ACARA
TETRAZOLIUM
FAKULTAS PERTANIAN
2021
I. TUJUAN
Alat :
1. Pinset
2. Kater
3. Petridist
4. Kertas saring
5. Beker glass
Bahan :
2 0,1% 1 7 10 0,9
2 4 10 3,6
Kedelai Lama
3 8 10 0,4
4 7 10 0,9
Jumlah X2 Hit=5,8
1% 1 6 10 1,6
2 4 10 3,6
Kedelai Lama
3 5 10 2,5
4 4 10 3,6
Jumlah X2 Hit= 11,3
No Bahan Kosentrasi UI O e (O-e)2
Tetrazolium e
1 Jagung Baru 0,1% 1 6 10 1,6
2 3 10 4,9
3 4 10 3,6
4 5 10 2,5
Jumlah X2 Hit=12,6
Jagung Baru 1% 1 2 10 6,4
2 1 10 8,1
3 1 10 8,1
4 3 10 4,9
Jumlah X2 Hit= 27,5
e
X2 tabel = 7,815
Keterangan:
o Apabila x2 tabel < x2 hitung, artinya signifikan/berbeda nyata
o Apabila x2 tab > x2 tab > x2 hit, artinya non signifikan/tidak
berbeda nyata
V. PERHITUNGAN
(O−e)2 (5−10)2
=
e 10
= 2,5
Ulangan 2
(O−e)2 (10−10)2
=
e 10
=0
Ulangan 3
(O−e)2 (2−10)2
=
e 10
= 6,4
Ulangan 4
(O−e)2 (1−10)2
=
e 10
= 8,1
X2 Hit = 2,5+0+6,4+8,1 = 17
Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih pada kondisi yang sesuai untuk
kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung presentase daya berkecambahnya.
Persentase daya berkecambah merupakan jumlah proporsi benih-benih yang telah menghasilkan
perkecambahan dalam kondisi dan periode tertentu. Tujuan dari pengujian daya berkecambah
adalah memperoleh informasi nilai penanaman benih dilapangan, membandingkan kualitas benih
antar seed lot (kelompok benih), menduga stabilitas (daya simpan) benih, dan memenuhi apakah
nilai daya berkecambah benih telah memenuhi peraturan yang berlaku (Siregar, 2004)
Kekurangan yang terjadi pada uji perkecambahan secara langsung dapat dintasi apabila
viabilitas benih dapat diukur dengan suatu penduga biokimia di aktivitas metabolisme benih Di
dalam satu uji biokimia tanda terjadinya proses reduksi dalam sel hidup dihasilkan oleh reduksi
di suatu indikator Garam tetrazolium merupakan bahan yang tidak berwama, di dalam jaringan
sel hi bahan ini akan ikut serta dalam proses reduksi (Soejadi, G, 2001)
Pada pengujian secara biokimia akan terjadi proses reduksi pada jaringan hidup. Proses
reduksi ini menjadi ciri bahwa benih yang diuji tersebut hidup. Bahan yang digunakan untuk
pengujian adalah garam tetrazolium Pada jaringan hidup. jika benih mengimbibisi larutan ini
maka terjadi proses reduksi. Dengan adanya proses dehidrogenase maka larutan 2.3.5
triphenyltetrazolium chloride atau bromide akan berwama merah sehingga jaringan yang hidup
berwarna merah stabil dan merupakan substansi yang tidak terlarut oleh triphenyl formazan yang
dihasilkan oleh jaringan hidup. Jaringan yang hidup berwarna merah dan yang akan mati tidak
berwarna (Kuswanto, 1997)
Prinsip kerja uji Tetrazolium adalah berdasarkan perbedaan warna dari benh setelah
direndam dalam larutan Tetrazolium Jaringan dalam benih itu hidup akan menghasilkan suatu
reaksi pada benih dengan menimbulkan warna merah Sedangkan jika tidak menimbulkan warna
menunjukan bahwa benih sudah mati (Chapman. S. R. and Lark P.C., 2005)
Pada praktikum acara tetrazolium, yang bertujuan mengetahui viabilitas benih dengan
metode pengecatan tetrazolium dan ntuk menambah pengertian tentang reaksi kimia yang
menjadi dasar uji Tetrazolium, alat yang digunakan yaitu pinset, kater, petridist, kertas saring,
dan beker glass, sementara bahan yang digunakan yaitu Benih jagung dan kedelai (baru dan
lama), Air, Larutan tetrazolium, setelah alat dan bahan sudah terkumpul lengkap. Maka
praktikum dapat dilaksanakan yaitu dengan merendam benih kedelai selama 4 jam, setelah
perendaman belah benih secara sejajar, kemudian benih yang sudah siap, rendam menggunkan
larutan tetrazolium selama kurang lebih 2 jam, setelah dirasa cukup ganti larutan tetrazolium
dengan aquadest kemudian amati pola pengecatan benih, pisahkan benih yang mati dan yang
hidup.
Berdasarkan data dari hasil uji tetrazolium, pada benih kedelai baru dengan konsentrasi
0,1%, menunjukan Signifikan/berbeda nyata, karena kemungkinan dari hasil pengujian
tetrazolium menunjukan bahwa biji masih sehat, kotiledon dan embrio berwarna merah, sehingga
presentase dapat tumbuh tinggi, sementara pada benih kedelai baru dengan konsentrasi 1%
menunjukan Non signifikan/tidak berbeda nyata. Karena kemungkinan benih telah busuk, rusak
atau sudah tua. Pada benih kedelai lama dengan konsentrasi 0,1%, menunjukan bahwa Non
signifikan/tidak berbeda nyata, sementara pada benih kedelai lama dengan konsentrasi 1 %
menunjukan Signifikan/berbeda nyata.
Menurut (Subantoro, 2013) Hasil pengecatan tetrazolium ditunjukkan bahwa pada biji
kedelai terdapat sebagian biji yang masih sehat, kotiledon dan embrionya berwarna merah, dan
biji ini mempunyai nilai persentase perkecambahan yang tinggi serta benih tumbuh dengan baik
dan kecepatanya relatif tinggi. Sedangkan sebagian biji telah mengalami pembusukan yang
dalam uji tetrazolium ditandai dengan kotiledon dan endosperm yang berwarna merah kehitam-
hitaman serta axis embrionya berwarna coklat kehitaman. Biji tersebut pada umumnya tidak
mampu berkecambah atau apabila masih mampu berkecambah, pertumbuhan bibitnya lambat
dan abnormal, dan bahkan pertumbuhan bibit yang demikian sering berakhir dengan kematian.
Dari data uji tetrazolium, benih jagung baru dengan konsetrasi 0,1% menunjukan bahwa
Signifikan/berbeda nyata, kemungkinan dari hasil pengujian tetrazolium menunjukan bahwa biji
masih sehat, kotiledon dan embrio berwarna merah, sehingga presentase dapat tumbuh tinggi
sementara pada benih jagung baru dengan konsentrasi 1 % menunjukan bahwa
Signifikan/berbeda nyata. Pada benih jagung lama dengan konsetrasi 0,1% menunjukan bahwa
Signifikan/berbeda nyata, sementara untuk benih jagung lama dengan konsentrasi 1 %
menunjukan bahwa Non signifikan/tidak berbeda, kemungkinan benih telah busuk, rusak atau
sudah tua.
Hasil pengujian tetrazolium menunjukkan bahwa pada biji jagung yang masih sehat,
kotiledon dan embrionya berwarna merah, dan biji ini memberikan persentase perkecambahan
yang tinggi dan benih tumbuh dengan baik dan cepat. Sedangkan sebagian biji telah mengalami
pembusukan saat uji tetrazolium yang ditandai adanya kotiledon dan endosperm yang berwarna
merah kehitam-hitaman serta axis embrionya berwarna coklat kehitaman. Biji tersebut umumnya
tidak bisa lagi berkecambah atau apabila masih mampu berkecambah, pertumbuhan bibitnya
lambat dan abnormal, dan bahkan pertumbuhan bibit yang demikian sering berakhir dengan
kematian (Subantoro, 2013)
VII. KESIMPULAN
Pada praktikum acara tetrazolium, praktikan dapat Mengetahui viabilitas benih dengan
metode pengecatan tetrazolium dan Untuk menambah pengertian tentang reaksi kimia yang
menjadi dasar uji Tetrazolium.
1. Pada benih kedelai baru dengan konsentrasi 0,1% menunjukan bahwa Signifikan/berbeda
nyata, sedangkan pada benih kedelai baru dengan konsentrasi 1% menunjukan Non
signifikan/tidak berbeda nyata.
2. Pada benih kedelai lama dengan konsentrasi 0,1 % menunjukan bahwa Non
signifikan/tidak berbeda nyata, sedangkan pada benih dengan konsentrasi 1%
menunjukan Signifikan/berbeda nyata.
3. Pada benih jagung baru dengan konsentrasi 0,1% menunjukan bahwa Signifikan/berbeda
nyata, sedangkan pada benih jagung baru dengan konsentrasi 1% menunjukan bahwa
Signifikan/berbeda nyata.
4. Pada benih jagung baru dengan konsentrasi 0,1% menunjukan bahwa Signifikan/berbeda
nyata, sedangkan pada benih jagung baru dengan konsentrasi 1% menunjukan bahwa
Non signifikan/tidak berbeda nyata
Signifikasi / berbeda nyata, diduga karena hasil pengujian tetrazolium menunjukan bahwa biji
masih sehat, kotiledon dan embrio berwarna merah sehingga presentase dapat tumbuh tinggi,
sedangkan non signifikan/ tidak berbeda nyata diduga karena benih telah busuk, rusak atau sudah
tua.
Prinsip kerja uji Tetrazolium adalah berdasarkan perbedaan warna dari benh setelah direndam
dalam larutan Tetrazolium Jaringan dalam benih itu hidup akan menghasilkan suatu reaksi pada
benih dengan menimbulkan warna merah Sedangkan jika tidak menimbulkan warna menunjukan
bahwa benih sudah mati
DAFTAR PUSTAKA
Chapman. S. R. and Lark P.C. (2005). Crop Production Principle and Practise. WH Freeman
Co. SF.
Kuswanto. (1997). Analisis Benih. Yogyakarta andi. nasional. Balai Penelitian Tanaman serealia.
maros.
Siregar, H. dan N. W. U. (2004). Perkecambahan Biji Kenari Babi (canarium decumanum
gaertn). Jurnal Kebun Raya Indonesia, vol : 1, 25–29.
Soejadi, G, S. (2001). Identifikasi Tingkat Kemunduran Benih Kedelai Melalui daya hantar
listrik dan Viabilitas. Agri Jurnal, Vo: VIII, 38–49.
Subantoro, R. dan R. P. (2013). Pengkajian viabilitas benih dengan tetrazolium test pada jagung
dan kedelai. Mediagro, 9(2), 1–8.
LAMPIRAN