Anda di halaman 1dari 13

ACARA II

PERUBAHAN KIMIA BUAH DAN SAYUR KLIMAKTERIK DAN


NONKLIMAKTERIK SELAMA PENYIMPANAN

A. Tujuan
Mengetahui dan memahami perbedaan perubahan kimia yang terjadi
antara tipe buah dan sayur klimakterik dan nonklimakterik selama
penyimpanan.
B. Tinjauan Pustaka
Menurut Sastrahidayat dan Syamsuddin (2014), perubahan-
perubahan kimiawi yang terjadi selama penyimpanan ialah berupa warna,
tekstur, rasa manis, dan flavor. Seiring bertambahnya umur, kandungan zat
pati pisang akan terus meningkat. Saat buah mencapai kematangan, pati
menurun dan kandungan gula meningkat. Perubahan rasa terjadi selama
pematangan. Buah menjadi kurang asam dengan penurunan asam organik
serta peningkatan kandungan gula yang memberikan keseimbangan gula
dan asam. Kadar asam organik pada buah-buhan kebanyakan akan turun
saat pemasakan. Perubahan pada dinding sel disebabkan oleh pektin.
Selama proses pemasakan terjadi perubahan jumlah zat pektin yang terlarut
dalam air dan mengurangi bagian yang terlarut sehingga sel-sel mudah
terpisah. Ketika buah mengalami pemasakan, tingkat padatan terlarut
dalam vakuola sel meningkat. Selain itu, warna buah akan mengalami
perubahan selama proses pemasakan. Contohnya pada buah pisang yang
akan mengalami kehilangan warna hijau akibat adanya degradasi struktur
klorofil. Degradasi stuktur klorofil ini disebabkan karena adanya
perubahan pH pada buah.
Selama proses pematangan, kandungan gula terus meningkat serta
kadar asam organik dan senyawa fenolik menurun. Umumnya, selama
penyimpanan buah terjadi kenaikan kandungan gula yang disusul dengan
penurunan. Perubahan kadar gula reduksi mengikuti pola respirasi buah.
Buah klimaterik, respirasi, respirasinya meningkat pada awal penyimpan

15
dan setelah itu cenderung semakin menurun seiring dengan lamanya
penyimpanan. Kandungan gula ini yang mempengaruhi besarnya Total
Padatan Terlarut (TPT). Sementara jumlah asam tertirasi meningkat selama
penyimpanan sehingga pH buah semakin rendah. Perubahan pH pada buah
yang semakin meningkat menunjukkan adanya perombakan pati menjadi
gula-gula pada buah selama proses pematangan (Tarigan dkk., 2016).
Selama proses pematangan, buah akan mengalami perubahan
komposisi kimia karena adanya kegiatan metabolisme berupa respirasi
yang berpengaruh secara biologis dan reaksi enzimatis secara kimiawi.
Meningkatnya aktivitas respirasi terutama pada buah klimakterik
merupakan aktivitas fisiologis yang terjadi pada saat proses pemasakan
buah. Selain itu, proses pascapanen pada produk hortikultura sangat
dipengaruhi oleh suhu karena aktivitas enzim pada proses biokimia
tanaman sangat dipengaruhi oleh suhu. Selama proses pematangan, bobot
pada buah akan mengalami penurunanan. Hal ini disebabkan karena buah
mengalami aktivitas respirasi dan transpirasi yang menyebabkan
kehilangan air pada produk. Faktor internal komoditas dan faktor
lingkungan dapat mempengaruhi laju transpirasi. Faktor internal
komoditas dapat berupa volume buah, fase kematangan buah, luka pada
permukaan buah, anatomi buah, dan karakter morfologi. Perubahan tekstur
pada buah disebabkan oleh perombakan protopektin yang tidak larut
berubah menjadi pektin yang dapat larut atau hidrolisis zat pati. Oleh
karena itu, selama pematangan buah terjadi banyak peristiwa yang berupa
perubahan-perubahan biokimiawi dan struktural. Pada suhu kamar laju
penurunan kekerasan buah akan terjadi secara cepat. Proses respirasi yang
menyebabkan perubahan pati menjadi gula (Pantastico, 1986).
Total Padatan Terlarut (TPT) adalah parameter yang menghitung
semua mineral terlarut dalam air. TPT merupakan ukuran gabungan dari
semua garam anorganik dan organik yang ditemukan (Islam et al., 2016).
Untuk mengukur tingkat kemanisan buah dapat dilakukan dengan
pengukuran kandungan padatan terlarut. Pengukuran TPT dilakukan

16
dengan memotong dan mengekstrak buah kemudian cairan ekstraknya
diukur dengan refraktometer dan besarannya dinyatakan dalam satuan
Brix. Semakin tinggi nilainya, semakin tinggi pula kandungan gulanya
atau akan cendenrung semakin manis pula rasa yang dimiliki
(Suhandy, 2010).
Derajat keasaman disebut juga sebagai pH, digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu
larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+)
yang terlarut. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap
sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan
persetujuan internasional. Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada
suhu 25 °C ditetapkan sebagai 7,0. Larutan dengan pH kurang daripada
tujuh disebut bersifat asam, dan larutan dengan pH lebih daripada tujuh
dikatakan bersifat basa atau alkali. Buah akan memiliki pH yang rendah
(asam) saat buah masih dalam kondisi belum matang. Setelah bertambahnya
masa umur maka nilai pH akan menurun disertai dengan menurunnya sifat
fisik pada buah (Zulius, 2017).
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer yaitu
monomer. Monomer ialah rantai yang paling pendek. Polietilen (PE)
merupakan film yang lunak, transparan, dan fleksibel serta memiliki
kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. PE banyak digunakan
sebagai pengemas makanan karena sifatnya yang thermoplastik serta
mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Nurminah,
2002). Menurut Rahmawati (2015), PE merupakan bahan termoplastik
yang transparan dan berwarna putih dengan titik leleh yang berkisar antara
110-137oC. Pada umumnya, PE tahan terhadap zat kimia. Monomernya
yaitu etana yang diperoleh dari hasil cracking minyak atau gas bumi.
Menurut Maddah (2016), polipropilen (PP) memiliki kerapatan
terendah diantara plastik lainnya. PP memiliki ketahanan kimia yang sangat
baik dan dapat diproses melalui banyak metode seperti cetak injeksi dan
ekstrusi. PP memiliki sifat dan penggunaan yang serupa dengan PE.

17
Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah,
ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil pada suhu tinggi, dan
mengkilap. Monomer PP diperoleh dari pemecahan secara distalasi minyak
kasar etilen, propilen, dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan
distilasi pada temperatur rendah (Nurminah, 2002).
Tomat (Solanum Lycopersicum L.) salah satu produk hortikultura
klimaterik yang umum dan bernilai ekonomis tinggi. Memiliki berbentuk
bulat, bulat lonjong, bulat pipih atau oval. Buah yang masih muda berwarna
hijau muda berwarna hijau muda sampai hijau tua. Sementara itu, buah yang
sudah tua berwarna berwarna merah cerah atau gelap, merah kekuning-
kuningan, atau merah kehitaman. Berdasarkan bentuknya, buah tomat
dibedakan menjadi tomat biasa, tomat apel, tomat kentang atau tomat daun
lebar, tomat tegak, dan tomat cherry. Dalam buah tomat banyak terkandung
zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia. Zat-zat yang terkandung
didalamnya adalah vitamin C, vitamin A, dan mineral. Masyarakat pada
umumnya menyukai buah tomat yang warna kulitnya merah terang,
kekerasan buah sedang (110-130 mm/50 g/10 det), bentuk buah agak
lonjong, ukuran buah agak besar, rasa buah manis (4,25-5%), tidak masam
(kadar total asam (0,34-0,37%), banyak mengandung air buah (kandungan
air 92-93%), dan buahnya renyah (Hapsari dkk., 2017).
Buah jeruk merupakan buah yang memiliki prospek cerah untuk
dikembangkan. Jeruk (Citrus sp.) dapat dijumpai dalam setiap musim sebab
penanaman buah jeruk yang mudah dan cocok di berbagai kondisi iklim.
Saat ini, ada lima kelompok buah jeruk di dunia yaitu : kelompok Mandarin,
kelompok Citroen, kelompok Orange atau jeruk manis, kelompok Pummelo
dan Grapefruit, dan kelompok Lime dan Lemon. Salah satu yang terkenal di
pasaran adalah jenis jeruk manis Jeruk manis mempunyai rasa yang manis,
kandungan air yang banyak dan memiliki kandungan vitamin C yang tinggi
(berkisar 27-49 mg/100 gram daging buah). Vitamin C bermanfaat sebagai
antioksidan dalam tubuh, yang dapat mencegah kerusakan sel akibat
aktivitas molekul radikal bebas. Sari buah jeruk manis mengandung 40-70

18
mg vitamin C per 100 ml, tergantung jenis jeruknya. Makin tua buah jeruk,
umumnya kandungan vitamin C semakin berkurang, tetapi rasanya semakin
manis (Kusuma dkk, 2013).
C. Metodologi
1. Alat
a. Hand Refractometer
b. Lemari Pendingin
c. Mortar dan penumbuknya
d. pH Meter
e. Pipet Tetes
f. Plastik PE Hitam dan Putih
g. Sterofoam
2. Bahan
a. Aquadest
b. Buah Jeruk
c. Buah Tomat

19
3. Cara Kerja
a. Preparasi Sampel

Buah

Pembungkusan
(PE Hitam, PE Putih, Tanpa PE)

Pengamatan (Warna, Bau, Tekstur)


Hari ke-0, 4, 7

Pengukuran pH dan Padatan Terlarut

Gambar 2.1 Preparasi Sampel

b. Pengukuran pH Buah

Buah

Penghancuran

Peneraan dengan pH meter

pH Buah

Gambar 2.2 Pengukuran pH Buah

20
c. Pengukuran Padatan Terlarut Buah

Buah

Penghancuran

Penyaringan

Penetesan ke Hand Refractometer

Peneraan Brix

Gambar 2.3 Pengukuran Padatan Terlarut Buah

21
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Perubahan Kimiawi yang Terjadi selama
Penyimpanan pada Buah Jeruk

Padatan
Kelompok Perlakuan Hari ke- pH Terlarut
(oBrix)
Pengemasan 0 3,48 9
dengan plastik 4 4,84 10,6
PE putih 7 4,58 7,7
Pengemasan 0 3,48 9
1 dengan plastik 4 4,26 10
PE putih 7 3,89 7,8
Pengemasan 0 3,48 9
dengan 4 3,99 8,8
styrofoam 7 4,58 9,4
Sumber: Hasil Pengamatan
Berdasarkan Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Perubahan Kimiawi yang
Terjadi selama Penyimpanan pada Buah Jeruk, didapatkan hasil pH dan
padatan terlarut yang naik-turun pada perlakuan pengemasan dengan plastik
PE putih maupun hitam. Sedangkan pada perlakuan pengemasan dengan
styrofoam pH cenderung meningkat dan padatan terlarutnya turun-naik.
Pada hari ke-7, diperoleh pH tertinggi pada perlakuan pengemasan dengan
plastik PE putih dan perlakuan pengemasan dengan styrofoam. Sedangkan
untuk padatan terlarut, jumlah tertinggi pada hari ke-7 didapatkan pada
perlakuan pengemasan dengan styrofoam, dan jumlah terendahnya pada
pengemasan dengan plastik PE putih.
Menurut Setiawan dkk. (2019), selama masa penyimpanan buah
akan mengalami perubahan akibat proses respirasi, perubahan ukuran, dan
perubahan warna. Perubahan warna dari hijau menjadi kuning dipengaruhi
oleh pembentukan zat warna karotenoid. Selama proses penyimpanan, pH
pada jeruk akan mengalami penurunan nilai rata-rata dan nilai rata-rata total
padatan terlarut meningkat pada setiap umur simpan. Hal ini terjadi karena
adanya perubahan fisik dan kimia seperti penurunan kadar air sehingga buah

22
mengalami penyusutan serta terjadi degradasi pektin dan hemiselulosa
sehingga buah melunak, dan adanya penurunan senyawa asam organik serta
degradasi pati menjadi gula sederhana sehingga rasanya menjadi lebih
manis.
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Perubahan Kimiawi yang terjadi Selama
Penyimpanan pada Buah Tomat

Padatan
Kelompok Perlakuan Hari ke- pH
Terlarut (°Brix)

Pengemasan dengan plastik PE 0 4.47 4


hitam dan penyimpanan pada 4 4.48 4
suhu ruang 7 4.7 1.4
Pengemasan dengan plastik PE 0 4.47 4
2 putih dan penyimpanan pada 4 4.36 3.8
suhu ruang 7 3.73 3.2
0 4.47 4
Penyimpanan tanpa kemasan
4 4.40 4
pada suhu ruang
7 4.44 3.4
Sumber : Hasil Pengamatan
Berdasarkan data yang termuat dalam Tabel 2.2 diketahui hasil
pengamatan perubahan kimiawi yang terjadi selama penyimpanan 0, 4 dan
7 hari pada buah tomat yang diberi beberapa perlakuan berupa pengemasan
dengan PE hitam, PE putih serta tanpa kemasan. Perubahan kimiawi yang
diamati adalah pH dan padatan terlarut. Pada perlakuan dengan pengemasan
PE hitam dalam suhu ruang, pH buah tomat dari hari 0, 4 dan 7 secara
berturut-turut sebesar 4.47. ; 4.48 ; dan 4.7. Sementara padatan terlarutnya
terukur sebesar 4 ; 4 ; dan 1.4. Pada pengemasan PE putih dalam suhu ruang,
pH buah tomat dari hari 0, 4, dan 7 secara berturu-turut sebesar 4.47 ; 4.36
; dan 3.73. Sementara padatan terlarutnya terukur sebesar 4 ; 3.8 ; dan 3.2.
Pada pengemasan tanpa kemasan dalam suhu ruang, pH buah tomat dari
hari 0, 4 dan 7 secara berturut-turut sebesar 4.47 ; 4.40 ; dan 4.44. Sementara
padatan terlarutnya terukur sebesar 4 ; 4 ; dan 3.4.

23
Dilihat dari hasil variabel pH, hanya sampel tomat dengan
penyimpanan dengan Plastik PE Hitam yang mengalami kenaikan besar pH.
Sedangkan pada perlakuan penyimpanan dengan plastik PE putih diketahui
adanya penurunan pH seiring lama penyimpanan hingga hari ketujuh. Hal
ini sesuai dengan teori Marisi, dkk (2016) bahwa semakin lama
penyimpanan, total asam semakin menurun karena asam-asam yang
terdapat pada tomat digunakan sebagai sumber energi dalam melakukan
proses respirasi selama penyimpanan. Pada suhu ruang, pH buah tomat
menunjukkan meningkat hingga hari ke 4 dan terjadi penurunan pada hari
ke 7. Kondisi ini juga sesuai dengan teori Pantastico (1993) bahwa tingkat
keasamaan meningkat sampai maksimum dan setelah tercapai puncak
dengan semakin masaknya buah, maka keasaman akan menurun.
Pada data hasil padatan terlarut yang diperoleh selama pengamatan
menunjukkan penurunan dari ketiga perlakuan yang diberikan selama
penyimpanan. Hal ini tidak sesuai dengan teori Abdi dkk (2017) bahwa
kandungan total padatan terlarut dari buah tomat mengalami peningkatan
selama masa simpan akibat proses pemecahan pati menjadi gula.
Penyimpangan ini dapat terjadi akibat perlukaan pada buah tomat yang
seiring waktu penyimpanan di kontaminasi oleh mikroorganisme serta
udara lingkungan selama penyimpanan yang tidak stabil sehingga
mempengaruhi kondisi buah tomat (Hapsari, 2017).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Acara II “Perubahan Kimia Buah dan Sayur
Buah Klimaterik dan Nonklimaterik Selama Penyimpanan” dapat
disimpulkan bahwa peningkatan nilai pH yang terjadi disebabkan karena
masih terjadi proses respirasi selama masa penyimpanan. Total padatan
terlarut pada buah akan naik seiring dengan lama penyimpanan yang
disebabkan pemecahan pati menjadi gula

24
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, Yudha Alimba., Rostiati., dan Syahraeni Kadir. 2017. Mutu Fisik,
Kimia, dan Organoleptik Buah Tomat (Lycopersicum esculentum
Mill,) Hasil Pelapisan Berbagai Jenis Pati Selama Penyimpanan.
Agrotekbis, 5(5): 547-555.
Hapsari, Risda., Didik Indradewa., dan Erlina Ambarwati. 2017. Pengaruh
Pengurangan Jumlah Buah Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat
(Solanum Lycopersicum L.). Vegetalika, 6(3): 37-49.
Islam, Mohammad Rafiqu., Mohammad Khairul Islam Sarkar., Tanzina
Afrin., Shafkat Shamim Rahman., Rabiul Islam Talukder., Barun
Kanti Howlader., and Md. Abdul Khaleque. 2016. A Study on Total
Dissolved Solids and Hardness Level of Drinking Mineral Water in
Bangladesh. American Journal of Applied Chemistry. 4(5):164-169.
Kusuma, Hellen Retno., Tita Ingewati., dan Martina. 2007. Pengaruh
Pasteurisasi Terhadap Kualitas Jus Jeruk Pacitan. Widya Teknik,
6(2): 142-152.
Maddah, Hisham A. 2016. Polypropylene As A Promising Plastic: A Review.
American Journal of Polymer Science. 6(1): 1-11.
Marisi., Rona J. Nainggolan dan Elisa Julianti. 2016. Pengaruh Komposisi
Udara Ruang Penyimpanan Terhadap Mutu Terhadap Mutu Jeruk
Siam Brastagi Selama Penyimpanan Suhu Ruang. Jurnal Rekayasa
Pangan dan Pertanian, 4(3): 332-341.
Nurminah, Mimi. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan
Kertas serta Pengaruhnya Terhadap Bahan yang Dikemas. USU
Digital Library. Medan.
Pantastico, E.R.B. 1993. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan
Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayuran Tropika dan Subtropika.
UGM Press. Yogyakarta.
Rahmawati, Anita. 2015. Pengaruh Penggunaan Plastik Polyethylene (PE)
Dan High Density Polyethylene (HDPE) Pada Campuran Lataston-
Wc Terhadap Karakteristik Marshall. Jurnal Ilmiah Semesta
Teknika. 18(2):147-159.
Sastrahidayat, Ika Rochdjatun., dan Syamsuddin Djauhari. 2014. Studi
Introduksi Pisang Cavendish dan Hama Penyakitnya. UB Press.
Malang.
Setiawan, Herman., Dedy Wirawan Soedibyo., dan Dian Purbasari. 2019.
Kajian Sifat Fisik Dan Kimia Jeruk Siam (Citrus nobilis var.
microcarpa) Semboro Berdasarkan Umur Simpan Menggunakan
Pengolahan Citra Digital. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas.
23(1):68-74.

25
Suhandy, Diding. 2010. Penentuan Kandungan Padatan Terlarut Buah Jeruk
Bw Secara Tidak Merusak Menggunakan Near Infrared
Spectroscopy. AGRITECH. 30(1):32-37.
Tarigan, Nirma Yopita Sari., I Made Supartha Utama., dan Pande K Diah
Kencana. 2016. Mempertahankan Mutu Buah Tomat Segar Dengan
Pelapisan Minyak Nabati (Maintaining The Quality Of Fresh
Tomatoes With a Coating Of Vegetable Oil). Jurnal BETA
(Biosistem dan Teknik Pertanian). 4(1):1-9.
Zulius, Antoni. Rancang Bangun Monitoring pH Air Menggunakan Soil
Moisture Sensor di SMKN 1 Tebing Tinggi Kabupaten Empat
Lawang. Jusikom, 2(1): 37-44.

26
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

Gambar 2.4 Pengukuran pH Gambar 2.5 Pengukuran Padatan Terlarut


Tomat Hari ke 4

27

Anda mungkin juga menyukai