Anda di halaman 1dari 27

MODUL II : PROSES PENYEGARAN SAYURAN LAYU (CRISPING)

Elliza Fitrianti | 11418018

Asisten
Unun Nur Ainun | 11417014

Jalan Let. Jen. Purn. Dr. (HC) Mashudi No.1/ Jl. Raya Jatinangor Km 20,75
Sumedang, Jawa Barat – Indonesia, 45363

ABSTRAK
Kata kunci: crisping, kangkung, sayuran berdaun.
Penyebab utama layu pada sayuran berdaun setelah panen merupakan
intensitas proses transpirasi yang tinggi. Kemungkinan untuk mendifusi air ke
dalam produk memberikan efek yang kuat untuk mengontrol suhu dan kelembaban
eksternal pada sayuran berdaun. Proses tersebut disebut crisping. Tujuan dari
percobaan ini adalah menentukan efektivitas proses crisping dalam meningkatkan
mutu fisik dan kesegaran kangkung (Ipomoea aquatica), mengetahui apakah proses
crisping mampu menanggulangi kehilangan bobot kangkung (Ipomoea aquatica),
dan menentukan suhu air dan lama perendaman optimal untuk proses crisping yang
dapat meningkatkan mutu kesegaran kangkung (Ipomoea aquatica). Proses
crisping tersebut meliputi perendaman kangkung pada 7 perlakukan yaitu, (A)
tanpa perendaman; (B) perendaman suhu 30o C, selama 2 menit; (C) perendaman
suhu 30oC selama 6 menit; (D) perendaman suhu 30o C, selama 6 menit; (E)
perendaman suhu 40o C, selama 2 menit; (F) perendaman suhu 40o C, selama 4
menit; dan (G) perendaman suhu 40o C, selama 6 menit.

PENDAHULUAN
Produk pascapanen hortikultura berupa sayuran daun segar sangat
diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral, namun sangat
mudah mengalami kemunduran kualitas yang dicirikan oleh terjadinya proses
pelayuan yang cepat. Terdapat banyak laporan menyebutkan bahwa susut
pascapanen sayuran relatif sangat tinggi yaitu berkisar 40-50% khususnya terjadi di
negara-negara sedang berkembang (Kader, 2012).Pelayuan proses transpirasi atau
penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata, hidatoda
dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk sayuran daun. Kadar air (85-
98%) dan rasio yang tinggi antara luas permukaan dengan berat produk
memungkinkan laju penguapan air berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan
dapat terjadi dengan cepat. Selain faktor internal produk, faktor eksternal seperti
suhu, kelembaban serta kecepatan aliran udara berpengaruh terhadap kecepatan
pelayuan. Mekanisme membuka dan menutupnya bukaan-bukaan alami pada
permukaan produk seperti stomata dipengaruhi oleh suhu produk. Pada kondisi
dimana suhu produk relatif tinggi maka bukaan-buakaan alami cenderung
membuka dan sebaliknya pada keadaan suhunya relatif rendah maka bukaan alami
mengalami penutupan (Utama et al., 2017).
Proses crisping merupakan metode untuk mempertahankan mutu kesegaran
sayuran dan buah yang mudah dilakukan. Tingginya kandungan air produk
menyebabkan tekanan uap air dalam produk selalu dalam keadaan tinggi dan bila
kelembaban udara atau tekanan uap air di udara rendah maka akan terjadi defisit
tekanan uap air yang menyebabkan perpindahan air dari dalam produk ke udara
sekitarnya. Bila sebaliknya, tekanan uap air di luar lingkungan produk lebih tinggi
maka akan terjadi pergerakan air dari luar ke dalam produk. Sangat memungkinkan
untuk mendifusikan air ke dalam produk semaksimal mungkin untuk menyegarkan
kembali dengan mengatur tekanan air serta mengendalikan mekanisme membuka
dan menutupnya bukaan alami, dimana proses penyegaran ini dikenal dengan
crisping (Utama et al., 2017).
Proses crisping pada produk sayuran dan buah memiliki manfaat dalam
bidang rekayasa pertanian berupa meningkatkan ketahanan produk hasil panen
yang telah layu. Praktikum ini juga bermanfaat sebagai pengetahuan dasar dalam
hal pemeliharaan produk sayuran hijau agar tidak cepat layu. Dengan meningkatnya
ketahan produk tersebut masa penyimpanan dari produk menjadi lebih lama
sehingga tidak mengalami kerugian ekonomis(Ashari & Tiur, 2017).

TUJUAN
1. Menentukan efektivitas proses Crisping dalam meningkatkan mutu fisik dan
kesegaran kangkung (Ipomoea aquatica).
2. Mengetahui apakah proses Crisping mampu menanggulangi kehilangan bobot
kangkung (Ipomoea aquatica) akibat pelayuan.
3. Menentukan suhu air dan lama perendaman optimal untuk proses Crisping
yang dapat meningkatkan mutu kesegaran kangkung (Ipomoea aquatica).

METODE
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kulkas, stopwacth,
termometer, timbangan analitik, dan water bath. Kemudian, bahan-bahan yang
digunakan pada praktikum kali ini adalah kangkung yang sudah agak layu, dan
plastik PE.
Cara kerja dari praktikum ini adalah pertama-tama disiapkan alat dan bahan
yang digunakan. Dilakukan perendaman pada kangkung dengan tujuh macam
perlakuan yaitu (A) tanpa perendaman; (B) perendaman suhu 30 o C, selama 2
menit; (C) perendaman suhu 30oC selama 6 menit; (D) perendaman suhu 30o C,
selama 6 menit; (E) perendaman suhu 40o C, selama 2 menit; (F) perendaman suhu
40o C, selama 4 menit; dan (G) perendaman suhu 40o C, selama 6 menit. Mula-
mula, kangkung yang sudah agak layu diambil sampelnya sebanyak 2 gram untuk
pengukuran kadar air awal dengan menggunakan metode pengeringan dengan oven
pada suhu 105o C selama 12 jam menggunakan alumunium foil cawan porselen.
Setelahnya, kangkung dibagi menjadi 7 bagian . Kemudian, dilakukan trimming
pada kangkung dan ditimbang dan dicatat bobot dari masing-masing bagiannya.
Kangkung direndam pada waterbath dengan suhu bervariasi, yaitu 30±2o C dan
40±2o C dengan waktu perendaman 2, 4, dan 6 menit, sesuai dengan perlakuan
masing-masing. Setelah direndam, kangkung langsung dimasukkan ke dalam
kantong plastik yang sudah dilubangi dan ditutup rapat dengan sealer, kemudian
dipindahkan ke dalam kulkas dengan suhu 5±2 o C dan disimpan selama 12 – 24
jam. Setelah disimpan pada kulkas, dilakukan penimbangan bobot kangkung
sebagai bobot akhir dari kangkung. Dilakukan pula pengujian secara organoleptik
oleh panelis yang terdiri dari anggota kelompok praktikum. Variabel yang dinilai
meliputi penampakan warna, tekstur, dan mutu visual secara keseluruhan sayuran
yang telah melalui proses crisping. Terakhir, dilakukan perhitungan kadar air akhir
untuk masing-masing perlakukan dengan mengambil sebanyak 2 gram sampel dari
masing-masing perlakuannya dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 o C
selaam 12 jam menggunakan alumunium foil.

Kedua dilakukan uji organoleptik. Uji ini dilakukan dengan pengamatan


secara subjektif (organoleptik) oleh panelis terhadap kangkung setelah proses
crisping yang meliputi penampakan warna, tekstur, dan mutu visual secara
keseluruhan dari kangkung. Penilaian panelis dilakukan didasarkan pada kriteria
yang telah ditentukan yang merupakan modifikasi dari metode Cantwell dan
Thangaiah (2001).

Tabel 1.1 Kriteria dan skala numerik uji skor warna


Kriteria Deskripsi Skala numerik
Hijau segar Warna daun hijau segar dengan 5
tekstur vigor/tegar
Hijau Warna hijau dan tekstur kurang 4
vigor
Agak Kuning < 10% daun berwarna kuning 3
(berpengaruh pada harga)
Kuning > 10% daun berwarna kuning 2
(tidak bisa dipasarkan)
Kuning Sekali > 25% daun berwarna kuning layu 1
dan mulai mengalami pembusukan
Keterangan:

* Tidak bisa dipasarkan diasumsikan akan mengalami proses pelayuan dan pembusukan.

** Persentase dihitung berdasarkan jumlah daun yang telah mengalami perubahan warna
kuniing.

Tabel 1.2 Kriteria dan skala numerik uji skor tekstur


Kriteria Skala Numerik
Tegar, segar, dan berisi (pada daun) 5
Tegar dan agak pucat (kurang segar) 4
Agak layu (dipasarkan terbatas) 3
Layu/lembek (bisa dikonsumsi tapi tidak bisa dipasarkan) 2
Sangat layu dan tidak bisa digunakan 1

Tabel 1.3 Kriteria dan skala numerik uji skor mutu visual secara
keseluruhan
Kriteria Skala Numerik
Sangat baik, kenampakan segar 5
Baik 4
Biasa (bisa dipasarkan terbatas) 3
Kurang baik (bisa digunakan tetapi tidak bisa dipasarkan) 2
Tidak bisa digunakan 1

PERHITUNGAN
Perhitungan perubahan bobot dilakukan dengan menggunakan rumus:
𝑩𝒂 − 𝑩𝒃
𝑷𝑩 (%) = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑩𝒂
Keterangan :

PB = Perubahan bobot (%bb)


Ba = Bobot sebelum crisping (gram)
Bb = Bobot setelah crisping (gram)
PERHITUNGAN
Perubahan bobot pada sayuran kangkung Ipomoea aquatica setelah
dilakukan penyegaran (crisping) ditentukan berdasarkan data pada Tabel 2
menggunakan Rumus 1. Dari perhitungan, didapatkan nilai-nilai sebagai berikut,

(37−37) 𝑔
PB A (%) = 𝑥 100% = 0%
37 𝑔
(43−37) 𝑔
PB B (%) = 𝑥 100% = 13.95%
43 𝑔
(43−37.50)𝑔
PB C (%) = 𝑥 100% = 12.79%
43 𝑔
(40.03−37.51)𝑔
PB D (%) = 𝑥 100% = 6.30%
40.03 𝑔
(38.80−37) 𝑔
PB E (%) = 𝑥 100% = 4.64%
38.80 𝑔
(43.9−37.1)𝑔
PB E (%) = 𝑥 100% = 15.490%
43.9 𝑔
(40.75−37.11) 𝑔
PB F (%) = 𝑥 100% = 8.93%
40.75 𝑔
(41.25−37) 𝑔
PB G (%) = 𝑥 100% = 10.30%
41.25 𝑔

Perubahan bobot optimum pada sayuran kangkung Ipomoea aquatica,


bayam (Amaranthus sp.), sawi putih (Brassica rapa pekinensis), caisim (Brassica
chinensis var. parachinensis), selada bokor (Lactuca sativa L.), dan daun bawang
(Allium fistulosum) setelah dilakukan penyegaran (crisping) ditentukan
berdasarkan data pada Tabel 5 menggunakan Rumus 1. Dari perhitungan,
didapatkan nilai-nilai sebagai berikut,

(43.9−37.1) 𝑔
PB Kangkung Optimum (%) = 𝑥 100% = 15.490%
37 𝑔
(35.13−27.42) 𝑔
PB Bayam Optimum (%) = 𝑥 100% = 21.947%
35.13 𝑔
(94.5−73.5) 𝑔
PB Sawi Putih Optimum (%) = 𝑥 100% = 22.751%
94.5 𝑔
(63−57.5) 𝑔
PB Caisim Optimum (%) = 𝑥 100% = 8.730%
63 𝑔
(10.725−7) 𝑔
PB Selada Bokor Optimum (%) = 𝑥 100% = 34.732%
10.725 𝑔
(16−12) 𝑔
PB Daun Bawang Optimum (%) 𝑥 100% = 25.000%
16 𝑔
HASIL PENGAMATAN
Tabel 2. Dokumentasi Percobaan Crisping Kangkung (Ipomea aquatica)
Kelompok 1

Perlakuan NIM Keterangan Gambar

A 11415029 Sebelum Perendaman


(Organoleptik)

Gambar 1. Kangkung sebelum


perendaman (Organoleptik)
Perlakuan A (Sumber: Dokumentasi
Kelompok 1, 2021)

Perendaman

Gambar 2. Perendaman Kangkung


pada Perlakuan A (Sumber:
Dokumentasi Kelompok 1, 2021)
Pendinginan

Gambar 3. Kangkung sebelum


pendinginan perlakuan A (Sumber:
Dokumentasi Kelompok 1, 2021).

Kondisi Akhir

Gambar 4. Kangkung setelah


pendinginan Perlakuan A (Sumber:
Dokumentasi Kelompok 1, 2021).

B 11418044 Sebelum Perendaman


(Organoleptik)

Gambar 5. Kangkung sebelum


perendaman (Organoleptik)
Perlakuan B (Sumber: Dokumentasi
Kelompok 1, 2021)

Perendaman

Gambar 6. Perendaman Kangkung


pada Perlakuan B (Sumber:
Dokumentasi Kelompok 1, 2021)

Pendinginan

Gambar 7. Kondisi kangkung


setalah didinginkan (Sumber:
Dokumentasi Kelompok 1, 2021)

Kondisi Akhir

Gambar 8. Kondisi Akhir


Perlakuan B (Sumber: Dokumentasi
Kelompok 1, 2021
C 11418017 Sebelum Perendaman
(Organoleptik)

Gambar 9. Kangkung sebelum


perendaman (Organoleptik)
Perlakuan C (Sumber: Dokumentasi
Kelompok 1, 2021).

Perendaman

Gambar 10. Perendaman Kangkung


pada Perlakuan C (Sumber:
Dokumentasi Kelompok 1, 2021).

Pendinginan

Gambar 11. Dokumentasi


Kangkung setelah didinginkan
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021).
Kondisi Akhir

Gambar 12. Dokumentasi Kondisi


Akhir Perlakuan C (Sumber:
Dokumentasi Kelompok 1, 2021).

D 11418026 Sebelum Perendaman


(Organoleptik)

Gambar 13. Dokumentasi Sebelum


Perendaman
(Organoleptik) Perlakuan D
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Perendaman

Gambar 14. Dokumentasi


Perendaman Perlakuan D
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)
Pendinginan

Gambar 15. Dokumentasi


Pendinginan Perlakuan D
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Kondisi Akhir

Gambar 16. Dokumentasi Kondisi


Akhir Perlakuan D
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)
E 11418030 Sebelum Perendaman
(Organoleptik)

Gambar 17. Dokumentasi Sebelum


Perendaman
(Organoleptik) Perlakuan E
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Perendaman

Gambar 18. Dokumentasi


Perendaman Perlakuan E
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Pendinginan

Gambar 19. Dokumentasi


Pendinginan Perlakuan E
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Kondisi Akhir

Gambar 20. Dokumentasi Kondisi


Akhir Perlakuan E
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

E 11418045 Sebelum Perendaman


(Organoleptik)

Gambar 21. Dokumentasi Sebelum


Perendaman
(Organoleptik) Perlakuan E
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)
Perendaman

Gambar 22. Dokumentasi


Perendaman Perlakuan E
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Pendinginan

Gambar 23. Dokumentasi


Pendinginan Perlakuan E
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Kondisi Akhir

Gambar 24. Dokumentasi Kondisi


Akhir Perlakuan E
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

F 11418027 Sebelum Perendaman


(Organoleptik)

Gambar 25. Dokumentasi Sebelum


Perendaman
(Organoleptik) Perlakuan F
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Perendaman

Gambar 26. Dokumentasi


Perendaman Perlakuan F
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Pendinginan

Gambar 27. Dokumentasi


Pendinginan Perlakuan F
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)
Kondisi Akhir

Gambar 28. Dokumentasi Kondisi


Akhir Perlakuan F
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

G 11418014 Sebelum Perendaman


(Organoleptik)

Gambar 29. Dokumentasi Sebelum


Perendaman
(Organoleptik) Perlakuan G
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Perendaman

Gambar 30. Dokumentasi


Perendaman Perlakuan G
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)
Pendinginan

Gambar 31. Dokumentasi


Pendinginan Perlakuan G
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Kondisi Akhir

Gambar 32. Dokumentasi Kondisi


Akhir Perlakuan G
(Sumber: Dokumentasi Kelompok 1,
2021)

Tabel 3. Data Perubahan Bobot Sayuran Kangkung (Ipomea aquatica)

Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g)


Persentas
Perlakuan 1 2 Rata-Rata 1 2 Rata-Rata e (%)

A (Tanpa
perendaman) 37 37 37 38 36 37 0

B (Suhu 30oC,
2 menit) 37 37 37 43 43 43 13.95

38 37 37.50 43 43 43 12.79
C (Suhu 30oC,
4 menit)

D (Suhu 30oC,
6 menit) 37.7 37.31 37.51 39.41 40.64 40.03 6.30

E (Suhu 40oC,
2 menit) 37 37.2 37.10 44.8 43 43.90 15.49

E (Suhu 40oC,
2 menit) 37 37 37 38.3 39.3 38.80 4.64

F (Suhu 40oC,
4 menit) 36.8 37.41 37.11 41.39 40.1 40.75 8.93

G (Suhu 40oC,
6 menit) 37 37 37 41 41.5 41.25 10.30

Tabel 4. Data Organoleptik Sayuran Kangkung (Ipomea aquatica) Sebelum


Crisping

Perlakuan Kriteria Nilai Keterangan

A Warna 3 Agak hijau

Tekstur Agak layu (dipasarkan


3
terbatas)

Kenampakan Biasa (dipasarkan


3
terbatas)

B Warna 3 Agak hijau

Tekstur Agak layu (dipasarkan


3
terbatas)

Kenampakan Biasa (dipasarkan


3
terbatas)

C Warna 3 Agak hijau

Tekstur 3 Agak layu (dipasarkan


terbatas)

Kenampakan Biasa (dipasarkan


3
terbatas)

D Warna 4 Hijau

Tekstur Agak layu (dipasarkan


3
terbatas)

Kenampakan Kurang baik (bisa


2 digunakan tetapi tidak
bisa dipasarkan)

E Warna 4 hijau

Tekstur Agak layu (dipasarkan


3
terbatas)

Kenampakan Biasa (bisa dipasarkan


3
terbatas)

E Warna 4 Hijau

Tekstur Agak layu (dipasarkan


3
terbatas)

Kenampakan 4 Baik

F Warna 4 Hijau

Tekstur Agak layu (dipasarkan


3
terbatas)

Kenampakan 4 Baik

G Warna 4 Hijau

Tekstur 4
Tegar dan agak pucat
(kurang segar)

Kenampakan 4 Baik

Tabel 5. Data Organoleptik Sayuran Kangkung (Ipomea aquatica) Sesudah


Crisping

Perlakuan Kriteria Nilai Keterangan

A Warna 3 Agak hijau

Tekstur 3 Agak layu (dipasarkan


terbatas)

Kenampakan 3 Biasa (dipasarkan


terbatas)

B Warna 4 Hijau

Tekstur Tegar dan agak pucat


4
(kurang segar)

Kenampakan Tegar dan agak pucat


4
(kurang segar)

C Warna 5 Hijau segar

Tekstur Tegar, segar, dan berisi


5
(pada daun)

Kenampakan Sangat baik, kenampakan


5
segar

D Warna 5 Hijau segar

Tekstur Tegar dan agak pucat


4
(kurang segar)

Kenampakan 4 Baik
E Warna 4 Hijau

Tekstur Tegar, segar dan berisi


5
(pada daun)

Kenampakan Biasa (bisa dipasarkan


3
terbatas)

E Warna 5 Hijau segar

Tekstur Tegar dan agak pucat


4
(kurang segar)

Kenampakan 4 Baik

F Warna 4 Hijau

Tekstur Tegar, segar dan berisi


5
(pada daun)

Kenampakan 4 Baik

G Warna 4 Hijau

Tekstur Tegar dan agak pucat


4 (kurang segar)

Kenampakan 4 Baik

Tabel 6. Data Compile Perubahan Bobot Sayuran Optimum

Kelompok Komoditas Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir Persentase


Optimum (g)

E: Perendaman 40
1 Kangkung C, 2 menit 37,1 43,9 15,490

F. Perendaman 40
2 Bayam C, 4 menit 27,42 35,13 21,947
B. Perendaman 30
3 Sawi putih C, 2 Menit 73 94,5 22,751

E: Perendaman 40
4 Caisim C, 2 menit 57,5 63 8,730

Selada C. Perendaman 30
5 bokor C, 4 menit 7 10,725 34,732

Daun C. Perendaman 30
6 bawang C, 4 menit 12 16 25,000

Tabel 7. Data Compile Organoleptik Sayuran Optimum

Kelompok Perlakuan Kriteria Nilai Keterangan


(Komoditas) Optimum

1 (Kangkung) C. Perendaman 30 Warna 5 Hijau segar


C, 4 menit
Tekstur 5 tekstur tegar, segar dan berisi
(pada daun)

Kenampakan 5 sangat baik kenampakan segar

2 (Bayam) F. Perendaman 40 Warna 5 warna daun hijau segar


C, 4 menit
Tekstur 5 tekstur tegar, segar dan berisi
(pada daun)

Kenampakan 4 Baik

3 (Sawi Putih) B. Perendaman 30 Warna 4 warna daun hijau


C, 2 menit
Tekstur 4 tekstur tegar dan agak pucat

Kenampakan 4 Baik

4 (Caisim) C. Perendaman 30 Warna 5 Hijau Segar


C, 4 menit
Tekstur 4 Tegar dan agak pucat (kurang
segar)
Kenampakan 5 Sangat baik, kenampakan
segar

5 (Selada D. Perendaman 40 Warna 4 Warna hijau dan tekstur


bokor) C, 4 menit kurang vigor

Tekstur 5 Tegar, Segar dan berisi

Kenampakan 4 Baik

6 (Daun C. Perendaman 30 Warna 5 warna daun hijau segar


bawang) C, 4 menit
Tekstur 5 tekstur tegar, segar dan berisi
(pada daun)

Kenampakan 5 sangat baik kenampakan segar

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kangkung (Ipomoea aquatica) merupakan sayuran yang populer dan
disukai oleh masyrakat. Kangkung (Ipomoea aquatica) memiliki karakteristik
warna bunga putih hingga merah muda, daun agak kecil, warna batang putih
kehijauan hingga keunguan. Kangkung (Ipomoea aquatica) memiliki daun yang
panjang dengan bagian ujung daun berbentuk runcing dengan warna daun hijau
keputih-putihan . Daun kangkung (Ipomoea aquatica) tidak tebal serta lebih lunak,
ketika dimasak daunnya akan cepat layu atau masak. Batang kangkung (Ipomoea
aquatica) banyak mengandung air atau biasa disebut herbaseus. Bentuk batang
kangkung membulat serta berlubang. Umumnya batangnya memiliki percabangan
yang banyak dan setelah bercabbang batang akan tumbuh menjalar. Batang
kangkung memiliki permukaan yang licin yang berbuku-buku, dari buku-buku ini
seringkali muncul akar (Uchihadiyanto, 2021).
Gambar 33. Grafik Perubahan Bobot Sayuran Kangkung (Ipomoea aquatica)
Hasil pengamatan dari perubahan bobot sayuran kangkung (Ipomoea
aquatica) pada sebelum dan setelah proses crisping dapat dilihat pada grafik pada
gambar 33 didapatkan perubahan bobot tertinggi ada pada perlakuan E dengan
perbedaan bobot sebesar 15.490% yang direndam pada air dengan suhu 40oC
selama 2 menit, perlakuan kontrol tidak mengalami perubahan bobot sama sekali.
Perubahan bobot pada sayuran disebabkan oleh kadar air yang dikandung oleh
sayuran tersebut. Penyerapan air ke dalam produk sayuran sangat tergantung pada
struktur fisik-morfologis dari jenis atau varietas sayuran. Kangkung memiliki
batang yang berongga dimana batang tersebut mudah dipenetrasi oleh air dalam
proses crisping. Kangkung setelah dilakukan proses crisping memiliki persentase
kadar air terbaik pada perlakuan perendaman 40 oC selama 5 menit dengan kadar air
setelah crisping sebesar 95%. Ini berbeda dengan hasil pengamatan pada lama
perendaman yang didapatkan. Hal ini disebabkan kemungkinan karena kurang
tepatnya pengukuran suhu pada percobaan yang dilakukan (Utama et al., 2007).

Gambar 34. Grafik Organoleptik Sayuran Kangkung (Ipomoea aquatica)


Hasil pengamatan pada pengujian organoleptik pada sayuran kangkung (Ipomoea
aquatica) didapakan bahwa hasil perubahan kriteria pada pengujian tertinggi ada
pada perlakuan C perendaman 30oC selama 2 menit dengan kriteria pengujian pada
warna yang agak hijau; tekstur yang agak layu; dan kenampakan biasa, setelah
dilakukan crisping menjadi berwarna hijau segar; tekstur tegar, segar, dan berisi
pada daunnya; dan kenampakan sangat baik, kenampakannya segar. Menurut
Utama et al., (2007), mutu kangkung setelah dilakukan crisping ada pada perlakuan
perendaman 40oC selama 7 menit. Hal ini berbeda dari hasil pengamatan yang
didapatkan pada percobaan. Hal ini dimungkinan karena terdapat perbedaan cara
pengemasan berupa lubang pada plastik dan suhu penyimpanan pada kulkas.
Produk sayuran selepas panen agar tetap tahan lama, maka proses metabolisme
harus ditekan serendah mungkin dengan cara penyimpanan dan pengemasan
(Fransisica et al., 2019).
Hasil pengamatan pada enam jenis sayuran hijau yang berbeda pada metode
crisping didapatkan perubahan bobot optimum pada masing-masing sayuran adalah
kangkung dan caisim pada perendaman 40oC selama 2 menit; bayam pada
perendaman 40oC selama 4 menit, sawi putih pada perendaman 30oC selama 2
menit, selada bokor dan daun bawang pada perendaman 30oC selama 4 menit.
Menurut Utami et al., perubahan bobot optimum pada selada perendaman 30oC
selama 5 menit, kangkung pada suhu 40oC selama 5-7 menit, daun bawang pada
suhu 30oC selama 3 menit, dan sawi putih pada 30oC selama 1 menit. Hasil
pengujian organoleptik pada perlakuan optimum didapatkan kangkung pada
perendaman suhu 30oC selama 4 menit dengan kriteria skor 5 pada masing-masing
kriteria warna, tekstur, dan kenampakan; bayam perendaman suhu 40oC selama 4
menit didapatkan kriteria skor 5 pada warna dan tekstur, dan skor 4 pada
kenampakan; sawi putih perendaman suhu 30oC selama 2 menit didapatkan kriteria
skor 4 pada masing-masing warna, tekstur, dan kenampakan; caisim perendaman
suhu 30oC selama 4 menit didapatkan skor 5 pada kriteria warna dan kenampakan,
dan skor 4 pada kriteria tekstur; selada bokor perendaman suhu 30oC selama 6 menit
didapatkan skor 4 pada kriteria warna dan kenampakan, dan skor 5 pada kriteria
tekstur; dan daun bawang perendaman suhu 30oC selama 4 menit didapatkan skor
5 pada masing-masing kriteria warna, tekstur, dan kenampakan. Menurut Utami et
al., (2007), mutu visual keseluruhan terbaik pada selada perendaman suhu 30 oC
selama 3 menit, kangkung perendaman suhu 40oC selama 7 menit, daun bawang
perendaman suhu 30oC selama 1 menit, dan sawi putih perendaman suhu 30oC
selama 7 menit. Perubahan bobot pada sayuran disebabkan oleh kadar air yang
dikandung oleh sayuran tersebut. Penyerapan air ke dalam produk sayuran sangat
tergantung pada struktur fisik-morfologis dari jenis atau varietas sayuran. Daun
bawang memiliki proprosi bobot lebih besar pada bagian tangkai yang pada padat
(stalk) dan sawi putih yang memiliki struktur daun berlapis-lapis dan padat relatif
lebih sulit dipenetrasi oleh air walaupun suhu air telah mencapai 50 oC dan direndam
sampai 7 menit. Berbeda dengan caisim yang struktur daunnya terbuka dan
kangkung yang memiliki batang berongga sehingga lebih mudah dipenetrasi pleh
air dalam proses crisping. Suhu perendaman tidak selalu menyebabkan
peningkatan difusi air ke dalam produk, hal ini disebabkan oleh mekanisme
terbukanya stomata tergantung pada suhu maksimum fisiologis metabolisme dari
produk. Secara umum suhu 45 oC adalah suhu maksimum kritis bagi produk
holtikultura karena pada suhu tersebut produk sangat mengalami kemunduran
dimana laju respirasi turun drastis dan cenderung menuju pada pelayuan dan
kematian bila suhu ditingkatkan (Utama et al., 2007). Ketika suhu pada sayuran
meningkat maka stomata atau lentiselnya cenderung membuka dan sebaliknya pada
suhu relatif rendah maka stomata atau lentiselnya mengalami penutupan. Perlakuan
perendaman akan mengakibatkan suhu sayuran mengalami peningkatan, senhingga
stomata atau lentiselnya akan membuka. Disaat yang bersamaan lebih tingginya
suhu air di lingkungan luar dibandingkan suhu air dalam sayuran akan
mengakibatkan tekanan uap air dilingkungan menjadi lebih besar dari tekanan uap
dalam sayur, sehingga terjadi proses perpindahan massa (air) dari lingkungan ke
dalam sayuran melalui proses difusi (Kumasari et al., 2017).

KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum ini adalah berdasarkan data yang diperoleh,
efektifitas crisping untuk menungkatkan mutu fisik dan kesegaran akibat pelayuan
dengan cara merendamkan ke dalam air hangat dengan ragam suhu 30-40oC dan
lama perendaman 2-6 menit adalah spesifik terhadap jenis produk yang erat
kaitannya dengan struktur fisik-morfologisnya dan terbukti efektif dalam proses
penyegaran produk kangkung (Ipomea aquatica). Proses crisping mampu
menanggulangi kehilangan bobot sayuran kangkung (Ipomea aquatica), dibuktikan
dengan peningkatan bobot pada sayur kangkung dengan perendaman ke dalam air
panas pada rentang suhu 30-40oC yang menjadi suhu toleran kangkung. Proses
crisping optimal terhadap sayuran kangkung (Ipomea aquatica) adalah pada
perlakuan E yaitu dengan suhu perendaman 40oC selama 2 menit dengan
peningkatan bobot 15, 49%.
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, A., & Tiur N. S. 2017. “Pengaruh Suhu Air dan Lama Proses Crisping
Terhadap Kualitas Sayur Bayam Hijau Menggunakan Metode Eksperimen”.
Thesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Negeri Padang. Padang.

Fransisica, A., Istianto M., & Siregar G. A. 2019. “Pengaruh Suhu dan Jumlah
Perforasi pada Kemasan Terhadap Susut Bobot Kankung”. Jurnal Ilmu
Pangan dan Hasil Pertanian, 3(1): 31-41.
Kader, A. A. 2012. Postharvest Technology of Horticultural Crops 5th Edition.
University pf California. Div. of Agriculture and Natural Resources.
California.
Kusumasari, N. P. E., Niklah W. M., Pramana K. S., Dananjaya I. G. P. A. W., &
Putria I. M. S. A. 2017. “Fisiologi dan Teknik Pascapanen Holtikultura”.
Thesis, Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana. Bali.

Uchihadiyanto. 2021. “Kangkung”. [Online] https://tanahkaya.com/kangkung/.


Diakses pada 9 Februari 2021 pukul 18.12 WIB.
Utama, I. M. S., Nociantitri K. A., & Pudja I. A. R. P. 2017. “Pengaruh Suhu Air
dan Lama Waktu Perendaman Beberapa Jenis Sayuran Daun pada Proses
Crisping”. AGRITROP, 26(3): 117-123.

Anda mungkin juga menyukai