I.PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui proses dan teknik pemasakan buah
klimaterik dan non klimaterik.
R Mangga
Pepaya
Markisa (passion fruit)
NON KLIMAKTERIK
Buah Mete
Jeruk Bali / Grafe fruit
Lemon
Lychee
Orange
Nenas
Mangivera indica
Carica papaya
Passi flora edulis
Anacardium occidentale
Citrus paradisi
Citrus lemonia
Litchi chinenses
Citrus cinensis
Ananas comosus
Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas kemrampo yang tepat,
dikspos selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih tinggi dari threshold
minimal, maka terjadilah rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi (irreversiable
ripening).
Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak
memperlihatkan terjadinya hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut
diekspose dengan kadar ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira-kira sama dengan kadar bila
terekspose ethylene ruangan, kalau ada tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi
segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi pada laju kondisi istirahat normal, bila
kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene terjadilah suatu respon yang kirakira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature (tetapi belum matang)
terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti mislnya degreening atau hilangnya
warna hijau.
Meskipun secara ilmiah dan physiologis dapat ditunjukkan adanya perubahanperubahan yang terjadi yang memungkinkan untuk melakukan klasifikasi sifat dan tabiat
buah-buahan lepas panen, tetapi parameter yang sangat mudah dan lebih bermanfaat dan
bermakna bagi konsumen adalah parameter perubahan lain yang lebih praktis sifatnya yang
terjadi selama proses pematangan.
Salah satu kesulitan yang dialami secara komersial dalam menghadapi pematangan
buah adalah bagaimana caranya mengendalikan proses tersebut secara teliti. Berdasarkan
pengaruh lingkungan, para pengamat cenderung untuk bergantung terhadap beberapa
parameter seperti perubahan yang kasat mata saja seperti terjadinya atau tumbuhnya warna
merah pada kulit buah, atau parameter perubahan kimia yang mudah diukur. Seperti misalnya
peningkatan kadar gula pereduksi dan penurunan derajat keasaman.
Perubahan tingkat kekerasan (firmness) atau tekstur buah, meskipun secara jelas dapat
digunakansebagai parameter penting bagi konsumen, ternyata kurang gampang dihayati dan
dimengerti, dan akibatnya lebih sulit dilakukan kuantifikasi, sebaiknya perubahan flavor
(citarasa) yang merupakan kepedulian utama konsumen dianggap lebih penting diasumsikan
sebagai cerminan dari perubahan-perubahan fisikokimia.
Karena itu telah menjadi kepedulian yang sangat besar bagi industri buah-buahan agar
secar penuh manusia dapat mempengaruhi perubahan laju pematangan dengan cara
melakukan manipulasi suhu, atau konsentrasi ethylene, yaitu pada saat sebelum dan sewaktu
proses pematangan buah (ripening) terhadap setiap kultural atau spesies buah-buahan.
Proses penuaan buah (maturity) sangat penting dikuasai mekanismenya. Salah satu
aspek dari maturitas adalah pengembangan kapasitas buah untuk mampu menjadi matang.
Dalam suatu spesies buah atau kultivar tertentu respon terhadap ethylene sangat dipengaruhi
bukan saja oleh derajat maturity buah tetapi juga oleh konsentrasi relatif dari plant growth
regulator lainnya, seperti misalnya asam giberilat, serta terhadap kadar mineral yang ada di
dalam buah.
Suatu contoh, perlakuan pemberian larutan kalsium khlorida terhadap buah advokad,
ternyata mampu menghambat respirasi, dan sekaligus memperlambat terjadinya klimakterik
dan menekan puncak produksi ethylene (Ingwa and Young, 1984). Pengaruh mana tidak
terjadi terhadap buah pisang (Will et al., 1982).
Dalam pustaka yang telah diketahui pengaruh ethylene terhadap proses pematangan
buah (ripening) ternyata masih sangat terbatas kurang informasi yang diperlukan terhadap
senyawa-senyawa lain yang harus dilibatkan dalam mengatur proses metabolisme termasuk
proses pematangan buah.
Di samping itu harus dipahami mengenai faktor lain sebelum menangani buah-buahan
tropis khususnya betapa pentingnya faktor sifat kepekaan terhadap chilling enjuries. Ekspose
buah-buahan tropis pada suhu lebih rendah dari nilai threshold kritis, akan berakibat gagalnya
buah mencapai tingkat kematangan yang normal.