Anda di halaman 1dari 3

Dalam praktikum yang berjudul “Pengaruh Etilen Pada Pematangan Buah-Buahan” ini akan

membahas proses pematangan pisang melalui empat perlakuan yang berbeda. Perlakun pertama
yaitu memasukkan pisang mentah ke dalam toples tanpa tutup. Perlakuan kedua, pisang mentah
dimasukkan ke dalam toples dan ditutup. Perlakuan ketiga,Perlakuan ketiga pisang mentah
dimasukkan bersama dengan pisang matang dan toples ditutup. Perlakun keempat, pisang
mentah dimasukkan ke dalam toples dan ditambahkan karbit kemudian ditutup. Tetapi sebelum
dilakukan empat perlakuan tersebut, pisang di uji kekerasan menggunakan penetrometer dan pH-
nya menggunakan kertas pH terlebih dahulu. Pematangan pada pisang biasanya akan
mempengaruhi fisiologisnya seperti warna, rasa, aroma, kualitas, dan tekstur.
Pada perlakuan pertama, pisang yang diletakkan dalam toples terbuka mengalami perubahan
fisiologis dan pematangan. Di hari ke-0, pisang berwarna hijau tua , memiliki aroma getah yang
kuat, memiliki angka kekerasan hanya sebesar 33,8 , pH-nya sebesar 5 dan rasanya sepat. Namun
di hari ke-3, pisang berubah warna menjadi warna hijau muda, angka kekerasannya menjadi 35,
pH-nya tetap yaitu sebesar 5, dan aromanya menjadi sedikit manis. Hal ini menunjukkan bahwa
pisang sudah mulai matang karena mengalami repirasi dan memproduksi etilennya secara alami.
Sesuai dengan pernyataan (Poerwanto dan Anas, 2014) buah klimaterik adalah buah yang pada
saat mencapai kematangan menunjukkan peningkatan laju respirasi dan produksi etilen yang
tajam, kemudian segera turun kembali. Pisang termasuk ke dalam buah klimaterik.
Lalu pada perlakuan kedua, pisang yang dimasukkan ke dalam toples yang ditutup juga
mengalami perubahan warna, rasa, aroma, kekerasan, dan besar kandungan pH. Warnanya
berubah dari hijau menjadi kuning dengan beberapa bercak kecokelatan, aroma yang awal nya
memiliki aroma getah yang kuat menjadi manis, rasa nya yang awalnya sepat menjadi manis, pH
yang awalnya sebesar 6 menjadi 4, dan kekerasannya dari sebesar 33,3 menjadi 42,3. Dari
perlakuan ini, pisang tidak dapat melakukan respirasi dan pematangan buah dengan maksimal
karena toples ditutup mengakibatkan kurangnya udara (oksigen), cahaya, dan suhu optimal yang
sangat mempengaruhi laju respirasi dan pemasakan buah sesuai dengan kutipan dari (Soesanto,
2020) bahwa konsentrasi gas, kelembapan. suhu. dan pertukaran udara ruang simpan juga sangat
berperan dalam pemasakan buah, tidak hanya pemberian etilen buatan saja.
Pada perlakuan ketiga, pisang mentah dan pisang matang yang diletakkan bersamaan dalam
toples tertutup mengalami perubahan. Pisang mentah berubah warna dari hijau menjadi
kekuning-kuningan, pH yang awalnya sebesar 5 menjadi 4, Aroma nya berubah dari tidak ada
aroma mejadi memiliki aroma manis seperti pisang matang pada umumya, rasanya yang awal
sepat berubah menjadi manis, dan kekerasan berubah dari 421,67 menjadi 247. Sedangkan pada
pisang matang mengalami perubahan drastis seperti warna menjadi coklat gelap dan menghitam,
teksturnya sangat lunak, dan buah hampir mati/busuk. Proses pematangan buah pada pisang
mentah disebabkan karena kandungan etilen yang ada pada pisang matang mempengaruhi laju
respirasi dan produksi etilen pada pisang mentah, sesuai dengan pernyataan (Soesanto, 2020),
yang menyatakan bahwa etilen juga akan mengganggu penyimpanan buah yang disimpan dalam
ruang simpan sama karena pengaruhnya pada buah lain di sekitarnya, sehingga akan
mempercepat pemasakannya. Hal ini terjadi jika buah yang disimpan dalam ruang simpan tidak
sama tingkat pemasakannya.
Pada perlakuan keempat, pisang yang dimasukkan bersama dengan karbit lalu ditutup juga
mengalami perubahan fisiologis dan pematangan buah. Buah menjadi berwarna kuning pekat,
pH menjadi sebesar 5 yang awalnya 6, aroma yang awalnya asam sepat menjadi beraroma karbit,
dan rasa yang awalnya sepat menjadi manis. Dari perlakuan ini didapatkan rata-rata dari
pengukuran menggunakan penetrometer yaitu sebesar 50,66 yang awalnya 38,6. Semakin besar
angka penetrometer berarti semakin lunak dan buah semakin matang. Hal ini disebabkan karena
proses pematangan buah mendapat bantuan dari bahan kimia etilen yang ditambahkan. Sesuai
dengan pernyataan (Soesanto, 2020), etilen dapat digunakan untuk merangsang pemasakan buah
klimaks secara buatan, etilen dapat merangsang perubahan warna pada buah nonklimaks, dan
etilen juga memengaruhi atau mengatur kerja enzim tertentu di dalam tanaman dan dalam buah,
adanya pengaruh etilen terhadap enzim tersebut akan membuat tanaman atau buah mengalami
proses fisiologi atau biokimia yang lebih cepat.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa buah terutama pisang yang termasuk ke
dalam buah klimaterik dapat melakukan proses pematangan meskipun sudah tidak menempel pada
batang pohon induknya tidak seperti buah non-klimaterik yang kebalikannya sesuai dengan pernyataan
(Soesanto, 2020), buah non-klimaterik mempunyai sifat hanya dapat masak ketika buah masih
menempel pada tanaman induknya. Hal ini karena perubahan biokimia dalam buah mentah belum
mampu menyediakan nutrisi hasil perubahan biokimia yang akan berpengaruh pada rasa dan nutrisi
buah karena kandungan gula tidak meningkat. Dari pengamatan didapatkan tingkat pematangan buah
yang paling optimal adalah dengan dilakukan pemeraman bersama dengan etilen sesuai dengan kutipan
dari (Rahmi dan Titis, 2020), proses pemeraman ini akan dipengaruhi oleh etilen endogen sehingga saat
terjadi respirasi buah akan menjadi matang, warna menjadi lebih bagus, dan pati akan terpecah menjadi
glukosa sehingga memberikan rasa lebih manis.

Kesimpulan

1. Etilen merangsang pemasakan buah klimaks secara buatan, menghancurkan warna hijau
tanaman, memengaruhi perkembangan patogen, merangsang perubahan warna, dan
memengaruhi atau mengatur kerja enzim tertentu di dalam tanaman dan buah sehingga
mengalami proses fisiologi atau biokimia yang lebih cepat.
2. Buah setelah proses pemanenan terus mengalami berbagai macam proses katabolisme senyawa
organik hingga menuju ke arah kerusakan atau pembusukan saat bahan perombakan telah
habis. Kerusakan buah tersebut dapat diakibatkan dari sifat buah-buahan yang mudah rusak
(perishable), kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi daya simpan, juga akibat dari
penanganan pasca panen yang kurang tepat atau belum memadai
3. Konsentrasi etilen yang diproduksi dari buah pascapanen dan laju respirasi yang tinggi dapat
mempercepat proses pembusukan pada buah-buahan. Produksi etilen berkontribusi pada
munculnya tanda-tanda kerusakan dan etilen sangat aktif memacu enzim-enzim hidrofobik
seperti pektin esterase, amylase, invertase, selulase dan klorofilase yang berperan dalam
pelunakan dan pewarnaan yang tidak diinginkan oleh konsumen

Saran
DAPUS

Arti, I. M., & Manurung, A. N. H. (2018). PENGARUH ETILEN APEL DAN DAUN
MANGGA PADA PEMATANGAN BUAH PISANG KEPOK (Musa paradisiaca formatypica).
Jurnal Pertanian Presisi, 2.
Poerwanto, R., & Anas D. Susila. (2014). Seri 1 Hortikultura Tropika Teknologi Hortikultura. Bogor: IPB
Press.

Rahmi , Y., & Titis Sari K. (2020). Ilmu Bahan Makanan. Malang: UB Press.

Roiyana, M., Izzati, M., & Prihastanti, E. (2014). POTENSI DAN EFISIENSI SENYAWA
HIDROKOLOID NABATI SEBAGAI BAHAN PENUNDA PEMATANGAN BUAH.
SWASONO, MUH. A. H. (2016). BUKU DIKTAT TEKNOLOGI PASCA PANEN .
Soesanto, L. (2020). Penyakit Pascapanen - Pengantar Ilmu Penyakit Pascapanen Secara Menyeluruh;
Sejak Prapanen; Saat Panen; dan Pascapanen. Yogyakarta: Lily Publisher.

Anda mungkin juga menyukai