Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PENGENDALIAN KUALITAS HASIL TANAMAN

Dosen Pengampu:

Ai Yanti Rismayati. S.P.,MP.

Disusun Oleh :

Nama :Fahmi Muhammad

Npm: 24031121006

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GARUT

2024
Acara 5: Pengendalian Proses Oksidasi pada Hasil Panen

BAB I

TUJUAN

• Meningkatkan kualitas hasil panen


• Meningkatkan efisiensi produksi

BAB II

LATAR BELAKANG

Apel (Malus domestica Borkh.) termasuk rajanya buah komersial karena


konsumennya luar biasa banyaknya. Di Indonesia, apel diperkenalkan oleh orang
Belanda dan dikembangkan oleh orang Indonesia. Disamping rasanya yang
manisternyata banyak memiliki kandungan gizi, sehingga ada banyak manfaat
ketikakita makan buah apel. Bentuknya yang keras membuat penampilan apel
inikelihatan kokoh.Seringkali kita melihat proses perubahan warna pada apel
setelah dikupas,dipotong, ataupun digigit atau setelah mengalami luka. Hal
demikian dinamakan browning atau pencoklatan. Pencoklatan (Browning ) adalah
terbentuknya warnacoklat pada bahan pangan secara alami atau proses tertentu.
Reaksi Browning ada dua yaitu secara enzimatis dan non-enzimatis. Pada buah
apel terdapat enzim polifenol oksidase(PPO) yang dengan cepat mengoksidasi
senyawa fenol yangterdapat pada jaringan buah apel menjadi O-kuinon dari tidak
berwarna menjadikecoklatan.Pada buah reaksi pencoklatan (Browning ) tidak
diharapkan. Warnakecoklatan yang muncul ini menjadikan buah apel tidak
menarik lagi. Untuk memperlambat reaksiBrowning, buah apel dapat
ditambahkan seperti asam,garam, dan bawang merah. Oleh sebab itu, pada
praktikum kali ini kami akanmengamati pengaruh penambahan vitamin C pada
reaksi oksidasi buah apel
BAB III

BAHAN DAN ALAT

• Bahan
1. Apel
2. Cuka apel
3. Air perasan jeruk
4. Soda
5. air
• Alat
1. Wadah
2. Sendok
3. Gelas
4. Pisau

BAB IV

PROSEDUR KERJA

1. Siapkan larutan perendam sesuai 4 perlakuan: ( larutan cuka apel, jeruk


lemon, soda dan air biasa)
2. Belah satu buah apel menjadi 4
3. Masukan 1 potong apel kedalam setiap perlakuan
4. Diamkan selama 30 menit
5. Amati perubahannya

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

• Hasil

Hasil identifikasi buah apel selama 30 menit direndam

No Perlakuan Perubahan awal Perubahan akhir


1. Soda Kuning kecoklatan (15%) Coklat 10%
2. Kontrol Kuning kecoklatan(20%) Coklat 30%
3. Air lemon Kuning kecoklatan(10%) Coklat 25%
4. Air cuka apel Kuning kecoklatan(15%) Coklat 40%

• Pembahasan

Pencoklatan secara enzimatik dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh
enzim fenol oksidase (Rojas-Grau et al. 2006). Enzim tersebut dapat
mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa fenol yang menyebabkan perubahan warna
menjadi coklat. Reaksi pencoklatan enzimatis ini tidak diinginkan karena
pembentukan warna coklat pada buah atau sayur sering diartikan sebagai
penurunan mutu. Enzim yang menyebabkan reaksi pencoklatan enzimatis adalah
oksidase yang disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau
katekolase. Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol
oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin
dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, pirokatekol/katekol dan
asam klorogenat (Garcia dan Barret 2002). Supapvanich et al. (2011) melaporkan
bahwa perubahan warna coklat menyebabkan penurunan kualitas dari apel Rose
potong.

Cara untuk mengurangi pencoklatan dapat dilakukan dengan perendaman


larutan sulfit, asam askorbat, asam sitrat, dan garam. Perendaman tersebut
bertujuan untuk mengurangi reaksi antara enzim polifenolase, oksigen, dan
senyawa polifenol yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis
(Syamsir et al. 2011). Penggunaan antioksidan melalui perlakuan pencelupan
buah setelah pengupasan dan pemotongan merupakan metode yang umum untuk
mengontrol pencoklatan buah dan sayur potong. Asam askorbat merupakan bahan
anti browning yang biasa digunakan untuk menghindari reaksi pencoklatan
(McEvily et al.1992). Asam askorbat akan teroksidasi menjadi dehydroascorbic
acid setelah waktu tertentu(Rojas-Grau et al. 2008). Saat ini, konsumen lebih
memilih penggunaan bahan anti pencoklatan yang alami dibanding yang sintetis
seperti madu (Jeonand Zhao 2005) dan jus apel (Chaisakdanugull et al 2007)
untuk mencegah pencoklatan pada buah dan sayur potong.
BAB VI

KESIMPULAN

Pencoklatan bisa dihambat jika menggunakan bahan-bahan yang bersifat asam,


garam, air, apalagi jika Ph dapat diturunkan hingga 3,0 maka aktivitas
pencoklatan sebagian besar akan dihambat.

DAFTAR PUSTAKA

Chaisakdanugull, C., Theerakulkait, C., Wrolstad, R.E. 2007. Pineapple Juice


and Its Fractions in Enzymatic Browning Inhibition of Banana [Musa(AA Group)
Gros Michel]. J. Agric. Food Chem. 55: 4252-4257

Jeon, M., Zhao, Y. 2005. Honey in combination with vacuum impregnation to


prevent enzymatic browning of fresh-cut apples. International Journal Food
Science and Nutrition 56: 165-176.

Javanmardi, J., Kubota, C. 2006. Variation of lycopene, antioxidant activity,


total soluble solids and weight loss of tomato during postharvest storage.
Postharvest Biology and Technology 42:151-155

Ghidelli, C., Mateos, M., Rojas-Argudo, C., PérezGago, M.B. 2013.


Antibrowning effect of antioxidants on extract, precipitate, and freshcut tissue of
artichokes. LWT - Food Science and Technology 51:462-468 (doi.org/10.1016/j.
lwt.2012.12.009)
Acara 6: Modifikasi Kimiawi dalam Menunda Proses Pematangan

BAB I

TUJUAN

1. Memperpanjang Umur Simpan Buah


2. Mempertahankan Kualitas Buah
3. Mengurangi Kerusakan Selama Penyimpanan

BAB II

LATAR BELAKANG

Pemasakan buah merupakan proses fisiologi pada jaringan tanaman,


terutama bagian buah. Buah yang masak merupakan hal yang diharapkan oleh
petani, pedagang, maupun konsumen buah-buahan, karena buah tersebut dapat
segera dikonsumsi. Pada kondisi apabila buah tersebut tidak akan segera
dikonsumsi karena masih mengalami periode transportasi yang jauh dan memakan
waktu yang lama, buah yang masak merupakan kerugian, sehingga tidak
diharapkan. Selain itu, para pengelola buah-buahan (petani atau pedagang)
berusaha semaksimal mungkin agar buah mengalami pemasakan pada waktu yang
tepat atau sesuai dengan waktu yang diinginkan. Salah satu usaha yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan buah agar tidak segera masak adalah dengan cara
pengendalian penyerapan gas etilen (C2H4). Senyawa etilen yang dihasilkan oleh
buah sendiri atau yang diberikan dari luar sangat berpengaruh terhadap kecepatan
pemasakan buah. Buah-buahan yang sudah tua dan menjelang masak akan
menghasilkan gas etilen yang cukup banyak, dan gas ini akan memacu terhadap
pemasakan buah. Produksi etilen akan dipacu dengan adanya oksigen dan suhu.
Oksigen semakin banyak dan suhu yang semakin tinggi akan memacu adanya
respirasi dan juga produksi gas etilen. Untuk mengendalikan pemasakan, gas
etilen harus segera dikurangi di sekitar buah.
BAB III

BAHAN DAN ALAT

Alat :
1. Wrap
2. Botol spray
Bahan :
1. Pisang
2. Cabe hijau
3. Selada
4. Mentimun
5. Sitokinin
6. Auksin
7. aquades
BAB IV
PROSEDUR KERJA

1. Siapkan larutan zpt auksin 10 ppm, sitokinin 10 ppm dan kontrol


2. Masukkan kedalam botol spray
3. Semprot ke bahan sesuai perlakuan
4. Biarkan meresap dan bungkus dengan plastik wrap
5. Beri tanda sesuai perlakuan
6. Amati dan catat waktu pembusukan
7. dokumentasikan
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

➢ Hasil

➢ Pembahasan

Pada praktikum kali ini kelompok 4 mendapatkan buah mentimun, dimana


penggunaan zpt yang diaplikasiken ke mentimun ini bereaksi pada hari ke 3
setelah disemprot dan plastik wrap dari hasil tersebut di dapatkan bahwa pada hari
ke 3 mentimun yang diberikan perlakuan sitokinin lebih cepat membusuk ditandai
dengan warna yang menjadi kuning, teksturnya yang menjadi lembek dan berisi
air. Sedangkan yang perlakuan lain belum sampai pembusukan seperti itu.

BAB IV

KESIMPULAN

1. Memperpanjang Umur Simpan Buah : Modifikasi kimia dilakukan


untuk memperlambat proses pematangan buah, sehingga dapat
memperpanjang umur simpannya. Contohnya, penggunaan etilen kalium
permanganat untuk menunda proses pematangan pisang.
2. Mempertahankan Kualitas Buah : Modifikasi kimia bertujuan untuk
mempertahankan kualitas buah selama penyimpanan
3. Mengurangi Kerusakan Selama Penyimpanan : Tujuan lainnya adalah
untuk mengurangi kerusakan selama penyimpanan dengan
memperlambat proses pematangan. Contohnya, penggunaan KMnO4
untuk menghambat laju respirasi pisang selama penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA

Arista, Mei Lianti dkk. “Penggunaan KaliuMeim Permanganat sebagai


Oksidan Etilen untuk Memperpanjang Daya Simpan Pisang Raja Bulu.”
Buletin Agrohorti 5 (2017): 334-341.

Moelyono, Setiawan. PENGARUH LAMA PENYIMPANAN LABU


KUNING (Cucurbita moschata) DAN PERLAKUAN NATRIUM
METABISULFIT TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA TEPUNG
LABU KUNING PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN PASCA
PANEN LEMAK (Cucurbita moschata) DAN PERLAKUAN
NATRIUM METABISULFIT TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA
TEPUNG LEMAK .” (2013).

Nurhayati, Nurhayati dkk. “Pengaruh Vapor Heat Treatment Dan Suhu


Penyimpanan Pada Mutu Buah Pepaya (Studi tentang Vapor Heat
Treatment untuk Menjaga Kualitas Pepaya pada Suhu Penyimpanan
Berbeda).” (2014).

Sholihati, Sholihati dkk. “Kajian Penundaan Kematangan Pisang Raja


(Musa paradisiaca Var. Sapientum L.) Melalui Penggunaan Media
Penyerap Etilen Kalium Permanganat.” (2015).

LAMPIRAN
Acara 7: Pengaruh Cara Pengemasan terhadap Lama Penyimpanan

BAB I

TUJUAN

1. Memperpanjang Umur Simpan


2. Mempertahankan Kualitas Produk
3. Mengurangi Kerusakan Selam

BAB II

LATAR BELAKANG

Selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman yang dapat tumbuh di


daerah dingin maupun tropis. Selada biasa disajikan dalam keadaan mentah
(sayuran penyegar) dan termasuk salah satu bahan utama pembuatan salad. Selada
memiliki kandungan air yamg tinggi, tetapi kandungan karbohidrat dan proteinnya
rendah, selain itu selada juga mengandung sumber mineral, vitamin A, vitamin C,
dan serat [1] Selama penyimpanan selada sering terjadi perubahan fisik yang
menunjukkan penurunan kualitas dari sayuran segar. Beberapa kerusakan yang
terjadi antara lain seperti susut bobot, kadar air, kadar gula, dan laju repirasi O2
[2]. Untuk mengurangi penurunan kualitas selada, perlu dilakukan pengemasan.
Proses pengemasan ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan fisik, kimia, dan
biologis yang dapat terjadi akibat pencemaran. Beberapa persyaratan wadah
kemas untuk makanan yang perlu dipertimbangkan antara lain permeabilitasnya
terhadap udara/oksigen dan gas lain, tidak menyebabkan penyimpangan warna
dari bahan, tidak bereaksi (inert) dengan bahan, wadah harus tahan oksidasi, tidak
mudah. bocor dan tahan panas, serta mudah dikerjakan secara maksimal dan
relatif murah [3]

Pengemasan vakum merupakan metode mengeluarkan udara dari dalam


kemasan sehingga dapat menghambat proses respirasi pada sayuran hasil panen.
Teknik pengemasan vakum saat ini merupakan teknik pengemasan yang sedang
terkenal di kalangan masyarakat. Produk pangan yang dikemas dengan vakum
menjadi bebas gas dan uap air sehingga dapat mengurangi jumlah dan
pertumbuhan, menghambat terjadinya perubahan bau, rasa, serta penampakannya
selama penyimpanan [4]. Pengemasan dengan alat pengemas vakum membuat
produk yang dikemas lebih tahan lama [5],

BAB III

BAHAN DAN ALAT

Alat :
Gunting
1. Plastik wrap
2. Alumunium foil
3. Koran
4. Plastik bening
5. label
Bahan :
1. Selada

BAB IV

PROSEDUR KERJA

1. Siapkan alat dan bahan


2. Masukkan selada pada setiap perlakuan
3. Bungkus dengan rapih dan beri label
4. Amati dan catat pembusukan lalu dokumentasikan

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN


Selada menunjukkan penurunan kualitas yang berbeda pada setiap
perlakuannya. Sehingga memberikan hasil yang beragam pada setiap parameter
pengamatan yang diamati. Tingkat kesegaran daun selada selalu dinilai dari
penampilan sensorinya yaitu tekstur, warna, dan aromanya. Proses pencoklatan
selada ditandai dengan kelayuan daun, kehilangan warna hijau akibat degradasi
klorofil, akibat senyawa volatil yang muncul [2].

Pengemasan menggunakan jenis plastik LDPE memberikan hasil yang


terbaik jika dibandingkan dengan jenis plastik yang lain, LDPE dapat memberikan
perlindungan terhadap uap air tetapi dapat ditembus oksigen (O2), berkontribusi
terhadap aroma dan flavor makanan serta dapat di-seal dengan panas [10]. Pada
penelitian ini metode pengemasan divakum memberikan hasil yang kurang baik
jika dibandingkan dengan metode pengemasan tidak divakum, hal tersebut diduga
karena dengan metode pengemasan vakum membuat kandungan air pada selada
menjadi tinggi akibat tidak adanya ruang dan udara untuk daun selada yang masih
terus mengalami proses respirasi bahkan setelah proses pemanenan.

BAB VI

KESIMPULAN

1. Memperpanjang Umur Simpan : Salah satu tujuan utama dari


pengaruh cara pengemasan terhadap lama penyimpanan adalah untuk
memperpanjang umur simpan produk pangan
2. Mempertahankan Kualitas Produk : Tujuan lainnya adalah untuk
mempertahankan kualitas produk selama penyimpanan. Sebagai contoh,
dalam penelitian mengenai selada , pengaruh cara pengemasan terhadap
lama penyimpanan bertujuan untuk memahami interaksi antara lama
penyimpanan dan metode pengemasan terhadap sifat fisik selada.
3. Mengurangi Kerusakan Selama Penyimpanan : Selain itu, tujuan dari
pengaruh cara pengemasan adalah untuk mengurangi kerusakan produk
selama penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA

A.N. Ainina, dan N. Aini, Konsentrasi Nutrisi AB Mix dan Media Tanam
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada Merah (Lactuca sativa L. Var
crispa) dengan sistem hidroponik Substrat. Jurnal Produksi Tanaman vol. 6, no. 8,
pp. 1684-1693, 2018.

[2] Rosdiana, W. Agusta, dan W. Kurniawan, Pengaruh Teknik Pencucian dan


Suhu Ruang Terhadap Kualitas Selada. (Lactuca sativa L) Selama Penyimpanan.
AGRIKAN-Jurnal Agribisnis Perikanan vol.14, no. 2, pp. 416-426, 2021.

[3] S. Pangidoan, Y.A. Sutrisno. Purwanto, Transportasi dan Simulasinya dengan


Pengemasan Curah untuk Cabai Keriting Segar. Jurnal Keteknikan Pertanian, vol.
28, no. 1, pp. 23-30, 2014.

M. Nur, Pengaruh Cara Pengemasan, Jenis Bahan Pengemaasan, dan Lama.


Penyimpanan Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Organoleptik Sate
Bandeng (Chanos chanos). Jurnal 204 Teknologi dan Industri Hasil Pertanian vol.
14, no. 1, pp. 1-11, 2012.

[5] I.N. Sucipta, S. Ketut, dan P.K.D. Kencana, Pengemasan Pangan Kajian
Pengemasan Yang Aman, Nyaman, Efektif, dan Efisien. Bali: Universitas
Udayana Press, 2017.

Lampira
Acara 8-9: Pembuatan pupuk metode Jadam Liquid Fertilizer (JLF)

BAB I

TUJUAN

1. Meningkatkan Kesuburan Tanah


2. Memperbaiki Kualitas Tanaman

BAB II

LATAR BELAKANG

JLF (Jadam Liquid Fertilizer) merupakan salah satu cara pembuatan POC yang
dipopulerkan oleh JADAM, pertanian organik di Korea. Setidaknya ada 2 hal
penting yang mebedakan JLF dengan POC biasa.

1. Proses produksi JLF lebih mudah dari segi cara dan bahan yang digunakan.

2. Biaya pembuatan JLF lebih murah

Cara membuat JLF Lebih mudah karena pada prosesnya menggunakan gulma
pada lahan pertanian, dan daun yang sudah mengalami pembusukan yang diambil
dari bawah pohon. Kemudia direndam dengan air biasa, agar terjadi proses
pembusukan untuk melepaskan unsur hara. JLF lebih murah karena tidak
menggunakan bahan seperti gula dan bahan lainnya yang perlu dibeli untuk
mendapatkannya. Akan tetapi, kekurangan dari metode JLF ini adalah proses
penguraian yang mebutuhkan waktu sampai 3 bulan, dimana pada POC biasa,
hanya memakan waktu 2-4 minggu saja.

Pada pembuatan POC, biasanya kita menambahkan mikroba starter seperti EM4
dan produk mikroba lainnya untuk melakukan proses dekomposisi. Penambahan
mikroba starter pada JLF tidak ditekankan, walaupun ada praktisi yang
menambahkan JMS (Mikroba Versi JADAM) untuk mempercepat proses
perombakan. Mikroba pengurai dan mirkroba baik lainnya didapatkan dari daun
kering yang sudah mengalami pembusukan, dan dari perakaran gulma, jika dalam
proses pengambilan gulma dengan cara dicabut. Penambahan mikroba EM4 atau
mikroba lainnya pada JLF tentu tidak masalah, dan bisa jadi proses dekomposisi
lebih cepat, dan hasil yang didapatkan lebih baik.
BAB III

BAHAN DAN ALAT

Alat :
1. Ember
2. pisau
Bahan :
1. Air
2. Leaf mold soil

BAB IV

PROSEDUR KERJA

1. Kumpulkan rumput
2. Cacah kecil-kecil
3. Masukkan kedalam ember
4. Masukkan leaf mold soil
5. Isi air
6. Tutup rapat dan fermentasi selama 7-14 hari

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

 Pembuatan JLF
- JLF dibuat dari bahan-bahan organik seperti daun, tanah hitam, dan
bahan organik lainnya.
- Proses produksi JLF meliputi langkah-langkah seperti persiapan bahan,
pembuatan larutan, penyaringan, dan penyimpanan.
- Bahan organik dihancurkan dan dicampur dengan air, kemudian
dibiarkan selama beberapa hari hingga terjadi fermentasI.
- Setelah itu, larutan JLF disaring untuk memisahkan cairan dari bahan
organik yang tidak laruT.
 Aplikasi JLF
- Dosis aplikasi JLF dapat bervariasi tergantung pada bahan yang
digunakan, namun umumnya dosis yang dianjurkan berkisar antara 1:100
hingga 1:500.
- JLF dapat digunakan untuk berbagai jenis tanaman, seperti sayuran,
buah-buahan, dan jagung.
- Sebelum aplikasi, PH dan kepekatan larutan JLF yang dihasilkan harus
diperiksa dengan menggunakan PH meter dan TDS meter.
Meskipun sumber yang ditemukan tidak memberikan hasil dan
pembahasan secara rinci, namun dapat disimpulkan bahwa JLF
merupakan pupuk organik cair yang mudah dibuat dan memiliki
beragam manfaat dalam aplikasinya pada pertanian organik.

BAB VI

KESIMPULAN

Pembuatan pupuk jadam liquid fertilizer bisa digunakan dan dibuat secara
mandiri dengan bahan bahan yang mudah didapat namun terdapat kelemahannya
yaitu JLF ini harus mengalami penguraian yang lama 1-3 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

https://lombokorganik.id/cara-membuat-jlf-pupuk-organik-cair-versi-jadam/amp/
Acara 10-11: Pembuatan pupuk MSO (Microorganisme Solution)

BAB I

TUJUAN

1. Untuk melembutkan tanah


2. Untuk mengembalikan keseimbangan nutrisi tanahdengan mengemb
angkan mikroorganisme lokal.
3. Serta menggemburkan tanah dan mengendalikanhama secara alami.

BAB II

LATAR BELAKANG

Jadam Microbial Solution (JMS) merupakan larutan mikroba


(bioaktivator) yang fungsinya sebagai pembenah tanah. Maksudnya, cairan ini
dapat membantu memperbaiki sifat fisik, biologi, dan kimia tanah. Cara membuat
JMS sangat mudah. Kita hanya memerlukan garam laut, sumber karbohidrat, dan
leaf mold (humus daun) sebagai starter. Sumber karbohidratnya bisa apa saja,
namun yang terbaik adalah kentang rebus. Sementara leaf mold bisa kita ambil di
kebun-kebun dekat rumah kita. Kata pendiri Jadam (Young Sang Cho),
penggunaan larutan JMS secara terus menerus bisa menggemburkan tanah.
Sehingga dalam jangka panjang, kita tak perlu repot-repot membajak sawah.
Fungsi utama JMS memanglah sebagai pembenah tanah. Namun manfaat JMS
akan semakin optimal jika penggunaannya dilengkapi dengan berbagai materi
organik seperti daun, ranting, dan rumput. Saat JMS berpadu dengan materi
organik, maka JMS bukan hanya berfungsi sebagai pembenah tanah. Tapi juga
akan berfungsi sebagai pupuk dasar yang baik bagi tanah. Dalam larutan JMS
terdapat aneka jenis mikroba yang kita dapatkan dari leaf mold. Nah, mikroba-
mikroba ini nantinya akan bertugas sebagai pengurai berbagai materi organik
yang kita masukkan ke dalam tanah. Materi organik yang terurai, tentunya akan
menjadi kompos yang berguna sebagai pupuk dasar bagi tanaman.
BAB III

ALAT DAN BAHAN

Alat :
1. Kain saring
2. Panci
3. Ember
4. Gelas ukur
Bahan :
1. Kentang
2. Air
3. leaf mold soil
4. garam

BAB IV

PROSEDUR KERJA

1. Rebus kentang hingga lunak


2. Siapkan 15 liter dan masukkan kedalam wadah
3. Setelah lembek masukkan kentang kedalam kain saring
4. Larutkan garam (15 gram) kedalam air
5. Setelah itu, masukkan kentas kedalam air lalu remas-remas
6. Setalah itu, masukkan leaf mold soil kedalam kain saring lalau
remas-remas dalam air
7. Inkubasi selama 72 jam

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Mikroorganisme tanah berfungsi menguraikan sisa-sisa organik yang telah


mati untuk dikembalikan ke tanah dalam bentuk unsur hara yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan seperti Nitrogen(N), Fosfor(P), Kalium (K),
Kalsium (Ca), Mangan (Mn), Carbon ( C). Sehingga apabila tercukupinya
mikroorganisme tanah maka unsur hara yang di produksi pun dapat
meningkat. Pada proses pembuatan JSM dibutuhkannya serasah daun yang
digunakan sebagai bahan utama pembuatan, dikarenakan serasah daun
menjadi bahan yang akan diurai mikroorganisme yang ada. Agar proses
perbanyakan mikroorganisme berjalan lebih cepat maka dibutuhkan bahan
yang mengandung karbohidrat seperti kentang, jagung, nasi, dan ubi rebus
sebagai bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut.
Bahan yang tak kalah penting ialah garam yang digunakan sebagi pengganti
molase untuk memicu aktivitas mikroba agar lebih aktif. dikarenakan
molase yang bersifat asam sehingga dapat menurunkan pH untuk
mendukung perbanyakan mikroorganisme.

Munculnya buih pada larutan JMS menandakan bahwa larutan tersebut


sudah dapat digunakan karena buih menandakan adanya pertumbuhan
mikroba di dalamnya. Sehingga setelah dibuat sebaiknya larutan JMS
langsung diberikan ke tanaman, agar mikroba yang ada di dalamnya tidak
mati lebih dulu Untuk pengaplikasiannya dapat disiram langsung ke media
tanam apabila media tanam tersebut belum ditanami tanaman. Proses ini
sebaiknya dilakukan 2-4 kali sebelum penanaman agar memastikan mikroba
yang diberikan tetap hidup dan berkembang. Bagi media tanam yang sudah
ditanami tumbuhan, tetap dapat diberikan larutan JMS asalkan dilakukannya
pengenceran kedalam air sebelumnya dengan perbandingan 1 :10 hingga
1:100 yang dapat disesuaikan dengan ukuran tanaman. Apabila larutan JMS
sudah kehilangan buihnya maka menandakan mikroba di dalamnya sudah
berkurang atau mungkin mati seluruhnya, pada kondisi ini maka larutan
masih tetap dapat dijadikan POC dengan pencampuran 1:10 dengan air

BAB VI

KESIMPULAN

Jika MSO ini terdapat buih menandakan bahwa larutan tersebut sudah dapat
digunakan karena buih menandakan adanya pertumbuhan mikroba di
dalamnya. Sehingga setelah dibuat sebaiknya larutan JMS langsung
diberikan ke tanaman, agar mikroba yang ada di dalamnya tidak mati lebih
dulu

DAFTAR PUSTAKA

https://www.planteria.id/pupuk-jadam-micro

Sumantra & Widnyana (2022). Pembuatan Pupuk Organik Cair


Berbahan Keong Mas Plus (POCMAS-Plus) dan Aplikasinya Pada
Tanaman Rosella Pada Fase Seedling. Jurnal Abdi Insani, 9(4), 1442-
1444.
Lampiran
Acara 12: Peranan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada perkecambahan benih

BAB I

TUJUAN

1. Mengetahui frist day count


2. Mengetahui kecepatan berkecambah setiap perlakuan
3. Mengetahu daya kecambah setiap perlakuan

BAB II

LATAR BELAKANG

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) mempunyai peranan penting dalam


mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ketika metabolisme
menyediakan tenaga dan bahan-bahan (building blocks) untuk kehidupan
tanaman, maka hormon mengatur kecepatan pertumbuhan dari bagian-bagian
tanaman, kemudian mengintegrasikan bagian-bagian tersebut untuk
menghasilkan bentuk yang kita kenal sebagai satu individu yaitu
tanaman. Selain itu, ZPT berperan dalam pengaturan proses
reproduksi. Dengan demikian, tanpa zat pengatur tumbuh berarti tidak akan
ada pertumbuhan.
Secara terminology, oleh para ahli fisiologi tumbuhan telah diberi
batasan-batasan tentang zat pengatur tumbuh, hormone dan hara. Zat pengatur
tumbuh pada tanaman adalah senyawa organic yang bukan hara, yang dalam
jumlah sedikit dapat mendukung menghambat dan dapat merubah proses
fisiologi tumbuhan.
Pada praktikum ini akan melihat pengaruh berbagai zat pengatur
tumbuh dengan berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh perkembangan biji
pada kecambah pakcoy.

BAB III

ALAT DAN BAHAN

Alat :
1. Cawan petri
2. Pinset
3. Tabung ukur
4. blender

Bahan :
1. Kapas
2. Benih sawi
3. Daun tomat
4. Air kelapa
5. aquades

BAB IV

PROSEDUR KERJA

1. Haluskan daun tomat dengan blender


2. Siapkan cawan petri dan isi dengan air daun tomat,aquades dan air
kelapa
3. Masukkan 10 benih kemasing-masing cawan petri lalu tunggu
selama 30 menit
4. Setelah itu , masukkan kapas ke cawan petri yang baru dan semprot
dengan aquades
5. Lalu pindahkan benih sawi ke kapas dan tutup serta beri label
6. Amati hingga 7 hari

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

• First day count : pada hari ke-4


Benih yang berkecambah:
1. Kontrol : 8 benih yang berkecambah
2. Air kelapa: 9 benih yang berkecambah
3. Air tomat : 7 benih yang berkecambah
• Kecepatan berkecambah : 3,43
• Daya kecambah :
1. Kontrol : 80%
2. Air kelapa: 90%
3. Air tomat : 70%
• First Day Count

First day count merupakan parameter yang mengukur jumlah benih yang
mulai berkecambah pada hari pertama setelah penanaman. Hal ini
penting untuk mengetahui seberapa cepat benih mulai berkecambah
setelah ditanam. First day count yang tinggi menunjukkan bahwa benih
memiliki daya kecambah yang baik dan proses perkecambahan berjalan
dengan cepat.

• Daya Kecambah

Daya kecambah mengacu pada kemampuan benih untuk berkecambah


dalam kondisi lingkungan yang sesuai. Daya kecambah biasanya
dihitung sebagai persentase dari jumlah benih yang berkecambah
dibandingkan dengan jumlah total benih yang ditanam. Daya kecambah
yang tinggi menunjukkan bahwa benih memiliki kualitas yang baik dan
mampu berkecambah dengan baik.

• Kecepatan Kecambah

Kecepatan kecambah mengacu pada seberapa cepat benih mulai


berkecambah dan tumbuh setelah ditanam. Parameter ini umumnya
diukur dengan mengamati berapa hari yang dibutuhkan oleh benih untuk
berkecambah. Kecepatan kecambah yang tinggi menunjukkan bahwa
benih mampu berkecambah dengan cepat dan proses pertumbuhannya
berlangsung dengan baik.
BAB VI

KESIMPULAN

Dilihat dari hasil pengamatan bahwa yang paling terbaik ada di air
kelapa yang dimana daya kecambah yang paling tinggi ada di air kelapa
yaitu 90% sedangkan kontrol 80% dan air tomat 70%.

DAFTAR PUSTAKA

Aditania, R., Sukmawan, Y., Same, M., & Gusta, AR (2023). Pengaruh
Konsentrasi Auksin pada Pertumbuhan Bibit Vanili (Vanilla
planifolia A.). Savana Cendana .
Kurniati, FD, A'yunin, NA, Hartini, E., & Miranda, M.
(2020). PERANAN ZAT PENGATUR TUMBUH ALAMI DAN
PORASI BONGGOL PISANG PADA PERTUMBUHAN
KENCUR (Kaempferia galanga L.). Jurnal Teknologi Pertanian
Andalas .
Leomo, S., Raharjo, S., Sarinah, S., Tuheteru, FD, Albasri, A., Nuraida,
W., Thahir, MA, Fikar, F., Hayati, N., Anisa, A., & Mawarni , M.
(2023). Sosialisasi pembuatan pupuk organik vermikompos dan
penerapannya pada sistem tumpangsari tanaman jagung pada
perkebunan kelapa sawit.

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai