Anda di halaman 1dari 11

MENGATUR KEMASAKAN BUAH DENGAN MENGGUNAKAN

ZAT PENGATUR TUMBUH

Oleh :
Risty Febriana N B1A017065
Novi Andriani B1A017070
Wiwi Meilani B1A017101
Amanda Pravijanti K B1A017103
Rumaisha B1A017108
Rombongan : B2
Kelompok :1
Asisten : Kasimir Beni M

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas.
Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses
pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen merupakan hormon tumbuh
yang secara umum berlainan dengan auksin, giberelin, dan sitokinin. Saat keadaan
normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di
alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu
tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase
klimaterik (Abidin, 1985). Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi
buah tertentu dimana selama proses ini terjadi pembuhn etilen disertai dengan
dimulainya proses pematangan buah dan buah menunjukan peningkatan CO2 yang
mendadak selama proses pematangan (Kusumo,1990).
Buah pisang (Musa sp.) merupakan buah tropis yang sangat digemari oleh
masyarakat karena rasanya yang enak dan manis saat matang, tetapi ketersediaan buah
pisang yang matang dipasaran sangat kurang dan kematangan buah pisang tidak
seragam. Proses pematangan buah pisang merupakan proses pengakumulasian gula
dengan merombak pati menjadi senyawa yang lebih sederhan. Tidak seperti buah pada
umumnya yang mengakumulasi gula secara langsung dari pengiriman asimilat hasil
fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain dalam bentuk sukrosa
(Anderson & Beardall, 1991).
Selama proses pemasakan, buah pisang akan mengalami perubahan sifat fisik dan
kimiawi, antara lain adalah perubahan tekstur, aroma, rasa, kadar pati, dan gula. Tekstur
buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin dan selulosa. Selama pemasakan buah
menjadi lunak karena menurunnya jumlah senyawa tersebut. Rasa manis setelah buah
masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula yang lebih
sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Timbulnya aroma yang khas pada buah
pisang disebabkan terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang mudah menuap
dan beberapa minyak esensial yang ada. Di samping timbulnya aroma, terbentuk juga
gula selama pemasakan buah. Bertambahnya senyawa mudah menguap pada saat
pemasakan buah pisang sangat erat hubungannya dengan pembentukan aroma buah
pisang. Metabolisme pati memiliki peran yang penting pada proses pemasakan buah.
Selama periode pasca panen, pati dapat diubah menjadi gula sederhana seperti sukrosa,
glukosa, dan fruktosa. Dalam penyimpanan suhu rendah, terjadinya akumulasi gula
adalah akibat dari aktivitas enzim (Pantastico, 1989).
B.Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh
yang mampu mempercepat kemasakan buah.
II. TELAAH PUSTAKA

Pemasakan (ripening) buah merupakan perubahan yang terjadi pada tahap akhir
perkembangan buah atau merupakan tahap awal penuaan (senescence) pada buah.
Selama perkembangan buah, terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi. Umumnya
buah yang masih muda berwarna hijau karena memiliki kloroplas sehingga dapat
melakukan fotosintesis, tetapi sebagian besar kebutuhan karbohidrat. Pemasakan buah
juga merupakan proses yang kompleks dan terprogram secara genetik diawali dengan
perubahan warna, tekstur, aroma dan rasa (Sinay, 2008).
Menurut Nogge and Fritz (1989), berdasarkan kandungan amilumnya, buah
dibedakan menjadi buah klimaterik dan buah nonklimaterik. Buah klimaterik adalah
buah yang banyak mengandung amilum, seperti pisang mangga, apel, alpokat dan dapat
dipacu kematangannya dengan etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang
telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang
diperam. Buah non klimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit, seperti
jeruk, anggur, semangka dan nanas. Pemberian etilen pada buah ini dapat memacu laju
respirasi, tetapi tidak memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah.
Etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolism normal dalam
tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun. Etilen disebut
juga ethene. Senyawa etilen pada tumbuhan ditemukan dalam fase gas, sehingga disebut
juga gas etilen. Gas etilen tidakberwarna dan mudah menguap. Hormon Gas Etilen
adalah hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam proses
pematangan buah. Aplikasi mengandung ethephon, maka kinerja sintetis ethylen
berjalan optimal sehingga tujuan agar buah cepatmasak bisa tercapai. (misalnya:
Etephon, Protephon) merk dagang antara lain:Prothephon 480SL. Gas Etilen banyak
ditemukan pada buah yang sudah tua (Winarno, 2007).
Gas etilen adalah suatu senyawa volatil yang dikeluarkan oleh buah-buahandan
sayuran segar. Jumlah gas etilen yang dikeluarkan bervariasi menurut jenisbuah dan
sayuran segar yang dihasilkan. Buah apel dikenal sebagai buah yangbanyak
menghasilkan gas etilen. Menurut Salisbury et al., (1992), secara umum gas etilen akan
mempercepat proses pematangan dan pemasakan, kerusakan fisik dan fisiologis.Etilen
adalah hormon tanaman alami yang penting pengaruhnya terhadap pelayuan dan
pemasakan dari buah klimakterik (Aman, 1989). Menurut Kader (1992), buah
klimakterik yaitu buah yang menunjukkan kenaikan produksikarbondioksida dan etilen
yang besar saat penuaan. Contoh buah klimakterik yaitu apel, alpukat, pisang, mangga,
dan tomat. Selama proses pematangan, buah klimakterik menghasilkan lebih banyak
etilen endogen daripada buahnonklimakterik. Menurut Hadiwiyoto (1981),
etilen endogen adalah gas etilen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan
sendirinya yang dapat memicu pematangan buah lain di sekitarnya.
Zat pengatur tumbuh dapat berupa gas, padat, dan cair. Contohnya dalam bentuk
cair Etrel (2-chloroethyphosponic acid), dalam bentuk cair dapat berupa Etilen , dan
dalam ben tuk padat dapat berupa Karbit. Kelebihan dari Etrel adalah mudah didapat,
karena dalam bentuk cair sehingga dapat lebih mudah merata keseluruh bagian buah.
Bentuk gas berupa Etilen adalah hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan
tanaman aktif dalam proses pematangan buah. Aplikasi mengandung ethephon, maka
kinerja sintetis etilen berjalan optimal sehingga tujuan agar buah cepat masak bisa
tercapai. (misalnya: Etephon, Protephon) merk dagang antara lain: Prothephon 480SL.
Gas Etilen banyak ditemukan pada buah yang sudah tua. Karbit hanya tersusun oleh
CaC2 untuk membentuk Etilen (C2H2) harus bereaksi dengan air (H2O), selain itu kita
tidak mengetahui konsentrasinya, (Simbolon 1991).
Biosintesis etilen terjadi di dalam jaringan tanaman yaitu terjadi perubahan dari
senyawa awal asam amino methionine atas bantuan cahaya dan FMN ( Flavin Mono
Nucleotida ) menjadi methionil. Senyawa tersebut mengalami perubahan atas bantuan
cahaya dan FMN menjadi ethylen, methyl disulphide dan formic acid. Akhir-akhir ini
zat tumbuh etilen hasil sintetis (buatan manusia) banyak yang beredar dan
diperdagangkan bebas dalam bentuk larutan adalah Ethrel atau 2 – Cepa (Utama, 2006).
Ethrel adalah zat tumbuh 2 – Chloro sthyl phosphonic acid (2 – Cepa ) dengan
rumus bangun pada skema 3Pada pH di bawah 3,5 molekulnya stabil, tetapi pada pH di
atas 3,5 akan mengalami disintegrasi membebaskan gas etilen, khlorida dan ion fosfat.
Karena sitoplasma tanaman pHnya lebih tinggi daripada 4,1 maka apabila 2 – Cepa
masuk ke dalam jaringan tanaman akan membebaskan etylen. Kecepatan disintegrasi
dan kadar etylen bertambah dengan kenaikan pH. Sudah diketahui bahwa untuk
mempercepat proses pemasakan buah dipakai karbit yang juga mengeluarkan gas etylen
tetapi jika dibandingkan dengan penggunaan ethrel atau 2 – Cepa ternyata bahwa
penggunaan ethrel atau 2-Cepa lebih baik pengaruhnya daripada karbit baik dari segi
waktu, warna, aroma dan cara penggunaannya pada buah yang telah masak (Wills et al.,
1998).
III. MATERI DAN CARA KERJA

A.Materi

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah gelas beker, timbangan analitik,
gelas ukur, batang pengaduk, dan kertas koran.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah buah pisang kapok (Musa
paradisiaca), ethrel (0, 300, 600, dan 900 ppm), akuades dan label.

B. Cara Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah :

Larutan Ethrel dibuat dengan


konsentrasi 0, 300, 600, 900 ppm. Pisang
dibungkus koran
Buah pisang kapok disiapkan Pisang direndam pada
masing-masing konsentrasi
selama 5 menit Diamati hari
ke- 3,5,7,9.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 4.1.1 Pengamatan Pemasakan Buah Pisang

Warna Aroma
Konsentrasi
1 3 5 7 9 1 3 5 7 9
0 ppm + + + ++ ++ + + + ++ ++
300 ppm + + + ++ ++ + + + ++ ++
600 ppm + ++ +++ +++ +++ + ++ ++ ++ ++
900 ppm + ++ +++ +++ +++ + ++ ++ +++ +++

Tekstur Rasa
Konsentrasi
1 3 5 7 9 1 3 5 7 9
0 ppm + + + + ++ +
300 ppm + + + ++ ++ ++
600 ppm + ++ ++ ++ ++ +++
900 ppm + ++ +++ +++ +++ +++

Interpretasi :
+ : perubahan warna, tekstur, dan aroma rendah
++ : perubahan warna, tekstur, dan aroma sedang
+++ : perubahan warna, tekstur, dan aroma tinggi
++++ : perubahan warna, tekstur, dan aroma sangat tinggi

Gambar 1. Pisang setelah Gambar 2. Pisang setelah


penambahan ethrel 0 ppm penambahan ethrel 300 ppm

Gambar 2. Pisang setelah Gambar 2. Pisang setelah


penambahan ethrel 600 ppm penambahan ethrel 600 ppm
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum mengatur pemasakan buah dengan menggunakan


zat pengatur tumbuh dengan penyimpanan buah selama 9 hari, kelompok kami
dengan perbandingan larutan ethrel konsentrasi 0 ppm, 300 ppm, 600 ppm, dan 900
ppm di dapatkan hasil pada 0 ppm (++) warna perubahan buah sedang dengan
ditunjukannya perubahan warna menjadi kuning muda, perubahan rasa buah (+)
sanagt rendah, perubahan tekstur buah (++) sedang, dan aroma (++). Sedangkan hasil
pada 300 ppm di dapatkan hasil (++) perubahan warna sedang dengan ditunjukannya
perubahan warna menjadi kuning muda, perubahan rasa buah (++) sedang,
perubahan tekstur (++) juga sedang, dan aroma (++) sedang. Hasil pada 600 ppm
warna perubahan buah (+++) tinggi dengan perubahan warna menjadi warna kuning,
perubahan rasa buah (+++) tinggi, perubahan tekstur buah (++) sedang, dan aroma
(++) sedang. Hasil pada 900 ppm perubahan warna buah (+++) tinggi dengan
perubahan warna menjadi kuning, perubahan rasa buah (+++) tinggi, perubahan
tekstur buah (+++) tinggi, perubahan rasa buah (+++) tinggi, dan perubahan aroma
(+++) tinggi. Berdasarkan pengamatan parameter yang telah dilakukan, didapatkan
hasil bahwa buah pisang dengan perlakuan pemberian larutan ethrel lebih cepat
matang dari pada buah pisang kontrol. Buah pisang yang diberi larutan ethrel 900
ppm lebih cepat matang dibandingkan dengan buah pisang kontrol maupun yang
diberi larutan ethrel 300, 600 ppm. Hal tersebut dibuktikan oleh perubahan aroma,
tekstur, warna, dan rasa yang lebih dahulu dan dominan pada buah pisang perlakuan
900 ppm. Menurut Kusumo (1984), zat tumbuh yang kadarnya lebih tinggi daripada
optimum dapat mempercepat pembentukan warna dan kemasakan. Oleh karena itu,
semakin besar konsentrasi larutan ethrel yang diberikan maka semakin mempercepat
kematangan buah.
Selama proses pemasakan buah, daging buah dan kulit menjadi lunak karena
terjadinya perubahan komposisi dinding sel, dinding sel menipis, ruang antar sel
membesar. Total kandungan gula terlarut meningkat dari 1,8 menjadi 19% seiring
dengan menurunnya kandungan pati selama pematangan (Sholihati et al., 2015). Di
antara sekian banyak perubahan yang disebabkan oleh etilen adalah perubahan
permeabilitas membran sel sehingga mengakibatkan penghancuran klorofil ke dalam
kloroplas oleh enzim. Dengan terombaknya klorofil pigmen dalam sel-sel buah tidak
terlindungi sehingga buah menampakkan warna masaknya dari hijau menjadi kuning
(Thahir et al., 2005).
Secara umum, proses pematangan buah merupakan suatu fase dimana buah
tersebut berubah secara tekstur menjadi lebih lunak, terjadinya perubahan cita rasa
dan warna serta peningkatankadar air daging buah tersebut. Pematangan buah banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor,diantaranya yaitu faktor internal yang meliputi
kegiatan fisiologis buah tersebut dan faktoreksternal yang meliputi interaksinya
dengan lingkungan. Faktor yang mempengaruhi proses pematangan buah antara lain
yaitu adanya pengaruh hormone auksin, giberelin, gas etilen, dan kalsium karbida
(karbit). Hormon auksin merupakan hormon yang diproduksi di dalam meristem
apikal. Auksin yang di produksi oleh biji akan dapat menyebabkan pematangan pada
buah menjadi cepat. Giberelin merupakan hormon yang dapat mempengaruhi
penambahan ukuran buah, meragsang pembungaan dan pembelahan tepung polen.
Gas etilen merupakan gas yang dapat merangsang pematangan buah dengan
meningkatkan aktivitas enzim yang membantu pelunakan buah. Kalsium karbida
(karbit) yang terkena uap air akan menghasilkan gas asetilen yang memiliki struktur
kimia mirip dengan etilen alami, zat yang membuat proses pematangan di kulit buah
(Wereing & Phillips, 1970).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas etilen menurut Abidin (1985)
yaitu antara lain aktivitas pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu
ruang penyimpanan buah. Contohnya pada buah apel yang disimpan pada suhu
300C, penggunaan etilen dengan konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh
yang nyata baik pada proses pematangan maupun respirasinya. Pada suhu yang
lebih tinggi dari 350C, buah tidak memproduksi etilen. Suhu optimum untuk
produksi dan aktivitas etilen pada buah tomat dan apel adalah 32 0C, sedangkan
pada buah-buahan lainnya lebih rendah. Pembentukan etilen dapat dirangsang
adanya kerusakan mekanis dan infeksi, misalnya memarnya buah karena jatuh atau
memar dan lecet dalam pengangkutan buah. Selain itu, penggunaan sinar radioaktif
dapat merangsang pembentukan etilen.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
zat pengatur tumbuh yang paling mempercepat kemasakan buah adalah pada
konsentrasi 600 dan 900 ppm, sedangkan yang paling lama dalam proses mempercepat
pemasakan adalah pada konsentrasi 0 dan 300 ppm.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., 1985. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung:
Angkasa.
Aman, M., 1989. Fisiologi Pasca Panen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Anderson & Beardall., 1991. The Biochemistry of Fruits and Their Product.
Hadiwiyoto., & Soehardi., 1981. Penanganan Lepas Panen 1. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendididkan Menengah Kejuruan.
Kader, A. A., 1992. Postharvest biology and technology.Barkeley: Agriculture and
Natural Resources Publication.
Kusumo, S., 1984. Zat Pengatur Tumbuh. Jakarta: C.V Yasaguna.
Kusumo, S., 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Jakarta: Yasaguna.
Nogge, G. R., & G. J. Fritz., 1989. Plant Physiology. New Delhi: Prentice Hall Inc.
Pantastico., 1989. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Salisbury, F. B., & Ross, C. W., 1992. Plant Physiology.Belmont: CA. Wadsworth.
Sholihati, Rokhani, A. & Suroso, 2015. Kajian Penundaan Kematangan Pisang Raja
(Musa paradisiaca Var. Sapientum L.) Melalui Penggunaan Media Penyerap
Etilen Kalium Permanganat. Rona Teknik Pertanian, 8(2), pp. 76-89.
Simbolon, J., 1991. Desain Peti Kayu untuk Kemasan Distribusi Buah Apel Segar
(Malus sylvesteris Mill.). Bogor: Fakultas Pertanian IPB.
Sinay, M., 2008. Kontrol pemasakan buah tomat menggunakan RNA antisense.
Yogyakarta: UGM press.
Thahir, M., Badron Z., Elly I. & Rauf, P., 2005. Pola Respirasi Mangga (Mangifera
Indica) Var Arumanis Selama Penyimpanan pada Suhu Kamar. Sains dan
Teknologi, 5(2), pp. 73-84.
Utama, I. M. S., 2006. Peranan Teknologi Pascapanen Untuk Fresh Produce
Retailing. Bali: Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Wereing, D.F. & I. D.J. Phillips., 1970. The Control of Growth and Differentation in
Plants. New York: Pergamon Press.
Wills, R. B. H., McGlasson, B., Graham, D., & Joice, D., 1998. Postharvest, An
Introduction to the Physiology and Handling of Fruit, vegetables, and
Ornamentals. Sydney: The University of New South Wales.
Winarno, F. G., & Agustinah, W., 2007. Pengantar Bioteknologi. Bogor: Mbrio Press.

Anda mungkin juga menyukai