Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Produk sayuran serta buah-buahan masih mengalami proses metabolisme
setelah dipanen. Proses metabolisme tersebut dapat menyebabkan adanya
perubahan fisiologis pada buah. Proses pematangan merupakan proses yang
diinginkan oleh pedagang serta konsumen, tetapi proses pematangan yang terlalu
cepat akan menyebabkan sayuran atau buah akan cepat mengalami proses pelayuan.
Tahap pelayuan pada produk yang terlalu cepat sering kali tidak diinginkan oleh
para pedagang serta konsumen karena akan menurunkan sifat dan kualitas produk
(Helmiyesi et al., 2008).
Buah alpukat merupakan buah yang mudah didapat dan memiliki rasa yang
cukup lezat. Produksi alpukat di Indonesia cukup tinggi. Menurut statistic pada
tahun 2014 produksi buah alpukat di Indonesia mencapai 307.326 ton per tahun dan
terus meningkat (Risyad et al., 2016). Buah alpukat merupakan salah satu jenis
buah yang mudah rusak setelah dipanen sehingga perlu adanya upaya yang
dilakukan untuk memperpanjan waktu simpan buah alpukat (Sovia, 2013).
Praktikum ini dilakukan agar mahasiswa dapat mengetahui pengaruh pemberian zat
penghambat pada proses pematangan buah alpukat sehingga nantinya mahasiswa
dapat menentukan penanganan pascapanen yang baik dan maksimal untuk buah
alpukat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan perbandingan pengaruh
pemberian berbagai zat penghambat terhadap susut bobot, total asam, total padatan
terlarut dan indeks kematangan serta menentukan perlakuan yang paling efektif
untuk menghambat kematangan buah alpukat.
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Deskripsi Tanaman Buah Alpukat


Tanaman buah alpukat secara taksonomi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (Sagala, 2010).
Kindom Plantae (Tumbuhan-tumbuhan)
Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Kelas Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo Ranuculales
Famili Lauraceae
Genus Persea
Spesies Persea americana Mill

Tanaman alpukat dapat tumbuh dengan tinggi 3 hingga 10 meter. Batangnya


berkayu, memiliki cabang, dan berwarna coklat. Daun tanaman alpukat berbentuk
bulat telur, memanjang, dan ada juga yang berbentuk elips. Bunga tanaman alpukat
berkelamin jantan dan betina. Bunganya merupakan bunga majemuk berwarna
hijau atau hijau kekuningan. Buah alpukat berbentuk bola atau bulat telur. Buah
alpukat memiliki panjang hingga 20 cm dengan warna hijau atau hijau kekuningan
dan berbintik ungu. Buah alpukat akan memiliki warna hijau muda untuk daging
buah di bagian dekat kulit buah serta bewarna kuning muda untuk bagian daging
buah dekat dengan biji. Buah alpukat terdiri dari 65% daging buah atau mesokarp,
20% biji atau endokarp, serta 15% kulit buah atau perikarp. Buah alpukat memiliki
satu biji yang berbentuk seperti bola. Biji buah berdiameter 2,5 hingga 5 cm
(Sagala, 2010). Buah alpukat merupakan salah satu contoh buah klimaterik (Siddiq,
2012).
2.2 Zat Penghambat Pematangan Buah (KMnO4, Ca(OH)2, dan asam L-
askorbat)
Proses pematangan buah dapat dipicu oleh adanya gas etilen serta
dipengaruhi oleh cepat dan tidaknya laju respirasi buah. Adanya gas etilen dapat
mempengaruhi laju respirasi serta pelayuan buah. Semakin cepat laju respirasi pada
suatu buah, maka semakin cepat buah akan mengalami fasa pemasakan dan
pelayuan. Laju respirasi pada buah dapat dipengaruhi oleh factor luar yaitu
temperature, komposisi udara, dan kerusakan mekanin (Siddiq, 2012).
Pematangan buah setelah pemanenan dapat dihambat atau ditunda dengan
memodifikasi lingkungan buah tersebut selama masa penyimpanan. Zat yang dapat
digunakan untuk menghambat kematangan buah adalah KMnO4, CaCO2, dan asam
L – asam askorbat. Senyawa KMnO4 dapat menunda pematangan buah dengan
mengoksidasi etilen yang dihasilkan oleh buah. Etilen yang dioksidasi menjadi
senyawa lain sudah tidak dapat lagi berfungsi sebagai hormon yang memicu
pemasakan pada buah. KMnO4 bersifat racun untuk manusia, sehingga dalam
penggunaannya KMnO4 harus ditempatkan pada media pembawa agar tidak terkena
langsung dengan buah (Dahli et al., 2016). Media pembawa yang baik harus bersifat
inert serta permukaannya luas seperti arang aktif, zeolite, batu apung, oasis, dan
serutan gergaji kayu. Reaksi pemecahan ikatan rangkap pada etilen menjadi etilen
glikol dan mangan dioksida sebagai berikut (Widodo, 2005).
2KMnO4 + 3C2H4 + 4H2O → 2MnO2 + 6CH2OH + 2KOH
Laju respirasi buah dapat dikurangi dengan penurunan konsentrasi gas O2
dan peningkatan konsentrasi CO2. Penurunan konsentrasi oksigen pada udara dapat
dilakukan dengan menggunakan asam L-askorbat. Asam L-askorbat dioksidasi
menggunakan O2 menjadi asam dehido L-askorbat dengan bantuan enzim oksidase
atau peroksidase. Konsentrasi O2 pada udara akan terus berkurang akibat reaksi
oksidasi asam L-askorbat dan menyebabkan respirasi buah berjalan lambat. Reaksi
yang terjadi antara asam L-askorbat dengan oksigen di udara sebagai berikut
(Widodo, 2005).
Asam L-askorbat + O2 → asam dehidro L-askorbat + H2O
Peningkatan konsentrasi CO2 yang berlebih akan menyebabkan fermentasi
pada pengemasan produk. Kelebihan konsentrasi CO2 pada udara dapat dicegah
menggunakan Ca(OH)2. Ca(OH)2 dapat bereaksi dengan CO2 dengan reaksi sebagai
berikut (Napitupulu, 2013).
Ca(OH)2 + CO2 → CaCO3 + H2O
2.3 Zat Penghambat Pemasakan Buah
Selain menggunakan KMnO4, Ca(OH)2, dan asam L-askorbat sebagai
pennyerap etilen dan pemodifikasi atmosfer, zat lain yang dapa menghambat
pematangan buah yaitu kalsium klorida (CaCl2). Buah yang memiliki kandungan
kalsium yang tinggi mempunyai laju respirasi yang lebih lambat dan umur simpan
yang lebih lama jika dibandingkan dengan buah yang memiliki kandungan kalsium
yang rendah. Kalsium klorida diaplikasikan kepada buah dengan perendaman buah
didalam larutan kalsium klorida. Perendaman dapat disertai dengan penggunaan
tekanan vakum agar kalsium klorida masuk ke dalam jaringan buah secara
maksimal. Perendaman yang tidak menggunakan tekanan vakum dapat dilakukan
dengan waktu yang lebih lama. Kalsium klorida dengan kadar 12% dan tekanan
vakum 500 mmHg dapat menunda pematangan buah tomat. Kalsium klorida pada
kadar 4% dengan tekanan vakum 250 mmHg dapat menunda kematangan buah
manga Kensington Pride hingga seminggu. Perendaman buah pisang Raja Bulu di
dalam larutan kalsium klorida 1,5% selama 120 menit dapat menunda kematangan
buah secara maksimal (Sari et al., 2004).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut :
Tabel 3.1 Alat dan bahan
Alat Bahan
Baki Plastik Akuades
Buret Alpukat mentah
Erlenmeyer Asam L-askorbat
Gelas kimia Batu apung
Mortar Ca(OH)2 (CO2 scavenger)
Pengaduk Indikator fenolptalein
Pipet tetes Kain Saring
Pisau Kertas koran
Refractometer KMnO4
Statif NaOH 0,085 N
Timbangan digital Wadah besek

3.2 Langkah Kerja


Karakteristik sensori untuk produk buah alpukat ditentukan terlebih dahulu
berdasarkan skala 1 – 5. Skala yang dibuat untuk penilaian terhadap warna, tekstur,
aroma, dan rasa buah. Satu buah alpukat dipilih sebagai kondisi awal yang mewakili
keseluruhan buah kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dan
dilakukan uji organoleptik.
Pengukuran Total Padatan Terlarut dilakukan dengan daging buah
ditimbang sebesar 3 gram terlebih dahulu. Buah kemudian digerus menggunakan
mortar hingga halus lalu diencerkan dengan 7 ml air. Bubur buah diambil sebagian,
diletakkan di kertas saring yang berada di atas penetrometer. Bubur dalam kertas
saring kemudian dibiarkan hingga air dari bubur memenuhi sensor penetrometer.
Tombol on pada penetrometer ditekan dan ditunggu hingga keluar angka %Brix
alat. Data %Brix alat ditulis pada tabel pengamatan sebagai data yang dibutuhkan
untuk perhitungan %Brik sesungguhnya. Pengukuran TPT dilakukan secara duplo
kemudian dirata-ratakan.
Pengukuran total asam dilakukan dengan daging buah ditimbang terlebih
dahulu sebesar 5 gram. Buah kemudian digerus dengan menggunakan mortar
hingga halus lalu dilarutkan pada 50 ml akuades. Bubur buah kemudian di saring
menggunakan kertas saring untuk diambil larutannya atau disebut slurry. Slurry
diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Slurry dalam
Erlenmeyer ditetesi dengan phenolftalein. Slurry dititrasi menggunakan NaOH
0,085 N hingga larutan berwarna merah jambu. Data volume NaOH ditulis pada
hasil pengamatan sebagai data untuk menghitung %total asam. Pengukuran total
asam dilakukan secara duplo kemudia dirata-ratakan.
Sisa buah dibagi menjai 4 bagian, diberi label, dan ditimbang tiap buah.
Disiapkan 4 buah wadah besek dan dilapisi dengan kertas Koran pada bagian
dalamnya. Buah dicuci hingga bersih, dikeringkan, dan diberi perlakuan-perlakuan
yang berbeda. Buah untuk perlakuan A dimasukkan ke dalam wadah besek dan
wadah besek ditutup. Buah untuk perlakuan B dimasukkan ke dalam wadah besek
yang berisi batu apung yang telah direndam dalam larutan KMnO4 selama 30 menit
dan wadah besek ditutup. Buah untuk perlakuan C dimasukkan ke dalam wadah
besek yang berisi Ca(OH)2 yang dibungkus dengan kain saring dan wadah besek
ditutup. Buah untuk perlakuan D dimasukkan ke dalam wadah besek yang berisi
asam L-askorbat yang dibungkus dengan kain saring dan wadah besek ditutup.
Buah dengan 4 perlakuan berbeda disimpan pada suhu ruang disimpan selama 5
hari.
Setelah 5 hari, buah ditimbang kembali dan dicatat bobotnya. Dipilih satu
buah sebagai perwakilan dari masing-masing besek untuk dilakukan uji
organoleptik dengan indeks penilaian yang sama dengan penilaian untuk buah
dikondisi awal. Tiap perwakilan dilakukan uji TPT serta total asam dengan cara
yang sama seperti pada saat pengukuran buah dikondisi awal.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 4.1 Perubahan uji organoleptik buah alpukat
Perlakuan
Parameter A (Buah A1) B (Buah B2) C (Buah C1) D (Buah D1)
Day 0 Day 5 Day 0 Day 5 Day 0 Day 5 Day 0 Day 5
Warna 1,4 1,6 1,4 2,6 1,4 1,8 1,4 1,8
Tekstur 1 1,6 1 2,2 1 2,2 1 2,2
Aroma 2.2 2,6 2.2 2,4 2.2 2,2 2.2 2,2
Rasa 1.2 2,2 1.2 2,2 1.2 2,6 1.2 2,4

Tabel 4.2 Perubahahan TPT (total padatan terlarut) buah alpukat


TPT (% 𝐵𝑟𝑖𝑥)
Nama Day 0 Day 5
Perlakuan
Buah % Brix % Brix
% 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐴𝑙𝑎𝑡 % 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐴𝑙𝑎𝑡
Sesungguhnya Sesungguhnya
A 2,2 7,3
B 0,65 2,167
Alpukat 1,55 5,167
C 0,5 1,67
D 0,95 3,167
Tabel 4.3 Perubahan bobot buah alpukat
Nama Bobot Rata-rata (gram) %Susut
Perlakuan
Buah Day 0 Day 5 Bobot
A 162 148,67 8,228
B 177,67 164 7,694
Alpukat
C 174 159,34 8,425
D 180 167 7,222

Tabel 4.4 Perubahan %total asam buah alpukat


%Total asam
Nama Buah Perlakuan
Day 0 Day 5
A 1,497
B 1,497
Alpukat 1,497
C 1,497
D 1,497

4.2 Pembahasan
Penilaian kualitatif dilakukan menggunakan uji organoleptik terhadap buah
pada kondisi awal serta buah di kondisi akhir yang telah diberi perlakuan yang
berbeda-beda. Berdasarkan hasil uji diperoleh grafik perbandingan antara buah
dikondisi awal dan buah di kondisi akhir. Perbandingan kondisi dilakukan
berdasarkan warna, tekstur, aroma, dan rasa buah. Uji organoleptik dilakukan
menggunakan skala mutu hedonik dari skala 1 hingga lima sesuai dengan tabel A.1
yang terdapat di lampiran. Foto buah alpukat pada kondisi awal dan kondisi akhir
dapat dilihat pada lampiran C.
3 2,6
2,5
2 1,8 1,8
1,6
1,4 1,4 1,4 1,4
Skala

1,5
Day 0
1
0,5 Day 5
0
Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D
Perlakuan

Gambar 4.1 Grafik hasil uji organoleptik warna buah alpukat


Berdasarkan grafik hasil uji organoleptik terhadap warna buah alpukat pada
gambar 4.1 terlihat bahwa terdapat perubahan warna kulit buah setelah diberi
perlakuan dan disimpan selama 5 hari. Tiap perlakuan menghasilkan perubahan
warna buah yang berbeda-beda. Buah alpukat tanpa diberi perlakuan mengalami
perubahan warna dari 100% hijau dengan sedikit bintik-bintik hitam menjadi
hampir bewarna 75% hijau dan 25% hitam. Begitu pula dengan buah alpukat pada
perlakuan C dan D. Buah alpukat pada perlakuan B mengalami perubahan warna
menjadi hampir 50% hijau dan 50% hitam. Perubahan warna pada buah disebabkan
oleh adanya peningkatan aktivitas enzim klorofilase yang berbungsi mendegradasi
klorofil. Pematangan buah pada umumnya ditandai dengan hilangnya warna hijau,
sehingga dalam penghambatan proses pematangan diharapkan buah hanya
mengalami sedikit perubahan warna dari hijau menjadi warna yang lain
(Mudyantini et al., 2015). Berdasarkan skala uji organoleptik warna buah,
penghambatan pematangan buah alpukat yang paling efektif adalah dengan
pemberian Ca(OH)2 dan asam L-askorbat.
2,7 2,6
2,6
2,5 2,4
2,4
Skala

2,3 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 Day 0


2,2
Day 5
2,1
2
Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D
Perlakuan

Gambar 4.2 Grafik hasil uji organoleptik aroma buah alpukat


Berdasarkan grafik hasil uji organoleptik terhadap aroma buah alpukat pada
gambar 4.2 terlihat bahwa terdapat adanya perubahan aroma buah untuk beberapa
perlakuan setelah disimpan selama 5 hari. Buah alpukat yang tidak diberi perlakuan
memiliki aroma yang netral, tidak bau ataupun harum. Buah alpukat pada perlakuan
C dan D tidak mengalami perubahan aroma dari kondisi awal yaitu beraroma bau.
Buah alpukat pada perlakuan B mengalami perubahan aroma menjadi hampir
beraroma netral. Pematangan pada buah akan menyebabkan peningkatan kadar zat-
zat atsiri yang akan memberi flavor khas pada buah (Mudyantini et al., 2015).
Penghambatan pematangan menyebabkan buah membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk dapat mengeluarkan aroma khasnya. Penilaian uji organoleptik terhadap
aroma buah menunjukkan penghambatan pematangan buah alpukat yang paling
efektif adalah dengan menggunakan Ca(OH)2 dan asam L-askorbat.
3 2,6
2,4
2,5 2,2 2,2
2
Skala

1,5 1,2 1,2 1,2 1,2


Day 0
1
0,5 Day 5
0
Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D
Perlakuan

Gambar 4.3 Grafik hasil uji organoleptik rasa buah alpukat


Berdasarkan grafik hasil uji organoleptik terhadap rasa buah alpukat pada
gambar 4.3 terlihat bahwa terdapat perubahan rasa buah setelah diberi perlakuan
dan disimpan selama 5 hari. Buah yang tidak diberi perlakuan mengalami
perubahan rasa dari sangat pahit menjadi pahit. Begitu pula dengan buah alpukat
pada perlakuan B. Buah alpukat pada perlakuan C mengalami perubahan rasa
menjadi agak netral. Buah alpukat pada perlakuan D mengalami perubahan rasa
menjadi agak netral namun masih lebih pahit jika dibandingkan dengan buah pada
perlakuan C. Pematangan buah dapat meningkatkan jumlah gula-gula sederhana
yang akan memberikan rasa manis pada buah, penurunkan asam-asam organik serta
senyawa-senyawa fenolik sehingga akan mengurasi rasa sepet dan masam pada
buah. Semakin terhambatnya pematangan buah, maka perubahan rasa buah tidak
akan terlalu signifikan terhadap kondisi awalnya (Mudyantini et al., 2015).
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap rasa buah, penghambatan pematangan
buah alpukat paling efektif yaitu pada buah yang diberi KMnO4. Penghambatan
pematangan buah dengan nilai kefektifan di bawah pemberian KMnO4 yaitu dengan
pemberian asam L-askorbat.
2,5 2,2 2,2 2,2
2 1,6
1,5
Skala

1 1 1 1
1 Day 0
0,5 Day 5
0
Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D
Perlakuan

Gambar 4.4 Grafik hasil uji organoleptik tekstur buah alpukat


Berdasarkan grafik hasil uji organoleptik terhadap tekstur buah alpukat pada
gambar 4.4 terlihat bahwa terdapat perubahan tekstur pada buah untuk tiap
perlakuan. Buah yang tidak diberi perlakuan apapun mengalami perubahan tekstur
dari sangat keras menjadi hampir keras. Buah alpukat pada perlakuan B, C, dan D
mengalami perubahan tekstur yang sama yaitu dari sangat keras menjadi keras.
Perubahan tekstur pada buah disebabkan oleh adanya perombakan protopektin yang
bersifat tidak larut menjadi pectin yang larut (Mudyantini et al., 2015). Penilaian
organoleptik terhadap tekstur buah tidak dapat menunjukkan perlakuan yang
menyebabkan pematangan buah dapat terhambat secara efektif karena tiap
perlakuan memberikan perubahan tekstur yang sama. Berdasarkan hasil uji
organoleptik meliputi warna, rasa, dan aroma buah, penghambatan pematangan
buah tertinggi ditimbulkan oleh perlakuan D yaitu pemberian asam L-askorbat.
8 7,3

6 5,167 5,167 5,167 5,167


% Brix

4 3,167
2,167 Day 0
1,67
2 Day 5
0
Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D
Perlakuan

Gambar 4.5 Grafik TPT buah alpukat


Berdasarkan hasil uji TPT pada buah saat kondisi awal dan buah setelah 5
hari terlihat adanya perubahan total padatan yang terlarut dalam air seperti yang
terdapat pada gambar 4.5. Buah yang tidak diberi perlakuan apapun mengalami
kenaikan nilai total padatan terlarut. Hal tersebut menunjukkan bahwa buah
melakukan proses respirasi, sesuai dengan pernyataan Yulianti et al. (2014) bahwa
nilai total padatan terlarut akan meningkat karena komponen kompleks seperti
karbohidrat dan protein terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana melalui
proses respirasi. Total padatan terlarut pada buah alpukat yang telah diberikan
berbagai perlakuan mengalami penurunan. Buah alpukat pada perlakuan C
memiliki penurunan nilai total padatan terlarut tertinggi dibandingkan dengan buah
alpukat pada perlakuan-perlakuan yang lain.
9
8,425
8,5 8,228

% susut bobot
8 7,694
7,5 7,222

6,5
Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D
Perlakuan

Gambar 4.6 Grafik % susut bobot buah alpukat


Berdasarkan hasil penimbangan buah saat kondisi awal dan buah setelah 5
hari terlihat adanya penurunan bobot buah. Penurunan bobot buah dengan berbagai
perlakuan dapat dilihat pada gambar 4.6. Adanya penurunan bobot pada buah
disebabkan oleh . Buah alpukat pada perlakuan D memiliki persentase nilai susut
bobot yang paling kecil. Buah alpukat pada perlakuan C memiliki persentase nilai
susut bobot yang paling besar. Penurunan bobot buah yang paling diharapkan pada
saat masa penyimpanan buah adalam penurunan bobot yang kecil. Penurunan bobot
buah disebabkan karena adanya CO2 dan air yang dilepaskan akibat proses respirasi
(Mudyantini et al., 2015). Berdasarkan persentase susut bobot, penghambatan
pematangan buah alpukat yang paling efektif terjadi pada buah yang diberi asam L-
askorbat atau perlakuan D.
1,6 1,4971,497 1,4971,497 1,4971,497 1,4971,497
1,4
1,2
% total asam

1
0,8
0,6 Day 0
0,4 Day 5
0,2
0
Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D
Perlakuan

Gambar 4.7 Grafik % total asam buah alpukat


Berdasarkan hasil titrasi daging buah saat kondisi awal dan buah setelah 5
hari didapatkan hasil yang sama pada tiap perlakuan. Perbandingan kadar % total
asam pada buah alpukat pada kondisi awal dan setelah penyimpanan selama 5 hari
dapat dilihat pada gambar 4.7. Buah alpukat pada semua perlakuan tidak teramati
adanya peningkatan atau penurunan kadar asam. Persentase total asam tidak dapat
menunjukkan perlakuan yang menyebabkan pematangan buah dapat terhambat
secara efektif karena tiap perlakuan memberikan perubahan total asam yang sama.
Berdasarkan hasil uji kuantitatif meliputi total padatan terlarut dan % susut
bobot, buah pada perlakuan C dan D mengalami penghambatan pematangan buah
yang paling efektif. Berdasarkan hasil uji kualitatif dengan uji organoleptik dan uji
kuantitatif, zat penghambat pematangan buah alpukat yang paling efektif adalah
dengan menggunakan asam L-askorbat. Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan
pernyataan Johansyah et al. (2014) bahwa Asam L-askorbat yang dapat menyerap
O2 dilingkungan akan memperlambat proses pematangan buah, menurunkan laju
produksi etilen, memperlambat kebusukan, serta dapat menekan berbagai
perubahan yang memiliki hubungan dengan pematangan. Penurunan laju produksi
etilen akan sangat berpengaruh pada penghambatan pematangan buah.
BAB V
KESIMPULAN

Pemberian asam L-askorbat memberikan nilai susut bobot terkecil, lalu


KMnO4 dan Ca(OH)2. Ketiga zat penghambat tidak memberikan perubahan
terhadap total asam. Pemberian Ca(OH)2 memberikan penurunan nilai TPT
terbesar, yang kedua KMnO4, dan yang paling kecil adalah dengan pemberian asam
L-askorbat. Pemberian Ca(OH)2 dan asam L-askorbat memberikan perubahan
warna pada buah yang tidak terlalu signifikan serta tidak memberikan perubahan
terhadap aroma buah. Pemberian KMnO4 memberikan perubahan rasa pada buah
yang paling kecil nilainya, kedua asam L-askorbat, dan ketiga Ca(OH)2. Pemberian
ketiga zat penghambat menghasilkan tekstur akhir yang sama pada buah. Zat
penghambat yang paling efektif dalam menghambat pematangan buah alpukat
adalah asam L-askorbat.
DAFTAR PUSTAKA

Dahli, A., Haryanto, A., & Suhandy, D. (2016). Studi Penggunaan Kmno4 Untuk
Memperpanjang Umur Simpan Pisang Muli. Jurnal Teknik Pertanian
Lampung, 5(2). 67-72.
Helmiyesi, H., Hastuti, R. B., & Prihastanti, E. (2008). Pengaruh lama penyimpanan
terhadap kadar gula dan vitamin C pada buah jeruk siam (Citrus nobilis var.
microcarpa). ANATOMI FISIOLOGI, 16(2), 33-37.
Johansyah, A., Prihastanti, E., & Kusdiyantini, E. (2014). Pengaruh plastik
Pengemas Low Density Polyethylene (LDPE), High Density Polyethylene
(HDPE) dan polipropilen (PP) terhadap Penundaan Kematangan Buah
Tomat (Lycopersicon esculentum. Mill). BULETIN ANATOMI DAN
FISIOLOGI, 22(1), 46-57.
Mudyantini, W., Anggarwulan, E., & Rahayu, P. (2015). Penghambatan
Pemasakan Buah Srikaya (Annona squamosa L.) dengan Suhu Rendah
Dan Pelapisan Kitosan. Agric, 27(1), 23-29.
Napitupulu, B. (2013). Kajian Beberapa Bahan Penunda Kematangan Terhadap
Mutu Buah Pisang Barangan Selama Penyimpanan. Jurnal
Hortikultura, 23(3), 263-275.
Risyad, A., Permadani, R. L., Siswarni, M. Z. (2016). Ekstraksi Minyak Dari Biji
Alpukat (Persea americana Mill) Menggunakan Pelarut N-Heptana. Jurnal
Teknik Kimia USU, 5(1). 34-39.
Sagala, P. S. (2010). Efek Proteksi Jus Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap
Kerusakan Mukosa Lambung Mencit yang Diinduksi Aspirin. Doctoral
dissertation. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta
Sari, F. E., Trisnowati, S., & Mitrowihardjo, S. (2004). Pengaruh kadar CaCl2 dan
Lama Perendaman Terhadap Umur Simpan dan Pematangan Buah
Mangga Arumanis. Ilmu Pertanian, 11(1), 42-50.
Siddiq, M. (2012). Tropical and Subtropical Postharvest Physiology Processing
and Packaging. New York : John Wiley & Sons. 22-25.
Sovia, S. L. (2013). Perlakuan Kitosan Dan Suhu Dingin Pada Buah Alpukat
(Persea Americana Mill.) untuk Meningkatkan Daya Simpan. Doctoral
dissertation. Universitas Negeri Sriwijaya
Widodo, S. E. (2005). Adsorbers for KMnO 4 and L-Ascorbic Acid in the Active
Packaging to Prolong the Shelve-Life and Maintain the Quality of Lanzone
(Lansium domesticum Corr.) Fruits. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan, 16(2), 113.
Yulianti, D., Susilo, B., & Yulianingsih, R. (2014). Pengaruh Lama Ekstraksi dan
Konsentrasi Pelarut Etanol Terhadap Sifat Fisika-Kimia Ekstrak Daun
Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M.) dengan Metode Microwave Assisted
Extraction (Mae). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis, 2(1). 35-41.

LAMPIRAN
Lampiran A Uji Kualitatif – Uji Organoleptik
Tabel A.1 Skala Mutu Hedonik

Skala Warna (Kulit) Tekstur Aroma Rasa

1 Sangat Keras Sangat bau Sangat pahit


100% hijau
75% hijau, 25%
2 Keras Bau Pahit
hitam
50% hijau, 50%
3 Agak lunak Netral Netral
hitam
25% hijau, 75%
4 Lunak Harum Manis
hitam
Sangat lunak
5 100% hitam Sangat harum Sangat manis

Tabel A.2 Penilaian panelis buah alpukat (Day 0)


Skor
Parameter Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Rataan
1 2 3 4 5
Warna
2 2 1 1 1 1,4
(Kulit)
Tekstur 1 1 1 1 1 1
Aroma 2 1 3 3 2 2.2
Rasa 1 1 2 1 1 1.2

Tabel A.3 Penilaian panelis buah alpukat (Day 5/ Perlakuan A)


Skor (Perlakuan A)
Parameter Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Rataan
1 2 3 4 5
Warna
2 2 2 1 1 1,6
(Kulit)
Tekstur 3 1 2 1 1 1,6
Aroma 3 1 4 3 2 2,6
Rasa 2 2 3 2 2 2,2
Tabel A.4 Penilaian panelis buah alpukat (Day 5/ Perlakuan B)
Skor (Perlakuan B)
Parameter Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Rataan
1 2 3 4 5
Warna
3 3 1 3 3 2,6
(Kulit)
Tekstur 2 2 2 3 2 2,2
Aroma 2 2 2 3 3 2,4
Rasa 2 2 3 2 2 2,2

Tabel A.5 Penilaian panelis buah alpukat (Day 5/ Perlakuan C)


Skor (Perlakuan C)
Parameter Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Rataan
1 2 3 4 5
Warna
2 2 1 2 2 1,8
(Kulit)
Tekstur 2 2 3 2 2 2,2
Aroma 2 2 2 3 2 2,2
Rasa 2 3 3 3 2 2,6

Tabel A.6 Penilaian panelis buah alpukat (Day 5/ Perlakuan D)


Skor (Perlakuan D)
Parameter Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Rataan
1 2 3 4 5
Warna
2 2 1 2 2 1,8
(Kulit)
Tekstur 2 2 3 2 2 2,2
Aroma 2 2 3 2 2 2,2
Rasa 2 2 3 2 3 2,4
Lampiran B Uji Kuantitatif
Tabel B.1 Perubahahan TPT buah alpukat (%Brix alat)
TPT (% 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐴𝑙𝑎𝑡)
Nama Buah Perlakuan Day 0 Day 5
1 2 Rataan 1 2 Rataan
A 2,5 1,9 2,2
B 0,9 0,4 0,65
Alpukat 1,6 1,5 1,55
C 0,4 0,6 0,5
D 1,1 0,8 0,95

Tabel B.2 Perubahahan TPT buah alpukat (%Brix sesungguhnya)

TPT (% 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑆𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎)


Nama Buah Perlakuan Day 0 Day 5
Rata-rata Rata-rata
A 7,3
B 2,167
Alpukat 5,167
C 1,67
D 3,167

Tabel B.3 Perubahan %total asam buah alpukat

Hasil Titrasi Total Asam (mL)


Nama Buah Perlakuan Day 0 Day 5
1 2 Rataan 1 2 Rataan
A 0,1 0,1 0,1
B 0,1 0,1 0,1
Alpukat 0,1 0,1 0,1
C 0,1 0,1 0,1
D 0,1 0,1 0,1
Tabel B.4 Perubahan bobot buah alpukat
Susut bobot (gram)
Nama Buah Perlakuan Day 0 Day 5
1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan
A 169 167 150 162 156 155 135 148,67
B 220 174 139 177,67 203 159 130 164
Alpukat
C 208 163 151 174 189 151 138 159,34
D 190 193 157 180 176 177 148 167
Lampiran C Foto

(a) (b) (c) (d)


Gambar C.1 Foto keadaan buah pada kondisi awal (a) perlakuan A, (b) perlakuan
B, (c) Perlakuan C, dan (d) Perlakuan D

(a) (b) (c) (d)


Gambar C.2 Foto keadaan buah setelah 5 hari (a) perlakuan A, (b) perlakuan B,
(c) perlakuan C, dan (d) perlakuan D
Lampiran D Perhitungan
D.1 Perhitungan Total Padatan Terlarut dalam Buah Pisang Nangka
Persamaan TPT :
𝑔𝑟 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑡 = × %𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 (1)
𝑔𝑟 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛+𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟
𝑔𝑟 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 +𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 = × %𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑡 (2)
𝑔𝑟 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛

Day 0
3 𝑔𝑟 + 7 𝑚𝑙
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 = × 1,55%
3 𝑔𝑟
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 = 5,167%
Day 5
Perlakuan A
3 𝑔𝑟 + 7 𝑚𝑙
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 = × 2,2%
3 𝑔𝑟
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 = 7,3%
Perlakuan B
3 𝑔𝑟 + 7 𝑚𝑙
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 = × 0,65%
3 𝑔𝑟
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 = 2,167%
Perlakuan C
3 𝑔𝑟 + 7 𝑚𝑙
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 = × 0,5%
3 𝑔𝑟
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 = 1,67%
Perlakuan D
3 𝑔𝑟 + 7 𝑚𝑙
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 = × 0,95%
3 𝑔𝑟
%𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 = 3,167%

D.2 Perhitungan %Total Asam dalam Buah Alpukat


Persamaan %Total Asam Titrasi :
(𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠)𝑁𝑎𝑂𝐻×𝑀𝑟 𝐴𝑠.𝐴𝑠𝑘𝑜𝑟𝑏𝑎𝑡×𝑓𝑝
%𝑇𝐴𝑇 = × 100% (3)
𝑚𝑔 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛
Perhitungan penggunaan gram bahan :
5 𝑔𝑟 50 𝑚𝑙
=
𝑥 𝑔𝑟 10 𝑚𝑙
𝑥 = 1 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 1000 𝑚𝑔
Diketahui :
N NaOH = 0,085 N
Densitas air = 1 g/ml
Mr Asam Askorbat = 172,13 gr/mol
Fp = 10
Day 0
(0,1 𝑚𝑙 × 0,085 𝑁) × 176,13 𝑔/𝑚𝑜𝑙 × 10
%𝑇𝐴𝑇 = × 100%
1000 𝑚𝑔
%𝑇𝐴𝑇 = 1,497%
Day 5
Perlakuan A
(0,1 𝑚𝑙 × 0,085 𝑁) × 176,13 𝑔/𝑚𝑜𝑙 × 10
%𝑇𝐴𝑇 = × 100%
1000 𝑚𝑔
%𝑇𝐴𝑇 = 1,497%
Perlakuan B
(0,1 𝑚𝑙 × 0,085 𝑁) × 176,13 𝑔/𝑚𝑜𝑙 × 10
%𝑇𝐴𝑇 = × 100%
1000 𝑚𝑔
%𝑇𝐴𝑇 = 1,497%
Perlakuan C
(0,1 𝑚𝑙 × 0,085 𝑁) × 176,13 𝑔/𝑚𝑜𝑙 × 10
%𝑇𝐴𝑇 = × 100%
1000 𝑚𝑔
%𝑇𝐴𝑇 = 1,497%
Perlakuan D
(0,1 𝑚𝑙 × 0,085 𝑁) × 176,13 𝑔/𝑚𝑜𝑙 × 10
%𝑇𝐴𝑇 = × 100%
1000 𝑚𝑔
%𝑇𝐴𝑇 = 1,497%
D.3 Perhitungan Perubahan Bobot Buah Alpukat
Persamaan Perubahahan Bobot :
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛
%𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 = × 100% (4)
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛

Perlakuan A

(162 − 148,67)𝑔𝑟
%𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 = × 100%
162 𝑔𝑟

%𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 = 8,228%

Perlakuan B

(177,67 − 164)𝑔𝑟
%𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 = × 100%
177,67 𝑔𝑟

%𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 = 7,694%

Perlakuan C

(174 − 159,34)𝑔𝑟
%𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 = × 100%
174 𝑔𝑟

%𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 = 8,425%

Perlakuan D

(180 − 167)𝑔𝑟
%𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 = × 100%
180 𝑔𝑟

%𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 = 7,222%

Anda mungkin juga menyukai