PUSTAKA


Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali perubahan yang
berlangsung (Zimmermar, 1961). Klimaterik juga diartikan sebagai
suatu keadaan auto stimulation dalam buah sehingga buah menjadi
matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi.
Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi
layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang
dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA dapat
disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang
unik bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan
etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah, buah
menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan
buah, sehingga disebut buah klimaterik.
Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat
dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan
klimakterik menurun. Buah-buah yang mengalami proses klimakterik
diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya, peach dan pear
karena buah-buahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2
yang mendadak selama pematangan buah. Buah-buah yang
mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu
ketimun, anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo,
1990).
Buah Non Klimaterik (Lengkeng)
Lengkeng memiliki keistimewaan pada buahnya yang memiliki rasa
manis dan sangat jarang ditemukan asam, berbeda halnya dengan
kerabatnya seperti rambutan atau leci, dan aroma yang wangi. Hal
tersebut merupakan salah satu alasan buah lengkeng dihargai tinggi di
kawasan Asia. Asia memproduksi lebih dari 90% total produksi buah
lengkeng dunia. Meskipun demikian, lengkeng belum banyak dikenal di
luar Asia.

Salah satu yang menghambat pemasaran buah lengkeng di luar Asia


adalah sifatnya yang mudah rusak. Kulit buah lengkeng berubah
menjadi keriput, kaku dan kecoklatan segera setelah dipanen. Jika tidak
ditangani dengan baik, buah lengkeng menjadi rusak/busuk.
4.2 Pembahasan
Dalam praktikum penentuan buah klimaterik dan non klimaterik
kali ini dapat diketahui bahwa kerusakan yang paling parah ada pada
pisang pada hari ke enam pisang mengalami pembusukan pada
pangkal buah dan memar pada bagian kulit hal ini menunjukan bahwa
buah pisang merupakan buah Klimaterik karena pada suatu periode
mendadak yang khas pada buah pisang, dimana selama proses
tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan
proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya
proses pematangan. Berbagai macam buah klimaterik menghasilkan
lebih banyak etilen pada saat matang dan mempercepat serta lebih
seragam tingkat kematangannya pada saat pemberian etilen.
Sedangkan untuk singkong tidak terjadi penurunan berat
yang siknifikan yaitu dari 241gr menjadi 242gr, tekstur dan warnanya
juga sama tidak menunjukan adanya perubahan yaitu keras dan
berwarna cokelat hal ini menunjukan bahwa singkong termasuk non
klimaterik, sama seperti buah jeruk karena buah ini adalah buah yang
tidak mengalami lonjakan respirasi maupun etilen sehingga ketika
dipanen buah non klimakterik harus dipanen pada saat matang utuh,
hal ini berbeda dengna buah non klimakterik yang harus mengalami
pemeraman untuk mencpai kematangan.
Pada buah-buahan kita kenal menjadi 3 macam tingkatan
berdasarkan kematangannya yaitu pematangan atau maturity yang
berarti bahwa buah tersebut menjadi matang atau tua yang kadangkadang belum bisa dimakan karena rasanya yang belum enak dan
istilah ripening atau pemasakan, dimana buah yang sudah baik untuk
dimakan yang mempunyai rasa enak, dan senescence atau
pembusukan, pada kondisi ini buah telah mengalami kerusakan
sehingga tidak layak lagi jika dikonsumsi, kematangan buah
disebabkan oleh banyak hal seperti aktivitas respirasi buah, produksi
etilen, penguraian senyawa pokok pada buah seperti karbohidrat dan
juga asam-asam organic menjadi senyawa yang lebih sederhana lagi
hal ini merupakan akibat dari metabolisme dalam jaringan tumbuhan.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa Buah klimaterik


adalah buah yang banyak mengandung amilum, seperti pisang,
mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu kematangannya dengan
etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang
dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah
yang diperam. Buah nonklimaterik adalah buah yang kandungan
amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas.
Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi,
tetapi tidak dapat memacu produksi etilen endogen dan pematangan
buah.
5.2 Saran
Dalam kegiatan praktikum transpirasi sebaikya mengunakan bahan
yang berbeda jenisnya supaya bagian dan jenis yang diamati beragam.

Buah klimaterik dan non klimaterik


KLIMATERIK DAN NON KLIMATERIK

Buah-buahan dapat dikelompokkan berdasarkan laju pernapasan mereka di saat


pertumbuhan sampai fase senescene menjadi kelompok buah-buahan klimakterik dan
kelompok buah-buahan non klimakterik (Biale dan Young, 1981), seperti terlihat dalam Tabel
5.
Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, selepas dipanen, secara normal
memperlihatkan suatu laju penurunan pernafasan sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh
hentakan laju pernafasan yang cepat sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak
pernafasan klimakterik.

Tabel 5. Buah-buahan tropis klimakterik dan non klimakterik


NAMA UMUM
NAMA ILMIAH
KLIMAKTERIK
Persea americana
Advokad
Musa sepientum
Pisang
Artocarpus altilis
Nangka
Psidium guajava
Jambu

R Mangga
Pepaya
Markisa (passion fruit)
NON KLIMAKTERIK
Buah Mete
Jeruk Bali / Grafe fruit
Lemon
Lychee
Orange
Nenas

Mangivera indica
Carica papaya
Passi flora edulis
Anacardium occidentale
Citrus paradisi
Citrus lemonia
Litchi chinenses
Citrus cinensis
Ananas comosus

Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas kemrampo yang tepat,
dikspos selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih tinggi dari threshold
minimal, maka terjadilah rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi (irreversiable
ripening).
Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak
memperlihatkan terjadinya hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut
diekspose dengan kadar ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira-kira sama dengan kadar bila
terekspose ethylene ruangan, kalau ada tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi
segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi pada laju kondisi istirahat normal, bila
kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene terjadilah suatu respon yang kirakira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature (tetapi belum matang)
terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti mislnya degreening atau hilangnya
warna hijau.
Meskipun secara ilmiah dan physiologis dapat ditunjukkan adanya perubahanperubahan yang terjadi yang memungkinkan untuk melakukan klasifikasi sifat dan tabiat
buah-buahan lepas panen, tetapi parameter yang sangat mudah dan lebih bermanfaat dan
bermakna bagi konsumen adalah parameter perubahan lain yang lebih praktis sifatnya yang
terjadi selama proses pematangan.

Parameter-parameter yang dimaksud adalah : terjadinya pelunakan sera terjadinya


sintesa karotinoid. Demikian juga halnya dengan terjadinya perubahan warna eksternal
seperti terjadinya pemecahan (breakdown), khlorophyl, sehingga membuka tabir lapisan
karotenoid dalam kulit pisang, terjadinya perubahan dari warna hijau menjadi kuning
(Marriot,980).
Demikian halnya dengan terjadinya perubahan-perubahan internal dalam buah
terhadap komposisi yang dikandungnya. Seperti misalnya pemecahan pati menjadi sukrosa
dan gula pereduksi serta turunnya kandungan dalam buah mangga (Bhatnagar dan
Subramangan, 1973).
Dan khususnya dalam pengembangan timbulnya sifat karakteristik flavor buahbuahan. Perubahan mana juga terjadi bila buah-buahan klimakterik tua (mature) dieksposa
dengan gas ethylene. Sesungguhnya penting untuk diamati bahwa pengeluaran gas ethylene
juga terjadi sewaktu buah menjadi matang. Pengeluaran ethylene dari dalam buah merupakan
salah satu karakteristik dari proses pematangan buah.
Berikut disajikan dalam Tabel 6 rekapitulasi perubahan-perubahan selama proses pematangan
buah yang terjadi secara komersial.

Salah satu kesulitan yang dialami secara komersial dalam menghadapi pematangan
buah adalah bagaimana caranya mengendalikan proses tersebut secara teliti. Berdasarkan
pengaruh lingkungan, para pengamat cenderung untuk bergantung terhadap beberapa

parameter seperti perubahan yang kasat mata saja seperti terjadinya atau tumbuhnya warna
merah pada kulit buah, atau parameter perubahan kimia yang mudah diukur. Seperti misalnya
peningkatan kadar gula pereduksi dan penurunan derajat keasaman.
Perubahan tingkat kekerasan (firmness) atau tekstur buah, meskipun secara jelas dapat
digunakansebagai parameter penting bagi konsumen, ternyata kurang gampang dihayati dan
dimengerti, dan akibatnya lebih sulit dilakukan kuantifikasi, sebaiknya perubahan flavor
(citarasa) yang merupakan kepedulian utama konsumen dianggap lebih penting diasumsikan
sebagai cerminan dari perubahan-perubahan fisikokimia.
Karena itu telah menjadi kepedulian yang sangat besar bagi industri buah-buahan agar
secar penuh manusia dapat mempengaruhi perubahan laju pematangan dengan cara
melakukan manipulasi suhu, atau konsentrasi ethylene, yaitu pada saat sebelum dan sewaktu
proses pematangan buah (ripening) terhadap setiap kultural atau spesies buah-buahan.
Proses penuaan buah (maturity) sangat penting dikuasai mekanismenya. Salah satu
aspek dari maturitas adalah pengembangan kapasitas buah untuk mampu menjadi matang.
Dalam suatu spesies buah atau kultivar tertentu respon terhadap ethylene sangat dipengaruhi
bukan saja oleh derajat maturity buah tetapi juga oleh konsentrasi relatif dari plant growth
regulator lainnya, seperti misalnya asam giberilat, serta terhadap kadar mineral yang ada di
dalam buah.
Suatu contoh, perlakuan pemberian larutan kalsium khlorida terhadap buah advokad,
ternyata mampu menghambat respirasi, dan sekaligus memperlambat terjadinya klimakterik
dan menekan puncak produksi ethylene (Ingwa and Young, 1984). Pengaruh mana tidak
terjadi terhadap buah pisang (Will et al., 1982).
Dalam pustaka yang telah diketahui pengaruh ethylene terhadap proses pematangan
buah (ripening) ternyata masih sangat terbatas kurang informasi yang diperlukan terhadap

senyawa-senyawa lain yang harus dilibatkan dalam mengatur proses metabolisme termasuk
proses pematangan buah.
Di samping itu harus dipahami mengenai faktor lain sebelum menangani buah-buahan
tropis khususnya betapa pentingnya faktor sifat kepekaan terhadap chilling enjuries. Ekspose
buah-buahan tropis pada suhu lebih rendah dari nilai threshold kritis, akan berakibat gagalnya
buah mencapai tingkat kematangan yang normal.

Proses Klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia


yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan keanaikan
jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Etilen yang
dihasilkan pada pematangan mangga akan meningkatkan proses respirasinya.
Tahap dimana mangga masih dalam kondisi baik yaitu jika sebagian isi sel terdiri
dari vakuola.
Perubahan fisiologi yang terjadi sealam proses pematangan adalah terjadinya proses respirasi
kliamterik, diduga dalam proses pematangan oleh etilen mempengaruhi respirasi klimaterik
melalui dua cara, yaitu:

1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi


besar, hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi
dipercepat.
2. Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang
sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses
pematangan dan proses klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi.
Tentang iklan-iklan ini
Pematangan
Proses pematangan buah sangat menarik untuk dipelajari. Perubahan yang secara umun mudah
diamati adalah berubahnya warna kulit yang tadinya hijau menjadi kuning, buah yang tadinya
bercita rasa asam menjadi manis, tekstur yang tadinya keras menjadi empuk (lunak), serta
timbulnya aroma khas karena terbentuknya senyawa-senyawa volatil atau senyawa-senyawa yang
mudah menguap. Proses pematangan diartikan sebagai suatu fase akhir dari proses penguraian
substrat dan merupakan suatu proses yang dibutuhkan oleh bahan untuk mensintesis enzim-enzim
yang spesifik yang di antaranya digunakan dalam proses kelayuan

Anda mungkin juga menyukai