ACARA
FAKULTAS PERTANIAN
2021
I. TUJUAN
Mengetahui pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap mutu bibit yang
dihasilkannya.
II. ALAT DAN BAHAN
1. Buah Lombok yang belum masak fisiologis, masak fisiologis dan sudah lewat
masak.
2. Bak perkecambahan dan pasir
3. Petridish
4. Kertas saring
A. DATA KELOMPOK
1. Jumlah benih berkecambah setiap hari
Keterangan:
PD= Petridish
BP= Bak Pasir
Ulangan/Kelompok
Perlakuan
1 2 3 4
Hijau 0% 0% 0% 0%
Hijau-Merah 16,66% 0% 30% 50%
Merah 26,66 % 33,33% 0% 10%
Ulangan/Kelompok
Perlakuan
1 2 3 4
Hijau 0 0 0 0
Hijau-Merah 17,24 0 14,75 20,27
Merah 18,60 15,87 0 16,7
Ulangan/Kelompok
Perlakuan
1 2 3 4
Hijau 0 0 0 0
Hijau-Merah 0 0 0 0,2
Merah 0 0 0 0
Ulangan/Kelompok
Perlakuan
1 2 3 4
Hijau 0 cm 0 cm 0 cm 0 cm
Hijau-Merah 0 cm 0 cm 2,15 cm 1,9 cm
Merah 1,5 cm 3,5 cm 0 cm 0 cm
V. PERHITUNGAN
0+0+0+ 0
Rerata = = 0%
4
0+0+0+ 0
Rerata = =0
4
0+0+0+ 0
Rerata = =0
4
0
D. Pemunculan bibit = x 100 % = 0 %
30
0+0+0+ 0
Rerata = = 0%
4
0+0+0+ 0
E. Rerata tinggi bibit = = 0 cm
4
16,66+0+30+50
Rerata = = 24,16%
4
17,24+0+14,75+ 20,27
Rerata = = 13,06
4
0+0+0+ 0,2
Rerata = = 0,05
4
0
D. Pemunculan bibit = x 100 % = 0 %
30
0,866+0+13,33+17
Rerata = = 7,79%
4
0+0+2,15+1,9
E. Rerata tinggi bibit = = 1,0125 cm
4
26,66+33,33+0+10
Rerata = = 17,4975%%
4
0+0+0+ 0
Rerata = =0
4
17
D. Pemunculan bibit = x 100 % = 56,66 %
30
1,509+ 2,73+0+0
Rerata = = 1,05%
4
1,5+3,5+0+0
E. Rerata tinggi bibit = = 1,25 cm
4
VI. PEMBAHASAN
Dalam mendapatkan benih yang baik dan bermutu maka diperlukan waktu
pemanenan yang tepat. Pemanenan yang tepat merupakan salah sata kunci untuk
mendapatkan vigor awal benih yang tinggi. Melakukan pemanenan saat terlalu muda dan
terlalu tua dapat menghasilkan benih yang memiliki vigor yang rendah. Benih yang
memiliki vigor maksimum dapat dicapai pada saat benih dalam keadaan masak fisiologis.
Selain dari vigor benih, waktu pemanenan juga mempengaruhi viabilitas benih, viabilitas
benih dapat dicerminkan dari faktor daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Viabilitas
benih dapat diukur dengan tolak ukur daya berkecambah, maka sebisa mungkin waktu
pemanenan buah atau benih harus dilakukan pada saat tercapai keadaan masak fisiologis
(Mugnisjah, 1994).
Mutu benih dapat dideskripsikan kedalam mutu genetik, fisik, dan fisiologi. Mutu
fisik dan fisiologi suatu benih dimulai dari penentuan kapan benih masak fisiologi yang
dapat berpengaruh terhadap daya kecambah. Pemanenan pada saat kematangan bauh
setiap jenisnya berbeda. Pemanenan buah harus dilakukan tepat waktu, dalam keadaan
masak fisiologis. Kematangan buah dapat dicirikan oleh kadar air benih, kandungan
bahan kimia pada benih, perubahan warna buah. Benih dapat dikatakan masak, apabila
secara fisiologi benih dapat berkecambah, buah atau organ pembentuk biji sudah masak.
Proses pematangan buah dan biji terjadi bersamaan, sehingga kemasakan buah dan biji
diperoleh pada waktu yang sama (Suita, 2008). Benih yang dipanen ketika masak
fisiologis akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang optimal, sedangkan pada
benih yang dipanen sebelum dan sesudah masak fisiologis akan membuat pertumbuhan
dan produksinya tidak optimal (Darmawan, 2014). Kemunduran benih dapat ditandai
secara biokimia dan fisiologi, indikasi fisiologi kemunduran benih dapat ditandai dengan
penurunan daya berkecambah dan vigor benih (Tatipata, 2004).
Terdapat beberapa fase untuk mencapai suatu tingkat kemasakan benih,yaitu fase
pembuahan, fase penimbunan zat makanan dan terakhir fase pemasakan. Fase pembuahan
dimulai dari sesudah terjadi proses penyerbukan yang ditandai dengan pembentukan
jaringan-jaringan dan kadar air yang tinggi. Fase penimbunan zat makanan ditandai
dengan kenaikan berat kering benih dan turunnya kadar air. Pada fase pemasakan, kadar
air benih akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara diluar dan setelah
mencapai tingkat masak fisiologi, benih berat kering tidak akan mengalami banyak
perubahan (Prasetyo, 2004).
Rendahnya viabilitas benih dari benih belum masak disebabkan oleh energi yang
tersimpan pada endosperm sangat terbatas sehingga menghambat proses perkembangan
embrio. Pengambilan benih pada saat buah belum masak fisiologis, kandungan protein,
lemak dan karbohidrat masih sangat rendah sehingga mengganggu proses perkecambahan
benih (Sutopo, 2002).
Pada benih lewat masak, daya kecambah dan lain-lain masih tergolong rendah.
Pemanenan buah yang sudah lewat masak fisiologis maka dapat menyebabkan benih
mulai berkecambah sejak masih berada pada tanaman induknya dengan kondisi yang
kurang menguntungkan dari segi cahaya yang terlalu dan mengakibatkan kondisi benih
terganggu dan viabilitas yang dimiliki sangat rendah apabila benih dikecambahkan.
Menurut (Mugnisyah Setiawan, 1990) menyatakan penangguhan pada saat masa panen
setelah buah mencapai masak fisiologis akan menurunkan viabilitas dan vigor benih,
karena ini berkaitan dengan aktifitas metabolisme yang terus berjalan sedangkan
pemasokan makanan ke benih terhenti pada saat buah mencapai masak fisiologis. Kondisi
ini membuat jumlah cadangan makanan menjadi terbatas untuk benih sehingga viabilitas
benih menjadi rendah.
VII. KESIMPULAN
Kemasakan buah sangat berpengaruh terhadap viabilitas benih. Buah yang masak
fisiologis menghasilkan tingkat viabilitas benih yang tinggi dibandingkan dengan buah
belum masak, buah yang lewat masak fisiologis. Berdasarkan hasil praktikum benih
masak fisiologis memiliki viabilitas yang tinggi dan presentase daya kecambah yang
tinggi dibanding dengan benih yang belum masak dan lewat masak fisiologis.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, A., Respartijarti, R., & Soetopo, L. (2014). Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih
Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Cabai Rawit (Capsicum frutescent L.) Varietas
Comexio. Jurnal Produksi Tanaman. Vol.2 No.4, 339-346.
Mugnisyah, W., & Setiawan, A. (1990). Pengantar Produksi Benih. Rajawali Press: Jakarta.
Mugnisyah, W., A.Setiawan, Suwarto, & C. Santiwa. (1994). Panduan Praktikum dan Penelitian
Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 264 hal.
Prasetyo. (2004). Evaluasi Mutu Benih Beberapa Genotip Padi Selama Penyimpanan. Jurnal
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol.20. No.3, 17-23.
Suita, E. (2008). Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan
Bibit Tanjung. Bogor. Mitra Hutan Tanaman. Vol. 3 No.2, 71-78.
Tatipata, A., Yudoyono, P., Purwantoro, A., & W., M. (2004). Kajian Aspek Fisiologi dan
Biokomia Deteriorasi Benih Kedelai dalam Penyimpanan. Jurnal Ilmu Pertanian. Vol.11.
No.2, 76-87.
LAMPIRAN