Anda di halaman 1dari 5

A.

Pembahasan
1. Kecepatan Respirasi
Respirasi adalah suatu proses perombakan senyawa-senyawa organik oleh O 2 menjadi CO2,
H2O dan energi. Pada hakikatnya, respirasi adalah reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi
menjadi CO2 sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator mengalami reduksi menjadi H2O.
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Ketersediaan substrat
Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang
rendah, sedangkan apabila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan
meningkat.
b. Ketersediaan Oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut
berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang
sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi,
karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berrespirasi jauh lebih rendah dari
oksigen yang tersedia di udara.
c. Suhu
Pengaruh suhu terhadap laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan factor Q10, di mana
umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC.
Pengaruh suhu tergantung pada masing-masing spesies.
d. Tipe dan umur tumbuhan.
Setiap spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, sehingga laju respirasi masing-
masing spesies akan berbeda. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi
dibanding tumbuhan yang tua, dan organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Buah-buahan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan laju respirasinya,
yaitu buah klimaterik dan buah non-klimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang memiliki kenaikan
laju respirasi ke tingkat yang paling tinggi sebelum pemasakan, sehingga buah cepat mengalami
kerusakan atau pembusukan. Buah non-klimaterik adalah buah yang tidak mengalami kenaikan atau
perubahan laju respirasi. Proses pematangan buah non-klimaterik terjadi saat buah masih berada
pada pohonnya, sedangkan buah klimaterik akan cepat matang setelah buah dipanen.
Buah-buahan non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan respon
terhadap etilen kecuali terjadi pada saat penurunan kadar klorofil (degreening), contoh untuk
buah jeruk dan nanas. Terdapat indikator yang dapat membedakan antara buah klimaterik dan non-
klimaterik, yaitu respon buah terhadap pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon yang
secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi.
Buah non-klimaterik akan merespon pemberian etilen baik pada tingkat pra-panen maupun pada
tingkat pasca panen. Sedangkan buah klimaterik hanya akan memberikan respon terhadap etilen
apabila etilen diberikan pada saat buah berada pada tingkat pra-klimaterik. Setelah kenaikan
respirasi dimulai maka buah klimaterik tidak akan peka lagi terhadap pemberian etilen.
Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, setelah dipanen secara normal memperlihatkan
suatu laju penurunan respirasi sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh peningkatan laju respirasi
yang cepat sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak respirasi klimakterik. Bila buah-
buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas yang tepat, diekspos etilen dengan konsentrasi
tinggi selama beberapa saat, akan terjadi rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi
(irreversible ripening).
Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda, yaitu tidak terjadi kenaikan laju
respirasi yang mendadak. Meskipun buah-buahan tersebut diekspos dengan etilen kadar yang tinggi,
laju respirasinya akan sama dengan apabila terekspos atilen dalam ruangan. Kalaupun ada,
peningkatan laju respirasinya kecil saja. Segera setelah itu, laju respirasi kembali lagi pada laju
kondisi istirahat normal, bila etilennya ditiadakan.
2. Kecepatan Transpirasi
Tumbuhan dalam proses pertumbuhannya akan menyerap air dan unsur hara. Air diperlukan
dalam jumlah besar karena air merupakan bagian terbesar dalam tubuh tumbuhan yang sedang aktif
melakukan metabolisme. Air diperlukan sebagai alat transpor dalam pemindahan unsur hara. Selain
itu, air juga digunakan untuk mendinginkan permukaan daun pada suhu yang relatif panas dengan
cara difusi dari rongga antarsel parenkim bunga karang ke atmosfer melalui stomata (jamak:
stoma). Peristiwa ini lazim dikenal dengan transpirasi. Transpirasi terkait dengan pembukaan
stoma, letak stoma, ukuran stoma, dan kerapatan stoma per satuan luas daun.
Transpirasi adalah proses hilangnya uap air dari permukaan tubuh tumbuhan akibat adanya
penguapan (evaporasi). Transpirasi dari permukaan daun terutama berlangsung melalui stomata.
Peristiwa ini lazim dikenal sebagai transpirasi stomatal. Selain itu, sebagian kecil uap air dapat juga
hilang melalui kutikula (transpirasi lentikuler). Berbeda dengan evaporasi, uap air pada transpirasi
tidak meninggalkan permukaan bebas, tetapi harus melewati epidermis atau stomata. Transpirasi
ditentukan oleh faktor yang memengaruhi pembukaan stomata. Sebagai contoh, kenaikan
temperatur daun dapat memacu evaporasi, tetapi dapat pula menyebabkan menutupnya stoma
sehingga transpirasi menjadi berkurang.
Transpirasi bermanfaat bagi tumbuhan karena dapat menyebabkan terbentuknya daya isap
daun, membantu penyerapan air dan hara oleh akar, serta mempertahankan suhu permukaan daun.
Akan tetapi, transpirasi dapat juga membahayakan kehidupan tumbuhan. Hal ini terjadi apabila uap
air yang ditranspirasi melampaui jumlah air yang diserap oleh akar. Akibatnya, tumbuhan akan
kekurangan air. Kekurangan air yang berlebihan dapat mengakibatkan kelayuan yang berakhir
dengan kematian.
Transpirasi yang besar akan memaksa tumbuhan untuk melakukan penyerapan dalam jumlah
yang besar pula. Faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan transpirasi adalah berikut ini :
a. Faktor Dalam
1) Jumlah stomata tiap satuan luas daun
Jumlah stomata bergantung kepada jenis tumbuhan dan faktor lingkungan pada saat daun itu
berkembang.
2) Struktur anatomi daun
Alat tambahan yang berupa trikoma dapat mencegah penguapan. Selain itu, penguapan dapat
dikurangi dengan terbentuknya lapisan kutikula pada permukaan daun yang cukup tebal serta
letak stomata yang tersembunyi.
3) Potensial osmosis daun
Sel daun mempunyai potensial osmosis yang tinggi sehingga air tidak mudah menguap.
b. Faktor Luar atau Lingkungan
1) Kelembaban udara
Apabila kelembaban udara rendah maka selisih potensial air antara rongga substomater dan
udara sekitar menjadi besar. Akibatnya, akan terjadi penguapan dengan cepat dan difusi
uap air ke udara berlangsung makin cepat.
2) Temperatur
Kenaikan temperatur akan mempercepat transpirasi karena evaporasi dari permukaan
mesofil meningkat.
3) Angin
Angin dapat memindahkan uap air dari permukaan daun sehingga kelembaban menurun.
4) Ketersediaan air
Apabila jumlah air yang terdapat di lingkungan terbatas maka transpirasi akan berkurang. Laju
kehilangan air suatu tanaman bergantung kepada perbedaan potensial air antara atmosfer dan di dalam
sel daun, terutama pada rongga substomater. Jika ruang antarsel dalam daun jenuh dengan uap air
maka laju kehilangan uap air ditentukan oleh kelembaban nisbi udara di atmosfer. Setiap keadaan
lingkungan yang menyebabkan perubahan besarnya perbedaan potensial air antara sel daun dan
udara luar, dapat menyebabkan kenaikan laju transpirasi.
Radiasi matahari sangat penting bagi fotosintesis. Selain itu, radiasi dapat menimbulkan
panas. Panas yang diterima oleh daun digunakan sebagai sumber energi bagi transpirasi. Untuk
menguapkan 1 gram air dibutuhkan 568 kalori energi panas. Oleh karena itu, transpirasi
berpengaruh dalam pendinginan daun tumbuhan.

Anda mungkin juga menyukai