ACARA VI
Disusun Oleh:
Nama : Devinta Berliana Puteri
NIM : 19/446856/TP/12659
Gol/Kel : 1/6
Hari, tanggal : Senin, 9 November 2020
Nama Asisten : Muzdalifah
LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2020
Pengawetan Pangan (Sari Buah Jeruk) Dengan Zat Pengawet (Na-Benzoat Dan
Pendinginan (Suhu 5oc)
I. Tujuan
I. Logbook
Enumerasi Sel awal :
3 Rabu,30
. Septemb
Enumerasi Sel akhir :
er 2020
Proses pengawetan adalah cara yang digunakan untuk membuat suatu produk,
dalam kasus ini makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan
sifat-sifat fisik dan kimiawi makanan( Rahmawati dalam Rohmana, 2012) Adapun
terdapat tiga prinsip pengawetan menurut Rahmawati dalam Rohmana (2012) :
4. Suhu penyimpanan
5. Jenis bahan kimia dan konsentrasinya: setiap bahan pengawet terus memiliki
batas tertentu yang diizinkan ada di dalam pangan namun jumlah tersebut
kerap dalam jumlah efektif proses pengawetan.
Pendinginan adalah salah satu metode untuk pengawetan suatu bahan pangan
dengan cara menurunkan suhu penyimpanan hingga dibawah suhu lingkungan
berkisar antara 2◦C-10◦C, pada suhu tersebut aktivitas mikrobia terhambat karena
terhambatnya aktivitas reaksi-reaksi metabolisme mikrobia yang dapat merusak
pangan serta reaksi kimia biokimia dari sari jeruk sendiri yang juga ditekan oleh
suhu dingin ini dapat meningkatkan umur simpan sari buah jeruk. sari buah jeruk
tidak tahan pada suhu panas sehingga metode pendinginan ini dinilai cocok untuk
sari buah jeruk sebagai pengawetan makanan tidak hanya berkaitan dengan umur
simpan namun mempertahankan aspek rasa, struktur, nutrisi, warna, dan lainnya.
namun kelemahan metode pendinginan ini adalah hanya mampu mengawetkan
bahan pangan hingga beberapa hari atau Minggu tergantung jenis pangannya
(Buckle,1987). Prinsip dasar pengawetan pada suhu rendah atau pendinginan
adalah menghambat pertumbuhan mikroba dan menghambat reaksi-reaksi
enzimatis, kimiawi, dan biokimiawi. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan
pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya
di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing),
pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan
memiliki pengaruh terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainnya.
Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpanan yang terlalu
rendah.(Muntikah,2017)
Mekanisme menurut Ray (2014) aktivitas metabolic, reaksi enzim, dan kecepatan
pertumbuhan mikrobia maksimum pada suhu pertumbuhan optimumnya. Apabila
suhu diturunkan aktivitas mikrobia terkait pertumbuhan akan turun. Fase lag dan
fase eksponensial mikrobia dan waktu germinasi menjadi lebih lama untuk
mikrobia mesophiles apabila suhu turun hingga sekitar-1 sampai 0◦C. Pada suhu
ini sel mikrobia mesophiles tidak tumbuh, dan mikrobia thermophile kemungkinan
mati. Terutama yang disimpan pada waktu yang lama (bbrp minggu) pada suhu <
2◦C dengan Aw, pH rendah atau dengan pengawet. Kecepatan reaksi enzim juga
turun dengan penurunan suhu. Air terdapat dalam makanan sebagai air bebas dan
air terikat. Apabila suhu dalam system pangan turun hingga sekitar -2◦C, air bebas
dalam makanan mulai membeku dan membentuk kristal es Air murni membeku
pada suhu 0◦C, tetapi pada makanan dengan adanya solute (padatan) titik beku
akan turun dibawah 0◦C. Saat suhu turun lebih lanjut, dan kristal es lebih banyak
terbentuk, solute terkonsentrasi pada air yang tersisa dan menurunkan titik beku air
dalam larutan tersebut. Aw juga mengalami penurunan. Pada suhu -20◦C hampir
semua air bebas membeku. Saat suhu makanan turun dibawah -2◦C, air bebas
didalam sel mikrobia juga mengalami perubahan yang serupa. Pada pembekuan
lambat, saat molekul air dalam makanan mulai membeku, molekul air dalam sel
mikrobia migrasi ke luar sel, menyebabkan sel mengalami dehidrasi sel, ion-ion
dan solute didalam sel. Saat suhu turun secara cepat diatas -20◦C, air didalam sel
juga membeku. Namun sebelum itu sel akan terekspos dengan pH rendah
(peningkatan konsentrasi ion) dan Aw rendah (peningkatan konsentrasi padatan) di
dalam dan di luar sel. Hal ini dapat menyebabkan denaturasi dan destabilisasi
makromolekul dalam sel mo dan dapat menyebabkan sel mengalami injuri/luka.
Sehingga, dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan menghambat reaksi-
reaksi enzimatis, kimiawi, dan biokimiawi dan menjadikan bahan pangan lebih
tahan lama atau awet.
Prinsip penambahan zat pengawet terhadap mikrobia adalah secara ideal, bahan
pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting kemudian
memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan toksik. Bahan
pengawet akan mememngaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup
pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan
oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan
besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet yang
digunakan (Fadillah,2017)
Pada percobaan ini pengawet yang digunakan adalah Na benzoat yang sering
digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang bersifat asam benzoat efektif
bekerja pada pH 2,5 sampai 4 karena kelarutan garam nya lebih besar maka
digunakan dalam bentuk garamnya dan bukan dalam bentuk asamnya. Na benzoat
merupakan senyawa yang secara kimia dihasilkan dari reaksi netralisasi asam
benzoat dengan bakteri dengan PKa 8,0 (Srour dalam Wijaya,2013) Adapun
struktur Na benzoat adalah:
(Wijaya,2013)
memiliki kelarutan dalam air : 62,7 gr/100ml (0C), 62,78 gr/100mL (15c),
62,6gr/100ml(30C), 71,11gr/100ml(100C) dan memiliki massa molar : 144,1
gr/mol
Digunakan garam asam lemah karena dalam bentuk garam kelarutannya lebih
besar (Winarno, 2002). Kelarutannya akan lebih tinggi di air sehingga
meningkatkan efektivitas pengawetan dalam pengawetan ion yang tidak
terdisosiasi yang digunakan sebagai antimikroba. mekanisme pengawetan nya
yaitu penambahan Na benzoat akan menurunkan PH sari buah jeruk dan natrium
benzoat dapat larut dalam sari buah jeruk sehingga menyebabkan Na benzoat
terdisosiasi menjadi ion-ion penyusunnya. molekul yang tidak terdisosiasi bersifat
lipofilik mampu menembus lipid bilayer dari sel bakteri maupun yeast dan masuk
ke dalam sel, selanjutnya terjadi disosiasi di dalam sel yang PH internalnya lebih
tinggi dibanding PH sari buah jeruk. Hal ini menyebabkan PH sel turun. untuk
menyeimbangkan PH maka sel bakteri atau yeast akan memompa H+ keluar.
Anion yang dihasilkan dari disosiasi digunakan untuk menghasilkan energi
sehingga kelebihan anion akan menurunkan PH untuk menyeimbangkan proton
gradient sel harus memompa H+ sehingga membutuhkan energi. energi yang
seharusnya digunakan untuk transport nutrien digunakan untuk mentransfer
elektron sehingga aktivitas ini, sel akan kekurangan energi akibatnya Sel akan
mengalami kematian (Ray, 2004)
Perhitungan %terdisosiasi
( Rohannah,2002)
4 5 6
(A) Skema yang menunjukkan bagaimana beberapa parameter (X,Y,Z) lebih efektif
dalam mengendalikan kelompok mikrobia yang berbeda (a, b).
(B) Hasilnya dapat mengurangi laju pertumbuhan, mencegah pertumbuhan atau
membunuh mikrobia yg mungkin tidak bisa diperoleh hanya dengan satu
parameter saja.
Metede dilution series meupakan proses dimana setiap pengenceran akan dibuat
menggunakan volume material yang sama yang pantinsa akan ditransfer ke
serangkaian tabung yang berisi volume pengencer yang sama. Pengenceran serial
biasanva dibuat dalam kelipatan 10 atau disebut juga dengan pengenceran 10 kali
lipat. dapat juga menggunakan seri pengenceran lain seperti dua lima, atau lainnya
(Kelet. dkk., 2010).
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (2013) batas maksimum na benzoat
ialah 0-5 mg/kg. Sedangkan untuk produk sari buah, batas maksimum (mg/kg)
Dihitung ialah 600mg/kg sari buah. Jika dianggap 1 ml = 1 gram maka didapat =
0,05 gr 200 mg
= , sehingga perubahanini masih batasaman .
50 mL kg
(Rohannah,2002)
IV. Hasil dan Pembahasan
Enumerasi jumlah sel awal sari buah jeruk
Seri pengenceraan Jumlah koloni Jumlah Sel
Terbentuk (CFU/ml)
-2
10 76
34
-3
10 11 (EAPC) 0,55 x 105
9 (EAPC)
-4
10 3 (EAPC)
2 (EAPC)
Enumerasi jumlah sel akhir tiap sampel
Bila dibandingkan antara sampel sampel Sari jeruk dengan perlakuan suhu
ruang tanpa natrium benzoat jumlah koloni selnya sebesar 9,00 x 107 CFU/mL
Sedangkan untuk sampel Sari jeruk suhu ruang dengan na benzoat sebesar >10
CFU/mL.Sementara itu pada perlakuan suhu dingin sampel sari jeruk dengan
na benzoat jumlah selnya ialah 3,76x107 CFU/mL,Sedangkan sampel sari buah
jeruk suhu dingin tanpa na benzoat jumlah selnya 0 CFU/mLHal ini
menunjukkan bahwa baik dalam suhu ruang maupun suhu dingin sampel yang
ditambahkan na benzoat sel mikrobia nya lebih sedikit daripada yang tidak
ditambahkan na benzoat. hal ini telah sesuai dengan teori bahwa hurdle konsep
atau kombinasi metode pengawetan dapat mengefektifkan proses pengawetan
dimana jumlah mikrobia yang tumbuh lebih sedikit dibandingkan dengan 1
cara pengawetan (Winarno, 2002). Pada sampel perlakuan suhu tanpa na
benzoat, jumlah koloni selnya mencapai 9,00 x 107 CFU/mL Karena pada
sampel tidak dilakukan pengawetan dengan metode apapun sehingga mikrobia
berkembang sangat cepat bila diurutkan jumlah sel dari yang terbanyak pada
sampel ialah sari buah jeruk dengan suhu ruang tanpa na benzoate > sari buah
jeruk suhu ruang dengan na benzoat > sari buah jeruk suhu dingin tanpa na
benzoate > sari buah jeruk suhu dingin dengan na benzoat.
Pada data yang diperoleh terdapat istilah EAPC yaitu Estimated Aerobic Plate
Count dimana jumlah koloni yang tumbuh dalam cawan tidak mencapai 30
koloni sedangkan TNTC adalah Too Numerous To Count di mana koloni yang
tumbuh dalam cawan melebihi 300. SPR adalah koloni yang menyebar
melebihi 50% dari cawan petri dan bentuknya seperti serabut pada data semua
pengenceran hasilnya TNTC atau EAPC tetapi diperoleh hasil lebih dari 300/
encer untuk TNTC dan kurang dari 30/pekat untuk EAPC.
300
Semua TNTC => Jumlah sel = >
k . encer x volume
300
Semua EAPC => Jumlah sel = <
k . pekat x volume
“tanda lebih dari” dan “kurang dari” menunjukkan ketidakpastian jumlah sel
yang ada pada hasil sampel walaupun volume sampel inokulum penghasilan >
300 atau 0 koloni penulisan jumlah sel 0 perlu dihindari karena belum pasti
produk tersebut steril atau tidak adanya mikroba (Waluyo, 2004).
V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Percobaan, diperoleh data
BPOM. (2013). Peraturan Kepala BPOM RI No.36. Peraturan Kepala BPOM RI.
Fadillah, R. (2017). Pengaruh Konsentrasi Jelly Powder Terhadap Karakteristik Minuman Jeli Ikan
Lele. Bandung : Universitas Pasudan.
Lathar, L. (2000). Review Basic Aspect of Food Preservation bg Hurdle Technology. International
Journal of Food Microbiology, 55 : 181-186.
Maturin, L. d. (2001). Aerobic Plate Count BAM. New York: Food Drug Administration.
Ray, B. (2014). Fundamental of Food Microbiology. Boca Raton: CRC Press inc.
Wijaya, Y. A. (2013). Asam Benzoat dan Natrium Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional.
Semarang: Food-Chem Studio.
Witono, Y. (2016). Pengembangan Teknologi Hurdle Concept pada Pengolahan Bakso dengan
Blanching dan penambahan Kunyit dan Jahe. Jember: Universitas Jember.
Zhou, C. e. (2004). Rapid Pka Estimastion Using Vaccum Assited Multiplexed Capicilaty Electrophan.
00710.1002:JPS20255.
19/446856/TP/12659
VIII. Lampiran
a. Perhitungan
b. Hasil Diskusi
- Seri pengenceran pada penambahan Na-benzoat dan tanpa penambahan
Na-benzoat karena pada seri 10-3 , 10-4 , 10-5 dengan tujuan
penambahan zat benzoate. Mikrobia tidak tumbuh bahkan saat tanpa
pengenceran. tanpa penambahan Na-benzoat pada saat pengenceran
ditambah jumlah mikrobia tumbuh. Sehingga pengawetan paling efektif
yaitu dengan penambahan Na Benzoat.
- Sari buah jeruk yang digunakan itu yang awalnya di beri perlakuan
disimpan di suhu ruang agar mikrobianya tumbuh. Uji berfungsi
mengevaluasi keefektifitasan zat pengawet.