Anda di halaman 1dari 56

Lecture 14

ITP 229 Praktikum Kimia dan Biokimia Pangan

POLA RESPIRASI DAN INSTRUMENT


Tiara Indra Saraswati, M. Si
POLA RESPIRASI

Pendahuluan Respirasi Klimaterik Senescene

Pengaruh Suhu Pengaruh Tekanan


Perubahan Pada
Etilen Terhadap Produksi Terhadap Produksi
Proses Pematangan
dan Aktivitas Etilen dan Aktivitas Etilen
Good Agricultural Practice

Menerapkan Good Agricultural Practice (GAP)


GAP merupakan sebuah teknis penerapan sistem sertifikasi proses produksi
pertanian yang menggunakan teknologi maju ramah lingkungan dan berkelanjutan

4 komponen ASEAN-GAP (2003)


1. Keamanan Konsumsi Pangan
2. Pengelolaan Lingkungan Dengan Benar
3. Keamanan, Kesehatan dan Kesejahteraan Pekerja
4. Jaminan Kualitas Produk dan Traceability Produk

Kementerian Pertanian (2022)


Good Agricultural Practice
PRA PANEN
• Kegiatan sejak penebaran benih sampai hasilnya dipanen.
• Identifikasi jenis kultivar, pengolahan lahan, persiapan bahan tanam, penanaman,
pemeriksaan jarak tanam, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, serta
mengamati pertumbuhan dan perkembangan hingga tanaman budidaya tersebut siap
dipanen
• Kondisi tanaman budidaya yang diamati pada saat pra panen meliputi cahaya, suhu,
kelembaban sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
serta kualitas dari tanaman budidaya

PANEN
Penanganan buah dan sayur yang ditentukan oleh faktor ekonomi:
• Pengangkutan jangka lama, kebutuhan, penyimpanan, pemeliharaan bentuk dan rasa
(diterima konsumen)
• Pendewasaan dan pemasakan (kematangan) pada buah dan sayur mempengaruhi
kandungan nutrisi sayur dan buah (vitamin, protein, pati)
Good Agricultural Practice

PASCA PANEN
Pengelolaan pasca panen bertujuan untuk menyalurkan produk kepada konsumen dengan kualitas yang terjaga

Produsen diharapkan dapat menjaga kualitas produk seperti warna daun, kesegaran, dan bentuk sesuai
kriteria perusahaan sebagai komponen kualitas dalam penanganan dan pengemasan produk agar mencegah susut
bobot, memperlambat perubahan kimiawi yang tidak diinginkan, mencegah kontaminasi bahan asing dan
mencegah kerusakan fisik.

Penyeleksian
Penyortiran Penimbangan Distribusi Konsumen
Kualitas
PENDAHULUAN

Buah dan sayuran termasuk dalam jenis pangan


perisable food (mudah rusak) dan tidak dapat disimpan
pada suhu kamar, karena mempunyai kadar air tinggi.
Apabila tidak ditangani dengan baik, maka akan terjadi
kehilangan (losses) atau terjadi kerusakan yang tinggi,
sehingga menimbulkan kerugian. Dalam penanganan buah
dan sayur, diperlukan penanganan pascapanen yang benar.
TEKNIK PENANGANAN PASCAPANEN

Tujuan penanganan pascapanen, diantaranya:


1. Meminimalisir Tingkat kehilangan atau Tingkat kerusakan hasil
panen tanaman pangan
2. Meningkatkan daya simpan dan daya guna
3. Menyediakan bahan baku industry di dalam negeri
4. Meningkatkan pendapatan petani
5. Meningkatkan penerimaan devisa negara
6. Memperluas kesempatan kerja
7. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup

Dengan penanganan pascapanen yang benar, diharapkan hasil


panen memiliki kualitas yang baik dengan cara mencegah atau
mengurangi terjadinya kerusakan hasil panen.
KEHILANGAN DAN SUSUT PASCAPANEN

Selama proses penanganan pascapanen, banyaknya


kehilangan atau usut yang dialami buah dan sayur sangat
bervariasi tergantung pada macam, jenis, varietas, dan cara
penanganan jenis hasil pertanian.

Kategori kehilangan/susut buah dan sayur terbagi


menjadi 3 hal, diantaranya:
1. kehilangan/susut kuantitatif
2. Kehilangan/susut Kualitatif
3. Kehilangan nutrisi
KEHILANGAN DAN SUSUT PASCAPANEN

Kehilangan atau susut biasanya disebabkan karena:


1. Kerusakan:
a. biologis,
b. mikrobiologis,
c. Fisik,
d. Mekanis (benturan),
e. dan kimia
2. Kontaminasi
3. Perubahan-perubahan nutrisi.

Terjadi pemecahan karbohidrat mejadi senyawa sederhana


yang menyebabkan teksturnya menajdi lunak.
PROSES FISIOLOGI DAN BIOKIMIA
BUAH DAN SAYUR
Pada saat proses buah dan sayur sudah Air pada buah dan sayur yang telah dipanen dapat
dipanen atau telah dipisahkan dari tanaman hilang tidak hanya melalui proses respirasi, tetapi juga
induknya, proses respirasi dan transpirasi tetapi terjadi karena transpirasi (penguapan).
berlangsung, sedangkan zat yang diperlukan untuk Transpirasi adalah proses kehilangan air dalam
proses tersebut tidak dapat diambil dari dalam tanah bentuk gas dari jaringan hidup, sedangkan evaporasi adalah
lagi, tetapi menggunakan bahan Cadangan yang penguapan air yang tidak melalui jaringan hidup
terdapat pada buah dan sayuran tersebut.
Apabila zat gizi dan air yang dipergunakan
oleh buah dan sayur yang sudah dipanen untuk
respirasi tidak mencukupi, maka akan terjadi
kerusakan, sehingga buah dan sayuran menjadi
rusak.
RESPIRASI
Fotosintesis
Pada saat buah dan sayur baru dipetik, respirasi masih
tetap berlangsung. Dalam proses respirasi, glukosa dirubah
menajdi berbagai senyawa yang lebih sederhana disertai dengan
pembebasan energi.

Persamaannya sebagian berikut:

Dalam proses fotosintesis, energi dihasilkan dan  Siang hari, tumbuhan


disimpan, sedangkan pada proses respirasi energi dilepaskan. membutuhkan CO2 untuk proses
Energi yang dilepaskan dalam bentuk panas dan energi yang respirasi
digunakan untuk aktivitas sel-sel hidup.  Malam hari, tumbuhan
membutuhkan O2 juga untuk
proses respirasi
RESPIRASI
Pelepasan Energi
Proses respirasi melalui jalur pemecahan senyawa  Tingkat 3. Jalur siklus Krebs (Tricarboxylic
kompleks menjadi senyawa sederhana dengan terjadinya Acid/TCA).
pelepasan energi melalui 4 Tingkat berikut, diantaranya: Senyawa-senyawa intermediet yang dihasilkan
 Tingkat 1. Molekul besar dipecah menjadi molekul yang akan teroksidasi menjadi CO2, H2O, dan energi.
lebih sederhana. 4 electron ditransfer ke NAD+ dan FAD untuk
1. Polisakarida menjadi gula sederhana, seperti glukosa setiap gugus asetil yang dioksidasi dengan disertai
2. Protein menjadi asam-asma amino sedikit pembebasan energi
3. Lemak menjadi asam lemak  Tingkat 4. Reaksi transport electron dan
Pada Tingkat 1, tidak terbentuk energi fosforilasi oksidatif. Pada transport, electron
 Tingkat 2. Molekul sederhana dipecah lebih lanjut menjadi yang diikat oleh NADH2 dan FADH2 ditransfer
molekul-molekul yang lebih kecil lagi. ke oksigen disertai dengan pembebasan sejumlah
Gula, asam lemak, gliserol, dan beberapa asam amino dirubah energi. Energi ini digunakan untuk pembentukan
menjadi asam piruvat dan asetil CoA ATP dengan proses forforilasi oksidatif.
RESPIRASI
Pelepasan Energi
Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam proses
respirasi. Berbagai hubungan antara substrat dengan hasil intermediet respirasi dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Karbohidrat dapat dikonversikan menjadi asam lemak atau asam-asam amino.
Lemak dapat dirubah menjadi asam amino demikian sebaliknya, tetapi sulit untuk
ditransformasikan menjadi karbohidrat kembali.
2. Banyak senyawa penting yang disintesis dari hasil intermediet siklus glikolitik
dan siklus krebs. Glukosa 6 PO4 berperan sebagai substrat dalam pembentukan asam
askorbat; fosfoenolpiruvat dapat dikonversikan menjadi asam khlorogenat; asetil CoA
dapat diubah menjadi fenol atau zat -zat aromatik yang mudah menguap; atau suksinil
Co A menjadi klorofil.
3. Glikolisis dan jalur pentosa fosfat berlangsung dalam sitoplasma. Siklus Kreb
dan sistem transport elektron berlangsung dalam mitochondria.
RESPIRASI
Pengukuran

Pengukuran respirasi dapat dilakukan dengan menentukan:


1. jumah substrat yang hilang,
2. oksigen yang diserap,
3. karbondioksida yang dikeluarkan, dan
4. Panas dan energi yang dihasilkan

Substrat yang didapat ukur, diantaranya:


5. Pati
6. Selulosa
7. Pektin
8. Lemak
9. Protein
RESPIRASI
Pengukuran

Respirasi ditentukan dengan pengukuran CO2 dan O2,


yaitu dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan
penentuan laju pengeluaran CO2.
Proses respirasi dengan mengukur:
1. perubahan kandungan gula,
2. Jumlah ATP
3. Jumlah CO2 yang dikeluarkan, dan
4. Jumlah O2

Produksi CO2 yang terbentuk dalam proses respirasi


mudah diukur. Pengukuran proses respirasi dengan mengukur
terbentuknya CO2 lebih praktis dibandingkan dengan
pengukuran yang lain.
RESPIRASI
Faktor-Faktor

Internal Eksternal

 Tingkat Perkembangan Buah


 Susunan Kimia Jaringan  Suhu
 Ukuran Produk  Etilen
 Pelapis Alami  Oksigen
 Jenis Jaringan  Karbondioksida
 Kerusakan Buah
RESPIRASI
Faktor Internal
Tingkat Pekembangan Buah
Semakin besar ukuran buahnya, jumlah CO2 yang
dikeluarkan juga semakin banyak. Dengan membesarnya
buah, laju respirasi yang dihitung berdasarkan unit berat terus
menurun.

Susunan Kimia Jaringan


Buah dan sayur memiliki susunan kimia yang
berbeda, tergantung pada jenis ataupun varietasnya.
Misalnya, buah alpukat mempunyai kandungan lemak
lebih tinggi daripada buah jeruk. Jadi, substrat yang digunakan
sebagai bahan respirasi juga berbeda.
RESPIRASI
Faktor Internal

Ukuran Produk
Produk yang memiliki ukuran lebih kecil, laju
respirasinya lebih besar dibandingkan dengan produk ukuran
besar.
Misalnya, kentang dengan ukuran kecil-kecil memiliki laju
respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan kentang yang besar
per satuan berat.
Hal tersebut karena kentang yang lebih kecil mempunyai
luas permukaan lebih besar daripada kentang yang lebih besar,
sehingga lebih banyak permukaannya yang bersentuhan dengan
udara. Dengan demikian, lebih banyak oksigen yang berdifusi
ke dalam jaringan.
RESPIRASI
Faktor Internal

Pelapis Alami
Produk yang memiliki lapisan lilin pada kulitnya, laju
respirasinya lebih rendah dibandingkan dengan produk yang
tidak mempunyai lapisan lilin

Jenis Jaringan
Jaringan muda yang lebih aktif melakukan
metabolism menunjukan kegiatan respirasi yang lebih tinggi
daripada organ-organ yang tidak aktif. Respirasi bervariasi
bergantung pada organnya. Misalnya, kegiatan respirasi dalam
kulit, daging buah, dan biji berbeda-beda.
RESPIRASI
Faktor Eksternal
Suhu
Suhu antara 0-35 derajat celcius menyebabkan laju respirasi
buah dan sayur meningkat hingga 2 kali untuk setiap
kenaikan 8 derajat celcius. Penurunan laju respirasi pada
suhu tinggi, merupakan gejala bahwa:
 Oksigen O2. Tidak berdifusi cukup cepat untuk dapat
mempertahankan laju respirasi yang ada Etilen C2H4
 Karbondioksida CO2. Tertimbun di dalam sel sampai Pemberian etilen pada buah klimaterik pada
Tingkat yang dapat mengambat metabolism Tingkat praklimaterik meunjukan kenaikan
 Persediaan bahan makanan pada buah dan sayur yang respirasi lebih awal, sedangkan apabila buah
dapat dioksidasi tidak mencukupi untuk mempertahankan klimaterik diberikan etilen setelah puncak
laju respirasi yang tinggi klimaterik, maka tidak mengubah laju
respirasi
RESPIRASI
Faktor Eksternal
Oksigen Kerusakan Buah
Pada beberapa komoditi, respirasi meningkat dengan Pada buah dan sayuran
bertambahnya oksigen yang diberikan, misalnya wortel. Tetapi, yang mengalami kerusakan, laju
apabila konsentrasi oksigen melebihi 20%, respirasinya hanya respirasinya tergantung pada jenis
terpengaruh sedikit saja dan parahnya luka kerusakan. Hal
ini disebabkan oleh pengaruh etilen
Karbondioksida secara tidak langsung.
Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat mempertahankan
mutu buah dan sayur yang disimpan karena respirasinya
terhambat, sehingga perubahan-perubahan pada bahan tersebut
terhambat.
Misalnya, jeruk dengan konsentrasi CO2 5%, menurunkan
aktivitas respirasi, tetapi pada konsentrasi 10%, terjadi peningkatan
respirasi
KLIMATERIK RESPIRASI DAN KEMATANGAN

Mutu buah yang baik diperoleh apabila pemanenan dilakukan saat buah sudah matang. Buah
yang belum masak apabila dipetik akan menghasilkan mutu yang buruk. Demikian pula, sayur-sayuran yang
dipetik terlalu awal akan menghasilkan mutu yang buruk. Sebaliknya, apabila penundaan pemetikkan
dilakukan, maka itu akan meningkatkan kepekaannya terhadap kerusakan, mutu dan nilai jualnya akan
turun. Tahap-Tahap Pertumbuhan Buah dan Sayur:

Pembelahan Sel Pembesaran Sel Pemasakan Kelayuan

Pembusukan
KLIMATERIK

Pertumbuhan buah klimaterik (growth) meliputi


pembelahan sel (cell division) dan pembesaran sel (cell
enlargement), sedangkan pendewasaan sel (maturation)
mencakup pembesaran sel dan pemasakan (ripening).
Pendewasan umumnya terjadi sebelum pertumbuhan terhenti
dan aktivitasnya berbeda tergantung pada komoditinya.
Pertumbuhan dan pendewasaan sel merupakan fase
perkembangan. Pemasakan adalah tingkat akhir dari
pendewasaan tetapi tingkat awal dari proses kelayuan.
Kelayuan (senescence) sering pula disebut penuaan adalah
suatu periode dari proses anabolisme (sintesis) menuju ke
proses katabolisme (degradasi), selanjutnya akan terjadi proses
penuaan dan akhirnya jaringan mati.
KLIMATERIK

Dalam proses respirasi, terjadi degradasi senyawa


kompleks secara oksidatif dalam sel, diantaranya:
1. pemecahan pati, dan gula menjadi senyawa sederhana,
2. terbentuk CO2, H2O, dan energi.

Respirasi dapat terjadi dengan adanya oksigen


(respirasi aerob) dan dapat pula terjadi respirasi tanpa
adanya oksigen (respirasi anaerob atau fermentasi).
KLIMATERIK

Jadi, klimakterik adalah suatu pola


perubahan respirasi mendadak yang berlangsung
dengan aktivitas sendiri bagi buah-buah tertentu dan
pada waktu terjadinya perubahan biologis diawali
dengan proses pembentukan etilen.
Buah-buahan yang mempunyai pola respirasi
seperti dikemukakan di atas disebut buah klimakterik.
Buah yang tidak mempunyai pola respirasi seperti
tersebut diatas disebut buah non klimakterik.
Tahap-tahap klimakterik pada
buah dapat dibagi menjadi:
1. Pra Klimakterik
2. Klimakterik Menaik
3. Puncak Klimakterik, dan
4. Klimakterik Menurun
KLIMATERIK

Terjadinya kenaikan respirasi secara mendadak dalam


proses pematangan menunjukkan terjadinya respirasi
klimakterik. Selain terjadinya peningkatan respirasi, dapat terjadi
adanya perbedaan respon terhadap pemberian etilen (C2 H4)
pada buah yang bersifat klimakterik dan buah yang bersifat non
klimakterik.
Buah non klimakterik bereaksi dengan etilen yang diberikan
pada setiap tingkat pra dan pascapanen, sedangkan pada buah
klimakterik hanya akan mengadakan reaksi respiratik apabila
etilen diberikan dalam tingkat praklimakterik dan tidak lagi
peka terhadap etilen setelah permulaan kenaikan klimakterik
dilampaui.
KLIMATERIK
Pada proses pematangan buah, terjadi berbagai
perubahan antara lain warna, tekstur dan rasa yang
dapat diterima oleh konsumen. Beberapa di antara
perubahan tersebut dapat diketahui dengan menganalisis
perubahan warna pigmen, pektin, karbohidrat, asam
tannin, dan sebagainya. Perubahan tersebut tergantung pada
macam buahnya dan hubungan antara oksigen yang
diserap, klimakterik, pectin, dan pematangan buah.
Protopektin terdapat pada buah yang masih
mentah. Selanjutnya, pada saat terjadinya peningkatan
respirasi (klimakterik menaik), protopektin berubah
menjadi pektin pada puncak klimakterik. Pada saat
menjelang terjadinya pemasakan buah, pektin berubah
menjadi asam-asam pektat. Protopektin merupakan
karbohidrat yang tidak larut sedangkan pektin karbohidrat
yang dapat larut.
SENESCENE (KELAYUAN)

Ketika masih muda, jika terjadi kerusakan pada buah, maka


buah akan layu tanpa mengalami masa dewasa. Pada masa kelayuan,
terjadi beberapa hal, diantaranya:
1. penurunan total volume sel
2. dinding sel menjadi lebih tipis,
3. terjadi degradasi khlorofil,
4. turunnya kadar protein.

Pada daun, menurunnya kadar klorofil dan protein umumnya


berlangsung bersamaan. Pada proses kelayuan, jaringan sel melemah,
sehingga terjadi perubahan permeabelitas dari membran sel. Karena
terhambatnya sintesis protein, proses kelayuan dapat dipercepat
ETILEN

Etilen (C2H4) adalah senyawa karbon tidak jenuh dan


pada suhu kamar berbentuk gas. Etilen merupakan gas yang dalam
kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif
dalam proses pematangan. Etilen dapat disebut sebagai hormon
karena dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobile dalam jaringan
tanaman, dan merupakan senyawa organik.
Jadi, etilen dapat terbentuk pada buah itu sendiri, tetapi
dapat pula berasal dari luar buah. Gas etilen yang berasal dari luar
buah-buahan dapat diperoleh dari hasil pembakaran batu bara, hasil
pembakaran minyak tanah (karosen).
ETILEN

Perubahan warna hijau pada buah adalah


etilen dan dinyatakan bahwa etilen dapat
mempercepat pematangan buah. Etilen pada awalnya
dipandang sebagai zat yang berasal dari luar yang
dapat mempercepat pematangan buah. Akan Di Indonesia untuk mempercepat pematangan buah
tetapi kemudian Gane dalam tahun 1934, misalnya buah pisang dilakukan pemeraman dengan
menemukan bahwa pada buah maupun pada mengasapi buah pisang tersebut dengan asap yang
jaringan tanaman lainnya menghasilkan dihasilkan dari pembakaran sekam atau daun-daun yang
sejumlah kecil etilen. kemungkinan dapat menghasilkan etilen. Akan tetapi
sekarang lebih banyak menggunakan kalsium karbida yang
dapat membentuk asetilen ( C2 H2 ).
Pengaruh Suhu Terhadap Produksi dan Aktivitas Etilen

Respon buah-buahan terhadap etilen akan menurun dengan


rendahnya suhu.
Buah hijau (masih mentah), misalnya buah apel, yang disimpan
dengan konsentrasi etilen yang tinggi pada suhu 3 derajat celcius, respirasi
ataupun proses pematangan tidak terpengaruh.
Pada kisaran suhu 10-25 derajat celcius, respirasi pada buah
alpukat menunjukkan kecepatan respon terhadap etilen yang menurun.
Pada suhu di atas 35 derajat celcius, sebagian besar buah-
buahan tidak membentuk etilen. Pada beberapa macam buah, suhu
optimal pembentukan etilen adalah 32 derajat celcius (misalnya untuk
buah tomat dan buah apel).
Pengaruh Tekanan Terhadap Produksi dan Aktivitas
Etilen
Pembentukan etilen pada jaringan tanaman umumnya
dirangsang karena terjadinya kerusakan mekanis dan infeksi. Buah-
buahan yang dipetik sebelum masak penuh mengalami kerusakan mekanis
yang dapat mempercepat pemasakan buah tersebut. Pada irisan buah
pisang yang masih hijau, satu sampai tiga jam setelah diiris terjadi.
Pembentukan etilen akan menurun sampai pada tingkat paling
rendah setelah irisan pisang matang.

Penggunaan sinar radioaktif dapat merangsang pembentukan


etilen. Pada buah peach yang disinari dengan sinar gamma sebesar 600
krad, pembentukan etilennya dapat dipercepat jika sinar tersebut diberikan
pada saat praklimakterik. Akan tetapi, pemberian sinar radioaktif tersebut
pada saat klimakterik akan dapat menghambat produksi etilen
Pengaruh Tekanan Terhadap Produksi dan Aktivitas
Etilen
Buah yang disimpan dalam suatu ruangan memicu
kenaikan konsentrasi CO2, sedangkan konsentrasi O2 menurun,
sehingga proses pematangannya akan terhambat. Hal ini dapat
disebabkan karena dalam keadaan normal etilen akan aktif
jika berikatan dengan metalo enzim dan oksigen.
Karbondioksida (CO2) yang berlebihan akan
mengganti etilen pada ikatan metalo enzim. Etilen menjadi
inaktif sehingga menyebabkan tertundanya pematangan
buah yang disimpan dalam ruangan yang oksigennya dikurangi
dan CO2 ditingkatkan.
Perubahan Pada Proses Pematangan

a. Secara visual adalah dengan melihat warna kulit, ukuran,


masih adanya tangkai putik, adanya daun daun tua di
bagian luar yang kering, mengeringnya tubuh tanaman, dan
penuhnya buah.
b. Secara fisik dari mudahnya buah terlepas dari tangkai atau
adanya absisi, ketegaran, dan berat jenis.
c. Dengan analisis kimia, yang meliputi kandungan zat padat,
asam, perbandingan zat padat dengan asam, dan kandungan
zat pati.
d. Dengan perhitungan, jumlah hari setelah berbunga mekar
e. Secara fisiologis dengan mengukur respirasi
Perubahan Pada Proses Pematangan

Pada proses pematangan buah, akan terjadi berbagai


perubahan fisikokimia setelah panen yang menentukan
kualitas buah. Perubahan yang terjadi dalam proses pematangan
buah pada buah yang berdaging adalah sebagai berikut:
 pendewasaan biji,
 perubahan warna,
 absesi (secara fisik mudah lepas dari tanaman induknya),
 perubahan kecepatan respirasi,
 perubahan laju pembentukan etilen,
 perubahan permeabelitas jaringan,
Perubahan Pada Proses Pematangan

 pelunakan yaitu perubahan komposisi senyawa pektat (Asam


pektat merupakan senyawa pektin dengan gugus karboksil
yang tidak teresterifikasi pada asam galakturonat)
 perubahan komposisi karbohidrat
 perubahan asam-asam organic
 perubahan -perubahan protein
 Pembentukan senyawa volatil (senyawa mudah menguap),
dan
 pembentukan lilin pada kulit buah.
Instruments

AAS (Atomic HPLC (High


Spectofotometer
Absorption Performance Liquid
UV-Vis
Spectofotometer) Chromatography)

GC-MS (Gas
FTIR (Frourier-
Chromatography-
Transform Infrared
Mass
Spectoscopy)
Spectofotometer)
Spectofotometry

Spektrofotometer adalah instrument yang digunakan untuk


menganalisis bahan kimia secara kuantitatif menggunakan
pengukuran absorb (penyerapan) radiasi gelombang
elektromagnetik.
Spektrofotometer UV VIS akan berguna untuk melakukan
identifikasi nilai absorbsi dari sebuah sampel dari sumber cahaya
ultraviolet dan sumber cahaya tampak.
Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah
panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV
(200 – 380 nm), daerah visible (380 – 700 nm), daerah inframerah (700
– 3000 nm).
Pada industry pangan, spektrofotometer UV-Vis digunakan
untuk mengidentifikasi kandungan nitrit pada daging, karotenoid pada
minyak kelapa sawit, lemak daging, formalin, dan lainnya.
PRINSIP KERJA SPEKTROFOTOMETER

Cara kerja spektrofotometer


yaitu sinar dari sumber radiasi
diteruskan menuju monokromator.
Cahaya dari monokramator
diarahkan terpisah melalui sampel dengan
sebuah cermin berotasi.
Detector menerima cahaya dari
sampel secara bergantian secara
berulang-ulang, sinyal listrik dari detector
diproses, diubah ke digital dan dilihat
hasilnya, selanjutnya perhitungan
dilakukan dengan computer yang sudah
terprogram.
SPECTOFOTOMETRY UV-VIS

Prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis adalah interaksi yang


terjadi antara energy yang berupa sinar monokromatis dari
sumber sinar dengan materi yang berupa molekul. Besar
energy yang diserap menyebabkan electron tereksitasi dari
ground state ke keadaan tereksitasi yang memiliki energy
lebih tinggi.

Dari 4 jenis spektrofotometer (UV, Vis, UV-Vis dan IR)


memiliki prinsip kerja yang sama yaitu “adanya interaksi
antara materi dengan cahaya yang memiliki panjang
gelombang tertentu”. Perbedaanya terletak pada panjang
gelombang yang digunakan.
Atomic Absorption Spectofotometer

Spektrofotometri Serapan Atom (Atomic Absorption


Spectrophotometry atau AAS) adalah teknik analisis untuk mengidentifikasi
dan mengukur konsentrasi unsur-unsur logam dalam sampel larutan.

Cara kerja spektro AAS yaitu adanya penyemprotan sampel berupa


tetesan yang sangat halus kedalam nyala api, atau juga bisa berupa bantuan
dari energi listrik. Jadi unsur logam yang dibakar menggunakan nyala api
maupun menggunakan listrik akan memancarkan warna dan spektrum emisi
yang khas yang menunjukkan logam tertentu.
Selanjutnya terjadi penyerapan sumber radiasi (di luar nyala) oleh
atom-atom netral (misalnya : Fe, Cd, Pb, dll) dalam keadaan gas, selanjutnya
atom netral tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik dari alat dan
akan dideteksi oleh detektor dan divisualisasikan dalam bentuk spektrum dan
absorbance.
Prinsip Kerja AAS, diantaranya:
1. Pemanasan dan Atomisasi
Sampel yang dianalisis diubah menjadi bentuk gas atau uap dengan cara pembakaran dengan suhu tinggi (2700 derajat
celcius). Pembakaran ini mengubah unsur-unsur dalam sampel menjadi atom-atom bebas
2. Penyerapan Cahaya
Cahaya dari lampu atom unsur yang spesifik dipancarkan melalui sampel yang telah diatomisasi. Atom-atom unsur dalam
sampel menyerap cahaya pada panjang gelombang yang sesuai dengan sifat atom tersebut.
3. Deteksi dan Pengukuran
Intensitas cahaya yang diserap diukur dan dibandingkan dengan intensitas cahaya yang melewati sampel kosong. Perbedaan
intensitas ini memberikan informasi tentang konsentrasi unsur dalam sampel.
High Performance Liquid Chromatography

HPLC berasal dari bahasa Inggris. HPLC memiliki


kepanjangan High Pressure Liquid Chromatography.
Keempat suku kata tersebut jika diartikan perkata :
 High berarti tinggi
 Pressure berarti tekanan
 Liquid memiliki arti cairan, dan
 Chromatography merupakan suatu metode
tentang pemisahan molekul.

Singkatnya, HPLC merupakan salah satu teknik


kromatografi untuk zat cair yang disertai dengan
tekanan tinggi.
Chromatography

Pemisahan tersebut terjadi saat sampel


bergerak melewati fase diam (dapat berupa zat padat
atau cair) karena terbawa oleh fase gerak (dapat berupa
zat cair atau gas).
Beragam komponen dalam sampel akan
terpisah berdasarkan perbedaan afinitasnya terhadap
fase diam. Komponen yang dapat berinteraksi secara
kuat dengan fase diam akan bergerak lebih lambat
sehingga dapat terpisah dari komponen lain dengan
interaksi yang lemah.
High Performance Liquid Chromatography

Campuran sampel atau analit yang


terlarut dalam cairan larutan dipompa menjadi fase
geraknya, jadi analit masuk ke dalam fase
gerak. Larutan fase gerak ini karena dipompa
maka bergerak melewati fase diam dengan
tekanan yang tinggi.
Ketika sampel dilewatkan pada kolom
maka akan berinteraksi dengan dua fase tersebut
(fase diam dan fase gerak).

HPLC merupakan jenis dari kromatografi kolom dan bekerja dengan prinsip yang sama. Prinsip utama dari
kromatografi kolom adalah adanya adsorbsi (penempelan permukaan) dari solut (cairan sampel) ke dalam larutan
melalui fase diam yang menyebabkan adanya pemisahan solut dengan larutan. Tingkat adsorbsi tergantung pada
afinitas dari fase diam dan fase gerak. Fase diam terdiri dari adsorben seperti silika.
Gambar tersebut menunjukkan komponen utama yang terdapat pada HPLC. Larutan sampel diinjeksikan melalui
injektor (3) dan terbawa oleh fase gerak (1) melewati fase diam pada kolom (5), kemudian hasilnya dibaca oleh
detektor (6) dan ditampilkan pada pengolah data (7) sebagai kromatogram.
Berbeda dengan kromatografi kolom tradisional yang memanfaatkan gravitasi agar fase gerak dapat melalui fase
diam, HPLC menggunakan pompa bertekanan tinggi (2) untuk mengalirkan fase gerak menuju kolom fase diam.
Fase diam yang digunakan dalam HPLC dapat terdiri dari partikel dengan pori berukuran mikron sehingga tekanan
tinggi diperlukan agar fase gerak dan sampel dapat bergerak melewati pori tersebut. Penggunaan tekanan tinggi
menyebabkan metode ini dinamakan High Performance Liquid Chromatography atau yang dulu disebut juga sebagai High
Pressure Liquid Chromatography.
Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan komponen analit berdasarkan kepolarannya, setiap
campuran yang keluar akan terdeteksi dengan detektor dan direkam dalam bentuk
kromatogram. Dimana jumlah peak menyatakan jumlah komponen, sedangkan luas peak
menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran.
Gas Chromatography-Spectofotometer

Gas kromatografi adalah alat yang digunakan untuk analisa senyawa


organik yang mudah menguap (volatile).
Prinsip mekanisme kromatografi gas diawali dengan sampel diinjeksikan
ke dalam injektor kemudian diuapkan hingga sampel berubah menjadi uap atau
gas. Sampel yang berbentuk gas dibawa oleh gas pembawa (fase gerak berupa
gas) dengan laju alir yang konstan masuk dalam kolom pemisah. Komponen-
komponen sampel akan terpisah pada saat melewati kolom karena adanya
perbedaan daya adsorpsi fase diam terhadap komponen-komponen sampel.
Komponen yang sudah terpisah akan didorong oleh fasa gerak untuk
bergerak di sepanjang kolom.

Fase gerak berupa gas inert, seperti helium, nitrogen, argon, dan
hidrogen.
Gas Chromatography-Spectofotometer

Setelah sampel dipisahkan menjadi komponen-komponennya,


masing-masing komponen tersebut akan keluar dari kolom bersama
fasa gerak. Konsentrasi komponen tersebut dapat diukur dengan suatu
detektor yang akan menghasilkan sinyal dan dikirim ke pencatat.
Komponen-komponen dari sampel yang telah terpisahkan akan
menghasilkan kurva-kurva karena masing-masing komponen tersebut
ditahan pada kolom dalam waktu berbeda-beda. Lamanya waktu suatu
komponen ditahan oleh kolom adsorpsi merupakan ciri khas komponen
yang disebut sebagai waktu retensi atau waktu tambat.
1. tabung gas, atau material gas yang yang digunakan pada proses chromatography. Gas tersebut merupakan fase
gerak, seperti helium, nitrogen, argon, dan hidrogen. Tabung gas akan terhubung ke pipa atau selang yang
menghubungkannya ke flow controller.
2. Flow controller merupakan sebuah komponen yang digunakan untuk mengatur jumlah keluaran gas carrier. Secara
umum, ilustrasi flow controller itu seperti keran air yang bisa di buka atau tutup.
3. Gas carrier atau fase gerak akan menuju ke kolom. Pada instrument GC, tidak terdapat pompa seperti pada
HPLC. Sample injector atau sering disebut auto sampler akan mengeluarkan sample sesuai dengan algoritma yang
telah di program dengan komputer.
4. Kolom oven merupakan fase diam GC. Pada bagian ini, suhu dapat dikendalikan. Proses menaikan dan menurunkan
suhu pada kolom oven akan membuat material sample menguap dan terbawa oleh fase gerak (gas carrier).
5. Ketika senyawa volatile pada sample menguap, maka detektor akan menangkapnya sebagai signal-signal data.
Signal tersebut kemudian diterjemahkan menjadi data yang mudah dipahami dalam bentuk diagram.
6. Chromatograph merupakan hasil akhir yang keluar di layar komputer yang menampilkan data hasil analisa sample.
Frourier-Transform Infrared Spectoscopy

Umumnya, FTIR lebih sering digunakan


untuk mengidentifikasi senyawa organik, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pada riset kuantitatif, FTIR dipakai
untuk mengetahui konsentrasi analit dalam
sampel. Sedangkan, FTIR pada riset kualitatif
dimanfaatkan untuk mengidentifikasi senyawa
FTIR adalah sebuah teknik untuk memperoleh dan gugus-gugus fungsional yang terkandung
spektrum inframerah dari penyerapan atau emisi zat padat, dalam suatu senyawa.
cair, atau gas. Secara sederhananya, prinsip kerja FTIR adalah
untuk mengidentifikasi senyawa, mendeteksi gugus fungsi,
dan menganalisis campuran dan sampel yang dianalisis.
Frourier-Transform Infrared Spectoscopy

Prinsip kerja FTIR adalah interaksi antara materi


dan energi. Ketika FTIR digunakan, inframerah akan
melewati celah ke sampel. Celah ini berfungsi sebagai
pengontrol jumlah energi yang akan diberikan kepada
sampel.
Sampel kemudian menyerap beberapa inframerah
yang masuk, sedangkan inframerah lain yang tidak terserap
akan dipindah melalui permukaan sampel. Tujuannya agar sinar
inframerah tersebut bisa lolos hingga ke detektor. Sinyal yang
terukur lalu dikirim ke komputer untuk kemudian direkam.
Mekanisme kerja spectrometer FTIR adalah ketika
sinar infrared datang dari sumber sinar, kemudian diteruskan
dan dipecah oleh pemecah sinar (beam splitter) menjadi 2
bagian sinar yang saling tegak lurus.
Sinar dipantulkan oleh 2 cermin, yaitu cermin
statis/diam dan cermin bergerak. Kemudian, sinar hasil
pantulan dari kedua cermin akan dipantulkan Kembali
menuju beam splitter untuk saling berinteraksi. Dari beam
splitter, Sebagian sinar akan diarahkan menuju sampel.
Gerakan cermin bergerak menyebabkan sinar pada
detector berfluktuasi. Fluktuasi sinar yang sampai pada detector
menghasilkan sinyal pada detector

Anda mungkin juga menyukai