Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK BUDIDAYA

TANAMAN
ACARA 7. PENANGANAN PASCA PANEN PADI

Disusun Oleh :

Zulfa Kayla Zahra 20200210032

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah dilakukan pemanenan, selanjutnya hasil panen harus dilakukan


proses pasca panen. Pascapanen merupakan tahap penanganan hasil tanaman
pertanian segera setelah pemanenan. Dilakukan pasca panen karena untuk
menghindari kehilangan hasil akibat pembusukan yang cenderung di alami
pada hasil pertanian yang sudah terpisah dari tumbuhan. Dimana hasil
pertanian ini akan mengalami perubahan secara fisik dan kimiawi yang
memicu pembusukan. Penanganan di pasca panen ini dapat menentukan
kualitas hasil pertanian secara garis besar, menentukan akan dijadikan apa
bahan hasil pertanian setelah melewati penanganan pascapanen, dsb.
Penanganan pasca panen berbeda dengan pengolahan pangan karena tidak
mengubah struktur fisik dan susunan kimiawi primer dari hasil pertanian
secara signifikan.
Beberapa proses yang dilakukan pada penanganan pasca panen dapat
berupa:

1. Penumpukan dan pengumpulan


2. Perontokan
3. Pengangkutan
4. Pengeringan
5. Pembersihan dan sortasi
6. Pengemasan
7. Penyimpanan
8. Penggilingan
9. Standarisasi
Pada praktikum kali ini dilakukan perontokan padi menggunakan alat
yang bernama thrasher. Kemudian setelah dilakukan perontokan, padi di ukur
berat dan kadar airnya pada setiap 1000 biji padi saat sebelum dilakukan
pengeringan hingga setelah dilakukan pengeringan.

B. Tujuan
Mengetahui teknik thrasher padi.
BAB II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Teknik Pascapanen Padi

Setelah dilakukan pemanenan, hasil panen selanjutnya dilakukan


proses pasca panen. Dalam pemanenan padi yang tujuannya untuk
menghasilkan beras untuk dikonsumsi, terdapat beberapa proses yang
dilakukan pada pasca panen. Proses-proes tersebut adalah:
1. Penumpukan dan pengumpulan
Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pascapanen
setelah padi dipanen. Kegiatan ini dilakukan karena sebagian petani masih
meletakkan padi setelah panen tanpa alas, kurang peduli akan adanya
susut saat penumpukan dan pengumpulan. Ketidaktepatan dalam
penumpukan dan pengumpulan padi dapat mengakibatkan kehilangan
hasil yang cukup tinggi. Maka baiknya dilakukan penumpukan dan
pengangkutan padi menggunakan alas terpal. Penggunaan alas dan wadah
pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil
antara 0,94 – 2,36 %.
2. Perontokan
Perontokan merupakan tahap penanganan pascapanen setelah
penumpukan dan pengumpulan padi yang bertujuan untuk memisahkan
gabah dari malai dan jerami dengan cara memberikan tekanan atau
pukulan terhadap malai. Perontokan harus dilakukan di atas alas antara
lain dari terpal plastik, tikar dan anyaman bambu yang bersih dan bebas
cemaran untuk menghindari terjadinya susut pascapanen karena tercecer,
rusak, kotor dan lain-lainnya. Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan
dalam melakukan perontokan ini dapat mencapai lebih dari 5 %. Adapun
mesin perontok padi yang lebih efektif digunakan bernama power
thresher. Kelebihan mesin perontok ini dibandingkan dengan alat perontok
lainnya adalah kapasitas kerja lebih besar dan efisiensi kerja lebih tinggi.
Penggunaan power thresher dalam perontokan dapat menekan kehilangan
hasil padi sekitar 3 %.
3. Pengangkutan
Pengangkutan adalah kegiatan memindahkah gabah setelah panen dari
suatu tempat ke tempat lain dengan tetap mempertahankan mutu gabah.
Tingkat kehilangan hasil dalam tahapan pengangkutan cukup rendah, yaitu
berkisar antara 0,5 – 1,5 %.
4. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai
mencapai nilai tertentu sehingga siap untuk digiling atau aman untuk
disimpan dalam waktu yang lama. Secara biologis, gabah yang baru
dipanen masih hidup sehingga masih berlangsung proses respirasi yang
menghasilkan CO2, uap air dan panas sehingga proses biokimiawi
berjalan cepat. Jika proses tersebut tidak dikendalikan maka gabah akan
menjadi rusak dan beras bermutu rendah. Kehilangan hasil akibat
ketidaktepatan dalam melakukan proses pengeringan dapat mencapai 2,13
%. Metode pengeringan padi ada 2, yaitu pengeringan padi menggunakan
sinar matahari dengan cara penjemuran dan dengan cara pengering buatan.
5. Pembersihan dan sortasi
Pembersihan merupakan kegiatan menghilangkan kotoran fisik maupun
biologis. Pembersihan gabah dengan cara menghilangkan butir hampa dan
benda asing lainnya. Pembersihan gabah akan mempertinggi daya simpan
gabah, mempertinggi rendemen penggilingan dan mempertinggi harga jual
persatuan berat. Pembersihan dilakukan berulang hingga gabah cukup
bersih (kadar hampa dan kotoran < 3%).
Sortasi merupakan kegiatan pemilahan hasil panen yang baik dari yang
rusak atau cacat, yang sehat dari yang sakit dan benda asing lainnya.
Sortasi gabah biasanya dapat dilakukan bersamaan pada saat melakukan
kegiatan perontokan, pengeringan maupun pembersihan
6. Pengemasan
Pengemasan merupakan kegiatan mewadahi dan/atau membungkus
produk dengan memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk
dari gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi daya simpan. Bahan
kemasan gabah dapat berasal dari wadah berbahan kertas, karung plastik,
karung goni, dll. Pengemasan dapat menggunakan alat dan/atau mesin.
7. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan tindakan untuk mempertahankan gabah/beras
agar tetap dalam keadaan baik dalam jangka waktu tertentu. Cara
penyimpanan gabah/beras dapat dilakukan dengan : (1) sistem curah, yaitu
gabah yang sudah kering dicurahkan pada suatu tempat yang dianggap
aman dari gangguan hama maupun cuaca, dan (2) cara penyimpanan
menggunakan kemasan/wadah seperti karung plastik, karung goni, dan
lain-lain.
8. Penggilingan
Penggilingan merupakan proses untuk mengubah gabah menjadi beras.
Proses penggilingan gabah meliputi pengupasan sekam, pemisahan gabah,
penyosohan, pengemasan dan penyimpanan.
9. Standarisasi
Standarisasi mutu hasil gabah dan beras mengacu pada Standar Nasional
Indonesia (SNI) atau persyaratan mutu minimal yang ditetapkan sesuai
permintaan pasar.
a. Standar mutu gabah
Standar mutu gabah meliputi persyaratan kualitatif dan persyaratan
kuantitatif.
- Persyaratan kualitatif
 Bebas hama dan penyakit
 Bebas bau busuk, asam, atau lainnya
 Bebas dari bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk, pestisida,
fungisida, dan bahan kmia lainnya
 Gabah tidak boleh panas
- Persyaratan kuantitatif mutu gabah sesuai SNI

No. Kriteria Mutu Mutu I Mutu Mutu


(%) II (%) III (%)
1. Kadar air (maks) 14 14 14
2. Gabah hampa (maks) 1 2 3
3. Butir rusak + butir kuning 2 5 7
(maks)
4. Butir mengapur + gabah muda 1 5 10
(maks)
5. Gabah merah (maks) 1 2 4
6. Benda asing (maks) - 0,5 1
7. Gabah varietas lain (maks) 2 5 10
Keterangan : Tingkat mutu gabah rendah (sample grade) adalah
tingkat mutu gabah tidak memenuhi persyaratan tingkat mutu I, II
dan II dan tidak memenuhi persyaratan kualitatif.
b. Syarat mutu beras
- Persyaratan kualitatif
 Bebas hama dan penyakit
 Bebas bau busuk, asam, dan lainnya
 Bebas dari bekatul
 Bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia berbahaya
- Persyaratan kuantitatif mutu beras giling sesuai SNI 01-6128-1999

No. Kriteria Mutu Mutu Mutu Mutu Mutu Mutu


I II III IV V
(%) (%) (%) (%) (%)
1. Derajat sosoh 100 100 100 95 95
(min)
2. Kadar Air 14 14 14 14 15
(maks)
3. Beras kepala 100 95 84 60 60
(min)
4. Butir utuh (min) 60 50 40 35 35
5. Butir patah 0 5 15 25 35
(maks)
6. Butir menir 0 0 1 2 3
(maks)
7. Butir merah 0 0 1 3 5
(maks)
8. Butir kuning 0 0 1 3 5
(maks)
9. Butir mengapur 0 0 1 3 5
(maks)
10. Benda asing 0 0 0,02 0,05 0,2
(maks)
11. Butir Gabah 0 0 1 2 3
(maks)
12. Campuran 5 5 5 10 10
varietas (maks)

B. Teknik Trasher
Perontokan biji-bijian khususnya padi dapat dilakukan secara
tradisional maupun dengan mesin. Seacara tradisional kegiatan perontokan
akan menghasilkan susut tercecer yang relatif besar , mutu yang kurang baik
akibat busuk tak sempat terontok, dan membutuhkan tenaga yang cukup
melelahkan. Mesin perontok dirancang untuk mampu memperbesar kapasitas
kerja dan meningkatkan effisiensi kerja sehingga akan diperoleh mutu hasil
yang baik dan susut tercecer yang kecil. Prinsip dasar perontokan adalah
bertujuan melakukan pemisahan butir gabah dari tangkai malai dan ini dapat
dilakukan dengan cara:
1. Gebot yaitu membantingkan malai padi pada kayu atau rangka bambu
2. Cara Mekanis, dengan memanipulasi beberapa faktor antara lain :
pengaruh gesekan antar butiran padi (Stripping); pengaruh gerak cepat
dari butir gabah terhadap bahan (Hammering); tekanan antar polong
(Impact); pengaruh kombinasi dari dua atau lebih faktor akibat gaya
dinamis sentrifugal

Terdapat berbagai macam jenis mesin perontok padi (thresher), yaitu:

1. Pedal Thresher dan Thresher Lipat


2. Thresher dengan tipe drum (silinder) tertutup
3. Thresher dengan tipe drum (silinder) terbuka
4. Thresher dengan tipe drum (silinder) terbuka yang telah dimodifikasi
5. Thresher mobil tipe aksial
6. Thresher modifikasi untuk varietas padi ulet
Dalam penggunaannya, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
aplikasi thresher, yaitu meliputi prosedur sebelum pemakaian dan prosedur
ketika pemakaian. Prosedur sebelum pemakaian meliputi:
1. Meletakkan mesin di tempat yang rata, dekat dengan tumpukan hasil yang
akan dirontok, bila perlu meletakkan alas/lembaran kanvas/plastik atau
semacamnya (bersih & tidak beraroma) dibawah mesin, untuk mengurangi
susut karena tercecer.
2. Meletakkan dan memposisikan mesin sedemikian rupa sehingga kotoran
akan keluar searah dengan arah angin.
3. Untuk mengurangi susut tercecer mesin diposisikan dengan menghadap
dinding, atau dengan membuat dinding buatan berupa lembaran plastik
didepan mesin sedemikan rupa sehingga butiran bijian yang terlempar
dapat terkumpul.
4. Membuka penutup mesin dan memeriksa : drum, semua gigi perontok,
konkaf, membersihkan bagian dalam mesin dari kotoran dan benda asing
yang sekiranya akan mengganggu dan merusak mesin dan juga berbahaya
bagi operator. Memutar drum perontok dengan tangan sehingga yakin
tidak ada yang lepas atau bersentuhan/bergesekan.
5. Memeriksa ketegangan dan garis lini sabuk puli, bila sabuk tidak dalam
satu garis lini dan ketegangan tidak tepat maka sabuk puli akan cepat
rusak sebelum waktunya. Untuk permukaan puli yang kasar sebaiknya
diamplas dan bila puli retak, sebaiknya segera diganti.
6. Melumasi semua bantalan dengan minyak pelumas atau pasta pelumas,
memeriksa juga secara menyeluruh terhadap kemungkinan adanya mur,
baut yang kendor. Memeriksa enjin apakah sudah cukup oli dan bahan
bakarnya.

Kemudian untuk cara kerjanya dapat dilakukan dengan cara:

1. Setelah semuanya siap, start enjin/motor, biarkan sebentar tanpa muatan.


Memeriksa posisi unit keseluruhan mesin, jangan sampai
bergerak/bergeser akibat getaran, atau berpindah tempat.
2. Memasukkan sedikit bahan untuk memeriksa kemampuan, menambah
kecepatan putar (rpm) drum perontok bila ternyata masih ada biji-bijian
yang belum terontok.
3. Setelah kemampuan mesin siap dioperasikan penuh, memasukkan bahan
yang akan dirontok ke pintu pemasukkan secara teratur sebanyak mungkin
tanpa menimbulkan overload.
4. Mengurangi pemasukan bahan bila terasa akan terjadi overloading,
terutama untuk bahan yang masih belum kering. Apabila mesin macet/slip
karena overloading, maka mematikan enjin/motor, membuka tutup mesin
dan membersihkan bagian dalamnya.
5. Apabila dirasa posisi meja pengumpan terlalu tinggi, pergunakan alat
bantu meja atau kursi untuk tempat berdiri operator pengumpan, atau
rendahkan posisi dudukan mesin perontok.
6. Untuk mencegah jangan sampai ada benda asing (batu, kayu, logam, mur,
baut, kawat, dsb) yang dapat terikut masuk kedalam mesin, dianjurkan
agar seluruh bahan yang akan dirontok, ditumpuk didekat samping mesin,
dan sudah aman dari kontaminasi benda asing.
7. Kotoran berbentuk jerami yang keluar dari pintu pelempar jerami atau
kipas penghembus harus segera dijauhkan dari mesin dan enjin, agar tidak
menyumbat saringan udara pada enjin atau tercampur dengan bijian bersih
hasil pemipilan, bila perlu tampung langsung menggunakan karung
(tembus udara) didepan mulut pintu pengeluaran biji-bijian
8. Apabila proses perontokan telah selesai (usai), mesin harus segera
dibersihkan (terutama bagian dalamnya) untuk disimpan ditempat yang
bersih dan kering, kalau perlu diberi selimut agar tidak mudah berkarat.
Menyimpan mesin dalam keadaan kotor akan menjadikannya sebagai
sarang hama.

C. Kehilangan Hasil padi

Kelompo Ulanga
k n Bruto Netto
1 3,8 2,394
2 2 3,2 1,664
3 3 1,05
1. Presentase kehilangan hasil (%)
a. Ulangan 1
B−N
= 100 %
B
3,8−2,394
= 100 %
3,8
= 0,37. 100%
= 37 %
b. Ulangan 2
B−N
= 100 %
B
3,2−1,664
= 100 %
3,2
= 0,48 . 100%
= 48 %
c. Ulangan 3
B−N
= 100 %
B
3−1,05
= 100 %
3
= 0,65 . 100%
= 65 %
2. Berat serasah
a. Ulangan 1
Bruto – Netto
= 3,8 – 2,394
= 1,406
b. Ulangan 2
Bruto – Netto
= 3,2 – 1,664
= 1,536
c. Ulangan 3
Bruto – Netto
= 3 – 1,05
= 1,95
3. Presentase gabah (%)
a. Ulangan 1
Netto – Serasah
= 2,394 – 1,406
= 0,988
b. Ulangan 2
Netto – Serasah
= 1,664 – 1,536
= 0,128
c. Ulangan 3
Netto – Serasah
= 1,05 – 1,95
= - 0,9

D. Kualitas Bulir Padi

Kelompo Sebelum dikeringkan Setelah dikeringkan


k Ulangan Kadar air bobot 1000 bulir bobot 1000 bulir kadar air
1 27,1 31,8 26,71 19,0
2 2 28,6 32,7 27,80 17,6
3 20,4 31,6 29,07 8,7
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap kadar air padi saat
panen, hasil menunjukan bahwa pada ulangan pertama kadar air berada pada 27,1%,
ulangan kedua 28,6% dan ulangan ketiga 20,4%. Panen pada saat umur optimum
sangat penting untuk memperoleh mutu beras yang baik dan menekan kehilangan
hasil. Umumnya panen optimum dilakukan pada saat gabah menguning 90−95%,
kadar air gabah 25−27% pada musim hujan dan 21−24% pada musim kemarau atau
pada umur 50−60 hari setelah pembungaan, bergantung pada varietas (Nugraha
2008). Dari data hasil pengamatan yang ada ditabel dapat disimpulkan bahwa hanya
pada ulangan ketiga pemanenan yang dilakukan belum optimum.

Setelah dilakukan pengeringan, kadar air pada padi mengalami penurunan


yang cukup drastis yaitu pada ulangan ketiga. Pengeringan merupakan proses
penurunan kadar air gabah sampai mencapai nilai tertentu sehingga gabah siap untuk
digiling atau aman disimpan dalam waktu yang lama. Kadar air yang optimal untuk
melakukan penggilingan adalah 13-15%. Dari data pengamatan pada tabel
menunjukan bahwa penurunan kadar air pada ulangan ketiga tidak memenuhi standar
optimum karena kadar airnya kurang dari kadar air optimum yang telah ditentukan.
Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang
lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Apabila gabah disimpan sebelum
digiling, kadar airnya harus diturunkan terlebih dahulu dengan cara dikeringkan
sampai kadar air maksimum 18%, seperti pada ulangan 1 dengan kadar air 19%.
Pada uji 1000 butir benih, hasil menunjukan bahwa terjadi penurunan berat
saat panen dan setelah dilakukan pengeringan.Berat 1000 butir ini menentukan
kualitas biji per perlakuan (biomassa biji). Perbedaan berat 1000 butir dapat
disebabkan karena perbedaan ukuran biji dan isi pada setiap butir padi yang berbeda.
Penurunan berat 1000 butir padi yang telah dilakukan terjadi karena dilakukannya
proses pengeringan yang membuat kadar air pada padi berkurang sehinggan berat
padi juga akan berkurang. Berat atau besarnya biji padi dapat dipengaruhi beberapa
factor lain diantaranya yaitu: umur biji, waktu pemanenan, lama biji di lapangan
sesudah masak, dan lingkungan.

BAB III. KESIMPULAN


Setelah melakukan praktikum, praktikan menjadi mengetahui
bagaimana cara mengoperasikan dan merawat alat thresher sebagai mesin
perontok padi secara baik dan benar. Selain itu juga praktikan menjadi
mengetahui perhitungan kehilangan hasil padi dan kualitas bulir padi.
DAFTAR PUSTAKA
Fahroji, & Zulfia, V. (2014). Petunjuk Teknis Pascapanen Padi. Riau Litbang
Pertanian.

cybext.pertanian.go.id. (2019). PASCA PANEN.


http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/82085/PASCA-PANEN/

Sulistiadji, O. K., Pitoyo, J., & Sulistyosari, N. (2006). N A S K A H B U K U ( 05-


06-2006 ) Teknologi Mekanisasi Mesin Perontok Padi ( THRESHER ).

Anda mungkin juga menyukai