Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:

FISIOLOGI PASCA PANEN


TEKNOLOGI PASCA PANEN

ACARA II: PENGUJIAN KUALITAS FISIK PRODUK PASCA PANEN

Disusun Oleh:
Marzuki Masrian
20110210061
(Kelompok A1)

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2018
I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kualitas Fisik Produk Segar


Peningkatan strata pendidikan, kemampuan daya beli, dan kepedulian nilai gizi
telah menggugah kesadaran konsumen akan pentingnya mutu bahan makanan. Pada
produk hortikultura segar, mutu atau kualitas dapat didefinisikan sebagai kumpulan
dari karakteristik dan atribut yang memberikan nilai terhadap produk itu sendiri (M.
Aniar, 2016). Ditengah kompleksitas persaingan yang sangat tinggi, mutu produk
merupakan subsistem yang patut mendapat prioritas. Kepuasan konsumen perlu
mendapatkan perhatian, sehingga perlu dilakukan identifikasi berbagai karakteristik
dan nilai kepuasan konsumen.
Penampakan masih merupakan parameter penting di dalam perdagangan.
Memahami karakteristik fisik produk pasca panen merupakan salah satu
pertimbangan-pertimbangan penting dalam penanganan pasca panen produk buah dan
sayuran (Samad dan Yusuf, 2006). Buah dan sayuran mengandung air sangat banyak
antara 80-95% sehingga sangatlah mudah mengalami kerusakan akibat benturan-
benturan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi pada seluruh tahapan dari kegiatan
sebelum panen, pemanenan, penanganan, grading, pengemasan, transportasi,
penyimpanan, akhirnya sampai ke tangan konsumen. Kerusakan yang umum terjadi
adalah memar, terpotong, adanya tusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet dan
abrasi. Kerusakan dapat pula terjadi sebagai hasil stress metabolat (seperti getah),
terjadinya perubahan warna coklat dari jaringan yang rusak, induksi produksi gas
etilen yang memacu proses kemunduran produk. Kerusakan fisik juga memacu
kerusakan baik fisiologis maupun patologis (serangan mikroorganisme pembusuk).

B. Uji Fisik Produk Pasca Panen


Kerusakan pangan dapat diartikan sebagai penyimpangan yang melewati batas
yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa
digunakan oleh manusia. Kerusakan pangan meliputi beberapa jenis yaitu,
karakteristik fisik yang meliputi sifat organoleptik seperti warna, bau, tekstur, bentuk
dan karakteristik kimiawi yang meliputi komponen penyusunnya seperti kadar air,
karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, pigmen, dan sebagainya (Made dan
Nyoman, 2013).
Kematangan produk merupakan salah satu komponen mutu yang dalam
pengukurannya berkaitan dengan karakteristik fisik komoditas. Pengukuran
kematangan biasanya objektif dan konsisten berhubungan dengan kualitas terutama
kenampakan produk dan masa simpan pasca panennya sesuai peruntukannya oleh
konsumen. Beberapa alat yang digunakan untuk mengukur komponen mutu produk
adalah Texture Analyzer dan Penetrometer untuk mengukur kekerasan, Hand
Refractometer dan Digital Refractometer untuk mengukur padatan terlarut yang
berhubungan dengan kadar gula (Made dan Nyoman, 2013). Made dan Nyoman
(2013) juga menjelaskan beberapa contoh strategi yang diusulkan dan telah
digunakan untuk menentukan kematangan produk segar, diantaranya adalah:
1. Menentukan perubahan fisik di dalam komoditi sepanjang perkembangannya.
2. Melihat beberapa sifat (rasa, warna, kepadatan, aroma, dsb.) yang berhubungan
dengan stadia perkembangan komoditi.
3. Melakukan percobaan penyimpanan dan uji organoleptik untuk menentukan nilai
indeks kematangan.
Selain indeks kematangan, pelunakan buah juga merupakan komponen dalam
pengujian mutu yang berkaitan dengan karakteristik fisik produk. Pelunakan kulit dan
daging buah termasuk dalam beberapa perubahan sifat fisik selama pemasakan buah
(Pantastico, 1989). Pelunakan buah terjadi karena adanya perubahan komposisi
senyawa-senyawa penyusun dinding sel. Pengukuran kelunakan atau kekerasan buah
dapat dilakukan secara kualitatif dengan cara menekan dengan jari atau secara
kuantitatif dengan penetrometer. Prinsip kerja dari alat ini adalah mengukur gaya
tekanan yang diberikan per luas permukaan jarum penetrometer (Pantastico, 1989).
II. TUJUAN

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk:


1. Mengetahui macam pengujian yang terkait dengan kualitas fisik produk pasca
panen.
2. Memahami pentingnya kualitas fisik pada produk pasca panen.
3. Mengetahui sifat fisik buah atau sayuran yang dianalisis dengan pengujian
organoleptik meliputi rasa, tekstur dan aroma.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum adalah:


Alat: -Timbangan digital
-Wadah
-Mini studio
-Hand Penetrometer
Bahan: Buah tomat mentah
IV. CARA KERJA

Uji Warna dan Susut Berat

ǑǑǑ
Buah tomat U1 U2 U2 Catat bobot dan
grade warna tomat
ǑǑǑǑ pada hari 0, 2, 4, 7.

ǑǑǑǑ

ǑǑǑǑǑ Uji Kekerasan dan


Organoleptik

Ǒ Uji Kekerasan
Korban Uji Organoleptik
H.0

Ǒ
Korban Uji Kekerasan
H.2

Ǒ
Korban Uji Kekerasan
H.4

Ǒ Uji Kekerasan
Ǒ Uji Organoleptik
Korban
H.7
V. HASIL PENGAMATAN

A. Susut Berat
Tabel 1. Hasil pengamatan susut berat buah tomat

Berat Susut Berat


Rata-rata
Hari
(%)
U1 U2 U3 U1 U2 U3

0 72,48 59,60 58,92 0 0 0 0

2 71,23 58,79 58,14 1,72 1,36 1,32 1,47

4 69,84 57,83 57,26 3,64 2,97 2,82 3,14

7 69,29 57,49 56,96 4,40 3,54 3,33 3,76

4
3.5
3
Susut Berat (%)

2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 2 4 7
Hari ke-
Gambar 1. Persentase susut berat buah tomat
B. Kekerasan
Tabel 2. Hasil uji kekerasan buah tomat

Gaya Kekerasan
Rata-rata
Hari
(N/mm2)
Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung

0 14,50 15,45 12,75 2,05 2,19 1,80 2,01

2 8,50 9,15 8,60 1,20 1,30 1,22 1,24

4 9,80 7,05 8,70 1,39 1,00 1,23 1,21

7 8,10 6,15 5,85 1,15 0,87 0,83 0,95

2.50

2.00
Kekerasan (N/mm2)

1.50

1.00

0.50

0.00
0 2 4 7
Hari ke-
Gambar 2. Penurunan tingkat kekerasan buah tomat
C. Organoleptik
Tabel 3. Hasil uji organoleptik buah tomat
Pendapat Grade
Hari Penelis
Rasa Tekstur Aroma Rasa Tekstur Aroma
A 4 4 4
B 3 3 3

0 C 2 4 3 3,4 3,8 3,4


D 4 4 3
E 4 4 4
A 4 4 4
B 2 2 2

7 C 2 2 2 2,2 2,4 2,6


D 3 2 2
E 2 2 3

Rasa Teksture Aroma


4

3.5
Grade 3
1 = Sangat tidak suka 2.5
2 = Tidak suka
3 = Biasa 2
4 = Suka
5 = Sangat suka 1.5

0.5

0
0 7
Hari ke-
Gambar 3. Penurunan tingkat kesukaan buah tomat
D. Warna
Tabal 4. Hasil pengamatan warna buah tomat

Grade
Hari
U1 U2 U3

3 3
3

3 4 4

5 5
4

5 6 6
VI. PERHITUNGAN

A. Susut Berat
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Susut berat (%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%

Hari – 2:
72,48 −71,23 58,92 −58,14
U1 = 72,48
𝑥 100 U3 = 58,92
𝑥 100

= 1,72 = 1,32

59,60 − 58,79 1,72+1,36+1,32


U2 = 59,60
𝑥 100 𝑋= 3

= 1,36 = 1,47%

Hari – 4:
72,48 −69,84 58,92 −57,26
U1 = 72,48
𝑥 100 U3 = 58,92
𝑥 100

= 3,64 = 2,82

59,60 − 57,83 3,64+2,97+2,82


U2 = 𝑥 100 𝑋=
59,60 3

= 2,97 = 3,14%

Hari – 7:
72,48 − 69,29 58,92 − 56,96
U1 = 𝑥 100 U3 = 𝑥 100
72,48 58,92

= 4,40 = 3,33

59,60 − 57,49 4,40+3,54+ 3,33


U2 = 𝑥 100 𝑋=
59,60 3

= 3,54 = 3,76%
B. Kekerasan

𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛


Kekerasan (N/mm2) =
𝐴= 𝜋.𝑟 (3,14) (1,5)

Hari – 0:
14,50 12,75
Pangkal = 3,14 𝑥 1,5 Ujung =
3,14 𝑥 1,5

= 2,05 = 1,80

15,45 2,05+2,19+1,80
Tengah = 𝑋=
3,14 𝑥 1,5 3

= 2,19 = 2,01 N/mm2

Hari – 2:
8,50 8,60
Pangkal = 3,14 𝑥 1,5 Ujung =
3,14 𝑥 1,5

= 1,20 = 1,22

9,15 1,20+1,30+1,22
Tengah = 3,14 𝑥 1,5 𝑋=
3

= 1,30 = 1,24 N/mm2

Hari – 4:
9,80 8,70
Pangkal = 3,14 𝑥 1,5 Ujung =
3,14 𝑥 1,5

= 1,39 = 1,23

7,05 1,39+1,00+1,23
Tengah = 3,14 𝑥 1,5 𝑋= 3

= 1,00 = 1,21 N/mm2

Hari – 7:
8,10 5,86
Pangkal = 3,14 𝑥 1,5 Ujung =
3,14 𝑥 1,5

= 1,15 = 0,83

6,15 1,15+0,87+0,83
Tengah = 3,14 𝑥 1,5 𝑋= 3

= 0,87 = 0,95 N/mm2


C. Organoleptik

(𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑥 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎)


Organoleptik =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑙𝑖𝑠

Hari – 0:
(3𝑥4)+(1𝑥3)+(1𝑥2) (3𝑥3)+(2𝑥4)
Rasa = Aroma =
5 5
17 17
= 5 = 5
= 3,4 = 3,4

(4𝑥4)+(1𝑥3)
Tekstur = 5
19
= 5
= 3,8

Hari – 7:
(3𝑥2)+(1𝑥3)+(1𝑥4) (3𝑥2)+(1𝑥3)+(1𝑥4)
Rasa = Aroma =
5 5
13 13
= 5 = 5
= 2,6 = 2,6

(4𝑥2)+(1𝑥4)
Tekstur = 5
12
= 5
= 2,4
VII. PEMBAHASAN

Praktikum Pengujian Kualitas Fisik Produk Pasca Panen ini dilakukan di


Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian UMY pada tanggal 10 sampai 17
Oktober 2018. Komoditas yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah tomat.
Pengujian yang dilakukan terhadap komoditas dalam praktikum adalah pengukuran
susut berat, uji kekerasan, uji organoleptik dan warna buah tomat.

A. Susut Berat
Susut berat adalah penurunan berat komoditas sejak dipanen sampai komoditas
tersebut dikonsumsi. Penyusutan atau penurunan berat tersebut terjadi karena
perombakan cadangan makanan atau energi yang tersimpan selama penyimpanan
komoditas (Samad dan Yusuf, 2006).
Pengukuran susut berat buah tomat dilakukan dengan cara menimbang buah
tomat menggunakan timbangan digital (analitik). Buah tomat yang diamati terdiri dari
tiga sampel (3 buah tomat) yaitu ulangan satu (U1), ulangan dua (U2) dan ulangan tiga
(U3). Sampel buah tomat tersebut ditempatkan dalam wadah dus dan disimpan selama
7 hari pada suhu kamar. Pengamatan susut berat buah tomat dilakukan dengan
menimbang buah tomat pada hari ke 0, 2, 4 dan hari ke 7. Hasil pengukuran susut
berat ini adalah persentase kehilangan berat buah tomat dari berat awalnya yang
dinyatakan dalam satuan persen (%).
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh hasil rata-rata susut berat buah tomat pada hari
ke 2 yaitu sebesar 1,47%, hari ke 4 3,14% dan hari ke 7 sebesar 3,76%. Grafik susut
berat buah tomat (Gambar 1) menunjukan terjadi kenaikan susut berat pada buah
tomat dari waktu ke waktu. Pada hari ke 2 grafik menujukan nilai kenaikan susut
berat buah tomat pada angka dibawah 1,5%, kemudian di hari ke 4 grafik
menunjukan kenaikan nilan diatas 3% dan kenaikan terus ditunjukan hingga nilai
diatas 3,5% pada hari ke 7. Hasil tersebut menunjukan bahwa buah tomat yang
disimpan mengalami peningkatan susut berat dari waktu ke waktu.
Kehilangan berat yang terjadi pada buah tomat dalam praktikum ini
diperkirakan karena akibat dari proses transpirasi dan respirasi. Penyusutan berat ini
disebabkan oleh penguapan air dari jaringan buah melalui stomata atau kulit ke
lingkungan. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana
semakin lama tomat disimpan maka bobot tomat semakin berkurang.
Buah tomat merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan air yang
sangat tinggi yaitu 94% sehingga kehilangan air selama pemajangan sangat
mempengaruhi bobot dari buah tomat. Menurut Winarno dan Arman (1981),
kandungan air pada bahan pangan ikut menentukan kesegaran penampakan dan daya
tahan bahan pangan tersebut. Apabila sebagian air pada bahan pangan tersebut
menguap maka akan dapat menyebabkan terjadinya susut berat yang berarti
kesegaran, penampakan, dan daya tahan dari bahan pangan tersebut menurun.
Menurut Pantastico (1989), meningkatnya susut bobot sebagian besar
disebabkan oleh transpirasi yang tinggi. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa
kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh
kehilangan air sebagai akibat dari proses transpirasi dan kehilangan karbon selama
proses respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan
respirasi melalui stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang
berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya
menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan.

B. Kekerasan
Tingkat kekerasan buah-buahan pada umumnya akan menurun selama
penyimpanan. Semakin lunak kulit buah maka dapat dikatakan buah telah rusak dan
tidak disukai oleh konsumen. Pengujian kedua yang dilakukan dalam praktikum
adalah menentukan tingkat kekerasan buah tomat. Buah tomat yang diuji tingkat
kekerasannya terdiri dari empat sampel (4 buah tomat) yaitu korban hari ke 0, korban
hari ke 2, korban hari ke 4 dan korban hari ke 7. Sampel buah tomat tersebut
ditempatkan dalam wadah dus dan disimpan selama 7 hari pada suhu kamar.
Pengukuran tingkat kekerasan buah tomat dilakukan secara kuantitatif menggunakan
alat pengukur kekerasan (penetrometer) pada hari ke 0, 2, 4 dan hari ke 7. Setiap
sample buah tomat dilakukan sebanyak tiga kali ulangan yaitu penusukan pada
pangkal, tengah dan ujung bagian buah. Hasil pengukuran tingkat kekerasan ini
adalah gaya tekanan yang diberikan per luas permukaan jarum penetrometer terhadap
buah tomat yang dinyatakan dalam satuan N/mm2.
Berdasarkan Tabel 2 diperoleh hasil rata-rata tingkat kekerasan buah tomat
pada pengukuran hari ke 0 adalah 2,01 N/mm2, hari ke 2 1,24 N/mm2, hari ke 4 1,21
dan hari ke 7 adalah 0,95 N/mm2. Grafik tingkat kekerasan buah tomat (gambar 2)
menunjukan terjadi penurunan tingkat kekerasan buah tomat dari waktu ke waktu.
Pada hari ke 0 grafik menunjukan nilai tingkat kekerasan buah tomat pada angka
diatas 2,00 N/mm2, kemudian dihari ke 2 dan ke 4 menunjukan nilai dibawah 1,50
N/mm2 dan penurunan terus terjadi hingga nilai tingkat kekerasan berada dibawah
1,00 N/mm2 pada hari ke 7. Hasil tersebut menunjukan bahwa buah tomat yang
disimpan mengalami penurunan tingkat kekerasan dari waktu ke waktu. Semakin
lama buah disimpan atau semakin matang buah maka nilai kekerasannya semakin
menurun.
Salah satu perubahan yang akan terjadi pada buah setelah dipanen adalah
tingkat kelunakan buah. Kondisi ini terjadi karena adanya perombakan protopektin
yang tidak larut menjadi pektin yang larut. Menurut Pantastico (1989), jumlah zat-zat
pektat selama pematangan buah akan meningkat. Selama pematangan buah
kandungan pektat dan pektinat yang larut akan meningkat sehingga ketegaran buah
akan berkurang. Muchtadi (1992) menyatakan penurunan kekerasan pada buah tomat
terjadi akibat terjadinya depolimerisasi karbohidrat dan zat pektin penyusun dinding
sel sehingga akan melemahkan dinding sel dan ikatan kohesi antar sel sehingga
viskositas sel menurun dan tekstur tomat menjadi lunak.
Terjadi ketidaksesuaian hasil pengujian di hari ke 4 dimana nilai yang
ditunjukan lebih besar dari hari sebelumnya, sedangkan seharusnya semakin lama
disimpan buah akan semakin lunak. Hal tersebut dapat terjadi diperkirakan karena
buah tomat yang digunakan sebagai sampel pada tiap pengujian berbeda. Sedangkan
tingkat kematangan buah tomat yang digunakan tidak semuanya sama. Menurut
Muchtadi (1992), tingkat kematangan buah mempengaruhi nilai kekerasan buah
tersebut.

C. Organoleptik
Uji organoleptik atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk mengukur daya penerimaan
terhadap produk. Uji organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan
mutu. Uji organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan
kerusakan lainnya dari produk.
Uji organoleptik dilakukan dua kali dalam praktikum yaitu pada hari ke 0 dan
hari ke 7. Pada hari ke 0 sampel yang digunakan untuk uji organoleptik adalah sampel
yang juga digunakan untuk uji kekerasan hari ke 0 (korban hari ke 0). Setelah buah
tomat diuji kekerasannya, buah tomat kemudian dibelah menjadi 5 untuk dilakukan
uji organoleptik oleh praktikan (penelis). Pada hari ke 7 uji kekerasan dan
organoleptik masing-masing mengunakan buah tomat yang berbeda. Dalam pengujian
ini ada beberapa komponen yang diukur tingkat kesukaannya yaitu rasa, tekstur dan
aroma. Pengujian dilakukan dengan cara mencicipi buah tomat lalu memberikan
pendapat terkait komponen yang diukur berdasarkan skala nilai yang sudah
ditetapkan. Adapun skala yang digunakan tersebut adalah (1) Sangat tidak suka, (2)
Tidak suka, (3) Biasa, (4) Suka, (5) Sangat suka.
Berdasarkan hasil pengujian (tabel 3) diperoleh nilai tingkat kesukaan terhadap
buah tomat pada hari ke 0 untuk Rasa yaitu 3,4, Tekstur 3,8 dan Aroma 3,4. Pada hari
ke 7 diperoleh nilai untuk Rasa yaitu 2,2, Tekstur 2,4 dan Aroma 2,6. Pada garafik
(gambar 3) terlihat penurunan tingkat kesukaan penelis terhadap buah tomat pada hari
ke 7 dari yang sebelumnya cenderung suka menjadi tidak suka. Hasil tersebut
menunjukan bahwa perubahan tingkat kematangan pada buah tomat mempengaruhi
tingkat kesukaan penelis terhadap buah tomat tersebut.
D. Warna
Warna merupakan indikator yang sangat memberikan informasi tingkat
kematangan buah pada umumnya. Warna mempunyai peranan penting dalam
penerapan mutu. Perubahan warna memperlihatkan indikasi kematangan pada buah.
Pengamatan warna buah tomat dilakukan dengan mengamati dan
membandingkan secara langsung sample buah tomat dengan standar skala warna
yang telah ditetapkan (chart). Sampel buah tomat yang digunakan adalah sempel yang
juga dipakai dalam pengukuran susut berat. Buah tomat yang diamati terdiri dari tiga
sampel (3 buah tomat) yaitu ulangan satu (U1), ulangan dua (U2) dan ulangan tiga
(U3). Sampel buah tomat tersebut ditempatkan dalam wadah dus dan disimpan
selama 7 hari pada suhu kamar. Pengamatan warna buah tomat dilakukan dengan
mengamati perubahan warna buah tomat pada hari ke 0, 2, 4 dan 7 sekaligus
membandingkan secara langsung warna buah tomat dengan standar skala pada chart.
Untuk menentukan warna tomat, praktikan melakukan pengambilan gambar sampel
dalam mini studio menggunakan kamera handphone (HP). Terdapat 6 skala warna
buah tomat pada chart dengan penjelasan sebagai berikut:
(1) Green. Hijau merata pada seluruh permukaan tomat, hijau terang hingga gelap.
(2) Breakers. Kekuningan, merah muda atau warna merah kurang dari 10% pada
permukaan tomat.
(3) Turning. Kekuningan, merah muda atau warna merah tampak hingga lebih dari
10% tetapi tidak sampai 30% pada permukaan kulit tomat.
(4) Pink. Merah muda atau warna merah tampak hingga lebih dari 30% tetapi tidak
sampai 90% pada permukaan kulit tomat.
(5) Light red. Merah muda atau warna merah tampak hingga lebih dari 60% tetapi
tidak sampai 90% pada permukaan kulit tomat.
(6) Red. Merah merata hingga lebih dari 90% pada permukaan kulit dan daging
tomat.
Berdasarkan hasil pengamatan (tabel 4), dalam waktu penyimpanan selama 7
hari diperoleh kenampakan warna buah tomat dalam 4 skala yaitu Turning (3), Pink
(4), Light red (5) dan Red (6). Pada awal pengamatan, warna masing-masing sampel
buah tomat berada di skala 3. Pada hari ke 2, sampel U2 dan U3 berubah ke skala 4
sedangkan sampel U1 masih pada skala 3. Perubahan tersebut terus terjadi hingga hari
ke 7 dimana pada sampel U2 dan U3 berubah ke skala 6 dan sampel U1 pada skala 5.
Hasil tersebut menunjukan bahwa buah tomat yang disimpan mengalami perubahan
warna dari waktu ke waktu.
Perubahan warna pada buah tomat dalam praktikum ini dapat terjadi karena
akibat dari proses pematangan. Perubahan skala warna tersebut menunjukkan adanya
perbedaan tingkat kematangan pada masing-masing sample buah tomat. Winarno dan
Arman (1981) menjelaskan perubahan warna pada tomat terjadi karena klorofil dalam
jaringan rusak. Perubahan tersebut ditandai dengan hilangnya warna hijau akibat
adanya degradasi klorofil (Pantastico,1989) dan aktifitas dari pigmen lainnya seperti
likopen (antosianin), flavonoid, dan karotenoid (Winarno dan Arman, 1981) selama
pematangan.
Pantastico (1989) menyatakan selama proses pematangan warna kulit akan
mengalami perubahan dari hijau gelap menjadi berwarna kuning atau merah. Pada
jenis buah tertentu telah dikembangkan skala warna yang menunjukan indeks
kematangan buah sehingga data menjadi kuantitatif dan dapat diolah secara statistik.
Pematangan buah tomat dapat diketahui dengan melihat perubahan warna kulit buah
tomat. Warna kulit buah tomat akan berubah dari hijau penuh (green) menjadi merah
penuh (red).
VIII. KESIMPULAN

Setelah melakukan praktikum dapat diambil kesimpulan:


1. Mengetahui kualitas fisik produk pasca panen dapat dilakukan dengan beberapa
macam pengujian yaitu uji kekerasan, susut berat, warna dan uji organoleptik.
2. Memahami pentingnya kualitas fisik pada produk pasca panen merupakan salah
satu pertimbangan-pertimbangan penting dalam penanganan pasca panen produk
buah dan sayuran. Kepuasan konsumen perlu mendapatkan perhatian, sehingga
perlu dilakukan identifikasi berbagai karakteristik dan nilai kepuasan konsumen.
3. Praktikan akhirnya dapat mengetahui sifat fisik buah tomat dengan melakukan
pengujian organoleptik meliputi rasa, tekstur dan aroma.
DAFTAR PUSTAKA

I Made S. Utama dan Nyoman S. Antara. 2013. Modul Kuliah Pasca Panen Tanaman
Tropika. Universitas Udayana. Denpasar.

M. Aniar Hari S., 2016. Buku Diklat Teknologi Pasca Panen. Crop Agro. Jakarta.
3(1), 44-50.

Muchtadi D. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan. Petunjuk


Laboratorium. Bogor PAU. Institut Pertanian Bogor.

Pantastico Er. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika. Gajahmada University
Press. Yogyakarta. 409 hal.

Samad dan Yusuf. 2006. Pengaruh Pasca Panen Terhadap Mutu Komoditas
Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 8: 31-36.

Winarno F. G. dan M. Arman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya. Jakarta.
97 hal.
LAMPIRAN

Pengukuran susut berat Pengukuran kekerasan

Warna buah tomat hari ke - 0 Warna buah tomat hari ke - 7

Mini studio Hand penetrometer


Chart warna buah tomat

Anda mungkin juga menyukai