Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Teknologi Pasca Panen

CRISPING PRODUK HORTIKULTURA SAYURAN BERDAUN


1 2 3 4
Muchammad Azzam Ariq R , Zulfa Luthfiyatunnisa , Syatriana Canega , Bestari , Yella
5 6
Aurelia Salsabila , Rinaldi

1
Muchammad Azzam Ariq R (1905101050068) Email ariqazam4@gmail.com

2
Zulfa Luthfiyatunnisa 1905101050077 Email zulfaluthtunnisa@gmail.com

3
Syatriana Canega (1905101050087) Email canegasyatriana15@gmail.com

4
Bestari (1905101050091) Email bestari548@gmail.com

5
Yella Aurelia Salsabila (1905101050098) Email yellaaurelia07@gmail.com

6
Rinaldi (1905101050096) Email rinaldi23042000@gmail.com

ABSTRAK

Produk pasca panen hortikultura berupa sayuran daun segar sangat diperlukan oleh tubuh
manusia sebagai sumber vitamin dan mineral namun sangat mudah mengalami kemunduran
yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan yang cepat. Efektifitas crisping untuk
memperbaiki vigoritas dan kesegaran dengan cara mencelupkan ke dalam air hangat
dengan ragam suhu 30°C - 50°C dan lama perendaman 1-7 menit spesifik terhadap jenis
produk yang erat kaitannya dengan struktur fisik-morfologisnya. Proses crisping dengan
menggunakan suhu perendaman 50°C tidak efektif dan justru berakibat pada penurunan
mutu. Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Hortikultura Universitas Syiah Kuala.
Waktu pelaksanaannya pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2022 pukul 14.00 – 15.00 WIB.
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah Meningkatkan pemahaman kegunaan proses
crisping dalam meningkatkan mutu fisik kesegaran dan mutu kesegaran produk sayuran
berdaun dibandingkan dengan tanpa proses tersebut.Mampu melaksanakan prosedur
crisping dalam meningkatkan mutu fisik, kesegaran dan mutu kesegaran produk sayuran
berdaun. Mampu melakukan analisis terjadinya proses crisping. Dan Mampu membuat
laporan tertulis secara kritis.

Kata Kunci: Produk Hortikltura, Crisping.

ABSTRACT

Post-harvest horticultural products in the form of fresh leaf vegetables are needed by the
human body as a source of vitamins and minerals but are very easy to decline which is
characterized by a rapid withering process. The effectiveness of crisping to improve vigor
and freshness by immersing it in warm water with a temperature range of 30°C - 50°C and
soaking time of 1-7 minutes is specific to the type of product which is closely related to its
physical-morphological structure. The crisping process using an immersion temperature of
50°C is not effective and actually results in a decrease in quality. This practicum was carried
out in the Horticulture Laboratory of Syiah Kuala University. The implementation time will be
on Thursday, March 10, 2022, from 14:00 to 15:00 WIB. The purpose of this practicum is to
increase the understanding of the usefulness of the crisping process in improving the
physical quality of freshness and the freshness quality of leafy vegetable products compared
to those without the process. Being able to carry out the crisping procedure in improving the
physical quality, freshness and freshness of leafy vegetable products. Able to analyze the
occurrence of the crisping process. And Able to make written reports critically.

Keywords: Horticultural Products, Crisping.

PENDAHULUAN

Sayuran mempunyai laju kemunduran mutu tinggi seperti pelayuan, penguningan


daun dan pembusukan. Sayuran mengalami kerusakan karena merupakan organ hidup
meskipun telah dipanen sehingga masih melakukan proses fisiologi seperti respirasi dan
transpirasi. Respirasi dan transpirasi akan menyebabkan kehilangan air (layu), kehilangan
warna hijau (penguningan), dan pembusukan. Sementara itu, sayuran yang berkualitas
umumnya dijelaskan berdasarkan kesegaran, kebersihan, dan warna daun .Karenanya,
pemajangan perlu dilakukan untuk mempertahankan kesegaran serta menghambat
kerusakan sayuran sebelum sampai di tangan konsumen (Marimin dan Muspitawati, 2002)..
Suhu yang tinggi pada bagian tengah produk, sebagai akibat tidak dilakukan
pendinginan yang cepat sebelum dilakukan penyimpanan dalam ruang berpendingin atau
pre-cooling, menyebabkan laju respirasi dan transpirasi yang tinggi .Proses crisping yang
dilakukan terdiri dari dua tahapan yaitu tahap pertama, perendaman dengan air pada suhu
diatas suhu kamar tetapi dibawah suhu kritis (30 – 45°C), dengan waktu perendaman
tertentu (Shewfelt, 1990).
Produk pasca panen hortikultura berupa sayuran daun segar sangat diperlukan oleh
tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral namun sangat mudah mengalami
kemunduran yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan yang cepat. Efektifitas crisping
untuk memperbaiki vigoritas dan kesegaran dengan cara mencelupkan ke dalam air hangat
dengan ragam suhu 30°C - 50°C dan lama perendaman 1-7 menit spesifik terhadap jenis
produk yang erat kaitannya dengan struktur fisik-morfologisnya.
Secara umum suhu 45°C adalah suhu maksimum kritis bagi produk hortikultura
karena mulai pada suhu tersebut produk sangat mengalami kemunduran dimana laju
respirasi turun drastis dan cenderung menuju pada pelayuan dan kematian bila suhu
ditingkatkan. Dengan karateristik morfologinya, bawang prei dan sawi cina yang telah
meningkat suhunya sulit untuk didinginkan dengan cepat sehingga proses respirasi dan
transpirasi masih berlangsung tinggi yang berakibat pada penurunan bobot yang lebih tinggi
dibandingkan dengan produk yang hanya dicelup pada suhu 30°C.
Suhu yang tinggi pada bagian tengah produk, sebagai akibat tidak dilakukan pendinginan
yang cepat sebelum dilakukan penyimpanan dalam ruang berpendingin atau pre-cooling,
menyebabkan laju respirasi dan transpirasi yang tinggi (Shewfelt, 1990). Proses
crisping yang dilakukan terdiri dari dua tahapan yaitu tahap pertama, perendaman dengan
air pada suhu diatas suhu kamar tetapi dibawah suhu kritis (30 – 45°C), dengan waktu
perendaman tertentu.
Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena adanya proses transpirasi
atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata, hidatoda dan
lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk sayuran daun. Kadar air (85-98%) dan
rasio yang tinggi antara luas permukaan dengan berat produk memungkinkan laju
penguapan air berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan dapat terjadi dengan cepat
(Van Den Berg, 1973).
Disaat yang bersamaan lebih tingginya suhu air di lingkungan luar dibandingkan
dengan suhu air dalam sayuran dan buah, mengakibatkan tekanan uap air dilingkungan pun
menjadi lebih besar dari tekanan uap dalam sayur kailan, sehingga terjadi proses
perpindahan massa (air) dari lingkungan ke dalam sayuran dan buah melalui proses difusi.
Perpindahan massa secara difusi dari luar kedalam sayuran dan buah akan menjadi lebih
optimal pada saat stomata atau lentisel membuka, sehingga air bisa berdifusi sebanyak-
banyaknya.
Selain faktor internal produk, faktor eksternal seperti suhu, kelembaban serta
kecepatan aliran udara berpengaruh terhadap kecepatan pelayuan. Mekanisme membuka
dan menutupnya bukaan-bukaan alami pada permukaan produk seperti stomata dipengaruhi
oleh suhu produk. Pada kondisi dimana suhu produk relatif tinggi maka bukaan-buakaan
alami cenderung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhunya relatif rendah maka
bukaan alami mengalami penutupan (Kays, 1991).
Tingginya kandungan air produk menyebabkan tekanan uap air dalam produk selalu
dalam keadaan tinggi dan bila kelembaban udara atau tekanan uap air di udara rendah
maka akan terjadi defisit tekanan uap air yang menyebabkan perpindahan air dari dalam
produk ke udara sekitarnya (Wills et al., 1998). Bila sebaliknya, tekanan uap air di luar
lingkungan produk lebih tingg,i maka akan terjadi pergerakan air dari luar ke dalam produk
(Hardenberg et al., 1986). Sangat memungkinkan untuk mendifusikan air ke dalam produk
semaksimal mungkin untuk menyegarkan kembali dengan mengatur tekanan air serta
mengendalikan mekanisme membuka dan menutupnya bukaan alami, dimana proses
penyegaran ini dikenal dengan crisping (PMA, 1988). Adapun tujuan dari praktikum ini
adalah Meningkatkan pemahaman kegunaan proses crisping dalam meningkatkan mutu fisik
kesegaran dan mutu kesegaran produk sayuran berdaun dibandingkan dengan tanpa proses
tersebut. Mampu melaksanakan prosedur crisping dalam meningkatkan mutu fisik,
kesegaran dan mutu kesegaran produk sayuran berdaun. Mampu melakukan analisis
terjadinya proses crisping. Mampu membuat laporan tertulis secara kritis.

METODE PENELITIAN

Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Hortikultura Universitas Syiah


Kuala.Waktu pelaksanaannya pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2022 pukul 14.00 –
15.00 WIB.
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah dua jenis sayuran
seperti kangkung, seledri, selada, sawi, dan sebagai yang menunjukkan layu komersial.
Peralatan meliputi peralatan untuk perlakuan crisping seperti waterbath, thermometer, timer
(arloji atau timer khusus), ruang pendingin (kulkas) dan pisau.
Metode yang dilakukan yaitu mentukan 2 jenis sayuran bahan praktikum sesuai
dengan kriteria layu di atas. Potong atau pangkas bagian daun yang rusak fisik ,layu
fisiologis ,dan busuk. Tentukan jumlah sample untuk setiap unit percobaan dan setiap unit
percobaan diikat dengan tali raffia atau tali lainnya dan bukan karet. Siapkan air hangat
dengan menggunakan waterbath dengan suhu 30°C Celupkan sayuran bahan percobaan
dengan waktu berbeda yaitu 1,3 dan 5 menit Siapkan control yaitu sayuran tanpa dicelup
kedalam air hangat di atas. Tempatkan sayuran yang telah di celupkann di atas secepatnya
ke dalam kulkas pada bagian chiller dengan perkiran suhu 5o C. Simpan sayuran bahan
percobaan tersebut di dalam kulkas selama semalam atau 24 jam Setelah penyimpanan
dalam kulkas di atas , amati mutu secara subjektif meliputi warna, tekstur dan kenampakan
visual secara keseluruhan dengan menggunakan kriteria dan skala numerik pada table pada
variable pengamatan secara objektif dilakukan terhadap bobot sayuran sebelum dan
sesudah crisping.

HASIL & PEMBAHASAN


Table 1. Pengamatan perubahan warna, tekstur, visual keseluruhan pada sayuran daun

Perubahan Yang Terjadi


Visual
Jenis Sampel Warna Tekstur
Keseluruhan
1’ 3’ 5’ 1’ 3’ 5’ 1’ 3’ 5’
Selada
30℃ 5 5 5 5 5 5 4 5 5
40℃ 5 5 5 5 5 5 4 5 5
50℃ 5 5 4 5 5 4 5 5 4
Kangkung
30℃ 5 5 5 5 5 5 5 5 4
40℃ 5 5 5 5 5 5 5 5 4
50℃ 5 4 4 5 4 4 5 4 4
Seledri
30℃ 5 5 5 5 5 5 5 5 5
40℃ 5 5 4 5 5 5 5 5 5
50℃ 3 3 3 4 4 4 3 3 3
Sawi
30℃ 5 5 5 5 5 5 5 5 5
40℃ 5 5 5 5 5 5 5 5 5
50℃ 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Tabel Kriteria dan skala numerik uji skor warna, tekstur dan kualitas visual secara
keseluruhan

Kualitas visual secara


Warna Tekstur
keseluruhan
Skala
Skala Skala
Kriteria Deskripsi Kriteria Kriteria numeri
numerik numerik
k
Hijau Warna daun 5 Tegar, segar 5 Sangat baik, 5
segar hijau segar dan berisi kenampakan
Warna dengan (pada daun) segar
tekstur
vigor/tegar
Hijau Warna hijau 4 Tegar dan 4 Baik 4
dan tekstur agak pucat
kurang vigor (kurang
segar)
Agak < 10%** 3 Agak layu 3 Biasa (bisa 3
kuning daun (dipasarkan dipasarkan
berwarna terbatas) terbatas)
kuning
(berpengaruh
pada harga)
Kuning g >10% - 25% 2 Layu/lembek 2 Kurang baik 2
daun (bisa (bisa
berwarna dikonsumsi digunakan
kuning (tidak tapi tidak tetapi tidak
bisa bisa bisa
dipasarkan)* dipasarkan) dipasarkan)
Kuning > 25% daun 1 Sangat layu 1 Tidak bisa 1
sekali berwarna dan tidak digunakan
kuning layu bisa
dan mulai digunakan
mengalami
pembusukan

PEMBAHASAN

Dapat terlihat perbedaan baik secara warna, tekstur dan kualitas visual secara
keseluruhan. Rata-rata semua aspek penilaian ; warna, tekstur dan kualitas visual secara
keseluruhan mendapatkan skala numerik yang tinggi yaitu 5. Perlakuan perendaman akan
mengakibatkan suhu sayuran dan buah mengalami peningkatan, sehingga dengan kondisi
tersebut, stomata atau lentiselnya akan membuka. Disaat yang bersamaan lebih tingginya
suhu air di lingkungan luar dibandingkan dengan suhu air dalam sayuran dan buah,
mengakibatkan tekanan uap air dilingkungan pun menjadi lebih besar dari tekanan uap
dalam sayur, sehingga terjadi proses perpindahan massa (air) dari lingkungan ke dalam
sayuran dan buah melalui proses difusi. Perpindahan massa secara difusi dari luar kedalam
sayuran dan buah akan menjadi lebih optimal pada saat stomata atau lentisel membuka,
sehingga air bisa berdifusi sebanyak-banyaknya.
Pada pengamatan yang di amati yaitu kangkung, pada perlakuan perendaman suhu
o
40 C dengan waktu 1 menit memiliki tekstur keras, warna hijau, kenampakan visual secara
keseluruhan segar dan bobot 91.30 g. pada perendaman suhu 40˚ C dengan waktu 3 menit
meiliki tekstur tegar, segar. Warna daun hijau segar dan kenampakan visual sangat baik,
o
kenampakan segar, dan bobot 100.06 g. Pada perendaman suhu 40 C 5 menit meiliki
tekstur tegar, segar, dan berisi. Warna daun hijau kekuningan dan kenampakan visual baik,
kenampakan segar, serta bobot 108.59 g.
Pada pengamatan selada yaitu pada kontrol crisping memiliki tekstur keras warna
hijau, kenampakan visual secara keseluruhan segar dan bobot 63.78 g. dan pada
o
perendaman 40 C dalam waktu 3 menit memiliki tekstur keras, warna hijau, kenampakan
visual secara keseluruhan segar dan bobot 65.31 g. Pada suhu 40˚ C dengan waktu 5 menit
memiliki tekstur keras warna hijau, kenampakan visual secara keseluruhan segar dan bobot
69.66 g. Pada suhu 40˚ C dan waktu 5 menit meiliki memiliki tekstur keras warna hijau,
Kenampakan visual secara keseluruhan segar dan bobot 57.94 g.
Tingginya kandungan air produk menyebabkan tekanan uap air dalam produk selalu
dalam keadaan tinggi dan bila kelembaban udara atau tekanan uap air di udara rendah
maka akan terjadi defisit tekanan uap air yang menyebabkan perpindahan air dari dalam
produk ke udara sekitarnya. Bila sebaliknya, tekanan uap air diluar lingkungan produk lebih
tinggi maka akan terjadi pergerakan air dari luar ke dalam produk. Sangat memungkinkan
untuk mendifusikan air ke dalam produk semaksimal mungkin untuk menyegarkan kembali
dengan mengatur tekanan air serta mengendalikan mekanisme membuka dan menutupnya
bukaan alami, dimana proses penyegaran ini dikenal dengan crisping.

KESIMPULAN

Hasil pengamatan bahwa suhu sangat mempengaruhi tekstur, warna, dan


kenampakan visual. Dengan proses crisping ini bobot sayuran mengalami penurunan,
karena perpindahan massa air. Untuk melakukan proses crisping penggunaan perlakuan
yang efektif adalah menggunakan perlakuan dengan suhu 300C dan 400C karena terbukti
lebih efektif dan lebih efisien.

SARAN
Proses crisping lebih baik menggunakan perlakuan dengan suhu 300C dan 400C
karena terbukti lebih efektif dan lebih efisien. dan juga sudah terbukti dari sumber pustaka
lain, juga berpendapat sama,namun perbedaannya hanya waktu perendaman saja.

DAFTAR PUSTAKA

Marimin dan H. Muspitawati. 2002. Kajian Strategi Peningkatan Kualitas Produk Industri
Sayuran Segar (Studi Kasus di sebuah Agroindustri Sayuran Segar). Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. XIII (3) :224-233.

Shewfelt, 1990. Crisping Produk Hortikultura.


http://habibahsoraya.blogspot.com/2012/03/crisping-produk - hortikultura.html [20-11-2014].

Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. An AVI Book, NY.

Van Den Berg, L. & C.P. Lenz. 1973. High humidity storage of carrots, parsnips, rutabagas
and cabbage. J. Am. Soc. Hort. Sci. 98: 129-132.

LAMPIRAN

Gambar 1. Perendaman kangkung dan selada


Gambar 2. Penimbangan sayuran

Anda mungkin juga menyukai