Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum Tekonologi Pasca Panen

Nama Asiste:1. Fadillah Rahmadana

2. Riri Amalia

Hari : Kamis

Jam : 10.00 – 11.40 WIB

CRISPING PADA PRODUK HORTIKULTURA SAYURAN BERDAUN

Oleh :
Fafi Rahmatillah
1605101050042

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

PRODI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM BANDA ACEH

2019
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Buah dan sayuran sedapat mungkin dapat dihindarkan dari kerusakan fisik, baik saat panen
maupun dalam pruses penanganan pasca panen termasuk dalam proses pengangkutannya.
Terjadinya kerusakan fisik dapat memicu terjadinya peningkatan laju penuaan pada buah dan
sayuran segar, disamping penampakan fisik buah dan sayuran bersangkutan menjadi jelek sehingga
daya jualnya pun akan menurun (Ariono, 2002).
Hasil hortikultura seperti buah dan sayuran masih melakukan proses kehidupan yaitu
respirasi setelah pemanenan dengan menggunakan oksigen untuk merombak karbohidrat menjadi
air dan karbondioksida. Respirasi adalah proses sentral dari sel-sel hidup yang memediasi
pelepasan energi melalui pemecahan senyawa karbon dan pembentukan kerangka karbon
(carbonseke letons)yang diperlukan untuk menjaga reaksi sintesis setelah panen (Buckle, 2009).
Hal yang penting untuk dipahami adalah produk pascapanen buah dan sayuran segar apapun
bentuknya masih melakukan aktivitas metabolisme penting yaitu respirasi. Aktivitas respirasi
berlangsung untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pascapanennya.
Setelah panen, sebagian besar aktivitas fotosintesis yang dilakukan saat masih melekat pada
tanaman induknya berkurang atau secara total tidak dapat dilakukan. Saat tersebut mulailah
penggunaan substrat cadangan yang ada di dalam tubuh bagian tanaman yang dipanen untuk
aktivitas respirasinya. Pada saat substrat mulai terbatas maka terjadilah kemunduran mutu dan
kesegaran atau proses pelayuan dengan cepat (Herudiyanto, 2008).
Karakteristik produk pascapanen hortikultura segar beragam sesuai dengan stadia
perkembangan dan pertumbuhan bagian tanaman yang dipanen tersebut. Bagian tanaman yang
aktif mengalami pertumbuhan dan perkembangan mempunyai laju respirasi lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian tanaman yang sedikit dan tidak lagi mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat laju kemunduran mutu
dan kesegarannya. Karena hubungan yang erat 3 antara laju respirasi dengan laju kemunduran
mutu dan kesegaran, maka laju respirasi sering dijadikan indikator masa simpan atau masa hidup
pascapanen produk segar hortikultura(Soesarsono, 2003).
1.2 Tujuan Praktikum
1. Meningatkan pemahaman kegunanan proses crisping dalam menigkatkan mutu fisik kesegaran
dan mutu kesegaran produk sayuran berdaun dibandingkan dengan tanpa proses tersebut.
2. Mampu melaksanakan prosedur crisping dalam meningkatkan mutu fisik kesegaran dan mutu
kesegaran produk sayuran berdaun.
3. Mampu melakukan analisis terjadinya proses crisping.

1.3. Manfaat Praktikum


Adapun manfaat dari praktikum kali ini adalah mahasiswa/i mampu memahami kegunaan
atau manfaat dari proses crisping yang mana crisping ini sendiri berguna untuk meningkatkan mutu
fisik kesegaran dan mutu kesegaran produk sayuran berdaun.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Buah dan sayuarn segar sudah menjadi bagian dari makanan manusia sejak mulainya
sejarah manusia itu sendiri. Akan tetapi, pentingnya nutrisi dari buah dan sayuran secara penuh
baru dicermati hanya beberapa waktu belakangan. Pada sisi lain, bagi masyarakat dengan pola
pengaturan makanan yang secara total vegerarian, apakah dengan alasan kepercayaan atau
ekonomi, adalah sangat tergantung pada buah dan sayuran untuk bisa bertahan hidup. Dengan
bantuan ilmu nutrisi moderen, pandangan terhadap buah dan sayuran sekarang ini meningkat secara
drastis, dan para professional di bidang kesehat-an, khususnya di negara telah berkem-bang, secara
aktif menganjurkan peningkatan konsumsi buah dan sayuran dan membatasi konsumsi daging
(Watada, 1986).

Karakteristik penting produk pascapanen buah dan sayuaran adalah bahan tersebut masih
hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme. Akan tetapi, metabolisme tidak sama dengan
tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan aslinya, karena produk yang telah dipanen
mengalami berbagai bentuk stress, seperti hilangnya suplai nutrisi, kondisi berbeda dengan
pertumbuhannya yang ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembaban, proses panen yang
sering menimbulkan pelukaan berarti, pengemasan dan transportasi dapat menimbulkan kerusakan
mekanis lebih lanjut (Utama, 2007).

Secara umum proses crisping sayuran selada kriting, kangkung, bawang prei dan sawi cina
dengan pencelupan ke dalam air panas 30C 40C efektif untuk penyegaran kembali dilihat dari mutu
warna, tekstur dan mutu visual secara keseluruhan, namun efektifitas optimum dari lama
pencelupannya tergantung pada jenis produk sayurannya (Ariono, 2002).
Proses crisping yang dilakukan terdiri dari dua tahapan yaitu tahap pertama, perendaman
dengan air pada suhu diatas suhu kamar tetapi dibawah suhu kritis (30 – 45 oC), dengan waktu
perendaman tertentu. Tahap kedua adalah pendinginan pada suhu dibawah 5oC. Menurut Kays
(1991), pada kondisi dimana suhu suatu bahan hasil pertanian meningkat (lebih besar dari suhu
lingkungannya) maka stomata atau lentiselnya cendrung membuka dan sebaliknya pada keadaan
suhu relatif rendah maka stomata atau lentiselnya mengalami penutupan. Perlakuan perendaman
akan mengakibatkan suhu sayuran dan buah mengalami peningkatan, sehingga dengan kondisi
tersebut, stomata atau lentiselnya akan membuka. Disaat yang bersamaan lebih tingginya suhu air
di lingkungan luar dibandingkan dengan suhu air dalam sayuran dan buah, mengakibatkan tekanan
uap air dilingkungan pun menjadi lebih besar dari tekanan uap dalam sayur kailan, sehingga terjadi
proses perpindahan massa (air) dari lingkungan ke dalam sayuran dan buah melalui proses difusi.
Perpindahan massa secara difusi dari luar kedalam sayuran dan buah akan menjadi lebih optimal
pada saat stomata atau lentisel membuka, sehingga air bisa berdifusi sebanyak-banyaknya.
BAB III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Prodi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala pada tanggal 23 Oktober 2019 pukul 14.00 WIB.

3.2 Bahan dan Alat Praktikum


3.2.1 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah :
1. Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.)
3.2.2 Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah :
1. Waterbath
2. Thermometer
3. Timer
4. Ruang pendingin (kulkas)
5. Pisau

3.3 Metode Kerja


Metode ataupun langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum ini adalah :
1. Dipilih kangkung yang sesuai dengan kriteria layu diatas.
2. Dipotong atau dipangkas bagian daun bahan yang rusak fisik, layu fisiologis, dan busuk.
3. Ditentukan jumlah sampel untuk setiap unit percobaandan setiap unit percobaan diikat dengan
tali raffia atau tali lainnya dan bukan karet. Disiapkan air hangat dengan waterbath dengan suhu
air 400C.
4. Dicelupkan sayuran bahan percobaan dengan waktu berbeda yaitu 1 menit, 3 menit, dan 5 menit.
5. Disiapkan kontrol yaitu sayuran tanpa dicelup ke dalam air hangat di atas.
6. Ditempatkan sayuran yang telah dicelupkan diatas secepatnya kedalam kulkas pada bagian
chiller dengan perkiraan suhu 50C.
7. Disimpan sayuran bahan percobaan tersebut didalam kulkas selama semalamam atau 24 jam.
8. Diamati mutu secara subjektif meliputi warna, tekstur, dan kenampakan visual secara
keseluruhan dengan menggunakan criteria dan skala numeric pada tabel pada variabel
pengamatan. Pengamatan secara objektif dilakukan terhadap bobot sayuran sebelum dan
sesudah crisping.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
4.1.1. Tabel Pengamatan Crisping pada Sayuran Berdaun (Kangkung)
Suhu
No. Perlakuan Parameter
30˚ 40˚ 50˚
Sedikit Sedikit
Tekstur Lembek
lembek lembek
Hijau
Warna Hijau Hijau
kekuningan
1. 1 Menit Penampakan visual Kurang
Segar Segar
secara keseluruhan segar

Bobot awal 10,17 gram 7,19 gram 13,07 gram

Bobot akhir 12,00 gram 8,24 gram 17,76 gram

Sedikit Sedikit
Tekstur Lembek
lembek lembek
Hijau
Warna Hijau Hijau
kekuningan
2. 3 Menit
Penampakan visual
Kurang segar Segar Segar
secara keseluruhan
Bobot awal 14,29 gram 6,25 gram 6,76 gram
Bobot akhir 18,45 gram 7,04 gram 9,54 gram
Sedikit Sedikit Sedikit
Tekstur
lembek lembek lembek
Hijau
Warna Hijau Hijau
kekuningan
3. 5 Menit
Penampakan visual Kurang
Segar Segar
secara keseluruhan segar

Bobot awal 13,10 gram 15,55 gram 8,38 gram

Bobot akhir 18,92 gram 19,45 gram 12,76 gram


4.1.2. Perhitungan Persentase Perubahan Bobot
Untuk menghitung perubahan bobot sayuran dari sebelum dan sesudah di crisping
dapat menggunakan rumus berikut :

Bb−Ba
PB = x 100%
Ba
Keterangan :
PB = Perubahan Bobot (%)
Ba = Bobot sebelum crisping
Bb = Bobot sesudah crisping

1. Perendaman dengan suhu 30˚ C selama 1 menit


Bb−Ba
PB = x 100%
Ba
12,00 g − 10,17 g
= x 100%
10,17 g
1,83 g
= x 100%
10,17 g
= 0,17 x 100%
= 17 %
2. Perendaman dengan suhu 30˚ C selama 3 menit
Bb−Ba
PB = x 100%
Ba
18,45 g − 14,29 g
= x 100%
14,29 g
4,16 g
= x 100%
14,29 g
= 0,29 x 100%
= 29 %
3. Perendaman dengan suhu 30˚ C selama 5 menit
Bb−Ba
PB = x 100%
Ba
18,92 g − 13,10 g
= x 100%
13,10 g
5,82 g
= x 100%
13,10 g
= 0,44 x 100%
= 44 %
4. Perendaman dengan suhu 40˚ C selama 1 menit
Bb−Ba
PB = x 100%
Ba
8,24 g − 7,19 g
= x 100%
7,19 g
1,05 g
= x 100%
7,19 g
= 0,14 x 100%
= 14 %
5. Perendaman dengan suhu 40˚ C selama 3 menit
Bb−Ba
PB = x 100%
Ba
7,04 g − 6,25 g
= x 100%
6,25 g
0,79 g
= x 100%
6,25 g
= 0,12 x 100%
= 12 %
6. Perendaman dengan suhu 40˚ C selama 5 menit
Bb−Ba
PB = x 100%
Ba
19,45 g − 15,55 g
= x 100%
15,55 g
3,9 g
= x 100%
15,55 g
= 0,25 x 100%
= 25 %
7. Perendaman dengan suhu 50˚ C selama 1 menit
Bb−Ba
PB = x 100%
Ba
17,76 g − 13,07 g
= x 100%
13,07 g
4,69 g
= x 100%
13,07 g
= 0,35 x 100%
= 35 %
8. Perendaman dengan suhu 50˚ C selama 3 menit
Bb−Ba
PB = x 100%
Ba
9,54 g − 6,76 g
= x 100%
6,76 g
2,78 g
= x 100%
6,76 g
= 0,41 x 100%
= 41 %
9. Perendaman dengan suhu 50˚ C selama 5 menit
Bb−Ba
PB = x 100%
Ba
12,76 g − 8,38 g
= x 100%
8,38 g
4,38 g
= x 100%
8,38 g
= 0,52 x 100%
= 52 %
4.2. Pembahasan

Telah dilaksanakan praktikum yang berjudul crisping pada produk hortikultura sayuran
berdaun di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Syiah Kuala pada tanggal 23 Oktober 2019 pukul 14.00 WIB. Pada praktikum ini dilakukan 9
perlakuan yaitu Perlakuan Selama 1 Menit dengan suhu 30°C, 40°C, dan 50°C. Perlakuan Selama
3 Menit dengan suhu 30°C, 40°C, dan 50°C. Dan Perlakuan selama 5 menit dengan suhu 30°C,
40°C, dan 50°C.
Pada perlakuan 1 menit dengan suhu 30°C teksturnya sedikit lembek, warnanya hijau,
penampakan visual secara keseluruhan masih segar, bobot awal 10,17 g dan bobot akhir 12,00 g.
Pada perlakuan suhu 40°C, teksturnya menjadi lembek, warnanya menjadi hijau kekuningan,
penampakan visual secara keseluruhan menjadi kurang segar, bobot awal 7,19 g dan bobot akhir
menjadi 8,24 g. Pada perlakuan suhu 50°C, teksturnya menjadi sedikit lembek, warnanya hijau,
penampakan visual secara keseluruhan masih segar, bobot awal 13,07 g dan bobot akhirnya
menjadi 17,76 g.

Pada perlakuan 3 menit dengan suhu 30°C teksturnya lembek, berwarna hijau, penampakan
visual secara keseluruhan kurang segar, bobot awal nya 14,29 g dan bobot akhirnya 18,45 g. Pada
perlakuan dengan suhu 40°C teksturnya sedikit lembek, warnanya hijau kekuningan, penampakan
visual secara keseluruhan segar, bobot awal 6,25 g dan bobot akhir 7,04 g. Pada perlakuan dengan
suhu 50°C teksturnya sedikit lembek, warnanya hijau, penampakan visual secara keseluruhan
segar, bobot awal 6,76 g dan bobot akhir 9,54 g.

Pada perlakuan 5 menit dengan suhu 30°C teksturnya sedikit lembek, warnanya hijau,
penampakan visual secara keseluruhan sehar, bobot awal 13,10 g dan bobot akhir 18,92 g. Pada
perlakuan dengan suhu 40°C teksturnya sedikit lembek, warnanya hijau, penampakan visual secara
keseluruhan segar, bobot awal 15,55 g dan bobot akhir 19,45 g. Pada perlakuan dengan suhu 50°C
teksturnya sedikit lembek, warnanya hijau kekuningan, penampakan visual secara keseluruhan
segar, bobot awal 8,38 g dan bobot akhir 12,76 g.

Produk hortikultura yang direndam akan mengakibatkan suhu sayuran dan buah mengalami
peningkatan, sehingga dengan kondisi tersebut, stomata atau lentiselnya akan membuka dan air
bisa berdifusi sebanyak-banyaknya, dengan proses inilah yang menyebabkan bobot dari kangkung
menurun dan meningkat. Disaat yang bersamaan suhu air di lingkungan luar lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu air dalam sayuran dan buah, mengakibatkan tekanan uap air
dilingkungan pun menjadi lebih besar dari tekanan uap dalam sayur, sehingga terjadi proses
perpindahan massa (air) dari lingkungan ke dalam sayuran dan buah melalui proses difusi.
Proses crisping sangatlah berpengaruh besar terhadap tingkat kelayuan produk hortikultura
(sayuran). Hal ini tampak pada hasil praktikum bahwa pengaruh suhu dan waktu perendaman dapat
mempengaruhi besar kecilnya tingkat kelayuan yang terjadi pada sayuran. Perlakuan dengan suhu
40OC adalah perlakuan yang sangat baik untuk kelanjutan proses crisping. Disamping itu
perlakuan ini merupakan perlakuan yang sudah optimum, karena semakin tinggi perlakuan yang
diberikan, maka akan mengakibatkan penurunan tingkat kelayuan dan bahkan dapat mempercepat
tingkat kelayuan. Pada proses crisping suatu hal yang berbeda yang dapat diketahui yang sangat
terlihat adalah terjadinya perubahan fisik (perubahan yang nampak) yaitu tingkat kelayuan yang
terjadi pada sayuran yang dilakukan proses crisping dan tekstur kemudian juga adanya perubahan
warna sayuran yang tejadi serta kenampakan visual secara keseluruhan.
BAB V. SIMPULAN

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan cara crisping terbukti bahwa dapat meminimalisir adanya tingkat pelayuan akibat
trasnspirasi tinggi. Karena sayuran yang telah di crisping kandungan airnya dapat meningkat
kembali.
2. Perubahan bobot akibat crisping dihitung berdasarkan berat awal produk setelah mengalami
penyimpanan yaitu saat produk menunjukkan gejala pelayuan pertama sebelum crisping dan
dibandingkan dengan produk yang telah mengalami crisping.
3. . Proses crisping sangatlah berpengaruh besar terhadap tingkat kelayuan produk hortikultura
(sayuran).
4. Perlakuan dengan suhu 40OC adalah perlakuan yang sangat baik untuk kelanjutan proses
crisping.
DAFTAR PUSTAKA

Ariono, 1990. Kerusakan Yang Terjadi Pada Bahan Pangan, Erlangga, Jakarta.

Brown, G.E. 1989. Host defence at the wound site of harvested crops. Phytopath. 79 (12):1381-

1384.

Buckle, K.A., R.A Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton. 2009. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari
Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Herudiyanto, Marleen S., Ir., MS. 2008. Teknologi Pengemasan

Pangan. Widya Padjadjaran. Bandung.

Kader, A. A. 1985. Ethylene induced senescence and physiological disorders in harvested


horticultural crops. HortSci. Feb. 20(1)::54-7.

Soesarsono, 2003. Melakukan Pengemasan Secara Manual, Erlangga, Jakarta.

Utama, I M. S., L. P. Nocianitri, and I. A. R. Pratiwi Puja . 2007. The Effects of Water
Temperatures and Length of Immersion Times on Various Types of Leavy Vegetables
During Crisping Process. Journal of Agritrop Vol 26 No 4 December 2007.

Watada, A. E. 1986. Effect of ethylene on the quality of fruits and vegetables. Food Technol.
May. 40(5):82-5.
LAMPIRAN

Gambar 1. Perendaman kangkung yang sudah dipilih dengan waktu 1, 3 dan 5 menit dari tiap-tiap
ikatan kangkung pada air dengan suhu 30OC, 40 OC, dan 50 OC

Gambar 2. Bobot awal kangkung dengan suhu 30OC (1 menit)

Gambar 3. Bobot awal kangkung dengan suhu 40OC (1 menit)


Gambar 4. Bobot awal kangkung dengan suhu 50OC (1 menit)

Gambar 5. Pengemasan menggunakan plastik dan pemberian label ditiap-tiap perlakuan


pada kangkung saat penyimpanan di suhu dingin

Anda mungkin juga menyukai