Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN

ACARA I
PENGARUH KONDISI DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SUSUT
BOBOT

OLEH
NAMA : FAJRI HIDAYAT
NIM : J1B014030
KELOMPOK : VI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah


Fisiologi Dan Teknologi Pasca Panen.

Mataram, 14 November 2016


Mengetahui,
Co. Ass Praktikum Fisiologi Praktikan,
dan Teknologi Pasca Panen

Hizbiatun Jamilah FAJRI HIDAYAT


NIM. J1A013049 NIM. J1B014030
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Beberapa hasil pertanian seperti buah dan sayuran memiliki laju
kerusakan yang sangat tinggi setelah dipanen jika penanganan dan perlakuannya
tidak tepat. Kerusakan dapat berupa kerusakan fisik, kerusakan mekanis dan
kerusakan mikrobiologis. Setelah pemaneanen produk hasil pertanian akan tetap
melakukan aktifitas fisiologis akibat jaringan yang masih aktif. Aktifitas biologis
akan terus berlangsung, sehingga menyebabkan perubahan struktur fisis, kimia
dan biologis pada bahan hasil pertanian. Perubahan fisik dan kimia selain
ditentukan oleh tingkat kematangan buah, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-
faktor luar dan lingkungan seperti curah hujan, cahaya, pemupukan selama
penanaman dan sebagainya. Selain itu, laju respirasi yang tinggi pada buah dan
sayuran dapat menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan karena mempercepat
laju pematangan.

Perubahan fisik yang terjadi pada bahan hasil pertanian pasca pemanenan
diantaranya adalah terjadinya kelayuan dan terjadinya pengurangan ukuran baik
berat maupun volume, sedangkan perubahan kimia diantaranya perubahan kadar
air, kandungan vitamin dan asam-asam organik didalamnya. Kandungan kimia
pada bahan hasil pertanian berbeda-beda, hal tersebut dapat disebabkan oleh laju
kematangan buah atau sayuran tersebut. Kematangan pada buah akan berdampak
pada meningkatnya kadar air bahan sehingga melarutkan asam-asam organik..
Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk dapat mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi komoditi hasil pertanian terhadap sifat fisik, kimia dan
tingkat respirasinya.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi komoditi hasil pertanian terhadap sifat fisik, kimia dan
tingkat respirasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hasil pertanian dalam hal ini sayur, buah-buahan dan lain-lain masih tetap
hidup setelah panen, proses metabolism ini seperti respirasi dan transpirasi masih
terus berlangsung. Proses-proses metabolisme merupakan proses fisologis yang
lajunya sangat dipengaruhi oleh berbagai faftor misalnya kerusakan mekanisme
maupun akibat aktivitas mikrobiologis. Pengaruh kondisi lingkungan
penyimpanan RH dan suhu ruang penyimpanan disamping pengaruh terhadap laju
metabolisme juga akan mempengaruhi laju transpirasi. Kerusakan mekanis
disebabkan pemanenan atau pengangkutan yang kurang baik, biasanya
menyebabkan produksi etilen meningkat sehingga proses pematangan menjadi
cepat dan respirasinya pun meningkat sehingga akan penyusutan berat akan terjadi
(Basuki, 2002).
Buah-buahan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan laju
respirasinya, yaitu klimaterik dan non-klimaterik. Klimakterik adalah suatu fase
yang kritis dalam kehidupan buah dan selama terjadinya proses ini banyak sekali
perubahan yang berlangsung, dimana buah menjadi matang yang disertai dengan
adanya peningkatan proses respirasi. Contoh buah klimakterik adalah mangga,
pisang dan apel. Buah non-klimakterik didefinisikan sebagai kelompok buah-
buahan yang selama proses pematangan tidak terjadi lonjakan drastis kecepatan
respirasi, sehingga memungkinkan daya simpan produk lebih lama. Buah-buahan
yang tidak pernah mengalami periode tersebut digolongkan ke dalam golongan
non-klimakterik, seperti semangka jeruk, nanas dan anggur (Samad, 2012).
Terdapat indikator yang dapat membedakan antara buah klimaterik dan
non-klimaterik, yaitu respon buah terhadap pemberian etilen yang merupakan gas
hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai
pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan merespon
terhadap pemberian etilen baik pada tingkat pra-panen maupun pada tingkat pasca
panen. Sedangkan buah klimaterik hanya akan memberikan respon terhadap
pemberian etilen apabila etilen diberikan pada saat buah berada pada tingkat pra-
klimaterik. Dan setelah kenaikan respirasi dimulai maka buah klimaterik tidak
akan peka lagi terhadap pemberian etilen. Buah-buahan dapat dikelompokkan
berdasarkan laju pernapasan mereka di saat pertumbuhan sampai fase senescene
menjadi kelompok buah-buahan klimakterik dan kelompok buah-buahan non
klimakterik (Biale dan Young, 2008).
Vitamin C disintesis secara alami baik dalam tanaman maupun hewan dan
dapat dibuat secara sintetis dari gula. Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah
rusak oleh oksidasi, panas dan alkali. Sumber vitamin C sebagian besar berasal
dari sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Buah jeruk, baik yang
dibekukan maupun yang dikalengkan merupakan sumber vitamin C yang tinggi.
Demikian juga halnya dengan berries, nenas dan jambu. Sayur-sayuran seperti
bayam, brokoli, cabe hijau dan kubis juga merupakan sumber yang baik, bahkan
juga setelah dimasak (Winarno dan Aman, 2007).
Apel dan kentang tergolong dalam buah dan sayur klimakterik, dimana
pada suhu optimumnya akan terjadi laju respirasi yang sangat tinggi sehingga
proses pematangan dan kerusakan akan cepat terjadi. Namun, buah apel dan
kentang walaupun termasuk golongan klimakterik, laju respirasinya terbilang
rendah, karena memiliki sifat dormain.Berbeda dengan buah non klimakterik yang
tidak melakukan respirasi, melainkan mengalami penurunan produksi CO 2. Apel
yang mengalami kerusakan mekanis seperti luka akan mempercepat terjadinya
penyusutan berat bahan. Hal ini dikarenakan jaringan kulit pada bahan sudah tidak
berfungsi dengan baik, atau sifat semipermeabel jaringan sudah tidak selektif lagi,
sehingga air dalam bahan dengan mudah keluar atau teruapkan. Proses transpirasi
ini akan berjalan cepat apabila dalam keadaan optimumnya (Junaidi, 2001).
BAB III
PELAKSANAA PRAKTIKUM

3.1.Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 19 Oktober 2016 di
Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, Fakultas Teknologi Pangan Dan
Agroindustri Universitas Mataram.

3.2.Alat dan Bahan Praktikum


3.2.1. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah labu ukur
100 ml, corong, kertas saring, pipet volume, botol semprot, erlenmeyer 100 ml,
gelas ukur 25 ml, mortar, pisau dan talenan.
3.2.2. Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah nanas,
apel, tomat, aquades, amilum 1 %, indikator PP, NaOH 0,01 N dan larutan Iodium
0,01 N.

3.3.Prosedur Kerja
Perubahan Susut Berat pada Buah Apel dan Kentang

Ditimbang masing-masing bahan sebagai berat awal

Dibagi apel dan kentang masing-masing menjadi 4 bagian dan


diberi perlakuan:

a. Tanpa dilukai dan disimpan pada suhu ruang


b. Tanpa dilukai dan disimpan pada suhu dingin
c. Dilukai dan disimpan pada suhu ruang
d. Dilukai dan disimpan pada suhu dingin

Disimpan selama 7 hari dan ditimbang berat akhir

Dihitung susut berat sampel dengan rumus sebagai berikut:

Berat awal Berat akhir


100%
100
SB=
BAB 1V
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1. Hasil Pengamatan


Table 1.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Lama dan Kondisi Lingkungan Terhadap
Susut Bobot

Har Parameter Fisik Susut berat


Kondisi
Bahan i Tekstur Berat Hari Hari
Penyimapanan Bentuk Warna
ke- (cm) (gr) 0-3 3-7
Apel Hijau
75,1
0 Bulat kemerahan, 0,5
6
segar
Hijau
kekuningan 74,8
Tanpa luka 3 Bulat 0,5
ada bercak 7
temperatur 0,29 2,6
bulat coklat
kamar
Kuning
pucat
72,2
7 Bulat dengan 0,25
7
bercak
coklat
Hijau 89,6
0 Bulat 0,5
kemerahan 4
Tanpa luka 89,5
3 Bulat Kuning 1,5
temperatur 2 0,12 0,81
dingin Kuning ada
88,7
7 Bulat bercak 1,5
1
coklat
Hijau 79,1
0 Bulat 0,5
kemerahan 6
Kekuninga
Dilukai n ada 77,3
3 Bulat 0,5
temperatur bercak 9 1,77 2,44
kamar coklat
Kuning ada
74,9
7 Bulat bercak 0,25
5
coklat
Dilukai 0 Bulat Hijau 0,5 83,0 0,36 0,8
temperatur bercak- 6
dingin bercak
coklat
Kekuninga 82,7
3 Bulat 1,0
n 0
Kuning
pucat
Bulatkisu 81,9
7 dengan 1,75
t 0
bercak
coklat
Bulat tak Coklat 76,8
0 0,5
beraturan segar 5
Tanpa luka
Bulat tak Coklat 76,6
temperatur 3 0,5 0,17 0,37
beraturan segar 6
kamar
Bulat tak Coklat 76,3
7 0,5
beraturan pucat 1
73,8
0 Bulat Cokelat 0,5
3
Tanpa luka
Cokelat 73,6
temperatur 3 Bulat 1,0 0,2 0,57
pucat 3
dingin
Cokelat 73,0
7 Bulat 1,75
pucat 6
Lonjong
93,6
0 tidak cokelat 0,5
7
Kentan beraturan
g Dilukai Lonjong
Cokelat 92,8
temperatur 3 tidak 0,5 0,86 1,25
pucat 1
kamar beraturan
Lonjong
Cokelat 91,5
7 tidak 0,5
pucat 6
beraturan
Cokelat 79,8
0 Bulat 0,5
segar 8
Cokelat 79,6
3 Bulat 2,0
Dilukai pucat 3
temperatur Cokelat 0,23 1,15
dingin pucak
78,4
7 Bulat dengan 1,25
8
lubang
hitam

4.2. Hasil Perhitungan Susut Berat


A. Apel
1. Apel tanpa luka temperatur kamar
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%

75,16 74,87
= 100 x 100%

= 0,29 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%

74,87 72,27
= 100 x 100%

= 2,6 %
2. Apel tanpa luka temperatur dingin
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%

89,64 89,52
= 100 x 100%

= 0,12 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%

89,52 88,71
= 100 x 100%

= 0,81 %
3. Apel Luka Temperatur Kamar
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%

79,16 77,39
= 100 x 100%
= 1,77 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%

77,39 74,95
= 100 x 100%

= 2,44 %
4. Apel Luka Temperatur Dingin
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%

83,06 82,70
= 100 x 100%

= 0,36 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%

82,70 81,90
= 100 x 100%

= 0,8 %
B. Kentang
1. Kentang tanpa luka temperatur kamar
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%

76,85 76,68
= 100 x 100%

= 0,17 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%
76,68 76,31
= 100 x 100%

= 0,37 %
2. Kentang tanpa luka temperatur dingin
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%

73,83 73,63
= 100 x 100%

= 0,2 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%

73,63 73,06
= 100 x 100%

= 0,57 %
3. Kentang Luka Temperatur Kamar
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%

93,67 92,81
= 100 x 100%

= 0,86 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%

92,81 91,56
= 100 x 100%

= 1,25 %
4.Kentang Luka Temperatur Dingin
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%

79,86 79,63
= 100 x 100%

= 0,23 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%

79,63 78,48
= 100 x 100%

= 1,15 %

Grafik 1.1 Susut Berat pada Apel dan Kentang


BAB IV
PEMBAHASAN

Susut berat adalah keadaan dimana bahan pangan hasil pertanian


mengalami penurunan bobot akibat proses fisiologi yang terus berlangsung. Susut
berat bisa terjadi pada saat tahap penyimpanan dan pengolahan karena proses
respirasi ataupun transpirasi bahan itu sendiri. Buah memiliki masa simpan yang
relatif rendah sehingga dikenal sebagai bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini
sangat berpengaruh terhadap kualitas dan masa simpan buah. Mutu simpan buah
sangat erat kaitannya dengan proses respirasi dan transpirasi, dimana akan
menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat;
susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau
tekstur serta susut nilai gizi yang berpengaruh terhadap kualitas buah. Khusus
untuk serealia, selain karena proses respirasi dan transpirasi, susut berat juga
disebabkan oleh infeksi serangga, tikus, dan burung (Nurrahman, 2010).
Pada praktikum kali ini membahas tentang pengaruh lama dan kondisi
penyimpanan terhadap susut bobot buah apel dan kentang. Perlakuan yang akan
diberikan pada kedua bahan tersebut adalah memberikan luka pada kedua bahan
dan tidak memberikan luka pada kedua bahan tersebut dengan penyimpanan
dilakukan pada suhu yang berbeda, yaitu suhu kamar dan suhu dingin. Pengaruh
yang diberikan oleh kedua suhu penyimpanan tersebut tidak hanya mengurangi
berat dari apel dan kentang tersebut, akan tetapi dari segi warna dan tekstur dari
kedua bahan tersebut juga mengalami perubahan.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan penyusutan berat pada apel
dengan perlakuan tanpa luka saat disimpan pada suhu kamar sebesar 2,6 % dari
berat awal 75,16 gram. Sedangkan penyusutan berat pada kentang tanpa luka
sebesar 0,37 %dari berat awa l76,85 gram. Penyusutan berat pada apel dan
kentang dalam kondisi luka yaitu masing masih sebesar 2,44% dari berat awal
79,16 gram dan 1,25 % dari berat awal 93,67 gram. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa buah apel yang dalam kondisi tanpa luka memiliki tingkat
penyusutan yang lebih tinggi, dibandingkan dengan buah apel yang dalam kondisi
luka. Hal ini berlawanan dengan teori, seharusnya buah apel yang dalam kondisi
luka memiliki tingkat penyusutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah
apel dalam kondisi tanpa luka. Metabolisme akan mengasilkan H 2O, dimana H2O
akan diuapkan melalui proses transpirasi sehingga terjadi penyusutan berat dari
bahan tersebut. Selain itu, luka pada jaringan kulit apel dan kentang akan segera
diperbaiki oleh jaringan yang masih hidup dalam waktu tertentu, dimana jaringan
yang terbuka tersebut akan tertutup dan akan tampak kering karena jaringan kulit
yang rusak tersebut diganti dengan jaringan yang baru. Sehingga laju transpirasi
menurun kembali, menyebabkan penyusutan berat apel setelah tujuh hari tidak
tinggi. Berbeda dengan apel dan kentang yang tidak terdapat luka dimana pada
penyimpanan yang semakin lama akan meningkatkan penyusutan berat apel,
karena sifatnya yang klimakterik.
Penyimpanan yang dilakukan pada suhu rendah menghasilkan penyusutan
berat pada apel dalam kondisi luka sebesar 0,8 % dari berat awal 83,06 gram,
sedangkan pada apel dalam kondisi tanpa luka menghasilkan nilai penyusutan
berat sebesar 0,81% dari berat awal 89,64 gram. Pada kentang di peroleh ilai
penyusutan berat untuk kentang dalam kondisi tanpa luka hanya sebesar 0,57%
dari berat awal 73,83 gram. Sedangkan penyusutan berat pada kentang dalam
kondisi luka sebesar 1,15% dari berat awal 79,88 gram.
Suhu rendah atau cooling merupakan salah satu cara untuk
memperpanjang masa simpan komoditi hasil pertanian. Air didalam bahan pada
suhu rendah akan membeku secara perlahan, sehingga menghambat respirasi dan
transpirasi serta menghambat pertumbuhan mikroorganisme pathogen yang
mampu merusak bahan. Pembekuan kadar air biasanya akan terpusat pada bagian
dalam bahan, sehingga akan mempengaruhi tekstur bahan menjadi keras di bagian
dalamnya, akan tetapi di bagian luar sedikit agak lunak dan warna bahan pun akan
menjadi lebih pucat dari biasanya. Penyimpanan apel pada suhu rendah atau
dingin, akan memperlambat proses respirasi dan transpirasi, karena pada suhu
rendah senyawa-senyawa air didalam bahan akan membeku secara perlahan, serta
asupan oksigen yang kurang. Penyusutan berat apel yang luka ataupun dalam
kondisi baik tidak berbeda jauh.
BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan,perhitungan dan pembahasan, dapat di ambil


kesimpulan sebagai berikut :
1. Susut berat adalah keadaan dimana bahan pangan hasil pertanian mengalami
penurunan bobot akibat proses fisiologi yang terus berlangsung
2. Pada buah apel persentase susut berat tertinggi terjadi pada buah apel
disimpan dengan suhu kamar dengan perlakuan tanpa dilukai sebesar 2,6%,
sedangkan persentse susut berat terendah terjadi pada apel yang di simpan
pada temperature dingin dengan perlakuan di lukai sebesar 0,8%.
3. Pada kentang persentase susut berat tertinggi terjadi pada kentang di simpan
dengan suhu kamar dengan perlakuan di lukai sebesar 1,25%, sedangkan
persentase susut berat terendah terjadi pada suhu kamar dengan perlakuan
tanpa di lukai sebesar 0,37%.
4. Faktor yang mempengaruhi susut berat bahan yaitu suhu penyimpanan,
lamanya penyimpanan dan kerusakan pada bahan.
5. Laju respirasi yang menyebabkan susut berat pada bahan berbanding lurus
dengan besarnya suhu pada ruang penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA

Basuki.b, Eko, 2002. Buku Ajar Fisiologi Dan Teknologi Pasca Panen. DUE-like
UNRAM : Mataram.
Ismanilda, A. 2011., Ilmu Pangan Lanjut. Liberty. Yogyakarta
Junaidi, M. dkk, 2001.Pengetahuan Bahan Hasil Pertanian. DUE-like UNRAM.
Mataram.
Kanisius, A.A., 2000. Petunjuk Praktik Bertanam Buah dan Sayur. Kanisius :
Jakarta.
Nurrahman. 2010. Susut Bobot Beras selama Penyimpanan karena Respirasi.
Jurnal litbang Universitas Muhammadiyah Semarang : Semarang.

Anda mungkin juga menyukai