Anda di halaman 1dari 30

Makalah Teknologi Pasca Panen

PENANGANAN PASCA PANEN PADA


TIMUN (Cucumis sativus)

Oleh :
Fafi Rahmatillah
1605101050042

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2019
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman Mentimun (Cucumis sativus) merupakan sayuran buah dan dipanen


bagian buahnya yang digunakan untuk konsumsi sebagai sayuran segar sebagai
lalaban, campuran pecel, gado-gado, rujak , acar /diasinkan dan salad ataupun masakan
olahan lainnya. Mentimun dapat juga digunakan sebagai obat penyakit darah tinggi
dan obat penyakit batu ginjal. Selain itu Mentimun yang masih muda dapat digunakan
sebagai bahan kosmetik untuk menghaluskan kulit bahkan untuk obat jerawat ataupun
penyakit kulit lainnya. Meskipun kandungan gizi dari buah mentimun tidak terlalu
tinggi, namun ia mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh setiap
hari. Kandungan gizi buah Mentimun adalah : protein, lemak, karbohidrat, vitamin A,
vitamin B dan vitamin C, calsium dan zat besi . Mentimun selain digunakan untuk
dikonsumsi sebagai sayuran segar juga digunakan di bidang industri kosmetik.
Pengembangan agribisnis mentimun akhir akhir ini meningkat cukup pesat sehingga
membutuhkan varietas benih yang bermutu dengan ketersediaan yang cukup.
Produk sayuran setelah panen masih melakukan aktivitas metabolisme,
sehingga bila tidak ditangani dengan segera akan mengalami kerusakan fisik dan
kimiawi. Sifat sayuran yang mudah rusak ( perishable ) mengakibatkan tingginya susut
pascapanen serta terbatasnya masa simpan setelah pemanenan dan timbulnya serangan
organisme pengganggu yang dapat menurunkan mutu. Perubahan setelah panen dan
pascapanen tidak dapat dihentikan, namun dapat diperlambat sampai batas tertentu.
Penanganan teknologi pascapanen mentimun oleh petani sayuran masih
dilaksanakan secara tradisional sehingga kehilangan hasil cukup tinggi, karena itu perlu
upaya perbaikan dan penyempurnaan penerapan teknologi penanganan pascapanen
mentimun yang bertujuan agar hasil mentimun tersebut dalam kondisi baik dan
sesuai/tepat untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk bahan baku pengolahan dan
kosmetik. Berdasarkan hal tersebut di atas maka disusun SOP Pascapanen Mentimun.
Tujuan pemasaran mentimun pada umumnya adalah pasar segar yaitu untuk
pemasaran konsumsi segar (Pasar induk, Supermarket), kemudian untuk pasar ekspor.
Jenis mentimun yang banyak diusahakan petani adalah varietas Timundo, Mars
, Pluto, Kyuri (timun jepang ), Casandra dan varietas Lokal Target standar mentimun
yang akan dicapai dalam rangka penerapan Standar Operasional Prosedur Pascapanen
Mentimun ini adalah: ukuran buah mentimun sesuai permintaan pasar, bentuk sesuai
deskripsi varietas, mentimun tidak cacat, tidak terkontaminasi benda lain maupun
residu pestisida, menghasilkan mentimun yang bermutu, menekan tingkat kehilangan
hasil < 10 %, meningkatkan efisiensi usaha agribisnis mentimun.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah agar mahasiswa mengerti
tentang tata cara penanganan pasca panen pada timun secara baik dan benar.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Buah Timun

Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan


atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat
dimakan secara langsung ataupun diolah terlebuh dahulu. Mentimun dapat
ditemukan di berbagai hidangan dari seluruh dunia dan memiliki kandungan air
yang cukup banyak di dalamnya sehingga dapat menyejukan ketika dimakan.

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : cucumis
Spesies : Cucumis sativa L
(Sharma, 2002)

Mentimun dapat tumbuh dengan baik dan mampu beradaptasi di hampir


semua jenis tanah, kemasaman tanah yang optimal adalah 5.5 - 6.5. Tanah yang
banyak mengandung air merupakan jenis tanah yang baik untuk penanaman
mentimun. Jenis tanah yang cocok diantaranya adalah aluvial, latosol, dan

andosol. Untuk tumbuh dengan baik mentimun menginginkan suhu 18-30 0C.

Namun, untuk perkecambahan biji suhu optimal antara 25-30 0C. Cahaya
merupakan faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman mentimun.
Penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika pencahayaan
berlangsung antara 8-12 jam/hari. Kelembaban relatif udara (RH) yang dikehendaki
oleh tanaman mentimun untuk pertumbuhannya antara 50-85%. Curah hujan 200-
400 mm/bulan, curah hujan yang tinggi tidak baik karena curah hujan yang
tinggi akan banyak menggugurkan bunga (Sumpena, 2007).

Perakaran mentimun memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar, tetapi


daya tembusnya relatif dangkal, pada kedalaman 30-60 cm. Oleh karena itu,
tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan kelebihan air. Biji
bah mentimun bentuknya pipih, kulitnya berwarna putih atau putih kekuning-
kuningan sampai cokelat. Biji ini dapat digunakan sebagai perbanyakan tanaman
(Rukmana, 1994).

Buah mentimun siap dipetik setelah ditanam sekitar 34 hari. Ukuran buah
yang ideal dengan panjang 20-25 cm diameter 4 cm. Kadang-kadang pasar
menyukai ukuran tertentu (lebih besar atau lebih kecil). Pemetikan dapat
dilakukan 2-3 hari sekali (Tanindo, 2006).

Gambar 1. Buah Timun


B. Pengemasan

Pengemasan buah atau sayuran adalah meletakan buah dan sayuran ke


dalam suatu wadah yang cocok dengan lingkungan yang mampu mendukung
aktivitas buah tersebut setelah dipanen sehingga dapat di minimalisir kerusakan
mekanis, fisiologis, kimiawi, maupun biologi selama transportasi dan
penyimpanan sebelum sampai ke tangan konsumen..

Menurut Satuhu (2004), bahan dan bentuk kemasan secara umum dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:

1. Kemasan langsung, yaitu kemasan utama yang langsung berhubungan dengan


buah yang dikemas, bahan pengemas utama bisa berupa karung, plastik, kertas
atau daun.

2. Kemasan tidak langsung, yaitu kemasan kedua dari buah yang tidak bersentuhan
langsung. Bahan pengemas jenis ini dapat terbuat dari peti kayu, peti plastik,
peti karton dan keranjang bambu.

Perancangan kemasan selama pengangkutan ditujukan untuk meredam goncangan


dalam perjalanan yang mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan hasil
hortikultura. Faktor yang perlu diperhatikan meliputi kemasan, jenis, sifat, tekstur
dan dimensi bahan kemasan; komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran,
struktur dan pola susunan biaya pengangkutan dibandingkan dengan harga
komoditas, permintaan waktu, jarak dan keadaan jalan yang dilintasi
(Purwadaria, 1998).

Persyaratan kemasan yang baik adalah seperti dibawah ini (Paine dan Paine, 1983):

1. Sesuai dengan produk yang akan dikemas

2. Harus terjamin sanitasi dan kebersihan kemasan


3. Mempunyai kekuatan yang cukup untuk bertahan dan segala resiko selama
pengangkutan

4. Terbuat dari bahan yang kuat dan ringan

5. Terbuat dari bahan yang murah dan mudah untuk didapatkan di daerah penghasil
Kapasitas kemasan ditentukan berdasarkan sistem penanganan yang akan
digunakan pada transportasi. Menurut Peleg (1985), kapasitas kemasan untuk
penanganan sesuai kemampuan manusia (suitable for carrying man) adalah 15
– 30 kilogram dan sekitar 200 – 500 kilogram untuk system penanganan mesin
(suitable for forklift handling).

Komoditi hortikultura bersifat mudah rusak (perishable) dan masih


melakukan metabolisme sebagai aktivitas hidup maka pemuatan produk dalam
kemasan harus dilakukan secara efisien untuk menghindari kerusakan produk
selama transportasi. Penggunaan 60 – 65% volume kemasan adalah penggunaan
volume kemasan yang baik untuk mengurangi kerusakan produk karena
masih tersedianya ruang dalam kemasan untuk pertukaran gas – gas yang dihasilkan
dari proses metabolisme produk selama dikemas (Peleg, 1985).

Dari hasil studi lapang di beberapa pasar sekitar Bogor (Pasar Anyar dan
Pasar Bogor), mentimun dikemas dengan menggunakan plastik polietilen, karung
plastik dan keranjang bambu. Masing-masing dikemas antara 25-30 kg per
kantung plastik polietilen dan polipropilen, sedangkan karung plastik dan
keranjang bambu antara 30-40 kg per kemasan. Terdapat beberapa susunan dalam
peletakan buah di dalam kemasan, yaitu secara acak dan tersusun secara horizontal.
C. Kemasan Plastik Polietilen dan Keranjang Bambu

Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan


dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat,
termoplastis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air dan oksigen. Sifat
permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu
berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno,1987).

Ryall dan Lipton (1972) menambahkan bahwa plastik juga merupakan


jenis kemasan yang dapat menarik selera konsumen. Polietilen merupakan film
yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan
sobek yang baik. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu
110 C. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya
yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi, yang
banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang termoplastis,
polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow
dan Griffin, 1970).

Penggunaan keranjang bambu kurang efektif sebagai kemasan


transportasi, karena penampang kemasan yang berbentuk lingkaran, daripada
kemasan lain yang berpenampang segi empat seperti kayu dan kardus. Bentuk
penampang beban tumpukan terutama bila diisi penuh (padat) sehingga buah juga
akan menerima beban tumpukan tersebut.Kemasan transportasi buah mentimun
yang biasa digunakan di wilayah sekitar Bogor dan Cianjur adalah karung plastik
(Gambar 2), plastik polietilen (Gambar 3), dan keranjang bambu (Gambar 4).
Gambar 2. Kemasan karung plastik Gambar 3. Kemasan polietilen Gambar 4. Keranjang bambu

D.Transportasi

Pada umumnya pengangkutan mentimun dikemas ke dalam berbagai


macam kemasan akan dikirim ke pasar induk atau diambil oleh penjual untuk pasar-
pasar lokal dengan truk, pick up atau alat angkut lainnya. Pengangkutan mentimun
terdiri dari dua macam yaitu jauh dan dekat. Pengangkutan dengan jarak lebih dari
200 km memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh. Penggunaan kemasan
karung jala dan keranjang bambu dengan kapasitas 50-75 kg pada pengangkutan
dengan jarak lebih dari 200 km akan mengalami kerusakan sampai 20%. Hasil
penelitian para peneliti Pasca Panen Balithort menyatakan pada setiap tahap
penanganan memerlukan waktu total sampai ke pedagang eceran bisa mencapai
36 jam dan terjadi kerusakan sebesar 25% (Sumpena, 2007).

Bahan hasil pertanian khususnya sayuran sangat mudah mengalami


kerusakan. Salah satu masalah utama lepas panen adalah kerusakan mekanis
yang diakibatkan oleh pengangkutan yang dapat terjadi karena adanya benturan
antar produk di dalam kemasan, produk dengan kemasan karena bergesekan dan
himpitan. Semakin lama pengangkutan atau semakin panjang jalan maka
semakin tinggi tingkat kerusakan mekanis yang terjadi, sehingga perlu diperhatikan
penggunaan jenis kemasan dan pengaturan umur petik buah jambu biji jika di
transportasikan pada jarak yang jauh (Putu, 2006).
Goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun
direl kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut berat dan memperpendek
masa simpan. Hal ini dapat terjadi terutama pada pengangkutan buah-buahan dan
sayur-sayuan yang dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan,
tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan,
susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam
pengangkut (Purwadaria, 1992).

Menurut Satuhu (2004), perlakuan yang kurang sempurna selama


pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi
pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai kurang dari 30-50%. Pada
umumnya hambatan-hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut
adalah kegiatan penanganan pasca panen yang tidak sempurna. Kegiatan pasca
panen meliputi masalah tempat pengumpulan, grading dan sortasi,
pengemasan, pengangkutan dan pemasaran.

Menurut Kitinoja dan Kader (2003), pada pengangkutan dengan


kendaraan terbuka, tumpukan produk harus hati-hati disusun agar tidak
menyebabkan kerusakan mekanis. Kendaraan dapat dilindungi dengan lapisan
jerami atau karung sebagai penahan getaran pada kendaraan kecil. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa pada kendaraan terbuka sedapat mungkin udara dapat melewati
produk dengan baik. Kitinoja dan Gorny (1999), menyatakan pengiriman saat-
saat lebih dingin (malam hari atau dini hari) dapat mengurangi panas pada produk
sehingga dapat meminimalkan kerusakan.

Pantastico (1986), memberikan pertimbangan-pertimbangan dasar untuk


pengangkutan jarak pendek dan jarak jauh sebagai berikut:

1. Pada pengangkutan dalam jarak pendek, komoditi harus dilindungi terhadap


kerusakan mekanis dan kemungkinan suhu yang ekstrim.
2. Untuk pengankutan jarak jauh, ada resiko tambahan berupa kerusakan komoditi
disebabkan oleh pemanasan yang berlebihan dan pelayuan, masuknya organisme
pembusukan, kerusakan akibat pendinginan, pelunakan komoditi yang
mengandung banyak air atau pematangan buah.

Menurut Hilton (1993), vibrasi dan benturan selama transportasi dapat


diredam dengan menggunakan bantalan. Pada jenis kemasan yang terbuat dari
kayu atau plastik (hard plastic), kemasan bantalan harus dirancang sedemikian
rupa sehingga dapat meredam vibrasi dan benturan sekaligus dapat menjaga
posisi buah tidak berubah di dalam wadah kemasan bantalan selama proses
transportasi dan tidak menyentuh dasar kemasan primer.

Kerusakan memar banyak terjadi pada tomat selama transportasi dengan


kemasan kotak karton dibandingkan kemasan peti kayu, hal ini dikarenakan peti
kayu memiliki celah sirkulasi lebih banyak dibandingkan kotak karton.
Penyusunan secara teratur dalam kemasan selama transportasi lebih baik
dibandingkan dengan cara penyusunan tomat secara acak. Penyusunan tomat secara
teratur dapat mengurangi kerusakan yang terjadi pada tomat baik memar, luka
ataupun pecah karena isi kemasan tidak terlalu padat. Namun penyusunan secara
teratur lebih membutuhkan waktu yang lebih banyak sehingga produk akan lebih
lama sampai ke konsumen (Prajawati, 2006).

Daya tahan mentimun lokal untuk disimpan hanya 2-3 hari. Lebih lama
dari itu mentimun akan layu dan keriput. Mentimun jepang yang dikemas tanpa
menggunakan Modified Atmosfer hanya bertahan selama 7 hari (Purwadaria, 1997).

Mentimun pada suhu 75 0F selama 8 hari disimpan dengan kemasan yang dapat
menahan air kehilangan bobot sebesar 6.1% (Pantastico, 1986). Mentimun akan

tetap segar dalam waktu yang lama pada penyimpanan dalam suhu 12-14 0C, dalam
kondisi seperti ini mentimun akan tahan sampai 14 hari (Sumpena, 2007).
E. Simulasi Transportasi Hasil Pertanian

Produk holtikultura seperti sayuran, buah-buahan dan bunga potong


mudah sekali rusak setelah dipanen. Kerusakan ini dapat dipercepat oleh adanya
luka dan memar. Untuk memperoleh gambaran data kerusakan mekanis yang
diterima, maka ketika merancang alat simulasi pengangkutan disesuaikan dengan
kondisi jalan dalam dan di luar kota.

Dasar yang membedakan jalan dalam kota dan luar kota adalah besar
amplitudo yang terukur dalam suatu panjang jalan tertentu. Jalan dalam kota
mempunyai amplitudo rendah jika dibandingkan dengan jalan luar kota. Frekuensi
alat angkut yang tinggi bukan penyebab utama terhadap kerusakan pengangkutan,
yang lebih berpengaruh adalah ampitudo jalan (Darmawati, 1994)

Untuk simulasi pengangkutan dengan truk maka goncangan yang


dominan adalah goncangan pada arah vertikal, sedangkan pada kereta api adalah
goncangan horizontal. Goncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan
karena jumlah frekuensinya kecil sekali (Soedibyo, 1992).

Kusumah (2007), mengkaji pengaruh kemasan dan suhu terhadap mutu


fisik mentimun selama transportasi. Kemasan yang digunakan adalah peti kayu,
karung jaring dan karton. Simulasi simulasi dilakukan selama 3 jam dengan
amplitudo 2.5 cm dan frekuensi 2.59 Hz. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa
tingkat kerusakan mekani tertinggi dialami oleh mentimun dalam peti kayu
dengan nilai kerusakan sebesar 40.915% dan yang terendah dialami oleh
mentimun dalam kemasan kardus dengan nilai kerusakan sebesar 26.1%.
F. Kerusakan Mekanis

Salah satu masalah pasca panen adalah kerusakan mekanis karena transportasi
karena adanya benturan antara buah dengan buah, benturan antara buah dengan
wadah atau kemasan, gesekan dan himpitan. Penyebab kerusakan mekanis selama
pengangkutan antara lain:

1. Isi kemasan terlalu penuh

Isi kemasan yang terlalu penuh menyebabkan meningkatnya kerusakan


tekan atau kompresi karena adanya tambahan tekanan dari tutup kemasan.

2. Isi kemasan kurang

Isi kemasan yang kurang menyebabkan kerusakan vibrasi pada lapisan


atas. Hal ini disebabkan karena adanya ruang diatas bahan sehingga selama
pengangkutan bahan bagian atas akan terlempar-lempar dan saling berbenturan.

3. Kelebihan tumpukan

Tumpukan bahan yang terlalu tinggi di dalam kemasan menyebabkan


tekanan yang besar pada buah lapisan bawah, sehingga meningkatkan kerusakan
kompresi. Sedangkan penyebab kerusakan mekanis yang biasa terjadi pada
bahan dalam kemasan selama pengangkutan, yaitu kerusakan karena tekanan dan
kompresi, kerusakan akibat benturan dan kerusakan akibat vibrasi (Kusumah,
2007).

Tinggi susunan komoditas dalam kemasan tergantung pada kecepatan


respirasi komoditas. Bila susunannya terlalu padat dan tebal maka bagian tengah
akan menjadi lebih panas akibat respirasi yang tidak dapat keluar. Soedibjo (1992)
menyatakan bahwa yang terpenting dalam penyusunan bahan di dalam kemasan
adalah penyusunan lapisan dasar yang baik, dengan demikian lapisan
berikutnya akan mudah dikerjakan.
Faktor-faktor yang terjadi selama pengangkutan dapat terjadi karena
tumpukan buah yang terlalu tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tekanan yang
besar terhadap buah yang terdapat pada lapisan bawah sehingga meningkatkan
kerusakan akibat kompresi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan mekanik buah antara lain:

1. Gaya-gaya luar

Tingkat kerusakan mekanis yang terjadi dipengaruhi oleh besarnya gaya


luar (beban) yang mengenai buah. Kerusakan akan semakin tinggi jika gaya luar
yang diterima oleh buah semakin besar.

2. Sifat mekanis buah

Sifat mekanis yaitu respon bahan yang sesuai dengan perilakunya apabila
diberi gaya. Sifat mekanis bahan dipelajari dalam ilmu reologi. Secara reologi,
sifat mekanis buah dapat dinyatakan dalam tiga bentuk yakni gaya, deformasi,
dan waktu.
BAB III. PEMBAHASAN

Indonesia merupakan penghasil komoditass hortikultura yang potensial.


Buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan produk hortikultura yang memiliki
potensi untuk dikembangkan sehingga bisa memenuhi permintaan pasar dalam negeri
dan luar negeri baik dari segi kualitas/mutu maupun produktivitasnya.

Mentimun merupakan salah satu sayuran yang banyak dikonsumsi segar oleh
masyarakat Indonesia. Mentimun juga sangat berkhasiat untuk kesehatan, dapat dibuat
minuman dalam bentuk jus berkhasiat untuk kesehatan kulit. Mentimun kaya akan
sumber mineral, vitamin, dan harganya terjangkau oleh semua kalangan. Oleh
karena itu permintaan akan buah mentimun semakin meningkat. Keadaan
seperti itu harus diikuti dengan peningkatan kualitas buah mentimun,
peningkatan produksi, serta pengembangan usaha tani yang mengarah pada
peningkatan kesejahteraan petani mentimun itu sendiri.

Luas areal lahan mentimun di Indonesia dari tahun 2006 sampai 2010 adalah
58.647 ha, 56.634 ha, 55.795 ha, 56.099 ha, dan 56.902 ha. Dengan presentasi
pertumbuhan sebanyak 1.43% (2009-2010). Produktivitas buah mentimun pada
tahun 2008 mencapai 540122 ton,sedangkan tahun 2009 mencapai 583641 ton
dengan pertumbuhan 7.96 % (2008-2009) (Badan Pusat Statistik dan Direktorat
Jenderal Hortikultura).

Dalam penaganan pasca panen, pengangkutan/pendistribusian merupakan


bagian yang sangat penting. Kerusakan mekanis yang terjadi selama transportasi
di Indonesia berkisar antara 1.57%- 37.05%. Kerusakan yang tinggi tersebut
disebabkan oleh kerusakan fisiologis, kerusakan fisik karena pemuatan dan
pembongkaran yang kurang hati-hati, penggunaan wadah yang tidak sesuai, kondisi
pengangkutan yang kurang memadai dan terjadinya keterlambatan pada jalur
pengangkutan (Anwar, 2005). Kerusakan ini diakibatkan oleh benturan (shock),
getaran (vibration) selama transportasi, beban tekanan yang dialami buah (stress),
varietas, tingkat kematangan, bobot dan ukuran buah, karakteristik kulit, serta kondisi
lingkungan (Kays, 1991).

Pengangkutan mentimun dari kebun ke pasar bisa mengunakan berbagai


macam jenis kemasan untuk transportasi, seperti peti kayu, karung berjaring,
kardus karton, kantong plastik dan keranjang bambu. Tetapi dari hasil pengamatan
langsung di beberapa pasar Kota Bogor, untuk mentimun varietas lokal biasanya
dikemas dengan menggunakan kemasan plastik seperti polietilen, polipropilen, karung
plastik dan kemasan bersifat kaku seperti keranjang bambu.

Kesalahan pengangkutan dan pemilihan jenis kemasan dalam transportasi


mentimun dapat menyebabkan kerusakan mekanis yang dapat menurunkan mutu
mentimun. Sementara itu konsumen menginginkan buah yang dibeli masih dalam
keadaan segar dan tidak rusak. Maka diperlukan pengemasan yang benar, baik
dalam pemilihan jenis kemasan dan penyusunan mentimun itu sendiri di dalam
kemasan. Penyusunan mentimun di dalam kemasan juga harus diperhatikan karena
kerusakan mekanis yang terjadi ketika transportasi akan semakin meningkat jika
penyusunan buah mentimun di dalam kemasan kurang tepat. Dalam masalah ini
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa baik kemasan untuk
transportasi buah mentimun yang pada umumnya digunakan untuk mengemas
buah mentimun, yaitu plastik polietilen dan keranjang bambu. Selain itu juga
untuk mengetahui pengaruh kedua kemasan tersebut terhadap mutu fisik buah
mentimun setelah mengalami proses simulasi transportasi.
Penentuan waktu panen pada mentimun dapat dilakukan secara:

Visual : Buah mentimun menunjukkan ciri-ciri buah mentimun berwarna sama


(tergantung varietas) dan dari pangkal sampai ujung buah yaitu berwarna
hijau tua dan cemerlang, kulit mengkilat dan mempunyai pupur, dengan
ukuran panjang buah 10 – 25 cm (contoh mentimun jepang).

Umur panen : penentuan umur tanaman mentimun sejak tanam (tergantung


varietas/kultivar, cuaca/musim, pemeliharaan tanaman) umumnya 35-45
hari setelah tanam. Panen dilakukan dengan interval waktu 1 hari sekali
untuk Baby mentimun dan 2 hari sekali untuk mentimun umumnya.

Penanganan Panen : Pemetikan dilakukan sebaiknya dengan tangan/ gunting stek /


pisau, buah dipetik bersama dengan tangkai buah. Tujuan Dapat melakukan
pemanenan mentimun yang benar dan mendapatkan hasil panen mentimun
dengan kualitas dan kuantitas yang baik.

Gambar 6. Timun yang telah siap untuk dipanen.


Standar Penentuan Waktu Panen dan penanganan panen

1. Dengan melihat perkembangan fisik tanaman mentimun dan memperhatikan duri


yang sedikit tersisa pada buah mentimun dan warna kulit hijau tua mengkilap.

2. Pemetikan harus dilakukan secara tepat, jika dipetik terlalu awal maka buah mudah
keriput dan jika terlambat maka warna hijau menjadi kekuningan dan kandungan air
menjadi banyak sehingga rasa buah menjadi tidak enak.

3. Umur panen: Penentuan umur awal panen mentimun 35 - 45 HST, tergantung


varietas/kultivar, cuaca/musim, pemeliharaan tanaman, dan permintaan pasar.

Penanganan Panen yang Baik

Penanganan pascapanen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dari


selesai dipanen sampai dengan komoditi siap dikonsumsi, hal ini bertujuan untuk
menjaga mutu, kepentingan pemasaran, dan lainnya. Penentuan proses pascapanen
suatu komoditi dapat ditentukan dengan mempertimbangkan faktor internal maupun
eksternal. Faktor internal yang berpengaruh contohnya adalah jenis komoditi, laju
respirasi dari suatu komoditi, laju produksi etilen. Faktor eksternal seperti tujuan
penggunaan komoditi, saluran pemasaran (rantai pasok), iklim, dan sebagainya.
Salah satu alternatif untuk menahan laju penuaan dan kelayuan dalam
penanganan pasca panen sayur-sayuran dan buah-buahan diantaranya adalah
penggunaan kemasan plastik dan pengaturan suhu. Plastik digunakan untuk membatasi
kontak antara bahan pangan dengan keadaan sekelilingnya yang bertujuan untuk
menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan, baik berupa
kerusakan fisiologi maupun kerusakan kimia. Bahan plastik yang sering digunakan
dalam pengemasan bahan pangan adalah plastik. Penggunaan plastik sebagai bahan
pengemas mempunyai keunggulan dibandingkan pengemas lain karena sifatnya ringan,
transparan, dan kuat. Polypropylene (PP) dan Polyethilene (PE). Plastik PP ini
merupakan jenis plastik yang aman untuk membungkus bahan makanan termasuk buah
dan sayur.
Suhu merupakan salah satu komponen dalam perlakuan pasca panen yang dapat
mempertahankan kualitas buah. Perlakuan pasca panen yang sering dilakukan yaitu
salah satunya pada buah-buahan yang disimpan dalam suhu rendah. Perlakuan suhu
rendah dapat memperpanjang umur simpan buah. Suhu yang biasanya di gunakan
untuk menyimpan buah yaitu berkisar antara 100C-150C. Suhu ini adalah suhu
optimum agar buah tetap berada dalam 1 kondisi baik walaupun lama disimpan. Namun
setiap buah mempunyai kisaran suhu sendiri untuk menjaga kualitas buah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penanganan panen :

1). Lakukan persiapan panen dengan baik . Siapkan alat-alat yang dibutuhkan, tempat
penampungan hasil dan wadah-wadah panen, serta pemanen yang terampil dan tidak
ceroboh.

2). Pada pemanenan, hindari kerusa kan mekanis dengan melakukan panen secara hati-
hati. Panen sebaiknya dilakukan dengan tangan atau menggunakan alat bantu yang
sesuai.

3). Gunakan tempat / wadah panen y ang sesuai dan bersih, tidak meletakkan hasil
panen di atas tanah atau di lantai dan usahakan tidak menumpuk hasil panen
terlalu tinggi.

4). Hindari tindakan kasar pada pe wadahan dan usahakan tidak ter lalu banyak
melakukan pemindahan wadah. Pada tomat, hindari memar atau lecet dari buah
karena terjatuh, terjadi gesekan atau tekanan antar buah ata u antar buah dengan
wadah. Meletakan buah dengan hati-hati, tidak dengan cara dilempar-lempar.
PENANGANAN SEGERA SETELAH PANEN

Produk pascapanen hortikultura sangat mudah mengalami kerusakan-


kerusakan fisik akibat berbagai penanganan yang dilakukan. Kerusakan fisik ini terjadi
karena secara fisikmorfologis, produk hortikultura segar mengandung air tinggi (85-
98%) sehingga bentura, gesekan, dan tekanan sekecil apapun dapat menyebabkan
kerusakan yang dapat langsung dilihat secara kasat mata maupun yang tidak terlihat
pada saat aktifitas fisik tersebut terjadi.

Kerusakan fisik tersebut dapat menyebabkan bertumbuhnya mikroorganisme


pembusuk. Cara untuk mencegah kerusakan fisik tersebut salah satunya adalah dengan
meminimalisir sentuhan pada komoditas yang telah dipanen. Tahapan yang dapat
dioptimalkan pada proses penanganan pascapanen adalah pada saat pemanenan. Timun
yang telah dipetik lebih baik langsung dimasukan ke dalam keranjang besar lalu
disusun di atas truk pengangkut. Selain itu, dapat juga menggunakan keranjang yang
berukuran lebih kecil dan langsung disusun di atas truk pengangkut, sehingga proses
pemanenan menjadi lebih mudah. Penggunaan keranjang kecil juga dapat mengurangi
beban timun yang berada di dasar keranjang.

Pada penanganan hasil tanaman, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan
segera setelah panen, tindakan tersebut bila tidak dilakukan segera, akan menurunkan
kualitas dan mempercepat kerusakan sehingga komoditas tidak tahan lama disimpan.
Perlakuan tersebut antara lain:

a) Pengeringan (drying) bertujuan mengurangi kadar ai r dari komoditas. Pada biji-


bijian pengeringan dilakukan sampai kadar air tertentu agar dapat disimpan lama.
Pada bawang merah pengeringan hanya dilakukan sampai kulit mengering.

b) Pendinginan pendahuluan (precooling) untuk buah-buahan dan sayuran buah.


Buah setelah dipanen segera disimpan di tempat yang dingin/sejuk, tidak terkena
sinar matahari, agar panas yang terbawa dari kebun dapat segera didinginkan dan
mengurangi penguapan, sehingga kesegaran buah dapat bertahan lebih lama. Bila
fasilitas tersedia, precooling ini sebaiknya dilakukan pada temperatur rendah
(sekitar 10°C) dalam waktu 1 – 2 jam.

c) Pencucian (washing) dilakukan pada sayuran daun yang tumbuh dekat tanah
untuk membersihkan kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain itu
dengan pencucian juga dapat mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang
terbawa. Pencucian disarankan menggunakan air yang bersih, penggunaan
desinfektan pada air pencuci sangat dianjurkan. Kentang dan ubi jalar tidak
disarankan untuk dicuci. Pada mentimun pencucian berakibat buah tidak tahan
simpan, karena lapisan lilin p ada permukaan buah ikut tercuci.

d) Pembersihan ( cleaning, trimming) yaitu membersihkan dari kotoran atau benda


asing lain, mengambil bagian-bagian yang tidak dikehendaki seperti daun, tangkai
atau akar yang tidak dikehendaki.

e) Sortasi yaitu pemisahan komoditas yang layak pasar (marketable) dengan yang
tidak layak pasar, terutama yang cacat dan terkena hama atau penyakit agar tidak
menular pada yang sehat.

PENANGANAN PASCA PANEN

Penanganan pasca panen umumnya meliputi pekerjaan:

1. Grading (pengkelasan) dan standarisasi


2. Pengemasan
3. Pelabelan
4. Penyimpanan
5. Pengangkutan.
Pada beberapa komoditas ada yang diberi perlakuan tambahan antara lain :
pemberian bahan kimia, pelilinan, pemeraman.

1. Grading dan Standarisasi

Grading adalah pemilahan berdasarkan kelas kualitas. Biasanya dibagi dalam


kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan seterusnya, atau kelas A, kelas B, kelas C dan seterusnya.
Pada beberapa komoditas ada kelas super-nya. Tujuan dari tindakan grading ini adalah
untuk memberikan nilai lebih ( harga yang lebih tinggi) untuk kualitas yang lebih
baik. Standard yang digunakan untuk pemilahan (kriteria ) dari masing-masing
kualitas tergantung dari permintaan pasar. Standarisasi merupakan ketentuan
mengenai kualitas atau kondisi komoditas berikut kemasannya yang dibuat untuk
kelancaran tataniaga/pemasaran. Standarisasi pada dasarnya dibuat atas persetujuan
antara konsumen dan produsen, dapat mencakup kelompok tertentu atau wilayah /
negara / daerah pemasaran tertentu.

2. Pengemasan / pengepakan / pembungkusan

2.1. Keuntungan dari pengemasan yang baik:

a. Melindungi komoditas dari kerusakan

1. Melindungi dari kerusakan mekanis : gesekan, tekanan, getaran


2. Melindungi dari pengaruh lingkungan : temperatur, kelembaban, angin
Melindungi dari kotoran / pencemaran : sanitasi
3. Melindungi dari kehilangan (pencurian) : memudahkan pengontrolan.

b. Memudahkan penanganan :
Penggunaan berbagai fasilitas pengemasan memudahkan penanganan
Memberikan kesinambungan dalam penanganan Mengacu pada standarisasi wadah /
container.

c. Meningkatkan pelayanan dalam pemasaran

Praktis untuk konsumen (pengemasan dalam skala kecil) Lebih


menarik. Dapat untuk menyampaikan informasi produk yang dikemas Penggunaan
label dapat menerangkan cara penggunaan dan cara melindungi produk yang dikemas.

d. Mengurangi / menekan biaya transportasi / biaya tataniaga.

2.2. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengemasan:

a) Pengemasan harus dilakukan dengan hati-hati terutama mencegah terluka,


terjatuh atau kerusakan lain.
b) Hanya komoditas yang baik yang dikemas (melalui sortasi)
c) Tempat pengemasan harus bersih dan hindari kontaminasi
d) d) Container atau wadah dan bahan pengemas lain, juga “pengisi” atau pel
indung, harus bersih at au untuk yang tidak “didaur pakai” seperti kardus,
plastik transparan dan lain-lain, harus yang baru.
e) Pengemasan pada beberapa komoditas dilakukan setelah precooling .
Pengemasan sebaiknya dilakukan pada tiap grad kualitas secara terpisah.
f) Bahan pengemas harus kuat, sesuai dengan sifat dan kondisi produk yang
dikemas dan lama penyimpanan/pengangkutan.
g) Pada beberapa negara ada peraturan khusus mengenai bahan pengemas
yang diperbolehkan, juga dalam hubungannya dengan penggunaan bahan
kimia setelah panen.
Gambar 5. Pengemasan hasil panen Timun

3. Penyimpanan (Storage operation)

3.1. Tujuan / guna penyimpanan:

a) Memperpanjang kegunaan (dalam beberapa kasus, meningkatkan kualitas)

b) Menampung produk yang melimpah

c) Menyediakan komoditas tertentu sepanjang tahun

d) Membantu dalam pengaturan pemasaran

e) Meningkatkan keuntungan finansial bagi produsen

f) Mempertahankan kualiatas dari komoditas yang disimpan

3.2. Prinsip dari perlakuan penyimpanan :

a) Mengendalikan laju transpirasi

b) Mengendalikan repirasi

c) Mengendalikan / mencegah serangan penyakit


d) Memcegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki konsumen

3.3. Lama penyimpanan (ketahanan simpan) dapat diperpanjang dengan

a) Mengontrol penyakit yang timbul setelah panen

b) Mengatur kondisi atmosfer (C.A. storage)

c) Perlakuan kimia (chemical treatment)

d) Perlakuan penyinaran (irradiation)

e) Penyimpanan dingin (refrigeration)

Penyimpanan dingin merupakan cara penyimpanan yang murah (terjangkau),


efektif (bisa digunakan untuk semua komoditas) dan efisien (dapat dikombinasikan
dengan cara-cara penyimpanan yang lain), namun untuk kondisi daerah tropis
yang mempunyai temperatur udara rat a-rata cukup tinggi, penyimpanan hasil
pertanian dalam temperatur rendah perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Sifat hasil tanaman. Tanaman yang berasal dari d aerah tropis umumnya tidak tahan
temperatur rendah, temperatur penyimpanan dingin umumnya tidak berada di
bawah 12oC. Ketahanan terhadap temperatur rendah dari berbagai bagian tanaman
juga berbeda.

b) Hindari chilling injury. (Kerusakan hasil tanaman karena temperature rendah).


Penyebab chilling injury bisa karena kepekaan komoditas terhadap temperatur
rendah, kondisi tempat penyimpanan, cara penyimpanan dan lama penyimpanan.

c) “Don’t break the cold-chains” Penyimpanan dingin dari suatu hasil tanaman harus
berkelanjutan (dalam tataniaga) sampai di tangan konsumen.

3.4. Faktor yang berpengaruh pada keberhasilan penyimpanan

a) Perlakuan sebelum panen


b) Panen dan penanganan panen

c) Precooling

d) Kebersihan

e) Varietas /kultivar hasil tanaman dan tingkat kematangannya

4. Pengangkutan:

Pengangkutan umumnya diartikan sebagai penyimpanan berjalan. Semua


kondisi penyimpanan pada komoditas yang diangkut harus diterapkan.
Faktor pengangkutan yang perlu diperhatikan adalah:

a) Fasilitas angkutannya

b) Jarak yang ditempuh atau lama perjalanan

c) Kondisi jalan dan kondisi lingkungan selama pengangkutan

d) Perlakuan “bongkar-muat” yang diterapkan.


BAB IV KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini antara lain:

1. Secara umum, penanganan pasca panen pada buah dan sayur meliputi Grading
(pengkelasan) dan standarisasi, Pengemasan, Pelabelan, Penyimpanan,
Pengangkutan
2. Penanganan pascapanen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dari
selesai dipanen sampai dengan komoditi siap dikonsumsi, hal ini bertujuan
untuk menjaga mutu, kepentingan pemasaran, dan lainnya.
3. Salah satu alternatif untuk menahan laju penuaan dan kelayuan dalam
penanganan pasca panen sayur-sayuran dan buah-buahan diantaranya adalah
penggunaan kemasan plastik dan pengaturan suhu.
4. Produk pascapanen hortikultura sangat mudah mengalami kerusakan-kerusakan
fisik akibat berbagai penanganan yang dilakukan. Kerusakan fisik ini terjadi
karena secara fisikmorfologis, produk hortikultura segar mengandung air tinggi
(85-98%) sehingga bentura, gesekan, dan tekanan sekecil apapun dapat
menyebabkan kerusakan yang dapat langsung dilihat secara kasat mata maupun
yang tidak terlihat pada saat aktifitas fisik tersebut terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar RS. 2005. Dampak Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Perubahan
Sifat Fisik dan
Masa Simpan Brokoli Setelah Transportasi. Skripsi. Teknik Pertanian. IPB. Bogor.
Darmawati E. 1994. Simulasi Komputer Untuk Perancangan Kemasan Karton
Bergelombang Dalam Pengangkutan Buah-buahan. Tesis MS. Program Studi
Keteknikan, Bogor.
Hilton DJ. 1993. Impact and Vibration Damage to Fruit during Handling and
Transportation. In: Champ, B.R., E. Highley and G. I. Jhohson, editor.
Postharvest Handling of Tropical Fruits. Proceedings of An International
Conference, Chiang Mai, Thailand. 19-23 July 1993.
Kays SJ. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Product. New York:
AVI publishing co.inc.
Kusumah SE. 2007. Pengaruh Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan
Terhadap Perubahan Mutu Fisik Mentimun (Cucumis sativus L) Selama
Transportasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Kitinoja L, Gorny JR. 1999. Postharvest Technology for Small Scale Produce
Marketer: Economic Opportunities, Quality and Food Safety. USA. University
of California.
Kitinoja L, Kader AA. 2003. Small-Scale Postharvest Handling Practices: A manual
for Horticultural Crops. USA. University of California.

Paine IA, HY Paine. 1983. A Handbook of Food Packaging. Leonard Hill. London,
UK.
Pantastico ERB. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan
Sayuran Tropika dan Subtropika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Peleg K. 1985. Produce Handling, Packaging and Distribution. AVI Publising Co.,
Inc, Wesport, Connecticut, USA.
Pradnyawat PI. 2006. Pengaruh Kemasan dan Goncangan Terhadap Mutu Fisik Jambu
Biji (Psidium guajava L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Prajawati NM. 2006. Pengaruh Teknik Pengemasan dan Perlakuan Prakemas
Terhadap Laju Penurunan Mutu Tomat Selama Transportasi. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Puwadaria HK. 1992. Sistem Pengangkutan Buah-buahan dan Sayuran. Makalah
Pelatihan Teknologi
Pasca Panen Buah-buahan dan Sayuran. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor, 24
Februari 1992.
Purwadaria HK. 1997. Peranan Teknik Pertanian Dalam Penanganan Pasca
Panen Hasil Hortikultura. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Mekanisasi
Pertanian. Bogor.
Putu IP. 2006. Pengaruh Kemasan dan Goncangan Terhadap Mutu Fisik Jambu
Biji Selama Transportasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor
Rukmana R. 1994. Budidaya Mentimun. Kanisius. Yogyakarta.
Ryall AL, Lipton WJ. 1972. Handling, Transportation and Storage of Fruits And
Vegetables. The AVI Publishing. Co. Westport.
Sacharow S, RC Griffin. 1980. Principles of Food Packaging. AVI. Publishing Co.,
Inc., Westport. Connecticunt. USA.
Satuhu, Suyanti. 2004. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sharma OP. 2002. Plant Taxonomi. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.
New Delhi
Soedibyo M. 1992. Penanganan Pasca Panen Buah-buahan dan Sayur-sayuran
(Khusus Pengepakan, Pengangkutan, dan Penyimpanan). Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Sub Balai Penelitian Tanaman Pangan. Jakarta.
Soedibyo TM. 1992. Alat Simulasi Pengangkutan Buah-buahan Segar Dengan Mobil
dan Kereta Api. Jurnal Holtikultura 2 (1):66-73.
Sumpena U. 2007. Budi Daya Mentimun Intensif, Dengan Mulsa, Secara Tumpang
Gilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tanindo. 2011. Cucumber (Cucumis sativus L). Web site,
http://Tanindo.co.id/abdi10/klinik.htm. [15 agustus 2011
Winarno FG, Aman A. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta. PT. Sastra Hudaya.

Anda mungkin juga menyukai