Anda di halaman 1dari 7

CRISPING PADA PRODUK HORTIKULTURA SAYURAN BERDAUN

Riska Azizah1, Siti Khadijah2, Vivi Marshanda Friscadevi3, Ririn Eka Wardani4, Uny Sari
Sinaga5, Syarani Anandita6

1
Riska Azizah, 2005101050015, riskaazizahh@gmail.com:
2
Siti Khadijah, 2005101050021, sitikhadijahjambak@gmail.com:
3
Vivi Marshanda, 2005101050034, suharisamsung3@gmail.com:
4
Ririn Eka Wardani, 2005101050040, rinekawardani05@gmail.com:
5
Uny Sari Sinaga, 2005101050046, unsari519@gmail.com:
6
Syarani Anandita, 2005101050065, syarani1604@gmail.com:

ABSTRAK
Penyebab utama layu pada sayuran berdaun setelah panen adalah tingginya
intensitas proses transpirasi melalui bukaan alami yaitu stomata, hidatoda dan lentisel.
Mekanisme penutupan dan pembukaan alami itu bukaan dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
Tingginya kandungan air produk menyebabkan tekanan uap air dalam produk selalu dalam
keadaan tinggi dan bila kelembaban udara atau tekanan uap air di udara rendah maka akan
terjadi defisit tekanan uap air yang menyebabkan perpindahan air dari dalam produk ke
udara sekitarnya. Bila sebaliknya, tekanan uap air di luar lingkungan produk lebih tinggi
maka akan terjadi pergerakan air dari luar ke dalam produk. Sangat memungkinkan untuk
mendifusikan air ke dalam produk semaksimal mungkin untuk menyegarkan kembali
dengan mengatur tekanan air serta mengendalikan mekanisme membuka dan menutupnya
bukaan alami, dimana proses penyegaran ini dikenal dengan crisping. Tujuan dari
percobaan ini adalah untuk melaksanakan prosedur crisping dalam meningkatkan mutu fisik
kesegaran dan mutu kesegaran produk sayuran berdaun. Proses crisping ini meliputi
perendaman produk dalam tiga suhu air yang berbeda (30, 40 dan 50 o C) dikombinasikan
dengan lama waktu perendaman yang berbeda (1, 3, 5 menit) dan dilanjutkan dengan
penyimpanan didalam kulkas selama 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
umum, suhu air 30oC dan 40oC dan dikombinasikan dengan lama perendaman 1-3 menit
efektif untuk meningkatkan kesegaran produk sayuran berdaun.
Kata kunci: proses transpirasi; stomata; tekanan uap air; crisping; kesegaran produk.

PENDAHULUAN
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk meningkatkan pemahaman kegunaan
proses crisping dalam meningkatkan mutu fisik kesegaran dan mutu kesegaran produk
sayuran berdaun dibandingkan dengan tanpa proses tersebut, mampu melaksanakan
prosedur crisping dalam meningkatkan mutu fisik kesegaran dan mutu kesegaran produk
sayuran berdaun, mampu melakukan analisis terjadinya proses crisping, dan mampu
membuat laporan tertulis secara kritis.

Latar Belakang
Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting dalam
memenuhi kebutuhan gizi, sebagai sumber vitamin, mineral, kalsium dan besi. Kebutuhan
sayuran tersebut semakin meningkat seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk.
Permintaan masyarakat akan sayuran jika semakin hari semakin meningkat. Untuk
memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas, perlu
dilakukan peningkatan produksi. Namun perlu diingat, bahwa sawi hijau ini termasuk jenis
sayur yang mudah rusak, mudah layu, menguning dan busuk, sehingga perlu penanganan
yang lebih cepat setelah panen karena sayuran ini mempunyai umur simpan yang pendek.
Selain itu, penanganan pasca panen sayuran yang tepat untuk sayuran sangat diperlukan
agar kualitas sayuran dapat terjaga hingga ketangan konsumen (Awanis et al, 2020).
Mutu menjadi sangat penting untuk dapat mencitrakan produk sayuran tersebut
seperti diinginkan oleh konsumen. Mutu dari produk yang akan dijual sangat tergantung
pada kondisi produk tersebut saat penerimaan dan pengelolaan pascapanennya di pusat-
pusat penjualan. Parameter warna, kesegaran dan aroma serta pemajangan yang menarik
sering dijadikan indiktor kelayakan produk tersebut untuk dibeli oleh konsumen. Produk
pascapanen hortikultura berupa sayuran daun sangat mudah mengalami kemunduran
kualitas yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan yang cepat. Wahyuni (2014)
menyatakan bahwa sayuran mempunyai laju kemunduran mutu tinggi seperti pelayuan,
penguningan daun dan pembusukan. Sayuran mengalami kerusakan karena merupakan
organ hidup meskipun telah dipanen sehingga masih melakukan proses fisiologi seperti
respirasi dan transpirasi. Respirasi dan transpirasi akan menyebabkan kehilangan air (layu),
kehilangan warna hijau (penguningan), dan pembusukan. Sementara itu, sayuran yang
berkualitas umumnya dijelaskan berdasarkan kesegaran, kebersihan, dan warna daun
Karenanya, crisping dapat menjadi salah satu alternatif yanh dapat dilakukan untuk
mempertahankan kesegaran serta menghambat kerusakan sayuran sebelum sampai di
tangan konsumen.
Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena adanya proses transpirasi
atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata, hidatoda dan
lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk sayuran daun tersebut. Kadar air (85-
98%) dan rasio antara luas permukaan dengan berat yang tinggi dari produk memungkinkan
laju penguapan air berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan dapat terjadi dengan cepat.
Selain faktor internal produk, faktor eksternal seperti suhu, kelembaban serta kecepatan
aliran udara berpengaruh terhadap kecepatan pelayuan. Mekanisme membuka dan
menutupnya buakaan-buakaan alami pada permukaan produk seperti stomata adalah
dipengaruhi oleh suhu dari produk. Pada kondisi dimana suhu produk relatif tinggi maka
bukaan-bukaan alami cenderung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhunya relative
rendah maka buakaan alami mengalami penutupan (Manuhutu, 2012).
Utama (2007) menyatakan bahwa tingginya kandungan air produk menyebabkan
tekanan uap air dalam produk selalu dalam keadaan tinggi dan bila kelembaban udara atau
tekanan uap air di udara rendah maka akan terjadi defisit tekanan uap air yang
menyebabkan perpindahan air dari dalam produk ke udara sekitarnya. Bila sebaliknya,
tekanan uap air di luar lingkungan produk lebih tinggi maka akan terjadi pergerakan air dari
luar ke dalam produk. Sangat memungkinkan untuk mendifusikan air ke dalam produk
semaksimal mungkin untuk menyegarkan kembali dengan mengatur tekanan air serta
mengendalikan mekanisme membuka dan menutupnya bukaan alami, dimana proses
penyegaran ini dikenal dengan crisping.
Crisping merupakan metode untuk mempertahankan mutu kesegaran sayuran dan
buah yang mudah dilakukan, selain itu biayanya pun realtif lebih murah dibandingkan
dengan metode lainnya yang dijelaskan diatas. Sehingga Metode crisping dapat menjadi
solusi penanganan pasca panen sayuran dan buah bagi petani atau pedagang yang
memiliki keterbatasan modal. Selain itu, penerapan metode ini tetap menguntungakan, baik
digunakan untuk komoditas yang bernilai ekonomi tinggi maupun yang memiliki nilai
ekomomi rendah. Proses crisping yang dilakukan terdiri dari dua tahapan yaitu tahap
pertama, perendaman dengan air pada suhu diatas suhu kamar tetapi dibawah suhu kritis
(30–45 oC), dengan waktu perendaman tertentu. Tahap kedua adalah pendinginan pada
suhu dibawah 5oC (Saidi et al, 2021).

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah baskom berisi air panas
dengan suhu (30 0C, 40 0C, dan 50 0C), termometer, pisau, dan kulkas. Sedangkan bahan
yang digunakan pada praktikum ini adalah seledri, kangkung, selada, tali raffia, plastik,
lakban, dan spidol.
Cara Kerja
Adapun cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut: 1)Disiapkan 2 jenis
sayuran bahan praktikum yang telah ditentukan untuk setiap kelompok. Kemudian
dibersihkan sayuran tersebut serta dipotong bagian yang telah rusak. Selanjutnya diikat
sayuran menggunakan tali raffia. Disiapkan 3 baskom yang berisi air panas dengan suhu
300C kemudian dicelupkan masing-masing satu sayur kedalam baskom tersebut dengan
waktu yang berbeda yaitu 1 menit, 3 menit dan 5 menit.. Disiapkan 3 baskom yang berisi air
panas dengan suhu 400C kemudian dicelupkan masing-masing satu sayur kedalam baskom
tersebut dengan waktu yang berbeda yaitu 1 menit, 3 menit dan 5 menit.. Disiapkan 3
baskom yang berisi air panas dengan suhu 500C kemudian dicelupkan masing-masing satu
sayur kedalam baskom tersebut dengan waktu yang berbeda yaitu 1 menit, 3 menit dan 5
menit.. Jika waktu yang tersedia telah habis, maka diangkat sayuran dari setiap baskom lalu
dimasukkan kedalam plastik yang berbeda-beda kemudian Diberi label sesuai perlakuan
dan waktu tadi. Setelah semua sayuran dimasukkan kedalam plastik, selanjutnya
dimasukkan kedalam kulkas selama 24 jam. Setelah 24 jam maka dikeluarkan sayuran dari
dalam kulkas dan diamati serta dicatat perubahan yang terjadi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil praktikum
Table 1.Pengamatan perubahan warna, tekstur, visual keseluruhan pada sayuran daun
Jenis Perubahan yang terjadi Bobot
sampel Warna Tekstur Visual keseluruhan
1’ 3’ 5’ 1’ 3’ 5’ 1’ 3’ 5’ Awal Akhir
Sawi
30 ̊C 5 5 5 5 5 5 5 5 4 47,34 62,23
40 ̊C 5 5 5 5 5 5 5 5 4 82,88 108,04
50 ̊C 5 4 4 5 4 4 5 4 4 72,24 58,63
Control 5 5 5 5 5 5 5 5 5 56,12 56,50
Seledri
30 ̊C 5 5 5 5 5 5 5 5 4 31,85 28,81
40 ̊C 5 5 5 5 5 5 5 5 4 45,84 41,48
50 ̊C 5 4 5 5 4 4 5 4 4 52,84 47,59
Control 5 5 5 5 5 5 5 5 5 32,89 28,48
Selada
30 ̊C 5 5 5 5 5 5 5 5 5 56,12 62,83
40 ̊C 5 5 5 5 5 5 5 5 4 36,84 32,92
50 ̊C 5 5 5 5 5 5 5 4 4 84,63 82,32
Control 5 5 5 5 5 5 5 5 5 72,34 73,01
Kangkung
30 ̊C 5 4 4 5 5 4 5 5 4 88,82 108,34
40 ̊̊C 4 4 4 5 4 4 5 4 4 170,88 167,12
50 ̊C 4 4 4 4 4 4 5 4 4 164,82 160,80
Control 5 5 5 5 5 5 5 5 5 90,81 85,81
Table 2. Kriteria skala numeric uji skor warna,tekstur dan kualitas visual secara keseluruhan

Warna Tekstur Kualitas visual secara


keseluruhan
Kriteria Deskripsi Skala Kriteria Skala Kriteria Skala
numerik numerik numerik
Hijau Warna 5 Tegar, 5 Sangat baik 5
segar daun hijau segar, dan kenampakan
warna segar berisi segar
dengan (pada
tekstur daun)
vigor
(tegar)
Hijau Warna 4 Tegar dan 4 Baik 4
hijau dan agak
tekstur pucat
kurang (kurang
vigor segar)

Pembahasan
Proses crisping sangatlah berpengaruh besar terhadap tingkat kelayuan produk
hortikultura (sayuran). Hal ini tampak pada hasil praktikum bahwa pengaruh suhu dan waktu
perendaman dapat mempengaruhi besar kecilnya tingkat kelayuan yang terjadi pada
sayuran. Dalam praktikum ini perlakuan yang terendah adalah perlakuan 30 ̊C, hal ini cukup
wajar karena perlakuan 30 ̊C adalah perlakuan yang dengan adanya penambahan suhu dan
lama perendaman sehingga kondisinya adalah bisa disebut dengan kondisi yang cukup
stabil. Digunakan juga perlakuan terhadap suhu 40 ̊C, didapati bahwa perlakuan yang paling
efektif adalah pada suhu ini. Dibandingkan dengan perlakuan pada suhu 50 ̊C.
Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang benar dan efisien
adalah perlakuan yang menggunakan perlakuan perendaman dengan suhu 40 ̊ C, perlakuan
ini adalah perlakuan yang sangat baik untuk kelanjutan proses crisping. Disamping itu
perlakuan ini merupakan perlakuan optimum, karena semangkin tinggi perlakuan yang
diberikan maka akan mengakibatkan penurunan tinggi kelayuan dan bahkan dapat
mempercepat tingkat kelayuannya. Pada proses crisping suatu hal yang berbeda yang dapat
diketahiu yang sangat terlihat adalah terjadinya perubahan fisik atau perubahan yang dapat
dilihat secara langsung, yauitu tingkat kelayuan yang terjadi pada sayuran yang dilakukan
proses crisping kemudian yang adanya perubahan warna sayuran yang terjadi, hal ini
terlihat perbedaan yang terjadi pada data di atas bahwa pada beberapa perlakuan.
Proses yang terjadi diatas adalah proses crisping yaitu terjadinya tekanan uap air di
luar lingkungan produk lebih tinggi maka terjadi pergerakan air dari luar ke dalam produk.
Sehingga banyak kemungkinan apabila suhu pada di luar produk di tingkatkan maka akan
mendifusikan air ke dalam produk semaksimal mungkin yang bertujuan untuk menyegarkan
kembali dengan mengatur tekanan air serta mengendalikan mekanisme membuka dan
menutup bukaan alami.
Praktikum ini dilakukan dengan melakukan percobaan pada sayuran daun segar
yaitu seledri, selada, sawi dan kangkung. Perlakuan pada praktikum ini adalah perendaman
pada suhu 30 ̊ C, 40 ̊C dan 50 ̊C dengan lama perdaman adalah 1,3, dan 5 menit. Sebelum
dilakukan perendaman sayuran dipilih yang keadaanya paling segar kemudian dibersihkan
dari kotoran-kotoran yang masih menempel pada sayur. Setelah itu disiapkan plastic untuk
tempat menyimpan sayuran, dilakukan penimbangan sebelum sayuran direndam. Setelah
sayuran direndam sesuai dengan suhu dan lama perendamannya dimasukkan kembali
kedalam plastic dan di rekatkan dengan lem dengan mengeluarkan semua udara yang
berada didalam plastic, kemudian di timbang dan masukkan kedalam suhu dingin selama 24
jam dan amati perubahannya.
(a) (b)
Gambar 1. (a) Selada, (b) kangkung sebelum direndam
Sebelum selada dilakukan perendaman dilakukan pemilahan pada bagian selada
yang masih segar dan bagian yang sudah layu, untuk yang sudah layu dilakukan
pembuangan dan dipertahankan bagian yang masih segar. Dilakukan juga pencucian
dengan air bersih agar kotoran-kotoran seperti pasir dapat terbuang sehingga proses
praktikum kita dapat berjalan dengan bagus. Setelah itu dilakukan perendaman dengan
suhu 40 ̊ C dan menit yang sudah ditentukan, untuk menitnya dipastikan jangan melebihi
lama waktu yang sudah ditentukan karena dapat merubah hasil nantinya.

(a) (b)
Gambar 2. (a) Selada, (b) kangkung setelah di lakukan perdaman,
Setelah dilakukan perendaman selada terlihat lebih segar dari sebelum dilakukan
perendaman. Setelah itu dimasukkan kedalam plastic dan ditutup menggunakan lem dan
keluarkan semua udara atau angin yang berada didalam palstik. Kemudian masukkan
kedalam lemari es selama 24 jam dan diamati perubahannya.

(a) (b)
Gambar 3. Setelah 24 jam
Setelah 24 jam di simpan di suhu lemari es, menunjukkan bahwa respon produk
sayuran selada dan kangkung terhadap kadar air. Selada dan kangkung secara nyata
meningkatkan kadar air pada suhu 30 dan 40 ̊C secara nyata dibandingkan dengan suhu air
50 ̊C. hal ini menunjukkan bahwa penyerapan air ke dalam produk sayuran sangat
tergantung pada struktur fisik-morfologi dari jenis atau varietas sayuran. Seledri dan sawi
yang struktur daunnya berlapis-lapis dan padat relative lebih sulit di penetrasi oleh air
walaupun suhu air yelah mencapai suhu 50 ̊C.
Lain hal nya dengan sawi yang struktur saunnya terbuka dan kangkung dengan
batang berlubang lebih mudah di penetrasu oleh air dalam proses crisping. Namun dengan
perendaman dalam air 50 ̊C justru kadar airnya rendah dibandingkan 30 ̊C dan 40 ̊C. jelas
ditunjukkan bawa peningkatan difusi air ke dalam produk, hal ini kemungkinan di sebabkan
oleh mekanisme terbukanya stomata tergantung pada suhu maksimum fisiologi metabolism
produk. Menurut Story dan Simons (2019) secara umum suhu 45 ̊C adalah suhu maksimum
kritis bagi produk hortikultura karena mulai pada sihi tersebut produk sangat mengalami
kemunduran dimana laju respirasi turun drastic dan cenderung menunu [ada pelayuan dan
kematian bila suhu ditingkatkan.
Satu kemungkinan yang terjadu adalah adanya peningkatan suhu akibat pencelupan
ke dalam air hangat menyebabkan peningkatan suhu produk. Dengan karakteristik
morfologinya, seledri dan sawi tang telah meningkat suhunya sulit untuk didinginkan dengan
cepat sehingga proses respirasi dan transpirasi masih berlangsung tinggi yang berakibat
pada penurunan bonot yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang hanya dicelup
pada suhu 30 ̊C. sihi yang tinggi pada bagian tengah produk, sebagai akibat tidak dilakukan
pendinginan yang cepat sebelum dilakukan penyimpanan dalam ruang berpendingin atau
pre-cooling, menyebabkan laju respirasi dan transpirasi yang tinggi (Shewfelt, 2010).
Secara umum crisping dengan perendaman dalam air suhu 30 ̊C dan 40 ̊C
memberikan mutu warna sayuran lebih tinggi dibandingkan suhu 50 ̊C yang diamati setelah
24 jam di letakkan dalam suhu dingin. Sedangkan perbedaan lama perendaman pada suhu
30 dan 40 derajat celcius berpengaruh bervariasi tergantung pada produknya. Proses
crisping dengan perendaman ke dalam air dengan suhu dan lama perendaman berbeda
berpengaruh bervariasi terhadap mutu tekstur yang diamati. Untuk selada, seledri dan sawi
perendaman dalam suhu 30,40 dan 50 dalam lama perendaman 1 menit lebih baik.
Sedangkan untuk kangkung hanya pada suhu 30 dan 40 dengan lama perendaman 1 menit.
Ini menunjukkan bahwa kondisi suhu air dan lamanya perendaman pada crispinh untuk
memberikan penampakan mutu warna lebih baik adalaj spesifik tergantung jenis produk
sayuran. Seperti halnya dengan mutu warna, bahwa kondisi suhu air dan lamanya
perendaman pada crisping untuk memberikan mutu visual secara keseluruhan lebih baik
adalah spesifik tergantung jenis produk sayuran. Pada sawi, selada, seledri maupun
kangkung paling bagus visualnya dengan perendaman pada suhu 30, 40 dan 50 dengan
lama perendaman (Utama, 2007).

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah efiktifitas crisping untuk memperbaiki
vigoritas dan kesegaran dengan cara mencelupkam ke dalam air dengan ragam suhu 30 ̊C,
40 ̊C dan 50 ̊ C dengan lama perendaman 1,3 dan 5 menit spesifik terhadapa jenis produk
yang erat kaitannya dengan struktur fisik-morfologisnya. Secara umum proses crisping
sayuran selada, sawi, kangkung dan seledri dengan pencelupan kedalam air 30 ̊C dan 40 ̊C
efektif untuk penyegaran kembali dilihar secara mutu warna, tekstur dan mutu visual secara
keseluruhan, namun efektifitas optimum dari lamanya perendaman tergantung pada jenis
produk sayuran. Perubahan bobot akibat crisping dihitung berdasarkan berat awal produk
setelah mengalami penyimpanan yaitu saat produk menunjukkan gejala pelayuan pertama
sebelum crisping yaitu setelah 1 hari penempatannya pada suhu lemari es.
Saran
Sebaiknya perendaman pada selada dan seledri ke dalam air dengan suhu 30 ̊C dan 40 ̊C
selama 1 dan 3 menit. Untuk kangkung dan sawi di gunakan suhu yang mampu secara
berarti memberikan efek penyegaran.

DAFTAR PUSTAKA
Awanis., dan E. Darmawati. 2020. Pengaruh sistem pendinginan pada dua jenis suhu
penyimpanan terhadap kesegaran sawi hijau (Brassica juncea). Jurnal Informasi
Teknologi Pertanian. 1(1): 1-18.
Manuhutu, E. A. 2012. Penggunaan metode crisping dalam mempertahankan beberapa
mutu fisik kesegaran sayuran. Jurnal lasallian. 9 (1): 1412-2448.
Saidi, I. A., R. Azara., dan E. Yanti. 2021. Pasca Panen dan Pengolahan Sayuran Daun.
Umsida Press, Sidoarjo.
Shewfelt, R. L. 2010. Quality of fruit and vegetables: A scientific status summary by the
institute of food technologist exprert panel on food safety and nutrion. Foof tech. 99-
106.
Story, A. D. Simons. 2019. A. U. F. Fresh Produce Manual – Handling And Stogagee
Practices For Fresh Produce. 2 Ed. Australian United Fresg Fruit And Vegetable
Association Ltd., Fitzroy Vict.
Utama, I. M. S., K. A. Nocianitri., dan I.A.R.P. Pudja. 2007. Pengaruh suhu air dan lama
waktu perendaman beberapa jenis sayuran daun pada proses crisping. Jurnal
Agritrop. 26(3): 117-123.
Wahyuni, S., S. Triyono., dan A. Tusi. 2014. Perbandingan teknik pemajangan sayuran daun
untuk mempertahankan kesegaran selama penjualan. Jurnal Teknik Pertanian
Lampung. 3(1): 69-82.

Anda mungkin juga menyukai