ACARA I
PENGARUH KONDISI DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SUSUT
BOBOT
OLEH
NAMA : FAJRI HIDAYAT
NIM : J1B014030
KELOMPOK : VI
1.1.Latar Belakang
Beberapa hasil pertanian seperti buah dan sayuran memiliki laju
kerusakan yang sangat tinggi setelah dipanen jika penanganan dan perlakuannya
tidak tepat. Kerusakan dapat berupa kerusakan fisik, kerusakan mekanis dan
kerusakan mikrobiologis. Setelah pemaneanen produk hasil pertanian akan tetap
melakukan aktifitas fisiologis akibat jaringan yang masih aktif. Aktifitas biologis
akan terus berlangsung, sehingga menyebabkan perubahan struktur fisis, kimia
dan biologis pada bahan hasil pertanian. Perubahan fisik dan kimia selain
ditentukan oleh tingkat kematangan buah, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-
faktor luar dan lingkungan seperti curah hujan, cahaya, pemupukan selama
penanaman dan sebagainya. Selain itu, laju respirasi yang tinggi pada buah dan
sayuran dapat menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan karena mempercepat
laju pematangan.
Perubahan fisik yang terjadi pada bahan hasil pertanian pasca pemanenan
diantaranya adalah terjadinya kelayuan dan terjadinya pengurangan ukuran baik
berat maupun volume, sedangkan perubahan kimia diantaranya perubahan kadar
air, kandungan vitamin dan asam-asam organik didalamnya. Kandungan kimia
pada bahan hasil pertanian berbeda-beda, hal tersebut dapat disebabkan oleh laju
kematangan buah atau sayuran tersebut. Kematangan pada buah akan berdampak
pada meningkatnya kadar air bahan sehingga melarutkan asam-asam organik..
Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk dapat mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi komoditi hasil pertanian terhadap sifat fisik, kimia dan
tingkat respirasinya.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi komoditi hasil pertanian terhadap sifat fisik, kimia dan
tingkat respirasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil pertanian dalam hal ini sayur, buah-buahan dan lain-lain masih tetap
hidup setelah panen, proses metabolism ini seperti respirasi dan transpirasi masih
terus berlangsung. Proses-proses metabolisme merupakan proses fisologis yang
lajunya sangat dipengaruhi oleh berbagai faftor misalnya kerusakan mekanisme
maupun akibat aktivitas mikrobiologis. Pengaruh kondisi lingkungan
penyimpanan RH dan suhu ruang penyimpanan disamping pengaruh terhadap laju
metabolisme juga akan mempengaruhi laju transpirasi. Kerusakan mekanis
disebabkan pemanenan atau pengangkutan yang kurang baik, biasanya
menyebabkan produksi etilen meningkat sehingga proses pematangan menjadi
cepat dan respirasinya pun meningkat sehingga akan penyusutan berat akan terjadi
(Basuki, 2002).
Buah-buahan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan laju
respirasinya, yaitu klimaterik dan non-klimaterik. Klimakterik adalah suatu fase
yang kritis dalam kehidupan buah dan selama terjadinya proses ini banyak sekali
perubahan yang berlangsung, dimana buah menjadi matang yang disertai dengan
adanya peningkatan proses respirasi. Contoh buah klimakterik adalah mangga,
pisang dan apel. Buah non-klimakterik didefinisikan sebagai kelompok buah-
buahan yang selama proses pematangan tidak terjadi lonjakan drastis kecepatan
respirasi, sehingga memungkinkan daya simpan produk lebih lama. Buah-buahan
yang tidak pernah mengalami periode tersebut digolongkan ke dalam golongan
non-klimakterik, seperti semangka jeruk, nanas dan anggur (Samad, 2012).
Terdapat indikator yang dapat membedakan antara buah klimaterik dan
non-klimaterik, yaitu respon buah terhadap pemberian etilen yang merupakan gas
hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai
pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan merespon
terhadap pemberian etilen baik pada tingkat pra-panen maupun pada tingkat pasca
panen. Sedangkan buah klimaterik hanya akan memberikan respon terhadap
pemberian etilen apabila etilen diberikan pada saat buah berada pada tingkat pra-
klimaterik. Dan setelah kenaikan respirasi dimulai maka buah klimaterik tidak
akan peka lagi terhadap pemberian etilen. Buah-buahan dapat dikelompokkan
berdasarkan laju pernapasan mereka di saat pertumbuhan sampai fase senescene
menjadi kelompok buah-buahan klimakterik dan kelompok buah-buahan non
klimakterik (Biale dan Young, 2008).
Vitamin C disintesis secara alami baik dalam tanaman maupun hewan dan
dapat dibuat secara sintetis dari gula. Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah
rusak oleh oksidasi, panas dan alkali. Sumber vitamin C sebagian besar berasal
dari sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Buah jeruk, baik yang
dibekukan maupun yang dikalengkan merupakan sumber vitamin C yang tinggi.
Demikian juga halnya dengan berries, nenas dan jambu. Sayur-sayuran seperti
bayam, brokoli, cabe hijau dan kubis juga merupakan sumber yang baik, bahkan
juga setelah dimasak (Winarno dan Aman, 2007).
Apel dan kentang tergolong dalam buah dan sayur klimakterik, dimana
pada suhu optimumnya akan terjadi laju respirasi yang sangat tinggi sehingga
proses pematangan dan kerusakan akan cepat terjadi. Namun, buah apel dan
kentang walaupun termasuk golongan klimakterik, laju respirasinya terbilang
rendah, karena memiliki sifat dormain.Berbeda dengan buah non klimakterik yang
tidak melakukan respirasi, melainkan mengalami penurunan produksi CO 2. Apel
yang mengalami kerusakan mekanis seperti luka akan mempercepat terjadinya
penyusutan berat bahan. Hal ini dikarenakan jaringan kulit pada bahan sudah tidak
berfungsi dengan baik, atau sifat semipermeabel jaringan sudah tidak selektif lagi,
sehingga air dalam bahan dengan mudah keluar atau teruapkan. Proses transpirasi
ini akan berjalan cepat apabila dalam keadaan optimumnya (Junaidi, 2001).
BAB III
PELAKSANAA PRAKTIKUM
3.3.Prosedur Kerja
Perubahan Susut Berat pada Buah Apel dan Kentang
75,16 74,87
= 100 x 100%
= 0,29 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%
74,87 72,27
= 100 x 100%
= 2,6 %
2. Apel tanpa luka temperatur dingin
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%
89,64 89,52
= 100 x 100%
= 0,12 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%
89,52 88,71
= 100 x 100%
= 0,81 %
3. Apel Luka Temperatur Kamar
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%
79,16 77,39
= 100 x 100%
= 1,77 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%
77,39 74,95
= 100 x 100%
= 2,44 %
4. Apel Luka Temperatur Dingin
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%
83,06 82,70
= 100 x 100%
= 0,36 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%
82,70 81,90
= 100 x 100%
= 0,8 %
B. Kentang
1. Kentang tanpa luka temperatur kamar
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%
76,85 76,68
= 100 x 100%
= 0,17 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%
76,68 76,31
= 100 x 100%
= 0,37 %
2. Kentang tanpa luka temperatur dingin
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%
73,83 73,63
= 100 x 100%
= 0,2 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%
73,63 73,06
= 100 x 100%
= 0,57 %
3. Kentang Luka Temperatur Kamar
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%
93,67 92,81
= 100 x 100%
= 0,86 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%
92,81 91,56
= 100 x 100%
= 1,25 %
4.Kentang Luka Temperatur Dingin
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 1 = 100 x 100%
79,86 79,63
= 100 x 100%
= 0,23 %
Berat Awal - Berat Akhir
Susut Berat 2 = 100 x 100%
79,63 78,48
= 100 x 100%
= 1,15 %
Basuki.b, Eko, 2002. Buku Ajar Fisiologi Dan Teknologi Pasca Panen. DUE-like
UNRAM : Mataram.
Ismanilda, A. 2011., Ilmu Pangan Lanjut. Liberty. Yogyakarta
Junaidi, M. dkk, 2001.Pengetahuan Bahan Hasil Pertanian. DUE-like UNRAM.
Mataram.
Kanisius, A.A., 2000. Petunjuk Praktik Bertanam Buah dan Sayur. Kanisius :
Jakarta.
Nurrahman. 2010. Susut Bobot Beras selama Penyimpanan karena Respirasi.
Jurnal litbang Universitas Muhammadiyah Semarang : Semarang.