Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

FISIOLOGI PASCA PANEN

“ RESPIRASI PASCA PANEN ”

OLEH

BAMA YANI

17100025421003

PRODI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT

2020
FISIOLOGI PASCA PANEN

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Alhamdulillah Penulis haturkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan Rahmat serta Nikmatnya, sehingga penulis bisa menyelesaikan
Makalah Fisiologi Pasca Panen Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian,
Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Payakumbuh. Selanjutnya Shalawat
beriring salam tidak lupa Penulis sampaikan buat tokoh revolusi Agama Islam
yaitu Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun berdasarkan penyesuaian kurikulum dan materi
perkuliahan yang dibahas untuk mata kuliah Fisiologi Pasca Panen bagi
mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat,
Payakumbuh. Materi berkaitan dengan Respirasi Pasca Panen.
Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat menjadi sumber pengayaan
pemahaman mahasiswa dan menambah kecintaan dan kepedulian pada ilmu
pertanian terutama dalam Fisiologi Pasca Panen tentang Respirasi Pasca Panen.
Kritik dan saran untuk perbaikan sangat diharapkan dari semua pihak yang peduli
akan perkembangan ilmu Pertanian.

Payakumbuh, 07 April 2020

Bama Yani

2 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................2

DAFTAR ISI ...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

1.1 Latar Belakang ......................................................................................5


1.2 Rumusan masalah...................................................................................6
1.3 Tujuan ...................................................................................................6
BAB II Respirasi Pasca Panen.................................................................................7
BAB III Pola Respirasi Pada Buah Dan Sayur......................................................13
BAB IV Laju Respirasi Dan Faktor Yang Mempengaruhi....................................15
BAB V Pengaruh Respirasi Pada Produk Pasca Panen.........................................21
BAB VI KESIMPULAN........................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

3 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang kaya buah-buahan dan sayuran.


Indonesia bahkan merupakan salah satu produsen buah terbesar di dunia. Sayuran
dan buah-buahan merupakan produk holtikultura dan produk hidup yang masih
aktif melakukan aktifitas metabolismenya sehingga tergolong kedalam bahan
makanan yang sangat mudah rusak . Hal ini disebabkan karena sayur dan buah
mengalami proses – proses metabolisme seperti kadar air yang tinggi, proses
respirasi yang terus berlangsung pada pasca panen, dan adanya aktivitas enzim-
enzim dan hormon yang mengkatalis terjadinya kerusakan pada bahan yang
menyebabkan produk buah dan sayur mengalami perubahan – perubahan sehingga
terjadinya perubahan komposisi kimiawi dan mutu dari buah dan sayur.

Faktor terpenting yang dapat menghambat pada bahan nabati seperti buah-
buahan dan sayuran adalah respirasi, produksi etilen, transpirasi dan faktor lain
yang juga penting untuk diperhatikan adalah menghindari komuditi terhadap suhu
atau cahaya berlebihan dan kerusalan patologis atau kerusakan fisik . Pada
umumnya semua produk hortikultura setelah dipanen masih melakukan proses
respirasi.

Keragaman akan laju respirasi pascapanen buah dan sayur sering dijadikan
sebagai indikator tingkat laju kemunduran dari produk dan untuk mengetahui daya
simpan buah dan sayuran sesudah dipanen. Semakin tinggi tingkat laju
respirasinya maka semakin cepat laju kemunduran dan semakin cepat kematian
yang terjadi. Intensitasrespirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya
metabolisme, Laju respirasi menimbulkan suatu pola respirasi yang menyebabkan
buah dan sayuran dikelompokkan kedalam dua kelompok. Ada buah yang masuk
dalam kelompok buah klimaterik dan ada pula yang tergolong ke dalam kelompok

4 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

nonklimaterik. Adanya keragaman laju respirasi tersebut menyebabkan buah dan


sayur mengalami perubahan seperti pelayuan dan pembusukan.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan respirasi pada buah dan sayuran?


2. Bagaimana laju respirasi pada buah dan sayuran, serta
penggolongan buah dan sayuran berdasarkan pola respirasinya
(klimaterik dan nonklimaterik)?
3. Apa saja yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi laju
respirasi pada buah dan sayuran?

1.3 Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui tentang proses perubahan fisiologis pada


buah dan sayur seperti proses dan mekanisme yang terjadi dalam respirasi, laju
respirasi dan factor yang mempengaruhi laju respirasi pada buah dan sayur, serta
Penggolongan buah dan sayur berdasarkan pola respirasinya.

5 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

BAB II

RESPIRASI PASCA PANEN

2.1 Respirasi Dan Substrat Respirasi

Pada buah atau sayuran yang baru dipetik, respirasi masih tetap
berlangsung. Sel tanaman maupun hewan menggunakan energi yang telah
dihasilkan dan digunakan untuk mempertahankan protoplasma, membran
protoplasma, dan dinding sel.
Pada waktu masih berada pada tanaman induknya, buah dan sayuran serta
bunga potong melangsungkan proses kehidupan dengan cara melakukan respirasi,
yaitu proses biologis yang menyerap oksigen untuk digunakan pada proses
pembakaran (oksidasi) dan kemudian menghasilkan energi dengan diikuti
pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Setelah organ
dipanen ternyata buah, sayuran dan bunga potong masih melangsungkan proses
respirasi yang mencirikan bahwa organ panenan tersebut masih dalam keadaan
hidup. Menurut Kader (1985) bila proses respirasi dipilah dalam tahapan, maka
terdapat tiga tahap dalam proses respirasi. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut
ini:
a. Perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana,
b. Oksidasi gula-gula sederhana menjadi asam piruvat, dan
c. Perubahan (transformasi) aerob dari piruvat dan asam-asam organik lain
menjadi karbondioksida, air, dan energi.
Dalam proses respirasi, umumnya glukosa akan diubah menjadi berbagai
senyawa yang lebih sederhana dan disertai dengan pembebasan energi.
Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + energi

Dalam fotosintesis energi dihasilkan dan disimpan sedangkan pada proses


respirasi energinya dilepaskan. Energi yang dilepaskan sebagian dapat dalam
bentuk panas dan sebagian lagi dalam bentuk energi yang digunakan untuk

6 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

aktivitas sel-sel hidup. Untuk jelasnya dapat dibedakan antara fotosintesis dengan
respirasi sebagai berikut ini :

Fotosintesis Respirasi

1.Hanya terjadi pada sel tanaman 1.Terjadi pada setiap sel aktif dan
yang mempunyai klorofil hidup pada tanaman dan hewan.
2.Perlu adanya sinar matahari 2.Berlangsung selama sel tersebut
masih hidup baik pada tempat yang
terang ataupun tempat yang gelap
3.Menggunakan air dan karbon 3.Menggunakan bahan pangan dan
dioksida
4.Terjadi pembebasan oksigen

5.Energi matahari diubah menjadi


energi kimia.
6.Terjadi peningkatan berat

Respirasi adalah suatu proses biologis, yaitu oksigen diserap untuk


digunakan pada proses pembakaran (oksidatif) yang menghasilkan energi diikuti
oleh pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Substrat
yang paling banyak diperlukan tanaman untuk proses respirasi dalam jaringan
tanaman adalah karbohidrat dan asam-asam organik bila dibandingkan dengan
lemak dan protein. Laju respirasi pada umumnya digunakan sebagai indikator laju
metabolisme pada komoditi pertanian. Laju respirasi produk hortikulturasuhu dan
kelembaban juga dipengaruhi oleh komposisi gas terutama O2 dan CO2 di sekitar
produk (Benyamin, 2002).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi dapat


dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor
internal. Yang termasuk faktor lingkungan antara lain temperatur, komposisi
udara dan adanya kerusakan mekanik. Ketiga faktor ini merupakan faktor penting
yang dapat mempercepat laju respirasi. Sedangkan faktor internal antara lain jenis
komoditi (klimaterik atau non-klimaterik) dan kematangan atau tingkat umurnya,

7 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

akan menentukan pola respirasi yang spesifik untuk setiap jenis buahbuahan dan
sayuran (Nurjanah, 2002).

Laju respirasi merupakan indeks yang baik untuk menentukan umur


simpan buah-buahan setelah dipanen. Intensitas respirasi merupakan ukuran
kecepatan metabolisme dan seringkali digunakan sebagai indikasi umur simpan
buah-buahan. Penyimpanan pada suhu dingin merupakan cara yang paling efektif
dan bermanfaat untuk memperlambat perkembangan pembusukan pascapanen
pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Tiap-tiap buah dan sayuran memiliki suhu
optimum penyimpanan untuk menghambat penuaan dan pematangan proses-
proses fisiologis (Swadianto, 2010).

Produk dengan laju respirasi tinggi cenderung cepat mengalami kerusakan.


Percepatan respirasi ini juga dipengaruhi oleh keberadaan etilen. Etilen adalah
senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai hormon pertumbuhan,
perkembangan dan kelayuan. Oleh sebab itu keberadaan etilen perlu ditekan pada
saat produk telah mengalami kematangan agar daya simpan produk lebih lama.
Selain etilen yang mempengaruhi laju respirasi buah-buahan adalah pola
respirasinya (Winarno dan Aman, 1979).

Berdasarkan laju respirasinya buah dibedakan menjadi dua yaitu buah


klimaterik( laju meningkat dengan tajam selama periode pematangan dan pada
awal senesen) dan non klimaterik (tidak ada perubahan laju respirasi pada akhir
pematangan buah). Contoh buah klimaterik adalah avokad, pepaya, apel, pisang
dan lain-lain. Buah-buahan dikelompokkan berdasarkan laju pernapasan mereka
saat pertumbuhan sampai fase senescene ( Zulkarnaen, 2009).

Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan
erat dengan: kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai
nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat
diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan yang dapat memper
lambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi
ketersediaan oksigen (O2) atau meningkatkan konsentrasi CO2, dan menjaga

8 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut (Utama,
2013).

Semakin tinggi laju respirasi, semakin cepat pula perombakan-


perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Air
yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat
menjadi layu. Laju respirasi sering digunakan sebagai indeks yang baik untuk
menentukan masa simpan pascapanen produk segar. Berbagai produk mempunyai
laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur morfologi dan tingkat
perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut (Ryal dan Lipton, 1972).

Proses respirasi pada jalur pemecahan senyawa komplek menjadi senyawa


sederhana dengan terjadinya pelepasan energi dapat melalui 4 tingkat sebagai
berikut ini.

1. Pada tingkat pertama, molekul besar dipecah menjadi molekul yang


lebih sederhana. Polisakarida dipecah menjadi gula sederhana seperti glukosa,
protein menjadi asam - asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Pada tingkat
ini, tidak terbentuk energi

2. Pada tingkat kedua, molekul yang sederhana (kecil) tersebut dipecah


lebih lanjut menjadi molekul-molekul yang lebih kecil lagi. Gula, asam lemak,
gliserol, dan beberapa asam amino dirubah menjadi asam piruvat dan asetil CoA.

3. Reaksi tingkat ketiga merupakan jalur yang disebut siklus Krebs (TCA=
Tricarboxylic Acid ). Pada tingkat ini senyawa-senyawa intermedier yang
dihasilkan akan teroksidasi menjadi CO2, H2O dan energi. Empat elektron
ditransfer ke NAD+ (Nicotinamide Adenine Dinucleotide) dan FAD ( Flavine
Adenine Dinucleotide) untuk setiap gugus asetil yang dioksidasi dengan disertai
sedikit pembebasan energi.

4. Tingkat terakhir merupakan reaksi transport elektron dan fosforilasi


oksidatif. Pada transport, elektron yang diikat oleh NADH2 dan FADH2
ditransfer ke oksigen disertai dengan pembebasan sejumlah energi. Energi ini

9 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

dipergunakan untuk memacu pembentukan ATP dengan proses fosforilasi


oksidatif.

2.2 Substrat Respirasi

Substrat adalah bahan kimia yang menjadi subjek untuk dimodifikasi yang
dapat bereaksi dengan pereaksi yang menghasilkan suatu produk.

Dalam respirasi yang berperan sebagai substrat adalah karbohidrat dan


asam – asam organic serta lemak, pati, selulosa, pektin dan protein. Tapi yang
paling banyak digunakan adalah karbohidrat dan asam organic. Substrat dapat
membentuk satu atau lebih produk yang menjadi sasaran aksi enzim.

Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam proses
respirasi. Berbagai hubungan antara substrat dengan hasil intermedier respirasi
dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Karbohidrat dapat dikonversikan menjadi asam lemak atau asam-asam


amino. Lemak dapat dirubah menjadi asam amino demikian sebaliknya, tetapi
sukar untuk ditransformasikan menjadi karbohidrat kembali.

2. Banyak senyawa penting yang disintesis dari hasil intermedier siklus


glikolitik dan siklus krebs. Glukosa 6 PO4 berperan sebagai substrat dalam
pembentukan asam askorbat; fosfoenolpiruvat dapat dikonversikan menjadi asam
khlorogenat; asetil CoA dapat diubah menjadi fenol atau zat -zat aromatik yang
mudah menguap; atau suksinil Co A menjadi khlorofil. 3. Glikolisis dan jalur
pentosa fosfat berlangsung dalam sitoplasma. Siklus Kreb dan sistem transport
elektron berlangsung dalam mitokhondria.

2.3 Pengukuran Respirasi

Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat


yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan dan panas yang dihasilkan /
energi yang timbul. Senyawa yang teroksidasi selama respirasi dapat diketahui

10 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

dengan menganalisis bahan tersebut. Jarang hanya gula saja yang dipakai sebagai
substrat selama respirasi.

Berbagai bentuk zat lain dapat pula digunakan sebagai substrat dalam
respirasi.. Zat lainnya misalnya pati, selulosa, pektin, lemak, bahkan protein dapat
sebagai substrat. Respirasi ditentukan dengan pengukuran CO2 dan O2 yaitu
dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran
CO2. Proses respirasi dengan mengukur perubahan kandungan gula, jumlah ATP,
jumlah CO2 yang dilkeluarkan, dan jumlah O2 yang digunakan secara praktis
sukar dapat diukur.

Terjadinya perubahan kandungan gula, karena gula yang terdapat dalam


bahan jumlahnya tidak tetap dan pembentukan gula yang merupakan pemecahan
pati (karbohidrat) dapat bersamaan dengan proses glikolisis ( pemecahan gula)
sehingga sukar dieketahui banyaknya gula yang terdapat.

Pengukuran kandungan ATP secara teoritis dapat dilakukan, tetapi secara


praktis jarang dilakukan. Untuk mengukur jumlah ATP yang terbentuk, dan
diperlukan waktu lama, ketelitian yang tinggi, dan alat-alat yang baik.

Produksi CO2 yang terbentuk dalam proses respirasi mudah diukur.


Pengukuran proses respirasi dengan mengukur terbentuknya CO 2 tidak diketahui
apakah berasal dari proses aerob atau anaerob. Jumlah O 2 yang digunakan di
dalam proses respirasi relative sedikit, sukar dilakukan dalam pratek dan
memerlukan peralatan yang dapat digunakan untuk mengukur dengan teliti,
misalnya dengan gas khromatografi. Di antara cara pengukuran di atas cara yang
paling praktis adalah dengan mengukur CO2 yang tebentuk.

11 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

BAB III

POLA RESPIRASI PADA BUAH DAN SAYUR

3.1 Pola Respirasi Pada Buah

Berdasarkan laju respirasi dan produksi etilen yang dihasilkan dalam


proses respirasi, maka penggolongan buah terbagi menjadi 2, yaitu :

1. Pola Klimakterik / klimakterik respirasi

2. Pola Non-klimakterik.

1. Respirasi Klimakterik

Disebut klimaterik apabila jumlah CO2 yang dihasilkan dalam fase


pertumbuhan buah terus menurun dan menjelang senescene produksi CO 2 kembali
meningkat setelah itu menurun lagi. Etilen akan meningkat pada fase pemasakan
buah ( ripening ) dan menurun menjelang fase pelayuan ( senescane ).

Klimaterik juga diartikan sebagai suatu pola perubahan dalam respirasi,


yang biasanya disebut dengan istilah yang lebih lengkap yaitu Klimaterik
Respirasi. Klimaterik dapat juga diartikan sebagai suatu periode transisi suatu
proses pertumbuhan menjadi senesensen (pelayuan). Berdasarkan sifatnya, proses
klimaterik ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu klimaterik menaik, puncak
klimaterik, dan pasca klimaterik. Terjadinya respirasi klimaterik bersamaan
dengan tercapainya ukuran maksimum dari suatu buah. Pada saat inilah semua
perubahan yang bersifat khas pada apa yang disebut pemasakan terjadi. Proses
pemasakan dan respirasi klimaterik terjadi pada buah baik yang masih melekat
pada tanaman induknya maupun yang telah dipanen (Santoso, 2011).

Peningkatan respirasi bertepatan dengan mulainya proses pematangan


buah. Pematangan buah ditandai oleh adanya perubahan warna, citarasa, &

12 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

tekstur. Pada buah klimakterik, selain terjadi kenaikan respirasi juga terjadi
kenaikan kadar etilen pada proses pematangan. Perlakuan etilen atau propilen
akan menstimulir proses respirasi & sintesis etilen secara autokatalitik. Contoh
buah yang tergolong klimaterik yaitu : nangka, srikaya, sirsak, papaya, jambu,
durian, dll.

2. Respirasi non klimakterik

Pada buah non klimaktetik, Pada proses pematangan tidak terjadi kenaikan
respirasi & kenaikan kadar etilen pada saat dimulainya proses pematangan buah
sehingga CO2 yang dihasilkan terus menurun secara perlahan sampai fase
senescene. Dan etilen yang dihasilkan pun rendah atau mengalami perubahan
selama fase perkembangan buah, mulai dari pembelahan sel selama fase
senescene.

Buah-buah yang tergolong dalam non-klimaterik juga menujukkan adanya


perubahan pada tahapan pemasakan, namun laju perubahan ini lebih lambat
dibandingkan dengan buah yang tergolong klimaterik (Shalunke, 1990 ).
Kriteria penting lainnya untuk membedakan buah klimaterik dari buah
non-klimaterik adalah dengan melihat reaksinya terhadap penggunaan etilen.
Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap peralkuan etilen pada setiap saat
kehidupannya, baik sebelum maupun sesudah panen. Sedangkan buah klimaterik
hanya akan memperlihatkan kenaikan respirasi bila etilen digunakan selama masa
pra-klimaterik, dan menjadi tidak peka terhadap etilen setelah mencapai masa
klimaterik buah tersebut (Phan et al, 1975).
Contoh buah yang tergolong non klimaterik yaitu mentimun, anggur, jeruk
nipis, manggis, rambutan, semangka, dll.

13 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

BAB IV

LAJU RESPIRASI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

RESPIRASI

4.1 Laju Respirasi pada Buah dan Sayur

Laju respirasi pada komoditi panenan merupakan petunjuk aktivitas


metabolisme jaringan. Karena itu maka dapat berguna sebagai petunjuk panjang-
pendeknya periode penyimpanan komoditi panenan bersangkutan. Menurut Wills
et al (1989), tingkat respirasi pada buah, sayuran maupun bunga potong dapat
diukur dengan lima cara, yaitu :

a. Menentukan jumlah subtrat (gula) yang hilang,

b. Menentukan jumlah gas oksigen yang digunakan,

c. Menentukan gas karbondioksida yang dikeluarkan,

d. Menentukan jumlah panas yang dihasilkan, dan

e. Menentukan jumlah energi (ATP) yang dihasilkan.

Jika laju respirasi diukur melalui pengukuran jumlah oksigen yang


dikonsumsi atau jumlah karbondioksida yang dilepas selama tahapan atau periode
perkembangan, pematangan, pemasakan, dan senesen, maka pola respirasi tertentu
akan diperoleh. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa laju respirasi per
unit berat tertinggi terjadi pada buah mentah (hijau) dan sayuran yang belum
dewasa. Kemudian menurun seiring dengan bertambahnya umur (Reid,1985).

Seperti telah dijelaskan bahwa respirasi adalah suatu proses pembongkaran


bahan organic tersimpan menjadi bahan sederhana. Produk akhirnya berupa energi
(dalam bentuk panas). Energi yang dihasilkan dikenal sebagai panas vital, sangat
penting dalam pengelolaan atau penanganan pasca panen untuk memperkirakan
perlakuan pendinginan dan kebutuhan ventilasi dalam pengepakan. Laju proses

14 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

perusakan (deteriorasi) komoditi panenan umumnya proporsional dengan laju


respirasi. Laju respirasi yang terjadi pada organ panenan diukur dalam satuan
mg/CO2/kg/jam. Tingkat laju respirasi didasarkan pada besar kecilnya
karbondioksida yang dihasilkan (Santoso, 20011).

Pengelompokan komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi dapat


dilihat pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Pengelompokan komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi

Kelompok Laju Respirasi pada Komoditi


50C
(mg/CO2/kg/jam)

Sangat rendah <5 Sayuran, kacang-kacangan, buah


kering

Rendah 5 – 10 Apel, jeruk, anggur, bawang,


kentang

Sedang 10 – 20 Pisang, kubis, wortel, selada,


cabe, tomat

Tinggi 20 – 40 Stroberi, kol kembang, apokat

Sangat tinggi 40 – 60 Bawang, bunga potong

Sangat-sangat > 60 Asparagus, brokoli, bayam,


tinggi jagung manis

Atas dasar laju dan pola respirasi dan pola produksi etilen selama
pematangan dan pemasakan, komoditi hortikultura (terutama yang berbentuk
buah) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu buah klimaterik dan non-
klimaterik. Klimaterik menunjukkan peningkatan yang besar dalam laju produksi
karbondioksida (CO2) dan etilen (C2H4) bersamaan dengan terjadinya pemasakan.
Sedangkan non-klimaterik tidak menunjukkan perubahan, umumnya laju produksi
karbondioksida dan etilen selama pemasakan sangat rendah. Contoh buah yang
tergolong klimaterik adalah apel, apokat, pisang, pepaya, tomat, dan semangka.
Sedangkan buah-buah yang termasuk dalam golongan non-klimaterik meliputi
anggur, cherri, mentimun, terong, jeruk, cabe, nanas, dan stroberi.

15 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Respirasi pada Buah

A. Faktor Internal

1. Tingkat Perkembangan Buah

Makin besar buahnya, jumlah CO2 yang dikeluarkan bertambah banyak


pula. Dengan membesarnya buah, laju respirasi yang dihitung berdasarkan unit
berat terus menurun. Buah yang menuju ke proses pematangan laju respirasinya
meningkat sampai puncak klimakterik, dan kemudian laju respirasi menurun.

2. Susunan Kimia Jaringan

Buah maupun sayur-sayuran mempunyai susunan kimia yang berbeda-


beda tergantung pada jenis maupun varietasnya. Misalnya, buah alpukat
mempunyai kandungan lemak lebih tinggi daripada buah jeruk.

Koefisien respirasi (RQ) bervariasi menurut jenis substrat yang digunakan


(dioksidasi). Biasanya nilai RQ lebih kecil dari satu bila substratnya asam lemak.
Nilai sama dengan satu bila substrat gula, dan lebih besar dari satu bila
substratnya asam-asam organik. Hal ini akan terjadi pada kondisi alami yang
normal.
Beberapa kondisi abnormal dapat mempengaruhi kecepatan respirasi. Pada
suhu 1000F buah jeruk memiliki RQ = 2 atau pada suhu 37,5 0C RQ = 2.
. Kelarutan oksigen yang rendah dapat menyebabkan respirasi anaerob
terjadi. Pada kondisi ini gas karbon dioksida lebih besar dikeluarkan dari pada gas
oksigen yang dikonsumsi. Pada kondisi penyimpanan atmosfir terkendali
(Controlled Atmosphire = CA-storage), nilai RQ akan tinggi karena rendahnya
konsentrasi gas oksigen. Jadi, substrat yang digunakan sebagai bahan respirasi
berbeda.

16 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

3. Ukuran Produk

Produk yang kecil mempunyai laju respirasi lebih besar daripada produk
yang besar. Misalnya, kentang yang kecil-kecil mempunyai laju respirasi yang
lebih besar daripada kentang yang besar per satuan berat. Hal ini disebabkan
karena kentang yang lebih kecil mempunyai luas permukaan lebih besar daripada
kentang yang lebih besar sehingga lebih banyak permukaannya bersentuhan
dengan udara. Dengan demikian berarti lebih banyak oksigen yang berdifusi ke
dalam jaringan.

4. Pelapis Alami / Lapisan Alami

Produk yang mempunyai lapisan lilin pada kulitnya menunjukan laju


respirasi yang lebih rendah dibandingkan produk yang tidak mempunyai lapisan
lilin karena oksigen lebih sulit untuk berdifusi ke dalam jaringan.

5. Jenis Jaringan

Jaringan muda yang lebih aktif mengadakan metabolisme akan


menunjukkan kegiatan respirasi yang lebih tinggi daripada organ-organ yang tidak
aktif. Respirasinya juga bervariasi tergantung pada organnya, misalnya kegiatan
respirasi dalam kulit, daging, dan biji berbeda-beda.

17 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

B. Faktor Eksternal

1. Suhu

Suhu antara 0 - 350C menyebabkan laju respirasi buah dan sayuran


meningkat 2-2,5 kali untuk setiap kenaikan suhu 80C. Penurunan laju respirasi
pada suhu tinggi merupakan gejala bahwa :

• oksigen (O2 ) tidak berdifusi cukup cepat untuk dapat


mempertahankan laju respirasi yang ada.
• karbondioksida ( CO2 ) tertimbun di dalam sel sampai tingkat yang
dapat menghambat metabolisme, dan
• persediaan bahan makanan pada buah maupun pada sayuran yang
dapat dioksidasi tidak mencukupi untuk dapat mempertahankan
laju respirasi yang tinggi.

2. Etilen ( C2H4 )

Pemberian etilen pada buah klimakterik pada tingkat praklimakterik


menunjukkan kenaikan respirasi lebih awal, apabila diberikan setelah puncak
klimakterik tidak mengubah laju respirasi.

3. Oksigen

Pada beberapa komoditi respirasi meningkat dengan bertambahnya


oksigen yang diberikan, misalnya pada wortel. Akan tetapi, apabila konsentrasi
oksigen melebihi 20 %, respirasinya hanya terpengaruh sedikit saja.

4. Karbondioksida

Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat mempertahankan mutu buah dan sayur
sayuran yang disimpan karena respirasinya terhambat sehingga perubahan-
perubahan pada bahan tersebut terhambat. Misalnya, pada jeruk konsentrasi 5 %

18 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

menurunkan aktivitas respirasi, akan tetapi dengan konsentrasi 10 % terjadi


peningkatan respirasinya.

5. Kerusakan buah

Pada buah maupun sayuran yang mengalami kerusakan, laju respirasinya


tergantung pada jenis dan parahnya luka kerusakan. Hal ini mungkin disebabkan
oleh pengaruh etilen secara tidak langsung.

6. Senyawa (Zat) Pengatur Tumbuh


Beberapa senyawa pengatur tumbuh seperti Malic Hidrazid (MH) dapat
mempercepat atau menghambat respirasi. Pengaruh senyawa ini sangat bervariasi
menurut jenis jaringan dan waktu penggunaan serta kemudahan terserap oleh
jaringan. Naftalen asam asetat (NAA) merangsang respirasi buah-buahan yang
dipanen pada tahap pra-klimaterik. Terdapatnya kinetin pada konsentrasi rendah
meningkatkan respirasi buah-buahan. Sedangkan isopropil-n-fenilkarbamat (IPC)
walaupun pada konsentrasi 100 ppm dapat menghambat respirasi beberapa buah.

19 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

BAB V

PENGARUH RESPIRASI PADA PRODUK PASCA PANEN

1. Menurunkan cadangan makanan

 menurunkan kadar amilum,


 Menurunkan kadar gula atau rasa manis
 menurunkan berat terutama untuk komoditas yg disimpan lama
contohnya : bawang merah..
 Respirasi produk pasca panen mengurangi umur simpan.
 Produk pasca panen yg respirasinya cepat umur simpanya lebih
pendek atau lebih cepat rusak, Sedangkan yang respirasinya lambat
lebih tahan lama atau lebih lambat rusak. Jadi, umur simpan
produk pasca panen dapat diperpanjang dengan menekan respirasi

2.Menurunkan kadar oksigen udara di sekitar produk

 Respirasi membutuhkan O2 sehingga akan menurunkan kadar O2


udara disekitar produk.
 Yang selanjutnya akan memperlambat respirasi & senesen
( kelayuan )

3.Meningkatkan kadar CO2 di sekitar produk

 CO2 yg dihasilkan oleh respirasi produk pasca panen akan


meningkatkan kadar CO2 udara di sekitar produk. Hal ini akan
memperlambat respirasi dan senesen

4.Meningkatkan suhu di sekitar produk

 Respirasi menghasilkan energi, sehingga akan meningkatkan suhu


udara di sekitar produk. Hal ini yg menentukan perlunya kabut
pendingin selama pengangkutan & penyimpanan

20 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

BAB VI

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

1. Respirasi pada dasarnya adalah proses biologis yang menyerap oksigen


untuk digunakan pada proses pembakaran (oksidasi) dan kemudian
menghasilkan energi dengan diikuti pengeluaran sisa pembakaran
berupa gas karbondioksida dan air
2. Pola respirasi pada buah dan sayuran menyebabkan komoditi
hortikultura ini dikelompokkan menjadi buah klimaterik dan
nonklimaterik. Buah klimaterik hanya akan memperlihatkan kenaikan
respirasi bila etilen digunakan selama masa pra-klimaterik, dan
menjadi tidak peka terhadap etilen setelah mencapai klimaterik. Buah
non-klimaterik akan bereaksi terhadap peralkuan etilen pada setiap saat
kehidupannya, baik sebelum maupun sesudah panen.
3. Pengukuran respirasi pada produk hortikultura buah buahan segar baik
buah klimaterik maupun non klimaterik dilakukan dengan mengukur
kadar O2 dan CO2 pada setiap selang waktu tertentu.
4. Pola respirasi pada buah dan sayur dipengaruhi oleh laju respirasi.
Laju respirasi ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal: tingkat perkembangan, komposisi kimia jaringan, ukuran,
lapisan alami, jenis jaringan. Faktor eksternal: suhu, etilen, O2, CO2,
zat pengatur tumbuh, dan luka.
5. Laju respirasai antara buah klimaterik dan non klimaterik cenderung
berbeda. Laju respirasi buah klimaterik menunjukkan laju penurunan O2 yang
jauh lebih besar dibanding buah non klimaterik. Namun laju peningkatan CO2
pada buah klimaterik lebih kecil dibanding buah non klimaterik.

21 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

6. DAFTAR PUSTAKA

Benyamin, Lakitan. 2002. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Grafindo


Persada: Jakarta.

Kader, Adel A., 1985. Postharvest Technology of Horticultural Crops.


Cooperative Extension, University of California, Division of Agriculture
and Natural Resources.

Mattoo, A.K., T. Murata, Er. B. Pantastico, K. Chachin, K. Ogata and C.T. Phan.,
1975. Chemical Changes During Maturation and Ageing. The Avi
Publishing Company. Inc., Connecticut.

Nurjanah, Sarifah. 2002. Kajian Laju Respirasi Dan Prodeuksi Etilen Sebagai
Dasar Penentuan Waktu Simpan Sayuran Dan Buah-Buahan. Jurnal
Bionatura, Vol. 4, No. 3, 148 – 156.

Phan, C.T., Er. B. Pantastico, K. Ogata, and K. Chachin, 1975. Respiration and
Peak of Respiration. In Pantastico, Er. B. (Ed). Postharvest Physiology,
Handling, and Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and
Vegetables. The Avi Publishing Company. Inc., Connecticut.

Ryall, A. L. and Lipton, W. J. 1972. Handling, Transportation and Storage of


Tropika: Buah Dan Sayur (Post Harvest Of Tropical Plant Products:
Fruit And Vegetable). http://seafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-
content/uploads/2014/02/MK-Pasca-Panen-Buah-Sayuran.pdf. Diakses
pada Senin, 06 April 2020 pukul 20:33 WIB

Santoso, Bambang. 2011. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan


Hortikultura. http://fp.unram.ac.id/data/2011/02/BAB-3-Fisiologi-a.pdf.
Diakses pada Senin, 06 April 2020.

Sudjatha, W. 1992. Peranan Penanganan Pascapanen Hasil Tanaman Pangan


Dalam Menunjang Industri Pengolahan Hasil Pertanian dan Pariwisata.
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

22 Bama Yani Agroteknologi’17


FISIOLOGI PASCA PANEN

Swadianto, Stanley. 2010. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi dan


Produksi Etilena Pada Pascapanen Buah Manggis (Garcinia mangostana
L).https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59373/G10ssw.
pdf?sequence=1&isAllowed=y. Diakses pada Senin, 06 April 2020 pukul
21:10 WIB

Wills, R.B.H., Mc. Glasson, W.B., Graham, D., Lee, T.H., and Hall, E.G., 1989.
Postharvest – An Introduction to The Physiology and Handling of Fruits,
and Vegetables. An Avi Book, Van Nostrand Reinhold, New York.

23 Bama Yani Agroteknologi’17

Anda mungkin juga menyukai