Anda di halaman 1dari 15

MENGATUR KEMASAKAN BUAH DENGAN MENGGUNAKAN

ZAT PENGATUR TUMBUH

Oleh :
Arya Adi Pratama B1A017009
Jimmy Al Fais B1A017017
Restu Amalia B1A017029
Salsabila Nur Fatika B1A017047
Bramassertyo Aji B1A017051
Rombongan : A2
Kelompok : 4
Asisten : Rahmi Mutia Mawardi

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zat pengatur tumbuh merupakan hormon sintesis yang diberikan pada


organ tanaman yang dalam konsentrasi rendah berperan aktif dalam pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh ini memiliki berbagai fungsi
dalam proses fisiologis tanaman diantaranya mempercepat perkembangan dan
pematangan buah (Anderson & Beardall, 1991). Zat pengatur tumbuh yang sering
digunakan untuk menyerempakkan kemasakan buah adalah etilen. Etefon yang
berbahan aktif etilen, dapat digunakan untuk menyerempakkan kemasakan buah
sehingga pemanenan dapat dilakukan sekaligus terutama untuk sistem pemanenan
mekanis. Zat tumbuh Etilen bersifat gas dan mudah menguap, maka etilen banyak
dijual dalam bentuk Etefon atau Ethrel. Etefon adalah nama umum yang diakui
oleh The American Standars Institut untuk 2-chloroethyl phosphonic acid
(Prawiranata, 1989).
Pemberian zat pengatur tumbuh dari luar sistem individu disebut juga
dengan hormon eksogen, yaitu dengan memberikan bahan kimia sintetik yang
dapat berfungsi dan berperan seperti halnya hormon endogen, sehingga mampu
menimbulkan rangsangan dan pengaruh pada tumbuhan seperti layaknya
fitohormon alami. Zat pengatur tumbuh dapat berfungsi sebagai prekursor, yaitu
senyawa yang dapat mendahului laju senyawa lain dalam proses metabolisme dan
merupakan bagian dari proses genetik tumbuhan itu sendiri. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kepentingan intensifikasi
dalam budidaya di sektor pertanian, maka zat pengatur tumbuh banyak digunakan
untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas hasil produksi (Lakitan, 2001).
Kemasakan atau pematangan (ripening) adalah suatu proses fisiologis,
yaitu terjadinya perubahan dari kondisi yang tidak menguntungkan ke kondisi
yang menguntungkan, ditandai dengan perubahan tekstur, warna, rasa, dan aroma
(Abidin, 1985). Proses pematangan buah pisang merupakan proses
pengakumulasian gula dengan merombak pati menjadi senyawa yang lebih
sederhana, tidak seperti buah pada umumnya yang mengakumulasi gula secara
langsung dari pengiriman asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya
dikirim ke organ lain dalam bentuk sukrosa (Anderson & Beardall, 1991).
Buah yang matang berdasarkan perspektif kimianya adalah buah yang
mengandung senyawa-senyawa kimia seperti senyawa aromatis, senyawa-
senyawa yang netral (non-asam), senyawa gula sederhana, senyawa antosianin,
dan kadar senyawa pektin yang lebih sedikit. Sifat-sifat fisika yang dengan mudah
dapat diamati seperti rasa yang manis, disebabkan oleh adanya senyawa  gula
sederhana. Tekstur yang tidak keras (lembut) disebabkan karena adanya kadar
pektin yang lebih sedikit daripada kadar pektin buah mentah. Sementara rasa yang
tidak lagi masam dan aroma yang khas disebabkan oleh kehadiran senyawa-
senyawa netral dan senyawa-senyawa aromatik dan juga senyawa ester
(Qomariyah, 2015).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara Mengatur Kemasakan Buah dengan


Menggunakan Zat Pengatur Tumbuh adalah mengetahui konsentrasi zat pengatur
tumbuh yang mampu mempercepat kemasakan buah.
II. TELAAH PUSTAKA

Pematangan buah adalah keadaan morfologi dan fisiologi tertentu


pada buah yang memungkinkannya dapat dikonsumsi atau siap untuk menjalankan
fungsi reproduksinya. Istilah "kematangan" juga berarti mencapai kondisi dewasa,
yang siap untuk bereproduksi atau menjalankan fungsi fisiologi secara maksimal.
Morfologi buah yang ranum secara umum dapat dilihat dari warna, kekerasan, rasa
(kandungan bahan kimia), dan aroma. Warna buah ranum biasanya tidak lagi hijau
tetapi kuning, merah, atau ungu. Hal ini terjadi karena pada permukaan buah terjadi
perombakan (degradasi) klorofil dan meningkatnya pembentukan pigmen
tumbuhan lain dari golongan senyawa fenol (misalnya warna merah dan ungu
dari antosianin) dan golongan isoprenoid(misalnya jingga dari karotenoid, merah-
jingga dari likopena, dan kuning dari xantin). Buah masak pada umumnya tidak lagi
keras melainkan relatif lunak. Pelunakan terjadi karena terjadi penurunan tekanan
turgor pada dinding sel akibat terbongkarnya timbunan pektin di dinding sel matriks
(parenkim) buah atau bagiannya yang dikonsumsi. Kemasaman buah yang ranum
biasanya menurun karena terjadi perombakan berbagai polisakarida dan asam-asam
organik, digantikan oleh penimbunan mono- dan oligosakarida pada parenkim buah.
Karena itu, banyak buah masak yang memiliki rasa manis. Buah ranum juga dapat
disertai dengan aroma yang khas dan dapat menjadi penciri dalam menentukan
tingkat kematangan buah. Aroma bersifat sebagai pemikat hewan penyebar
(sebagaimana bunga, yang melepaskan aroma sebagai pemikat hewan penyerbuk).
Aroma khas berasal dari terlepasnya berbagai senyawa aromatik, biasanya
merupakan hasil perombakan senyawa golongan fenol atau isoprenoid (Pantastico,
1989).
Buah berdasarkan kandungan amilumnya, dibedakan menjadi buah klimaterik
dan buah nonklimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung
amilum, seperti pisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu kematangannya
dengan etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan
sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Buah
nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur,
semangka dan nanas. Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju
respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah.
(Winarno, 1992).
Etilen adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur
pertumbuhan (phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Etilen dapat disebut
sebagai hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu
dihasilkan oleh tanaman, besifat aktif dalam jaringan tanaman dan merupakan
senyawa organik. Etilen diproduksi secara alami oleh regulator pertumbuhan
tanaman. sintesis dan aksi C2H4 sensitif terhadap konsentrasi CO2 , karena CO2
mengatur biosintesis etilen, setidaknya sebagian dan menangkal aksi etilen terhadap
tanaman. Etilen memiliki efek signifikan pada kualitas banyak tanaman. Ethylene
mengubah volatile dan menginduksi respirasi di hampir semua organ tanaman,
sehingga mempercepat pemasakan buah (Su et al., 2017). Menurut Abidin (1985),
etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberelin
dan sitokinin. Etilen akan berbentuk gas dalam keadaan normal dan struktur
kimianya sangat sederhana sekali. Etilen mula-mula diketahui dalam buah yang
matang oleh para pengangkut buah tropica selama pengapalan dari Yamaika ke
Eropa pada tahun 1934, pada pisang masak lanjut mengeluarkan gas yang juga dapat
memacu pematangan buah yang belum masak. Sejak saat itu Etilen (C 2H4)
dipergunakan sebagai sarana pematangan buah dalam industri. Hormon ini akan
berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik.
Gas etilen memiliki beberapa fungsi yaitu mendorong pematangan,
memberikan pengaruh yang berlawanan dengan beberapa pengaruh dari hormon
auksin, mendorong atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, daun,
batang, dan bunga, dan merupakan meristem apikal tunas ujung, daun muda, dan
embrio dalam biji. Pembentukan etilen dipengaruhi oleh beberapa faktor, pertama
kerusakan mekanis, adanya kerusakan pada jaringan tanaman menyebabkan
peningkatan pembentukan etilen. Produksi etilen juga dipengaruhi oleh faktor suhu
dan oksigen. Suhu rendah maupun suhu tinggi dapat menekan produk etilen. Pada
kadar oksigen dibawah 2% tidak terbentuk etilen, karena oksigen sangat diperlukan.
Oleh karena itu, suhu rendah dan oksigen rendah digunakan dalam praktek
penyimpanan buah-buahan, karena akan memperpanjang daya simpan dari buah-
buahan tersebut (Kamarani, 1986).
Berdasarkan zatnya etilen dibagi menadi 3 yaitu :
1. Cair (Ethrel)
Ethrel adalah pengatur pertumbuhan tanaman, yang dapat digunakan untuk
mekar menipis bagi banyak spesies pohon buah (Sarkadi, 2012). Ethepon (Ethrel)
merupakan bahan kimia yang dapat menghasilkan etilen dan digunakan untuk
menyeragamkan kematangan dan warna pada buah. Pemeraman menggunakan
ethepon dilakukan pada pisang raja sere. Penggunaan ethepon 1000 ppm dapat
mempercepat pematangan buah pisang pada hari ke-4, sedangkan kontrol menjadi
matang pada hari ke-10. Semakin tinggi konsentrasi ethepon yang digunakan,
perubahan warna dan pelunakan buah semakin cepat, dan pemacuan tersebut
mempercepat penurunan kadar pati diiringi dengan peningkatan kadar gula dan kadar
asamnya. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa penggunaan ethepon dapat
menyeragamkan kematangan pada pisang raja sere yang seringkali tidak merata.
Cara penerapan ethepon ini adalah dengan pencelupan buah dalam larutan ethepon
selama 30 detik (1 ml dalam 1 liter air bersih), dan menjadi matang penuh dalam
waktu 3-4 hari. Ethrel atau lebih dikenal dengan nama ethepon merupakan senyawa
kimia yang berfungsi memicu pertumbuhan. Penggunaannya bervariasi pada setiap
jenis tanaman atau buah, konsentrasi yang digunakan, juga waktu penggunaannya
(Hotman, 2009).
2. Padat (Karbit)
Kalsium karbida (CaC2) adalah sumber yang dapat menyediakan C2H2. Reaksi

dari CaC2 dengan air yang diabsorbsi dari hasil transpirasi buah-buahan dan

menghasilkan C2H2seperti ditunjukkan sebagai berikut:

CaC2 + Ca(OH)2 + 2 H2O→ C2H2

Kegunaaan C2H2 yang dihasilkan dari CaC2 sebagai salah satu zat perangsang

kematangan pada buah pisang, mangga dan alpukat (Barry & Giovannoni, 2007).
3. Gas (Etilen)
Etilen dapat terbentuk karena adanya aktivitas auksin dan etilen mampu
menghilangkan aktivitas auksin karena etilen dapat merusak polaritas sel transport,
pada kondisi anearob pembentukan etilen terhambat, selain suhu O2 juga
berpengaruh pada pembentukan etilen. Laju pembentukan etilen semakin menurun
pada suhu di atas 300 C dan berhenti pada suhu 400 C, sehingga pada penyimpanan
buah secara masal dengan kondisi anaerob akan merangsang pembentukan etilen
oleh buah tersebut. Etilen yang diproduksi oleh setiap buah memberi efek komulatif
dan merangsang buah lain untuk matang lebih cepat (Abidin, 1985).
Etilen diproduksi oleh tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin
esensial pada seluruh jaringan tumbuhan. Produksi etilen bergantung pada tipe
jaringan, spesies tumbuhan, dan tingkatan perkembangan. Etilen dibentuk dari
metionin melalui 3 proses yaitu A.) ATP merupakan komponen penting dalam
sintesis etilen. ATP dan air akan membuat metionin kehilangan 3 gugus fosfat. B.)
Asam 1-aminosiklopropana-1-karboksilat sintase (ACC-sintase) kemudian
memfasilitasi produksi ACC dan SAM (S-adenosil metionin). C.) Oksigen
dibutuhkan untuk mengoksidasi ACC dan memproduksi etilen. Reaksi ini
dikatalisasi enzim pembentuk etilen (Kartasapoetra, 1994).
Etilen di alam akan berpengaruh apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada
suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase
klimaterik. Perlakuan pada buah mangga dengan menggunakan etilen pada
konsentrasi yang berbeda akan mempengaruhi proses pemasakan buah. Pemasakan
buah ini terlihat dengan adanya struktur warna kuning, buah yang lunak dan aroma
yang khas. Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong
pemecahan tepung dan penimbunan gula. Proses pemecahan tepung dan penimbunan
gula tersebut merupakan proses pemasakan yang ditandai dengan perubahan warna,
tekstur dan bau buah.
Proses sintesis protein terjadi pada proses pematangan seacra alami atau hormonal,
dimana protein disintesis secepat dalam proses pematangan. Pematangan buah dan
sintesis protein terhambat oleh siklohexamin pada permulaan fase klimatoris setelah
siklohexamin hilang, maka sintesis etilen tidak mengalami hambatan. Sintesis
ribonukleat juga diperlukan dalam proses pematangan. Etilen akan mempertinggi
sintesis RNA pada buah mangga yang hijau (Kartasapoetra, 1994).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah kertas koran,
gelas ukur, batang pengaduk, beaker glass dan
kertas label.
Bahan-bahan yang digunakan pada
praktikum kali ini adalah pisang kepok (Musa
sp.), ethrel (2-chloroetilphosponic acid), dan
akuades

B. Metode

Pisang kepok Pisang dicelupkan Pisang dibungkus


C. kedalam masing- menggunakan
sebanyak 4 buah
D. kertas koran
disiapkan masing konsentrasi
Ethrel (0,300,600,900)
ppm selama 5 menit

Diamati setiap hari


Parameter yang
selama 10 hari
diamati
-Warna
-Rasa
-Tekstur
-Aroma
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 4.1.1 Pengamatan Pemasakan Buah Pisang

Konsentras Warna Aroma


i
1 3 5 7 9 1 3 5 7 9
0 ppm + + + + +++ + + + + +++
300 ppm + + +++ ++++ + + ++++
600 ppm + + ++ +++ + + + +++
900 ppm + + + +++ + + + +++

Konsentras Tekstur Rasa


i
1 3 5 7 9 1 3 5 7 9
+ + + + +++ +++
0 ppm
+ +
+ + ++ +++ +++
300 ppm
+ + +
+ + ++ +++ +++
600 ppm
+
+ + ++ +++ +++
900 ppm
+

Interpretasi :
+ : perubahan warna, tekstur, dan aroma rendah
++ : perubahan warna, tekstur, dan aroma sedang
+++ : perubahan warna, tekstur, dan aroma tinggi
++++ : perubahan warna, tekstur, dan aroma sangat tinggi

4.1.2 Gambar Pengamatan Acara Kemasakan Buah dengan Menggunakan Zat


Pengatur Tumbuh
Gambar 2. Pengamatan hari ke 1 Gambar 2. Pengamatan hari ke 5
konsentrasi 0 ppm, 300 ppm, konsentrasi 300 ppm
600 ppm, 900 ppm

Gambar 3. Pengamatan hari ke Gambar 4. Pengamatan hari ke


7 konsentrasi 600 ppm dan 900 9 konsentrasi 0 ppm
ppm
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa perlakuan pada pisang


dengan direndam ethrel konsentrasi 0, 300, 600, dan 900 ppm selama 5 menit
mempengaruhi kemasakan buah. Percobaan menunjukan pisang yang masak
terlebih dahulu adalah pisang yang direndam ethrel konsentrasi 300 ppm yaitu
pada hari ke-5 dan pisang yang paling lama masak adalah pisang dengan
perendaman ethrel 0 ppm yaitu pada hari ke-9. Hal ini tidak sesuai pendapat
Abidin (1985) yaitu pada konsentrasi yang semakin tinggi maka buah akan cepat
matang. Pisang optimal pada keadaan jumlah etilen 400-800 ppm. Pemasakan
buah terlihat dengan adanya buah yang menjadi  lunak, berwarna kuning, aroma
yang khas dan rasanya manis. Namun hal ini sesuai dengan penelitian Surtinah
(2017), yaitu pemberian etilen 300-400 ppm dapat mempercepat proses
kematangan buah. Ethepon atau Ethrel yang masuk ke dalam buah akan terurai
membentuk Etilen, dan Ethepon dapat memacu pematangan buah. Pemberian
ethrel yang bahan aktifnya etilen dapat mempercepat waktu pematangan buah
sehingga waktu panen buah menjadi lebih cepat.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada saat proses pematangan buah
diantaranya laju respirasi, kondisi fisik, dan komponen kimia. Buah klimaterik
disamping mengalami kenaikan respirasi juga terjadi kenaikan kadar etilen selama
proses pematangan. Kondisi fisik yang berubah warna kulit menjadi kuning dan
tekstur daging yang lunak. Perubahan komponen kimia meliputi banyaknya
kandungan glukosa karena pemecahan karbohidrat dan berkurangnya kadar
vitamin C. Perubahan-perubahan tersebut saling mempengaruhi sama lain, jika
laju respirasi meningkat maka jumlah glukosa pun akan meningkat (Widodo et
al., 2014).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemasakan dan pematangan
adalah respirasi dan produksi etilen. Buah yang tergolong klimakterik akan
menunjukkan peningkatan CO2 sehingga akan terjadi proses pemasakan atau
pematangan. Buah klimakterik akan menghasilkan produksi etilen yang lebih
banyak dibandingkan dengan produksi buah non klimakterik. Buah non
klimakterik akan menurunkan produksi CO2. Faktor yang mempengaruhi
kecepatan respirasi digolongkan menjadi 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal terdiri dari tingkat perkembangan, komposisi
kimia jaringan, ukuran produk, lapisan alami dan jenis jaringan. Faktor eksternal
terdiri dari suhu, etilen, ketersediaan oksigen, karbon dioksida, zat pengatur
tumbuh dan kerusakan fisik (Santoso & Purwoko, 1993).
Adapun yang mempengaruhi aktivitas etilen menurut Abidin (1985)
yaitu:
1. Suhu
Aktivitas pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu
ruang penyimpan buah. Contoh pada buah apel yang disimpan pada suhu 30 oC,
penggunaan etilen dengan konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang
nyata baik pada proses pematangan maupun respirasinya. Suhu tinggi (>35oC)
menyebabkan tidak terjadi pembentukan etilen. Suhu optimum pembentukan
etilen (pada tomat, apel) adalah 32oC, sedangkan untuk buah-buahan lain lebih
rendah.
2. Luka Mekanis dan Infeksi
Pembentukan etilen dapat dirangsang adanya kerusakan mekanis dan
infeksi, misalnya memarnya buah karena jatuh dan lecet selama pengangkutan
buah, sehingga etilen akan berpusat pada bagian tersebut.
3. Sinar Radioaktif
Penggunaan sinar radioaktif dapat merangsang pembentukan etilen.
Contoh pada buah yang disinari sinar gamma sebesar 600 krad dapat
mempercepat pembentukan etilen, apanila diberikan pada saat pra klimaterik.
Akan tetapi apabila pada saat klimaterik penggunaan sinar radiasi ini dapat
menghambat produksi etilen.
4. Adanya CO2 dan O2
Bila O2 diturunkan dan CO2 dinaikan maka proses pematangan
terhambat. Apabila keadaan anaerob tidak terjadi pembentukan etilen.
5. Interaksi dengan Hormon Auksin
Apabila konsentrasi auksin meningkat maka etilen pun meningkat.
6. Tingkat Pematangan
Konsentrasi etilen tinggi saat buah mengalami proses kematangan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan di atas maka dapat ditarik


kesimpulan bahwa Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pengamatan dan
pembahasan yaitu konsentrasi zat pengatur tumbuh yang mampu mempercepat
kemasakan buah adalah Ethrel konsentrasi 300 ppm dengan waktu pemasakan
pada hari ke-5 setelah perendaman.

B. Saran

Saran untuk praktikum Mengatur Kemasakan Buah dengan Menggunakan


Zat Pengatur Tumbuh yaitu untuk preparat yang digunakan sebaiknya
menggunakan dua jenis buah yang mewakili buah klimaterik dan non klimaterik.
Hal tersebut bertujuan untuk membandingkan perbedaan pengaruh pemberian zat
pengatur tumbuh pada buah klimaterik dan non klimaterk.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., 1985. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Bandung: Angkasa.
Anderson, J. W. & Beardall. 1991. Molecular Activities of Plant Cell An
Introduction to Plant Biochemistry. Oxford: Blackwell Scientific
Publication.
Barry, C.S., & J.J. Giovannoni. 2007. Ethylane and Fruit Ripening. Journal Plant
Growth Regul, 26, pp. 143-159.
Hotman F. S., 2009. Holtikultura Aspek Budidaya (Edisi Revisi). Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press).
Isbandi, J., 1983. Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman. Yogyakarta: Fakulas
Pertanian UGM.
Kamarani. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: UGM Press.
Kartasapoetra, 1994. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Lakitan. 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Pantastico, 1989. Dasar-Dasar Memilih Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Prawiranata S., 1989. Hormon Tumbuhan. Jakarta: CV Rajawali.
Qomariyah S., 2015. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Jakarta: Yosaguna.
Santoso, B., Purwoko BS. 1995 Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman
Hortikultura. Jakarta : Eastern Universitas Project Sydney.
Su, M., Zhengwen Y., Bo, Z., & Kunsong, C., 2017. Ripening Season, Ethylene
Production and Respiration Rate are Related to Fruit Non-Destructively-
Analyzed Volatiles Measured by An Electronic Nose in 57 Peach (Prunus
Persica L.) Samples. Emirates Journal of Food and Agriculture. 29(10),
pp. 807-814.
Surtinah. 2017. Evaluasi Deskriptif Umur Panen Melon (Cucumis melo, L) Di
Pekanbaru. Jurnal Ilmiah Pertanian, 14(1). pp. 65-71.
Widodo, W. D., Suketi, K., & Taris, M. L. 2014. Kriteria Kematangan Pascapanen
Buah Pepaya (Carica papaya L.) IPB Callina dari Beberapa Umur Panen.
Bogor: IPB Press.
Winarno, F.G., 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai