Anda di halaman 1dari 23

RINGKASAN JURNAL METODE PENGOLAHAN PANGAN

MENGGUNAKAN GULA, GARAM, ASAM, DAN BAHAN


KIMIA LAIN
Mata Kuliah : Teknologi Pangan dan Gizi
Dosen : Imawati Eka Putri S.Gz., M.Si

Disusun Oleh:
Puput Eka Safitri (1905025161)
Kelas 3E

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2020

1
Ringkasan Jurnal Ke-1
PENGGUNAAN GARAM, SUKROSA DAN ASAM SITRAT KONSENTRASI
RENDAH UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU FILLET IKAN GABUS
(Channa striata) YANG DISIMPAN PADA SUHU 40C
The use of salt, sucrose, and citric acid low concentration to maintain the quality of
snakehead fillet stored at 40C
Zainona Ratnasari, Ace Baehaki*, Agus Supriadi
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya Ogan Ilir

A. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mempertahankan mutu fillet ikan gabus.
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan larutan garam, sukrosa, asam sitrat konsentrasi
rendah dan perbedaan lama penyimpanan terhadap mutu fillet ikan gabus yang disimpan pada
suhu 40C.
B. Metodologi
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dan masing
masing perlakuan diulang sebanyak dua kali. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Faktor A : Perbedaan larutan
A0 = tanpa larutan (kontrol)
A1 = larutan garam + larutan sukrosa
A2 = larutan garam + larutan sukrosa +larutan jeruk nipis
Faktor B : Lama penyimpanan
B0 = 0 hari B12 = 12 hari
B3 = 3 hari B15 = 15 hari
B6 = 6 hari B18 = 18 hari
B9 = 9 hari B21 = 21 hari
Banyaknya bahan yang ditambahkan dapat dihitung dengan persamaan:
Banyaknya garam yang ditambahkan = % garam x (berat air + berat fillet)
Banyaknya sukrosa yang ditambahkan = % sukrosa x (berat air + berat fillet)

2
Banyaknya jeruk nipis yang ditambahkan = % jeruk nipis x (berat air + berat fillet)
Persentase larutan garam dan sukrosa digunakan mengacu pada hasil penelitian Hong et.al.
(2012) yaitu 1,1% untuk garam, 0,9% untuk sukrosa. Sedangkan untuk konsentrasi larutan
asam yaitu 1,7%.
C. Hasil dan Pembahasan
Water Holding Capacity (WHC) atau daya ikat air didefinisikan sebagai kemampuan
daging untuk menahan air di dalam daging karena adanya tekanan atau gaya dari luar
(Leistner, 2000). Faktor A2 (larutan garam, sukrosa dan jeruk nipis) memiliki nilai WHC
paling rendah dibandingkan faktor A1 (larutan garam dan sukrosa) dan A0 (kontrol). Hal
tersebut dikarenakan adanya pengaruh pH terhadap daya mengikat air pada fillet ikan gabus.
Penambahan larutan garam, sukrosa dan jeruk nipis menyebabkan terjadinya penurunan pH
dan nilai WHC. Penurunan pH yang disebabkan oleh akumulasi asam laktat dari proses
glikolisis menyebabkan protein mudah terdenaturasi. Denaturasi sering diikuti oleh hilangnya
kekuatan untuk mengikat air. pH yang rendah mendekati titik isoelektrik akan menurunkan
daya mengikat air, sedangkan pH tinggi dari pH isoelektrik protein akan meningkatkan daya
mengikat air. Lama penyimpanan menyebabkan pH fillet ikan berada di atas titik isoelektrik
protein daging sehingga menurut Lawrie (2003) akan meningkatkan kemampuan mengikat
air pada fillet. Hasil interaksi menunjukkan bahwa perlakuan yang terbaik adalah perlakuan
larutan garam, sukrosa,dan jeruk nipis pada hari ke-12. Hal tersebut berdasarkan pada nilai
WHC yang diperoleh, dimana nilai WHC pada perlakuan larutan garam, sukrosa, dan jeruk
nipis pada hari ke-12 sama dengan perlakuan kontrol pada hari ke-0. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penambahan larutan garam, sukrosa dan jeruk nipis dapat
mempertahankan nilai WHC hingga hari ke-12.
Uji Total Volatile Base adalah salah satu metode pengukuran untuk menentukan
kesegaran ikan yang didasarkan pada menguapnya senyawa senyawa basa. Penggunaan
larutan garam, sukrosa, dan jeruk nipis dapat menghambat kenaikan nilai TVB dengan
menurunkan pH dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebab terbentuknya
senyawa volatil. Garam, sukrosa dan jeruk nipis memiliki tekanan osmotik yang tinggi yang
dapat menganggu kegiatan bakteri pembusuk penyebab naiknya nilai TVB.
Total mikroba atau total plate count (TPC) merupakan suatu cara perhitungan total
mikroba yang terdapat dalam suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu dan
waktu inkubasi yang ditetapkan (BSN, 2006). Larutan garam memiliki tekanan osmotik yang
menyebabkan sel mikroba lisis, sehingga pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Buckel et al.
(1987) menyatakan bahwa garam, sukrosa dan jeruk nipis merupakan bahan yang dapat
digunakan sebagai antibakteri karena memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri. Penggunaan larutan jeruk nipis berfungsi untuk menurunkan pH, sehingga fillet ikan
dengan pH lebih asam memiliki jumlah bakteri yang lebih sedikit karena bakteri-bakteri yang
tidak tahan suasana asam sulit untuk tumbuh dan beraktivitas. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan garam, sukrosa dan jeruk nipis mampu mempertahankan mutu fillet ikan gabus
hingga hari ke-18.
D. Komentar
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa Water Holding
Capacity (WHC), Total Volatile Base (TVB) dan Total Plate Count (TPC) meningkat seiring
3
dengan waktu penyimpanan. Perlakuan terbaik adalah perlakuan dengan penambahan larutan
garam, sukrosa dan jeruk nipis karena dapat menurunkan pH sehingga menghambat
pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, dengan menambahkan larutan garam, sukrosa, dan
jeruk nipis, dapat memperpanjang umur simpan fillet ikan gabus hingga 18 hari
penyimpanan.

Ringkasan Jurnal ke-2


KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN MIKROBIOLOGI TERASI UDANG
REBON DENGAN VARIASI KONSENTRASI GULA MERAH
Sumardianto, Ima Wijayanti*, Fronthea Swastawati
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro
JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 2
A. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh penambahan gula merah dengan
konsenterasi berbeda terhadap karakteristik terasi udang rebon secara kimia, fisika,
mikrobiologi dan sensori.
B. Metodologi
Penelitian dilakukan dengan metode experimental laboratories. Perlakuan berupa
penggunaan konsentrasi gula kelapa yang berbeda (0 (kontrol negatif), 7,5; 10; dan 12,5%).
Pengujian yang dilakukan adalah analisis kandungan protein, air, asam amino, garam, pH,
AW, uji total BAL, gula total, uji warna dan sensori.
C. Hasil dan Pembahasan
Kadar Protein
Hasil analisis statistika menunjukkan konsentrasi gula berpengaruh nyata terhadap
kadar protein terasi rebon. Kadar protein tertinggi pada terasi dengan kadar gula 0% dan
terendah pada terasi dengan kadar gula 12,5%. Kadar protein terasi dengan penambahan gula
mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya konsentrasi gula kelapa. Penambahan
gula menyebabkan peningkatan hidrolisis protein sehingga kadar protein menurun yang
disebabkan adanya perombakan protein secara hidrolisis menjadi senyawa yang lebih
sederhana yaitu peptone, peptidae, dan asam amino (Anggo et al. 2014).
Reaksi mailard antara protein dan gula menyebabkan terjadinya penurunan kadar
protein serta adanya reaksi antara gugus aldehid atau keton pada gula dengan asam amino
pada protein yang membentuk glukosilamin, sehingga kadar protein menjadi turun. Kadar
protein terasi dapat bervariasi tergantung bahan baku dan proses pengolahannya. Daronpuunt
et al. (2016) melaporkan kadar protein produk udang fermentasi dari Thailand mengandung
protein yang sangat bervariasi 17,9-42,8%. Pilapil (2013) melaporkan kadar protein produk
udang fermentasi dari Filipina mengandung protein 12,89-15,11%.

4
Kadar Air
Konsentrasi gula tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan air terasi
(p>0,05). Kadar air pada terasi pada semua perlakuan berkisar antara 33,447%-34,741%.
Kadar air terasi rebon pada penelitian ini memenuhi SNI 2716.2016 yang mensyaratkan
kadar air terasi pasta maksimal 45% dan terasi kering padat blok maksimal 35% (BSN 2016).
Sementara pada penelitian lain, Kadar air terasi rebon dengan penambahan gula cenderung
lebih rendah dibanding terasi tanpa gula dilaporkan Anggo et al. (2014). Penambahan gula
menyebabkan persentase total padatan terasi meningkat sedangkan persentase air menurun.
Gula mempunyai kapasitas mengikat air dalam bahan pangan disebabkan adanya ikatan
hidrogen yang berakibat pada berkurangnya aktivitas air pada bahan pangan.
Kadar Gula
Kadar gula total terasi dengan penambahan gula dengan konsentrasi berbeda
berpengaruh nyata terhadap gula total terasi. Konsentrasi gula dalam jumlah yang lebih tinggi
berakibat pada kenaikan kadar gula total pada terasi. Kadar gula total tertinggi pada terasi
dengan konsentrasi gula 12,5% dan terendah pada terasi dengan kadar gula 0%. Kadar gula
total pada terasi menunjukkan lebih tinggi dibandingkan konsentrasi gula yang ditambahkan
(0; 7,5; 10, dan 12%). Hal tersebut kemungkinan disebabkan rebon sebagai bahan baku
mengandung karbohidrat/gula sehingga terasi tanpa gula pun mengandung gula total cukup
tinggi (8,972%).
Kadar pH
Konsentrasi gula tidak berpengaruh nyata pada pH terasi. pH terasi rebon dengan dan
tanpa gula berkisar antara 6,88- 7,0. Nilai pH terasi rebon penelitian ini cenderung netral.
Kadar Garam
Konsentrasi gula memberikan pengaruh nyata pada kadar garam terasi Kandungan
garam pada terasi menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi gula yang ditambahkan
di dalam terasi rebon. Penurunan kadar garam pada terasi kemungkinan disebabkan adanya
peningkatan konsentrasi gula yang menyebabkan penurunan kadar air, sebagian air yang
hilang melarutkan garam sehingga kadar garam pada terasi menurun. Hasil penelitian ini
telah memenuhi standar kadar garam yang ditetapkan SNI yaitu 12-20% (BSN 2016). Kadar
garam terendah pada penelitian ini adalah terasi dengan konsentrasi gula 12,5% dan tertinggi
pada kontrol. Kandungan garam pada kontrol tertinggi karena adonan terasi tanpa gula lebih
padat dan tidak berair sehingga garam yang ditambahkan dapat berikatan dengan protein pada
terasi, sedangkan dengan penambahan gula pada adonan terasi menyebabkan sebagian gula
mencair dan membawa garam keluar dari adonan terasi, semakin tinggi gula semakin banyak
garam yang terlarut dan keluar mengakibatkan kandungan garam semakin rendah seiring
dengan peningkatan konsentrasi gula.
Bakteri Asam Laktat (BAL)
Hasil analisis laboratorium menunjukkan penambahan gula tidak berpengaruh nyata
pada jumlah total bakteri asam laktat pada terasi pada 1 minggu fermentasi. Hasil analisis
BAL tersebut menunjukkan pada awal proses fermentasi terasi perlakuan dengan

5
penambahan gula maupun tanpa penambahan gula bakteri asam laktat masih belum tumbuh
dengan optimal.

Warna
Warna terasi dianalisis menggunakan chromameter disajikan pada Table 3.
Konsentrasi gula berpengaruh nyata terhadap warna terasi. Sampel terasi tanpa gula
menunjukkan kecerahan lebih tinggi dibandingkan terasi tanpa gula. Konsentrasi gula yang
semakin tinggi menyebabkan warna terasi semakin gelap. Hal tersebut kemungkinan
disebabkan adanya reaksi pencokelatan/browning antara gula pereduksi dengan protein pada
rebon, sehingga kecerahan menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi gula. Reaksi
Mailard pada terasi menghasilkan warna cokelat (Pongsetkul et al. 2015). Reaksi Maillard
terjadi antara gugus amin (asam amino) pada protein terasi dan gula pereduksi (gugus keton
atau aldehidnya) pada gula merah. Reaksi tersebut membentuk pigmen coklat melanoidin
yang mempunyai berat molekul besar. Reaksi Mailard dipengaruhi oleh beberapa factor
antara lain suhu, konsentrasi gula, konsentrasi amino, pH, dan tipe gula.
Asam Amino
Asam amino pada terasi dengan dan tanpa penambahan gula kelapa disajikan pada
Table 4. Penambahan gula mengakibatkan adanya reaksi gula dengan protein yang
menyebabkan protein mengalami hidrolisis dan asam amino pada protein juga mengalami
penurunan. Asam amino terasi tanpa tambahan gula dan dengan tambahan gula didominasi
asam glutamat yaitu 23.115,83-24.806,72 mg/kg. Kandungan asam glutamat yang tinggi
disebabkan karena bahan baku udang rebon juga mengandung asam glutamat yang tinggi.
Terasi tanpa tambahan gula menunjukkan kadar glutamat tertinggi disusul leusin, lisin dan
asam aspartat. Konsentrasi gula yang meningkat menunjukkan asam amino glutamat
mengalami penurunan. Asam amino glutamat memberikan cita rasa gurih pada terasi.
Organoleptik
Penambahan gula dengan konsentrasi berbeda berpengaruh nyata terhadap nilai
organoleptik terasi rebon. Nilai organoleptik secara keseluruhan pada terasi dengan
penambahan gula lebih tinggi dibanding tanpa gula. Penambahan gula 10% pada terasi rebon
memberikan nilai organoleptik terbaik dibanding perlakuan lain. Spesifikasi bau terasi
dengan penambahan gula 7,5% tidak berbeda nyata dengan penambahan 10% sedangkan
pada spesifikasi rasa tertinggi pada terasi dengan gula 12,5%. Bau dan rasa terasi dengan
tambahan gula menunjukkan spesifik terasi udang. Tekstur terasi tertinggi pada penambahan
gula 7,5% menunjukan tekstur padat tidak kering. Nilai organoleptik tertinggi pada terasi
dengan tambahan gula 10% menunjukkan karakteristik terasi dengan kenampakan bersih,
spesifik jenis terasi udang, bau dan rasa spesifik terasi udang, tekstur padat kompak dan tidak
berjamur. Seluruh perlakuan menghasilkan terasi yang layak dikonsumsi sebagaiman syarat
SNI yaitu ≥7 (BSN 2016).
D. Komentar
Dari penelitian yang dilakukan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa Konsentrasi
gula berpengaruh nyata terhadap kadar protein, gula total, warna dan garam, namun tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air, pH dan total BAL. Penambahan konsentrasi
6
gula secara umum menurunkan kecerahan warna terasi. Asam amino terasi didominasi asam
glutamat. Semakin tinggi konsentrasi gula, kadar asam amino juga mengalami penurunan.
Perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah terasi dengan konsentrasi gula 10%.

DAFTAR PUSTAKA

Ratnasari, Z., Baehaki, A., & Supriadi, A. (2014). Penggunaan Garam, Sukrosa Dan Asam
Sitrat Konsentrasi Rendah Untuk Mempertahankan Mutu Fillet Ikan Gabus (Channa
Striata). Fishtech, 3(1): 8-14.
Sumardianto., Wijayanti, I., Swastawati, F. (2019). Karakteristik Fisikokimia dan
Mikrobiologi Terasi Udang Rebon Dengan Variasi Konsentrasi Gula Merah. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 22(2) : 287-298.

7
LAMPIRAN

JURNAL KE-1
Volume III, Nomor 01, November 2014

Website : http://www.thi.fp.unsri.ac.id

PENGGUNAAN GARAM, SUKROSA DAN ASAM SITRAT KONSENTRASI RENDAH UNTUK


MEMPERTAHANKAN MUTU FILLET IKAN GABUS (Channa striata) YANG DISIMPAN PADA SUHU
40C
[The use of salt, sucrose, and citric acid low concentration to maintain
the quality of snakehead fillet stored at 40C]

Zainona Ratnasari, Ace Baehaki*, Agus Supriadi


Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya Ogan Ilir

ABSTRACT

The purposes of research were to maintain the quality of snakehead fillet and to know the effect
of low concentration addition salt, sucrose and citric acid and different storage time on the quality of
snakehead fillet stored at 40C. The experiment was arramged in a randomized block factorial design
with two replications. The first factor was different solvent addition, the second factor was storage
time. Observation parameters included physical analysis (WHC), chemical analysis (TVB) and
microbiological analysis (TPC). The result showed that the value of WHC, TVB and TPC on A2
factor has lower than the other factors. The value of WHC, TVB and TPC increased during storage.
The limit total of microbes was permissible for A0 treatment until day 9 th is 5.60 log10 cfu/g (3.9 x
105), A1 until day 9th is 5.46 log10 cfu/g (2.9 x 105), while A2 treatment until day 18th is 5.60 log10
cfu/g (3.9 x 105).

Keyword : maintain the quality, snakehead fillet, 40C

8
I. PENDAHULUAN pengawetan produk daging antara lain
garam, sukrosa dan beberapa jenis asam
A. Latar Belakang salah satunya asam sitrat (Suryanto, 2008).
Perikanan merupakan sektor Penggaraman merupakan teknik
bernilai ekonomis yang diandalkan untuk pengawetan yang dilakukan secara sederhana
memenuhi kebutuhan pangan saat ini, baik dan tradisional (Suryanto, 2008). Garam
yang berasal dari perikanan air laut maupun digunakan sebagai pengawet karena garam
air tawar. Ikan gabus merupakan salah satu mampu menghambat mikroorganisme secara
jenis ikan air tawar bernilai ekonomis yang selektif. Penambahan garam dapat menaikkan
paling banyak digunakan untuk produk nilai WHC (Suryanto, 2008). Berdasarkan
olahan khas Sumatera Selatan (Makmur, penelitian Hong et al. (2012), penggunaan
2003). Produk olahan tersebut dapat garam konsentrasi rendah yaitu 1,1% efektif
dijumpai dalam bentuk fillet. Fillet digunakan sebagai pengawet.
merupakan suatu produk olahan hasil
perikanan yang mengalami perlakuan Selain menggunakan garam,
penyiangan, penyayatan dengan atau pengawetan juga dapat dilakukan dengan
pembuangan kulit, pencucian dan menggunakan gula dan asam. Gula dapat
penyimpanan segar atau beku (Ditjen digunakan sebagai pengawet karena gula
P2HP, 2006). mempunyai tekanan osmotik yang tinggi dan
dapat menyebabkan plasmolisis mikroba
Fillet merupakan produk perikanan (Nurdiani dan Ela, 1999). Hasil penelitian
yang bersifat mudah rusak (perishable food) Hong et al. (2012), penggunaan gula
sehingga perlu penanganan yang khusus konsentrasi rendah 0,9% efektif digunakan
terhadap masalah mutu dan keamanan sebagai pengawet.
pangan produk. Proses kerusakan pada
fillet ikan dapat disebabkan oleh adanya Jeruk nipis merupakan buah
aktivitas enzim tertentu serta adanya yang memiliki kandungan asam utamanya
aktivitas mikroorganisme akibat kondisi yaitu asam sitrat sebesar 7-7,6% (Hariana,
lingkungan yang memungkinkan sebagai 2006) dan memiliki kemampuan sebagai
tempat pertumbuhan mikroba pembusuk antimikroba (Astarini et al.,
(Suhaeni, 2009). 2010). Akan tetapi, pengaruh penambahan
asam umumnya tidak pernah cukup untuk
Proses kerusakan pada fillet ikan menghambat pertumbuhan mikroba secara
dapat dicegah dengan mengembangkan keseluruhan. Oleh karena itu, selalu ada proses
berbagai cara pengawetan yang cepat dan pengawetan tambahan terhadap bahan pangan
cermat agar mutunya dapat dipertahankan sejenis ini.
(Afrianto dan Liviawaty, 1989). Seiring
dengan berkembangnya teknologi, maka Karena keterbatasan metode
cara-cara pengawetan juga berkembang pengawetan tunggal, maka kombinasi
semakin canggih. Penggunaan satu jenis teknologi rintangan dapat digunakan untuk
metode pengawetan saja tidak cukup untuk memaksimalkan umur simpan. Teknologi
mempertahankan mutu pangan yang rintangan memiliki kelebihan yaitu dapat
diawetkan dalam waktu relatif lama. Oleh menghasilkan produk intermediet dan
karena itu, perlu dilakukan teknologi memiliki umur simpan yang stabil (Saxena
pengawetan kombinasi. Hurdle technology et al., 2009). Dengan demikian, penelitian
merupakan kombinasi dari beberapa metode tentang teknologi rintangan dengan
pengawetan untuk memperpanjang masa menggunakan kombinasi garam, gula dan
simpan dengan menggunakan suhu rendah asam sitrat untuk mempertahankan mutu
selama penyimpanan (Leistner, 2000). fillet ikan gabus penting dilakukan.
Bahan yang umum digunakan untuk

9
volume, alat titrasi, pipet tetes, tabung
B. Tujuan reaksi, cawan petri, erlenmeyer, labu ukur,
inkubator, autoklaf, kapas, kertas label,
Tujuan penelitian ini adalah : kertas milimeter, alat pres, aluminium foil,
gelas ukur, beaker glass, corong pemisah,
hot plate, spatula, kertas saring, microbial
1. Untuk mempertahankan mutu fillet ikan count dan alat destilasi.
gabus.
2. Untuk mengetahui pengaruh Bahan-bahan yang digunakan
penambahan larutan garam, sukrosa, dalam penelitian antara lain ikan gabus, plastik
asam sitrat konsentrasi rendah dan polietilen, garam, sukrosa, jeruk nipis, serta
perbedaan lama penyimpanan terhadap bahan analisa seperti media PCA (Plate Count
mutu fillet ikan gabus yang disimpan Agar), aquadest, H3B04, NaOH, HCl, K2C03,
pada suhu 40C KCl jenuh, indikator tashiro dan indikator
fenolftalein
C. Hipotesis .
C. Metodologi Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah :
Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF)
1. Dapat mempertahankan mutu fillet ikan dan masingmasing perlakuan diulang
gabus. sebanyak dua kali. Perlakuan yang digunakan
2. Penambahan larutan garam, sukrosa, dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
asam sitrat konsentrasi rendah dan
perbedaan lama penyimpanan
memberikan pengaruh terhadap mutu Faktor A : Perbedaan larutan
fillet ikan gabus yang disimpan pada A0 = tanpa larutan (kontrol)
suhu rendah.
A1 = larutan garam + larutan sukrosa
III. PELAKSANAAN PENELITIAN A2 = larutan garam + larutan sukrosa

A. Tempat dan Waktu +larutan jeruk nipis


Faktor B : Lama penyimpanan
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, B0 = 0 hari B12 = 12
Laboratorium Budidaya Perairan, hari
Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah B3 = 3 hari B15 = 15
dan Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi hari
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas B6 = 6 hari B18 = 18
Pertanian Universitas Sriwijaya. Penelitian hari
B9 = 9 hari B21 = 21
ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai
hari
dengan Juli 2013.
Banyaknya bahan yang ditambahkan
dapat dihitung dengan persamaan:
B. Alat dan Bahan
Banyaknya garam yang ditambahkan
Alat yang digunakan adalah pisau,
jarum, tilam, baskom, ember, timbangan = % garam x (berat air + berat fillet)
analitik, talenan, refrigerator, pipet mikro, Banyaknya sukrosa yang ditambahkan
spritus, rak tabung, rak kawat, sealer,
= % sukrosa x (berat air + berat fillet)
toples, gunting, sarung tangan, stirrer, pipet

10
Banyaknya jeruk nipis yang ditambahkan = % F. Analisis Data
jeruk nipis x (berat air + berat fillet)
Data yang diperoleh diuji dengan
analisis sidik ragam (uji F) dan jika hasil uji
Persentase larutan garam dan sukrosa F ada pengaruh perlakuan yang berbeda
digunakan mengacu pada hasil penelitian nyata akan dilanjutkan dengan uji lanjut
Hong et al. (2012) yaitu 1,1% untuk garam, BNJ (Beda Nyata
0,9% untuk sukrosa. Sedangkan untuk
Jujur).
konsentrasi larutan asam yaitu 1,7%.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


D. Cara Kerja
A. Analisis Fisik
1. Preparasi Sampel
1. Water Holding Capacity (WHC)
Penelitian dilakukan dengan
melakukan preparasi sampel ikan gabus. Ikan
Water Holding Capacity (WHC)
gabus berukuran ± 250 gram dibersihkan dari
atau daya ikat air didefinisikan sebagai
sisik, sirip dan lainlain, kemudian difillet.
kemampuan daging untuk menahan air di
Fillet ikan dicuci dengan air bersih kemudian
dalam daging karena adanya tekanan atau
ditiriskan pada rak kawat yang tertutup
gaya dari luar (Leistner, 2000). Nilai WHC
sampai air tidak menetes lagi.
fillet ikan gabus dapat dilihat pada Gambar
1.
Rerata WHC (%)

100
2. Perlakuan 80
60 A0
Fillet ikan gabus yang telah dicuci 40 A1
diberi larutan sesuai dengan perlakuan yang 20
A2
telah ditentukan. A0= tanpa perlakuan, A1 0
0 3 6 9 12 15 18 21
= larutan garam + larutan sukrosa, dan A2 = Lama penyimpanan (hari)
larutan garam + larutan sukrosa + larutan
jeruk nipis. Fillet dikemas dalam plastik Keterangan :
poli etilen dan disimpan dalam refrigerator
pada suhu 40C selama waktu analisa. Satu A0: kontrol A1:
sampel diambil untuk dianalisa setiap tiga larutan garam +
hari selama 21 hari. sukrosa
A2: larutan garam + sukrosa + jeruk nipis
E. Parameter Pengamatan
Gambar 1. WHC fillet ikan gabus
Parameter yang diamati dalam
penelitian ini meliputi analisis fisik yaitu Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai
Water Holding Capacity (WHC), analisis WHC cenderung mengalami kenaikan selama
kimia yaitu Total Volatile Base (TVB) dan penyimpanan. Faktor A2 (larutan garam,
analisis mikrobiologi yaitu Total Plate sukrosa dan jeruk nipis) memiliki nilai WHC
Count. paling rendah dibandingkan faktor A1 (larutan
garam dan sukrosa) dan A0 (kontrol). Hal
tersebut dikarenakan adanya pengaruh pH
terhadap daya mengikat air pada fillet ikan

11
gabus. Penambahan larutan garam, sukrosa hingga B12 tidak berbeda nyata tetapi berbeda
dan jeruk nipis menyebabkan terjadinya nyata dengan faktor B15, sedangkan faktor
penurunan pH dan nilai WHC. Berdasarkan B18 dan B21 tidak berbeda nyata. Semakin
pada Gambar 1, dapat diketahui bahwa fillet lama penyimpanan maka nilai WHC fillet ikan
ikan gabus memiliki nilai WHC di atas 70% gabus semakin meningkat. Lama penyimpanan
yang berarti daya ikat airnya tinggi (Hamm, menyebabkan pH fillet ikan berada di atas titik
1972 dalam Faridah et al., 2009). isoelektrik protein daging sehingga menurut
Lawrie (2003) akan meningkatkan
Penurunan pH yang disebabkan oleh
kemampuan mengikat air pada fillet. Hasil
akumulasi asam laktat dari proses glikolisis
interaksi menunjukkan bahwa perlakuan yang
menyebabkan protein mudah terdenaturasi.
adalah perlakuan A2B12. Hal tersebut
Denaturasi sering diikuti oleh hilangnya
berdasarkan pada nilai WHC yang diperoleh,
kekuatan untuk mengikat air. Penurunan pH
dimana nilai WHC pada perlakuan A2B12
menyebabkan protein-protein miofibril
sama dengan perlakuan kontrol pada hari ke-0
mendekati titik isoelektriknya. Selain itu,
(perlakuan A0B0). Hal tersebut menunjukkan
penurunan pH menyebabkan terjadinya
bahwa penambahan larutan garam, sukrosa
pembentukan aktomiosin yang menyebabkan
dan jeruk nipis dapat mempertahankan nilai
kehilangan daya mengikat air. pH yang rendah
WHC hingga hari ke-12.
mendekati titik isoelektrik akan menurunkan
daya mengikat air, sedangkan pH tinggi dari
pH isoelektrik protein akan meningkatkan B.Analisis Kimia
daya mengikat air, dimana pH isoelektrik
protein ikan adalah 5,5-5,8 (Lawrie, 2003). 1. Total Volatile Base (TVB)
Menurut Manab (2008), pH
mempengaruhi jumlah air yang tergabung Uji Total Volatile Base adalah salah
satu metode pengukuran untuk menentukan
melalui pengaruhnya terhadap muatan pada
protein, sehingga pada pH titik isoelektrik kesegaran ikan yang didasarkan pada
menguapnya senyawasenyawa basa (Hong
kemampuan pengikatan air akan menurun
karena meningkatnya daya tarik antarmolekul et al., 2012). Nilai TVB fillet ikan gabus
dapat dilihat pada Gambar 2.
protein. Naiknya nilai WHC fillet ikan gabus
selama penyimpanan sejalan dengan penelitian
RerataTVB-N(mg/100g

yang telah dilakukan oleh Manab (2008),


)

50
dimana WHC pada yoghurt yang disimpan 40
pada suhu 40C mengalami kenaikan selama
30
penyimpanan 30 hari. Hasil analisis
keragaman terhadap WHC fillet ikan gabus 20 A0
10 A1
menunjukkan bahwa perbedaan larutan, lama
penyimpanan serta interaksi keduanya 0 A2
berpengaruh sangat nyata terhadap nilai WHC 0 3 6 9 12 151821
Lama penyimpanan (hari)
fillet ikan gabus pada taraf 1%. Uji lanjut BNJ
faktor tunggal dari perbedaan larutan
Keterangan:
menunjukkan berbeda nyata untuk setiap
faktor. Hal ini disebabkan penurunan WHC A0: kontrol
yang sejalan dengan penurunan pH akibat
penambahan larutan garam, sukrosa dan jeruk A1: larutan garam + sukrosa
nipis. Hal ini juga dikemukakan oleh Lawrie A2: larutan garam + sukrosa + jeruk nipis
(2003), dimana pH yang rendah mendekati
titik isoleketrik protein akan menurunkan daya
mengikat air pada fillet. Uji lanjut BNJ faktor Gambar 2.TVB fillet ikan gabus
tunggal dari lama penyimpanan pada faktor B0
berbeda nyata dengan faktor lainnya, faktor B3
12
Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai mg N/100g) dan faktor A2 hingga hari ke-21
TVB mengalami kenaikan selama (21,19 mg N/100g).
penyimpanan. Faktor A2 memiliki nilai
Hasil analisis keragaman terhadap
TVB paling rendah dibandingkan dengan
nilai TVB fillet ikan gabus menunjukkan
faktor A1 dan A0. Pada awal penyimpanan,
bahwa perbedaan larutan, lama penyimpanan
perlakuan yang berbeda tidak menghasilkan
dan interaksi keduanya berpengaruh sangat
dampak yang signifikan terhadap nilai
nyata pada taraf 1%. Uji lanjut BNJ perbedaan
TVB, namun selama penyimpanan A0
larutan menunjukkan berbeda nyata untuk
mengalami peningkatan nilai TVB dengan
setiap faktor. Hal ini disebabkan penguunaan
sangat cepat dibanding dengan perlakuan
larutan garam, sukrosa, dan jeruk nipis dapat
lainnya. Peningkatan nilai TVB fillet ikan
menghambat kenaikan nilai TVB dengan
terjadi akibat degradasi protein atau
menurunkan pH dan menghambat
derivatnya menjadi asam amino karena
pertumbuhan mikroorganisme penyebab
adanya aktivitas enzim baik yang berasal
terbentuknya senyawa volatil. Sedangkan uji
dari fillet ikan (enzim protease) maupun
lanjut lama penyimpanan menunjukkan bahwa
enzim yang dihasilkan dari bakteri (enzim
faktor B0 hingga B9 tidak terjadi peningkatan
dekarboksilase). Adanya aktivitas enzim-
nilai TVB secara signifikan. Penambahan
enzim tersebut menghasilkan sejumlah basa
larutan garam, sukrosa dan jeruk nipis dapat
yang mudah menguap seperti amoniak,
menghambat kenaikan nilai TVB. Peningkatan
histamin, hidrogen sulfida dan trimetilamin
nilai TVB akan terus berlangsung selama
yang berbau busuk
penyimpanan. Hasil interaksi menunjukkan
(Karungi et al., 2003). bahwa penyimpanan terbaik untuk fillet ikan
gabus adalah perlakuan A2B3. Hal tersebut
Selain itu, bakteri juga berperan dalam
dikarenakan perlakuan A2B3 memiliki rerata
menghidrolisa lemak dan meyebabkan
TVB yang mendekati perlakuan A0B0
ketengikan (Newton dan Gill, 1978 dalam
(perlakuan kontrol pada hari ke-0). Sehingga,
Lawrie, 2003). Naiknya nilai TVB juga
penggunaan larutan garam, sukrosa, dan jeruk
berhubungan dengan naiknya nilai pH.
nipis efektif dalam
Semakin tinggi pH, maka nilai TVB akan
semakin meningkat. Penggunaan larutan menghambat kenaikan nilai TVB hingga hari
garam, sukrosa dan jeruk nipis dapat ke-3
menurunkan pH pada fillet ikan sehingga
.
dapat menghambat terbentuknya senyawa
volatil. Garam, sukrosa dan jeruk nipis C. Analisis Mikrobiologi
memiliki tekanan osmotik yang tinggi yang
dapat menganggu kegiatan bakteri pembusuk 1. Total Plate Count (TPC)
penyebab naiknya nilai TVB. Hong et al.
(2012) menyatakan bahwa sukrosa Total mikroba atau total plate count
dimanfaatkan oleh bakteri pembentuk asam (TPC) merupakan suatu cara perhitungan
yang dapat menetralisir senyawa nitrogen pada total mikroba yang terdapat dalam suatu
fillet bighead carp yang disimpan pada suhu produk yang tumbuh pada media agar pada
40C. Penambahan asam dari jeruk jeruk nipis suhu dan waktu inkubasi yang ditetapkan
juga ikut berperan dalam menetralisir senyawa (BSN, 2006). Total mikroba pada fillet ikan
nitrogen penyebab terbentuknya senyawa gabus dapat dilihat pada Gambar 3.
volatil. Fillet ikan gabus memiliki nilai TVB
dibawah 30 mg N/100 g masih menunjukkan
kualitas baik (Farber, 1965). Berdasarkan
Gambar 2, faktor A0 masih menunjukkan
kualitas baik hingga hari ke-12 (25,06 mg
N/100g), faktor A1 hingga hari ke-18 ( 21,15

13
akan menghambat pertumbuhan bakteri.
TPC(log10 CFU/g)
10
8 Penggunaan larutan jeruk nipis berfungsi
6 untuk menurunkan pH, sehingga fillet ikan
4 A0 dengan pH lebih asam memiliki jumlah
bakteri yang lebih sedikit karena bakteri-
2 A1
bakteri yang tidak tahan suasana asam sulit
0 A2
0 3 6 9 12 15 18 21 untuk tumbuh dan beraktivitas.
Lama penyimpanan (hari) Mikroorganisme umumnya tumbuh pada
kisaran pH 5-8 (Supardi dan Sukamto,
1999).
Keterangan :
Peningkatan jumlah mikroba sejalan
A0: kontrol dengan peningkatan nilai TVB, dimana bakteri
A1: larutan garam + sukrosa yang berperan pada meningkatnya nilai TVB
yaitu dari golongan Flavobacterium dan
A2: larutan garam + sukrosa + jeruk nipis Streptomyces penyebab bau busuk. Sedangkan
bakteri penghasil amoniak adalah Bacillus
subtilis, E.Coli, Proteus vulgaris dan
Gambar 3. TPC fillet ikan gabus
Clostridium sporogenus (Hadiwiyoto, 1993).
Bakteri yang umum ditemukan pada tubuh
Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai
ikan adalah Pseudomonas, Achromobacter,
TPC fillet ikan gabus mengalami kenaikan
Flavobacter, Micrococcus dan Bacillus
selama penyimpanan. Faktor A2 memiliki
(Afrianto dan Liviawaty, 1989).
TPC paling rendah dibanding faktor A1 dan
A0. Berdasarkan BSN (2006), batas jumlah Hasil analisis keragaman terhadap
mikroba yang masih diizinkan pada produk nilai TPC fillet ikan gabus menunjukkan
perikanan yaitu maksimal 5 x 10 5, sehingga bahwa perbedaan larutan, lama penyimpanan
pada faktor A0 masih aman untuk dan interaksi keduanya berpengaruh sangat
dikonsumsi hingga hari ke-9 sebesar 5,60 nyata pada taraf 1%. Uji lanjut BNJ faktor
log 10 cfu/g (3,9 x 105), faktor A1 hingga tunggal dari perbedaan larutan menunjukkan
hari ke-9 sebesar 5,46 log10 cfu/g (2,9 x berbeda nyata untuk setiap faktor. Faktor A2
105) dan faktor A2 hingga hari ke-18 memiliki rerata TPC paling rendah
sebesar 5,60 log10 cfu/g (3,9 x 105). dibandingkan dengan faktor lainnya. Hal ini
Larutan garam memiliki tekanan menunjukkan bahwa penggunaan larutan
osmotik yang menyebabkan sel mikroba garam, sukrosa dan jeruk nipis paling efektif
lisis, sehingga pertumbuhan mikroba dapat dalam menghambat pertumbuhan mikroba
dihambat. Penggunaan garam 1-2% dapat dibandingkan dengan faktor lainnya. Pada
menghambat pertumbuhan beberapa jenis faktor lama penyimpanan juga menunjukkan
bakteri, sehingga terdapat bakteri tertentu perbedaan yang sangat signifikan pada setiap
yang dapat tumbuh baik selama factor. Semakin lama waktu penyimpanan,
penyimpanan. Buckel et al. (1987) jumlah mikroba pada fillet ikan gabus semakin
menyatakan bahwa garam, sukrosa dan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa lama
jeruk nipis merupakan bahan yang dapat penyimpanan merupakan faktor yang sangat
digunakan sebagai antibakteri karena berpengaruh terhadap mutu fillet ikan gabus.
memiliki kemampuan untuk menghambat Hasil interaksi menunjukkan penyimpanan
pertumbuhan bakteri. Hal sama juga fillet ikan yang baik adalah perlakuan A2B0
dikemukakan oleh Hong et al. (2012), dimana perlakuan tersebut memiliki rerata
dimana penambahan garam dan sukrosa TPC yang tidak melebihi nilai TPC pada awal
mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyimpanan (perlakuan kontrol hari ke-0).
pada fillet ikan bighead carp hingga hari Akan tetapi bila berdasarkan pada batas
ke-8 yaitu 107 cfu/g. Jumlah bakteri juga jumlah kandungan mikroba yang aman, maka
dipengaruhi oleh pH, dimana pH rendah perlakuan terbaik adalah perlakuan A2B18,
14
karena perlakuan tersebut memiliki rerata Afrianto, E dan E, Liviawaty. 1989.
jumlah mikroba sebesar 5,60 log10 cfu/g (3,9 Pengawetan dan Pengolahan
x 105). Hal ini menunjukkan bahwa Ikan. Kanisius.
penggunaan garam, sukrosa dan jeruk nipis Yogyakarta.
mampu mempertahankan mutu fillet ikan
gabus hingga hari ke-18.
Astarini, N.P.F., R.Y.P. Burhan and Y.
Zetra. 2010. Minyak Atsiri Dari
Kulit Buah Citrus grandis, Citrus
aurantium (L.) dan Citrus
aurantifolia (RUTACEAE) Sebagai
Senyawa Antibakteri dan
V. KESIMPULAN DAN SARAN Insektisida, Prosiding Skripsi,
Jurusan Kimia Fakultas Matematika
A. Kesimpulan dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Institut Teknologi Sepuluh
Berdasarkan penelitian yang Nopember.
telah dilakukan, maka dapat diambil
Surabaya.
kesimpulan bahwa Water Holding Capacity
(WHC), Total Volatile Base (TVB) dan
Total Plate Count (TPC) meningkat seiring Badan Standarisasi Nasional. 2006.
dengan waktu penyimpanan,. Perlakuan Penentuan Angka Lempeng Total
terbaik adalah perlakuan A2B18 karena (ALT) pada Produk Perikanan. SNI
penambahan larutan garam, sukrosa dan jeruk 01-2332-3-2006.
nipis dapat menghambat pertumbuhan
mikroba, sehingga fillet ikan gabus masih Balai Standar Nasional. Jakarta.
aman dikonsumsi pada batas penyimpanan hari
ke-18. Berdasarkan pada Standar Nasional Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet
Indonesia, batas jumlah mikroba yang dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
diizinkan untuk faktor A0 yaitu hingga hari Universitas Indonesia Press. Jakarta.
ke-9 sebesar 5,60 log 10 cfu/g (3,9 x 105),
faktor A1 hingga hari ke-9 sebesar 5,46 log10
cfu/g (2,9 x 105) dan faktor A2 hingga hari ke- Direktorat Jenderal Pengolahan dan
18 sebesar 5,60 log10 cfu/g (3,9 x 10 5). Fillet Pemasaran Hasil Peikanan (Ditjen
ikan gabus masih menunjukkan kualitas baik P2HP). 2006.
berdasarkan nilai TVB untuk faktor A0 hingga
hari ke-12 (25,06 mg N/100g), faktor A1 Teknologi Pengolahan Fillet Ikan.
hingga hari ke-18 (21,15 mg N/100g) dan Satker Direktorat Pengolahan Hasil.
faktor A2 hingga hari ke-21 (21,19 mg Jakarta.
N/100g).
Farber L. 1965. Freshness Test. Di dalam
B. Saran Borgstorm G. editor.Fish As
Food. Academic Press. New
Disarankan untuk dilakukan York.
penelitian lebih lanjut dengan melakukan
penambahan faktor rintangan serta Faridah, D.N., F. Kusnandar., D. Herawati.,
memodifikasi konsentrasi faktor rintangan. H.D Kusumaningrum., N. Wulandari
dan D. Indrasti. 2009. Penuntun
Praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Analisis Pangan. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi
15
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Bogor. Ternak. 3(1):52-58.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Nurdiani, D dan T. Ela.


Hasil Perikanan. Fakultas Teknologi 1999. Pengaruh Konsentrasi Gula
Pertanian UGM. Liberty. Yogyakarta. dan Gelatin terhadap Pembuatan Jelly
Lidah Buaya (Aloe vera). Universitas
Pasundan. Bandung.
Hariana, A. 2006. Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya. Penebar Swadaya. Saxena, S., B.B. Mishra., C. Ramesh and S.
Jakarta. Arun. 2009. Shelf stable intermediate
moisture pineapple slices using hurdle
technology. LWT-Food Science and
Hong, H., L. Yongkang., Z. Zhongyun and S. Technology 42:
Huixing. 2012. Effect of
low concentration of salt and sucrose 1681-1687.
on the quality of bighead carp fillet
stored at
Suhaeni, N. 2009. Petunjuk Praktis
40C. Journal of Food Chemistry 133:
Memelihara Gabus, Ganexa Exact.
102107.
Bandung.

Karungi, C., Y.B. Byaruhanga., J.H. Moyunga.


2003. Effect of pre-icing duration on
quality deterioration of iced perch Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi
(Lates niloticus). J Food dalam
Chemistry.85: 13-1. Pengolahan dan Keamanan Pangan.
Penerbit Alumni. Bandung.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Edisi
Kelima. Universitas Indonesia Press. Suryanto, E. 2008. Pemilihan Pengawet
Jakarta. Produk Olahan Daging. Universitas
Gajah Mada.
Leistner, L. 2000. Basic Yogyakarta.
aspects of food preservation by
hurdle technology. Int. J.
Food Microbiol. 55:181-186.

Makmur, S. 2003. Biologi reproduksi,


makanan dan pertumbuhan ikan gabus,
Channa striata di daerah banjiran
sungai Musi Sumatera Selatan. Tesis
S2. Institut Pertanian Bogor.
(dipublikasikan).

Manab, A. 2008. Kajian sifat fisik yogurt


selama penyimpanan pada suhu 40C.

16
JURNAL KE-2

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI GARAM TERHADAP MUTU SENSORI DAN


KANDUNGAN SENYAWA VOLATIL PADA TERASI IKAN TERI (Stolephorus sp)
THE INFLUENCE OF DIFFERENT SALT CONCENTRATION ON THE SENSORY
QUALITY AND VOLATILE COMPOUNDS OF ANCHOVY PASTE (Stolephorus sp)

Abdul Majid1, Tri Winarni Agustini2, Laras Rianingsih2


1 2
Mahasiswa Staf Pengajar Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro, Semarang Jl. Prof. Soedarto,SH, Semarang

Abstrak

Terasi ikan teri (Stolephorus sp) merupakan produk fermentasi ikan yang berbentuk semi
basah yang dalam pembuatannya ditambahkan garam. Garam dalam pembuatan terasi mempunyai
peranan sebagai pemberi rasa asin, sebagai pengawet, dan membantu dalam pembentukan flavour
serta memperbaiki mutu sensori terasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
perbedaan konsentrasi garam terhadap mutu sensori dan kandungan senyawa volatil pada terasi ikan
teri.Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan teri segar dan garam. Parameter yang
diuji adalah nilai organoleptik, kadar air, aw, pH, dan kandungan senyawa volatil. Metode penelitian
yang digunakan adalah eksperimental lapangan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
menggunakan faktor perbedaan konsentrasi garam 2 % (TK A); 8,5% (TKB); dan 15% (TKC) yang
difermentasikan selama 30 hari pemeraman. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Analysis of Variance (ANOVA). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai organoleptik terasi
TKA, TKB, dan TKC berturut-turut adalah7,64≤≤7,90; 8,08≤≤8,36;dan 7,74≤≤7,96 sehingga
layak untuk dikonsumsi. Analisa nilai pH antara 6,52 – 6,62; nilai kadar air antara 33,36 – 34,69%;
nilai aw antara 0,73 – 0,79. Analisa nilai kandungan senyawa volatil dengan menggunakan Electronic
Nose yaitu untuk nilai gugus alkohol berkisar antara 0.150 – 0.210 mV, hidrogen sulfida antara 0.139
– 0.208 mV, ammonia antara 0.123 – 0.176 mV dan aroma umum antara 0.076 – 0.156 mV. Hasil
penelitian terbaik secara obyektif menurut parameter mutu sensori terdapat pada
terasiTKBkarenamemilikikenampakan, bau, rasa, dan tekstur yang lebih disukai panelis.Parameter
kandungan senyawa volatil yang memiliki aroma paling kuat terdapat pada terasi TK Aberdasarkan
deteksi Elektronic Nose. Perbedaankadargarammemberikanpengaruh yang berbedanyataterhadapmutu
sensori, pH, aw dan kandungan senyawa volatil terasi ikan teri.

Kata Kunci :Terasi Ikan Teri, Mutu Sensori, Kandungan Senyawa Volatil

Abstract

17
Anchovy (Stolephorus sp) Fish Paste is one of fish fermented products in semi-moist form
which is added salt during the procces. Salt added has a role as chemical agent giving salt taste, as
preservative agent, and in flavor production for increase its sensory quality. The aims of this research
was to identify the influences of different salt concentrations on quality of sensory and volatile
compound of anchovy (Stolephorus sp) fish paste.
Materials used in this research were anchovy (Stolephorus sp) fish and salt. The parameters tested
were sensory (organoleptic), water content, water activity (Aw), pH, and the content of volatile
compound. The method used is field experimental using Completely Randomised Design with
different salt concentrations 2% (TKA); 8,5% (TKC); snd 15% (TKC) which were fermented during 30
days. Analysis used in this research was Analysis of Varians (ANOVA).
Based on the result, it was obtained that there is different organoleptic scores from different samples
used, which are 7.64≤≤7.90 for (TKA), 8.08≤≤8.36 for (TKB), and 7.74≤≤7.96 for (TKC). It
showed that all the samples are acceptable to be consumed. Analyses of pH assesmentwas obtained
range between 6.52-6.62; moisture content range between 33.36-34.69%. While the score of Aw was
obtained range between 0.73-0.79. Analysis of volatile compunds used Electronic Nose was obtained
0.150-0.201 mV for the score of alcohol compound. And for general flavor range between 0.076-
0.156 mV. Based on the result of sensory parameter, TK B is the best sample, it was caused by
appereance, smell, taste, and texture which was preffered by panelists.Volatile compound parameter
showed that the sample TKAis the strongest flavor based detection of Electronic Nose. While based on
The different of salt concentrations gave significant effect on the quality of sensory, pH, aw and the
content of volatile compound of anchovy fish paste.

Keyword :Anchovy (Stolephorus sp) fish paste, Sensory Quality, Volatile Compound

*) Penulis Penanggung Jawab

PENDAHULUAN mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, sehingga dapa


Terasi merupakan salah satu produk hasil fermentasi ikanmenyebabkan
(atau terjadinya proses penyerapan air bebas dalam
udang) yang hanya mengalami perlakuan penggaraman daging
(tanpaikan dan pada sel-sel mikroorganisme yan
diikuti dengan penambahan asam), kemudian dibiarkanmenyebabkan
beberapa plasmolisis sehingga air sel mikroorganism
saat agar terjadi proses fermentasi. Proses fermentasi tertarik
dapatkeluar dan mikroorganisme kemudian mati (Adawyah
berlangsung karena adanya aktivitas enzim yang berasal 2008).dariGaram dalam proses fermentasi disamping berfungs
tubuh ikan (atau udang) itu sendiri (Martasuganda untuk meningkatkan cita rasa, juga berperan sebagai pembentu
Terasi sangat disukai masyarakat Asia Tenggara tekstur termasuk dan mengontrol pertumbuhan mikroorganisme yan
Indonesia karena harganya terjangkau, mudah didapat diinginkan
dan dan menghambat pertumbuhan mikroorganism
memiliki flavour berupa rasa dan aroma yang khas. pembusuk dan patogen (Rahayu et.al., 1992). Tujuan dar
penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perbedaa
Terasi mempunyai kandungan gizi yang cukup lengkap. Di
konsentrasi garam terhadap mutu sensori dan kandunga
dalam terasi terkandung protein, lemak, karbohidrat, mineral,
senyawa volatil pada terasi dari ikan teri (Stolephorus sp) yan
kalsium, fosfor, besi dan air. Di samping itu, terasi mengandung
disimpan selama 30 hari.
vitamin B12 dan asam amino. Kualitas terasi berupa aroma dan
cita rasa dapat dipengaruhi oleh lamanya waktu fermentasi.
Semakin lama waktu fermentasi maka semakin tinggiMATERI kualitas DAN METODE PENELITIAN
terasi tersebut. Selain itu cita rasa terasi dipengaruhi Materi:
juga oleh
bahan baku yang dipergunakan. Cita rasa terasi dari bahan baku baku terasi adalah ikan teri segar dan garam. Ikan ter
- Bahan
rebon/udang akan berbeda dengan terasi dari bahan bakusegar ikan diperoleh langsung dari hasil tangkapan nelayan d
(Suprapti, 2002). Kelurahan Tambak Rejo, Semarang. Bahan yang digunaka
untuk analisis mutu sensori dan kadar air adalah sampe
Garam dapat digunakan sebagai pengontrol proses fermentasi. terasi. Bahan untuk analisis aw adalah sampel terasi da
Garam berfungsi juga sebagai bahan pengawet pada ikan karena larutan NaCl. Bahan untuk analisis pHadalah terasi da

18
aquadest. Bahan untuk analisis kandungan senyawa danvolatil
rasa Asymp. Sig. (0,000) <α (0,05). Ini menunjukkan bahw
adalah sampel terasi tersebut. pada uji organoleptik spesifikasi kenampakan dan rasa
- Alat untuk pembuatan terasi adalah mesin penggiling ikan. kadar garam pada terasi memberikan pengaru
perbedaan
Alat yang digunakan untuk analisis mutu sensori adalah tabelsangat nyata. Spesifikasi aroma mempunyai nila
berbeda
pengujian organoleptik. Analisis kadar air menggunakan
Asymp. Sig. (0,024) <α (0,05) dan tekstur mempunyai nila
Asymp. Sig. (0,045) <α (0,05), sehingga menunjukkan bahw
Nilai kadar garam memberikan pengaruh berbeda nyata pad
66
, pH aromadan tekstur terasi. Spesifikasi jamur mempunyai nila
a
5
6,6 Asymp. Sig. (1,00) <α (0,05) sehingga menunjukkan bahw
a kadar garam tidak mempengaruhi jamur pada terasi.
6,5 b b Nilai
5 pH Hasil u
6,5
Nilai organoleptik
6,4 08
, aw pada terasi TK
5 TK TK TK 0,7 diperoleh nila
A B C 07
,8 berkisar antar
menggunakan aw meter dan analisis pH dengan 6
0,7 Nilai 7,64  7,9
c
menggunakan pH meter. Alat yang digunakan untuk analisis 4 aw pada tingka
0,7
kandungan senyawa volatil adalah electronic nose. kepercayaan
2
0,7
Metode:
95%, terasi TK
Penelitian dilakukan dengan metode percobaan TK TK TK
A B C diperoleh nila
eksperimental lapangan dengan rancangan acak lengkap. Kadar
berkisar antar
garam yang digunakan adalah 2% (TK A); 8,5% (TK 8,08  8,3
(TKC). Parameter yang diamati meliputi uji organoleptik, kadar
pada tingkat kepercayaan 95%, sedangkan terasi TK C diperole
air, aw, pH, dan kandungan senyawa volatil terasi. nilai berkisar antara 7,74  7,96 pada tingkat kepercayaa
95%. Berdasarkan SNI terasi, nilai organoleptik minimum yan
HASILharusDAN dipenuhi adalah sebesar ≥ 7,00. Hasil uji organoleptik dar
ketiga konsentrasi garam yang berbeda memiliki nilai diata
Nilai 7,00, sehingga terasi ikan teri yang dihasilkan layak dikonsumsi
1 Organolepti Kadar garam mempengaruhi nilai organoleptik terutama pad
08
k spesifikasi rasa dan tekstur. Spesifikasi rasa terasi TK Atida
6 TKA
4 (2%) berasa asin, terasi TKB cukup berasa asin, dan terasi TK
TKB
2 (8,5%)
TKC
mempunyai rasa yang terlalu asin cenderung pahit. Menuru
0 (15%) Murniyati dan Sunarman (2004) bahwa garam dapa
Kenamp Aro Ra Teks Jam menimbulkan rasa yang terlalu asin cenderung pahit pada baha
akan ma sa tur ur makananyang diawetkan dengan cara penggaraman pad
PEMBAHASAN Organoleptik Terasi konsentrasi garam yang tinggi. Hal ini dikarenakan adany
kandungan magnesium (Mg), sulfat (SO 4) dan klor (Cl) yan
Uji organoleptik terasi dilakukan terhadap kenampakan,
aroma, rasa, tekstur dan jamur. Penilaian organoleptik menimbulkan
terasi rasa asin cenderung pahit tersebut. Spesifikas
berpedoman pada score sheet organoleptik terasi SNItekstur
No. 01-terasi TKAmemiliki tekstur lembek dan kurang kompak
TK B memiliki tekstur agak kompak dan padat, sedangkan TK
2716-2009. Hasil dari nilai rata-rata pengujian organoletik terasi
ikan teri tersaji pada gambar 1. teksturnya padat, kompak dan ada bintik kristal-kristal garam
Menurut Adawyah (2008) bahwa penambahan garam aka
berpengaruh terhadap kadar air pada terasi. Apabila kadar ai
terlalu rendah, maka permukaan terasi akan diselimuti ole
Gambar 1. Hasil Uji Organoleptik Terasi garam
kristal-kristal Ikan dan teksturnya menjadi padat serta kompak
Teri

Analisis
Hasil uji Kruskal Wallis terhadap profil nilai organoleptik terasipH
diperoleh spesifikasi kenampakan Asymp. Sig. (0,000) Nilai pH merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentuka
<α (0,05)
macam organisme yang dapat hidup dalam media bahan panga

19
dan dominan dalam suatu proses fermentasi. Hasil analisis
pengujian nilai rata-rata pH terasi ikan teri tersaji padaHasil
Gambar
uji normalitas aw terasi ikan teri dengan kadar garam yan
2. berbeda diperoleh nilai Asymp. Sig. (0,00) <α (0,05) pada tara
uji 0,05. Data tersebut menunjukkan bahwa ragam data aw teras
menunjukkan bahwa perbedaan kadar garam memberi pengaru
berbeda sangat nyata pada kadar aw terasi ikan teri.
Gambar 2. Hasil Analisis pH Terasi Ikan Teri
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentras
Terasi TKA mempunyai nilai pH tertinggigaram berbanding terbalik dengan nilai aw. Konsentrasi garam
sebesar
6,62;terasi TKB memiliki nilai pH sebesar 6,56; dan terasi TK mempunyai nilai aw terendah, sedangkan konsentras
tertinggi
garam terendah mempunyai nilai aw tertinggi. Hal in
memiliki nilai pH terendah sebesar 6,53. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi garam, maka menunjukkan nilai pH bahwa penggunaan garam dapat mempengaruh
semakin menurun. nlai aw pada suatu bahan pangan. Menurut Garbutt (1997
garam dapat meningkatkan tekanan osmotik pada air yan
Nilai pH merupakan salah satu faktor yang menentukan digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan menyera
pertumbuhan mikroba. Nilai pH terasi semakin air menurun
pada suatu bahan pangan. Nilai aw akan menurun akiba
berbanding lurus dengan penambahan konsentrasipemberian garam. garam dapat meningkatkan jarak pertumbuha
Penurunan pH ini diduga karena adanya sejumlah asam laktat
bakteri menuju fase lag semakin lama, menyebabkan sel bakter
yang dihasilkan
mati sebelum fase kematian, dan menyebabkan produktivita
oleh metabolisme
berkurang ketika berada pada awal fase statis. Rahayu et.a
Nilai bakteri (1992) asam
3 menambahkan pula bahwa garam dapat menarik ai
Kadar Air laktat pada proses
Kadar air (%)

5
3,5 a dalam bahan pangan sehingga aw pada media bahan panga
43 fermentasi. Hal
tersebut akan menurun pula dan mikroorganisme tidak aka
b
ini sesuai dengan tumbuh.
34,5 Nilai
Bertoldi
33 Kadar Air Nilai Kandungan
(2002) bahwa
3 0,2
3,5 penambahan 5
0,2
Senyawa Volatil Analisis Kada
2 TK TK TK kadar garam akan Air
dV E. Nose

A B C 01
,
menghambat 01 5, Air merupaka
T
(mV)

bakteri pembusuk 0,0 kandungan


T
K
dan membantu aktivitas bakteri asam laktat dan bakteri 50 T
K
A
terbesar d
fermentatif halofilik dalam mengubah karbohidrat, protein, dan TGS 822 TGS TGS TGS K
B dalam tubu
Alko (Hidro (826
Amo) (Aroma
2602 ) C
lemak menjadi asam laktat, asam-asam volatil, alkohol, dan ester (Gugushol)
825
Sulfi
gen nia Umum
ikan. Ai
yang dapat menurunkan pH produk. Desniar, et.al. da)
Sensor Gas
merupakan
menambahkan pula bahwa terpecahnya ion NaCl menjadi Na Senyawa Volatil komponen yan
+
dan Cl dimana ion Na dibutuhkan oleh bakteri asam laktat sangat pentin
+
bagi
untuk substitusi ion K ketika terjadi difusi. Kemudian ion Cl bahan pangan karena air dapat mempengaruhi kenampaka
dan tekstur pada makanan. Kadar air menjadi salah satu fakto
akan berikatan dengan air membentuk HCl sehingga menjadikan
jumlah air pada bahan berkurang dan membentuk suasana penyebab
asam kerusakan bahan pangan, karena air merupakan medi
pada media bahan pangan. pendukung aktivitas mikroba pembusuk. Hasil analisi
pengujian kadar air terasi tersaji pada Gambar 4.

Analisis Aw
Aw (water activity) atau aktifitas air merupakan istilah dari
jumlah air bebas yang diperlukan mikroorganisme untuk
melakukan aktivitas dan pertumbuhannya. Mikroba hanyaGambar
dapat4. Hasil Analisis Kadar Air Terasi
tumbuh pada kisaran aw tertentu sehingga untuk mencegah
Ikan Teri
pertumbuhan mikroba, nilai aw bahan pangan harus diatur. Hasil
pengujian kandungan aw terasi tersaji pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa nilai rata-rata kadar ai
terasi ikan teri dengan penambahan kadar garam yang berbed
berkisar antara 33,36 – 34,69 %. Terasi ikan teri dengan kada
Gambar 3. Hasil Analisis Aw
garam yang tinggi menghasilkan kadar air yang lebih rendah

20
Hal ini karena garam yang tinggi akan melakukan penyerapan
alkohol (TGS 822) memberikan pengaruh aromatik yan
yang besar pula terhadap kandungan air di dalam menentukan
bahan aroma khas terasi cepat menguap. Hal ini sesua
makanan. Menurut Susilowati (2010), fermentasi dengandengan
garampenelitian dari Apriantono dan Yulianawati (2004)
menghasilkan kandungan air yang cenderung mengalami bahwa senyawa alkohol yang terbentuk pada kecap selam
penurunan selama proses fermentasi. Penurunan kandungan
fermentasi
air kebanyakan merupakan alkohol alifatik dan alkoho
ini disebabkan oleh adanya hidrasi ion-ion garam yangaromatik,
menarik yang diduga hasil dari fermentasi heksosa da
ion molekul air suatu bahan pangan. Moeljantosebagian (1992)kecil degradasi asam amino. Selain itu juga senyaw
menambahkan bahwa penurunan kadar air tersebut terjadi
alkohol
karenadapat terbentuk sebagai hasil dari degradasi lemak ole
garam dalam proses penggaraman akan berpenetrasi enzim
ke dalamlipoxygenase.
tubuh ikan. Garam yang masuk ke dalam tubuh ikan akan
Kandungan senyawa volatil dari hidrogen sulfida (TGS
menggantikan air bebas yang ada pada tubuh ikan (bersifat
825) sesuai karakteristiknya memberikan aroma terasi yan
higroskopis).
merangsang indera penciuman panelis/konsumen. Menuru
Nooryantini et.al. (2010), penguraian senyawa-senyawa protei
Analisis Kandungan Senyawa Volatil menjadi asam amino, hidrogen sulfida (H2S), dan merkapta
Kandungan senyawa volatil merupakan kumpulan senyawa yangyang menimbulkan bau pada terasi. Adawyah (2008
mudah menguap yang menimbulkan aroma dan menambahkan cita rasa bahwa salah satu komponen pembentuk cita ras
terhadap suatu bahan makanan. Kualitas terasi dapat dan aroma terasi yaitu senyawa belerang sederhana sepert
diketahui
dari aromanya yang segar dan khas terasi. Aroma sulfida, merkaptan, dan disulfida yang menyebabkan bau pad
terasi
dipengaruhi oleh bahan baku (rebon/ikan), penambahan terasi tersebut.
garam/gula, proses pembuatan, lama fermentasi dan asal daerah
Senyawa amonia (TGS 826) terbentuk pada terasi yan
pengolahan terasi (Sunnara, 2011).
menyebabkan aroma terasi menjadi tajam. Akan tetapi senyaw
Pengujian kandungan senyawa volatil terasi ikan amoniateri perlu dikendalikan agar terhindar dari prose
pembusukan.
menggunakan alat “Electronic Nose” yang memiliki 4 sensor gas Menurut Khairina et.al. (1995), saat fermentas
yang peka terhadap kelompok gugus alkohol, amonia,kinerja
hidrogen enzim proteolitik yang memutuskan protein menjad
ikatan peptida yang pendek dan asam amino yang mengara
sulfida dan aroma secara umum. Hasil dari pengujian kandungan
senyawa volatil tersaji pada Gambar 5. kepada pembusukan dan selanjutnya menjadi senyawa amin da
amonia yang memberikan bau tajam dan citarasa yang khas pad
terasi.

Gambar 5. Hasil Analisis Kandungan Senyawa Amonia yang memiliki karakteristik bau tajam da
Volatil Terasi Ikan Teri menyengat sering dikaitkan dengan proses pembusukan produ
pangan. Hasil uji keragaman dari terasi TK A, TKB, dan TK
masing-masing tidak berbeda nyata. Sehingga perlu dilakuka
Berdasarkan Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai rata-
pengendalian terhadap kemungkinan terasimengalam
rata Δ voltase pada alat Electronic Nose terhadap terasi ikan teri
pembusukan. Pembentukan amonia dapat terjadi sebagai akiba
dengan perlakuan penambahan kadar garam yang berbeda
autolisis inti dari ikan teri, sehingga terasi tersebut aman untu
memperlihatkan terasi TKA memiliki nilai voltase lebih besar
dikonsumsi karena fermentasi berlangsung 30 hari. Hal in
daripada terasi TKB maupun TKC. Sehingga aroma (kandungan
sesuai dengan pernyataan Rab (1997) bahwa pembentuka
senyawa volatil) dari terasi TKA memiliki aroma yang paling
amonia bukan hanya dari proses oksidasi protein tetapi dapa
kuat daripada terasi TKB dan TKC. Hal ini sesuai dengan
juga sebagai akibat autolisis dari otot dan isi perut ikan
penelitian Nugroho et.al. (2008), bahwa semakin besar voltase
misalnya : adenine, guenine, asparagine, glutamamine
yang ditunjukkan pada E. Nose, maka semakin besar pula
arginine, histidine, dan urea. Selain itu produk terasi ama
kandungan komponen-komponen aroma pada teh, yang
dikonsumsi dan mampu bertahan hingga 100 hari (3 bulan
menyebabkan aroma teh hitam lebih wangi dan terbaik daripada
sampai 1 tahun lebih sesuai dengan penambahan kadar garam
teh melati maupun teh hijau.
yang diberikan.
Hasil penginderaan aroma terasi dengan alat
Selanjutnya hasil analisa kandungan senyawa volatil ba
Nose memperlihatkan hasil yang sama dengan penginderaan
secara umum (TGS 2602) pada terasi dengan penambahan kada
aroma secara organoleptik yang menempatkan terasi TK
garam berbedadapat dikategorikan ke dalam senyaw
memiliki aroma yang paling kuat dan bau khas terasi daripada
hidrokarbon, karbonil, dan nitrogen. Bau secara umum terutam
terasi TKB maupun TKC. Kandungan senyawa volatil dari gugus

21
dari kandungan karbonil volatil menjadi salah satu faktorKESIMPULAN
utama
yang menentukan citarasa terasi. Hal ini sesuai dengan Penambahan konsentrasi garam yang berbed
penelitian Adawyah (2008), bahwa kandungan senyawa memberikan
volatil pengaruh nyata (P<0,05) terhadap mut
pada terasi terdiri dari senyawa hidrokarbon, alkohol, organoleptik,
nitrogen, nilai pH, dan nilai kandungan senyawa volatil pad
belerang, amonia dan senyawa-senyawa yang lain. terasi Senyawa ikan teri.Penambahan konsentrasi garam berbed
karbonil volatil hasil dari proses oksidasi lemak yang merupakan
memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai aw
kandungan senyawa volatil terbesar diantara komponen Penambahan
volatil konsentrasi garam tidak mempengaruhi kadar ai
lainnya. Senyawa karbonil volatil merupakan senyawa pada yang
terasi ikan teri.Penambahan konsentrasi garam 8,5%
sangat menentukan citarasa dari terasi. menghasilkan kualitas terasi terbaik berdasarkan mutu sensor
sedangkan untuk konsentrasi garam 2% menghasilkan nila
Penambahan garam dengan kadar tinggi dapat
kandungan senyawa volatil terasi yang paling kuat berdasarka
menghambat laju aktivitas enzim dari mikroba, enzim proteolitik
deteksi Electronic Nose.
dan bakteri fermentatif yang tidak tahan garam. Sehingga hal ini
akan berdampak pada rasa dan aroma (flavor) terasi yang
dihasilkan. Semakin tinggi kadar garam yang diberikan, maka PUSTAKA
DAFTAR
flavor terasi yang dihasilkan akan berkurang nilainya. Menurut
Rahayu et.al., (1992) garam selain berfungsi sebagai pengendali
Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan
fermentasi, garam dapat menarik kandungan air dalam suatu Ikan. PT Bumi Aksara.
Pengawetan Jakarta.
bahan, dan menarik air dari sel mikroorganisme (plasmolisis),
garam juga dapat menghambat kerja enzim proteolitik. Apriyanto,
Sehingga A., dan Yulianawati, G.D. 2004. Perubaha
enzim proteolitik akan lambat aktivitasnya dalam menghidrolisis Komponen Volatil Selama Fermentasi Kecap
karbohidrat, protein, dan lemak dalam menghasilkan molekul Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakulta
sederhana maupun senyawa-senyawa yang mudah menguap Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Jurnal Teknologi da
(volatil). Industri Pangan. Vol XV No. 2 Tahun 2004. (diakses 2
Mei 2013).
Penyusun kandungan senyawa volatil terasi yang
terdeteksi oleh Electronic Nose memberikan gambaranBertoldikualitasFC, Santanna FS, Eeirao LH. 2002. Reducing th
kuantitatif produk pangan dan tidak bisa menampilkan senyawa bitterness of Tuna (Euthyrnus pelamis) dark meat wit
Lactobacillus casei subsp. Casei ATCC 392. Journa
volatil secara spesifik dan mendetail. Hal ini karena alat tersebut
hanya mampu mengidentifikasi dan mengelompokkan aroma Food technology. Biotechnol.
produk pangan sesuai sensor yang tersedia, dalamGarbutt, hal iniJ. 1997. Essentials of Food mikrobiology. Arnold
kelompok alkohol, hidrogen sulfida, dan bau secara umum.
London.
Penggunaan alat Electronic Nose lebih efektif karena tidak
terlalu membutuhkan waktu lama serta lebih efisien Khairina,
dan R., Hisbi, H.D., dan Yasmi, Z. 1995. Lapora
ekonomis. Namun kekurangannya alat ini tidak bisa mendeteksi Penelitian. Percobaan Perbaikan Kualitas Terasi secar
senyawa volatil dalam bentuk yang spesifik seperti halnya Mikrobiologis. Fakultas Perikanan Universitas Lambun
dengan alat Gas Chromatograph Mass Spectrometer Mangkurat. Banjarbaru.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Zheng et.al. (2007), bahwa alat
Martasuganda, Agus O., dan Sudirman S. 2004. Teknologi untu
Electronic Nose tidak mampu membagi kandungan volatil ke
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Departeme
dalam senyawa volatil yang spesifik, tetapi mampu merespon
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
kandungan volatil suatu bahan pangan ke dalam suatu komponen
sensor gas dalam bentuk pola digital yang unik. Tang Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan
(2010) menambahkan pula bahwa prinsip operasi Penebar alat iniSwadaya. Jakarta.
memiliki keuntungan dalam mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan kumpulan aroma pangan keMurniyati, dalam A.S., dan Sunarman. 2004. Pendinginan, Pembekuan
komponen volatil sesuai sensor gas yang ada. Alat ini juga lebihdan Pengawetan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
mudah dalam penggunaan, hemat waktu penggunaan Nooryantini
dan lebih S., Yuspihana F., dan Rita K. 2010. Kualitas Teras
efisien serta harganya ekonomis. Udang dengan Suplementasi Pediococcus Halophilu
(FNCC-0033). Jurnal Hasil Perikanan. Universita
Lambung Mangkurat, Banjarbaru. (diakses 25 Me
2013).

22
Nugroho J., Dwi M., Sri R, dan Nursigit B. 2008. Development
Aplikasi of a Portable Electronic Nose
Jaringan Syaraf Tiruan untuk Identifikasi Aroma
SystemTehfor the Detection and Clasification of
Menggunakan Electronic Nose. Fakultas Teknologi
Fruity
Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Odors. Department Electrical Engineering.
National Tsing Hua University. Taiwan.
Rab, T. 1997. Teknologi Hasil Perairan. Penerbit Universitas
Article
Islam Riau Press. Pekanbaru.
Sensors. 2010.10.9179-9193
Rahayu, P. W., 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan.(http//mdpi.com/journal/sensor) diakses 25 Juni 2013
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Zhang H., Jun Wang., and Sheng Ye. 2007. Predictions o
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Acidity, Soluble Solids, and Firmness of Pear usin
Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Electronic Nose Technique. Department of Bio-system
Engineering. Zhejiang University. Hangzhou. China
Sunnara, R. 2011. Jangan Gengsi dengan Terasi. Kenanga Journal of Food Engineering.2008.370-378
Pustaka Indonesia. Banten. (http//sciencedirect.com) diakses 25 Juni 2013
Suprapti, M. L. 2002. Membuat Terasi. Kanisius, Yogyakarta.
Susilowati, A. 2010. Pengaruh Aktivitas Proteolitik Aspergilus
sp dalam Perolehan Asam-asam Amino sebagai Fraksi
Gurih Melalui Fermentasi Garam pada Kacang Hijau
(Phaseolus radiatus L.). Rubrik Teknologi Pangan, Vol
19 No. 01. (diakses 25 Mei 2013)
Tang K.T., Shih-When C., Chih-Heng P., Hung-Yi T., Yao-
Sheng L., and Ssu-Chieh L. 2010.

23

Anda mungkin juga menyukai