FakultasPertanian UMY
Semester GenapTahun 2019/2020
ACARA III
PENGARUH FAKTOR EKOLOGI, OLIGODINAMIK DAN
REKALSITRAN
I. IDENTITAS MAHASISWA
Nama : Rinaldi Azhari Komendangi
No. Mhs : 20200210061
Hari : Selasa
Tanggal : 13 April 2021
Asisten : Aulia Rahmah
II. TUJUAN
Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor ekologi, Oligodinamik dan
Rekalsitran terhadap pertumbuhan mikrobia
III. PERLENGKAPAN
Alat Bahan
Mikropipet Media NA
TIP 1 ml Deterjen
TIP 0,1 ml Pestisida
Petridis Pupuk
Drigalski Bakteri Escherichia coli
Koin
Kertas saring (ukuran 1,25 cm)
Pinset
Label
Alat tulis
VI. PEMBAHASAN
2. Pengaruh Oligodinamik
Logam berat berfungsi sebagai antimikroba oleh karena dapat
mempresipitasikan enzim - enzim atau protein esensial dalam sel. Logam-logam
berat yang umum dipakai adalah Hg, Ag, As, Zn dan Cu. Daya antimikroba dari
logam berat, dimana pada konsentrasi yang kecil saja dapat membunuh mikroba
dinamakan daya oligodinamik. Tetapi garam dari logam berat ini mudah merusak
kulit, merusak alat - alat yang terbuat dari logam, dan harganya mahal
(Dwidjoseputro, 1998)
Daya ini timbul karena logam dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau
protein esensial dalam sel. Logam berat yang umum dipakai adalah Hg, Ag, As,
Zn, dan Cu. Menurut Suharni, T (2005), Daya oligodinamik disebabkan oleh ion-
ion logam bereaksi dengan bagian-bagian penting dalam sel. Pengujian ini
dilakukan dengan menanamkan media NA dalam petridis dan memberikan koin
logam tembaga (Cu) yang sudah di sterilisasi menggunakan alkohol 70%.
Adapun bakteri yang digunakan yaitu Bacillus thurngiensis yang sudah diisolasi.
Setelah dilakukan pengujian, bakteri kemudian di inkubasi pada suhu ruang yang
optimal selama 48 jam.
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa pada petridis yang
sudah diisi dengan koin, terdapat diameter hambatan berukuran 4 cm. Hal ini
mengindikasikan bahwa tidak terjadi pertumbuhan. Hasil yang diperoleh ini
sesuai dengan teori Talaro (1999). Bakteri Escherichia coli rentan terhadap
logam Cu, karena mekanisme dari ion logam Cu2+ adalah bersifat korosif dan
akan berikatan dengan enzim sulfihidril. Enzim sulfihidril berperan dalam proses
metabolisme mikrobia. Pengikatan gugus sulfhidril oleh Cu2+ akan menyebabkan
enzim yang mengandung gugus sulfhidril inaktif dan proses metabolisme menjadi
terganggu yang dapat menyebabkan kematian pada bakteri (Talaro, 1999)
3. Rekalsitran
Kemajuan industri telah menciptakan sebagian besar senyawa toksik ke
lingkungan dan menyebabkan pencemaran luas pada tanah dan air. Herbisida,
insektisida, dan pupuk kimia sintetik yang digunakan dalam aktivitas pertanian,
serta bahan kimia sintetik lainnya seperti bahan sisa pembuatan plastik,
pewarna, pigmen, pelarut, obat-obatan, senyawa hidraulik, retradan api,
senyawa-senyawa berhalogen yang dihasilkan melalui aktivitas industri, secara
sengaja atau tidak sengaja dilepaskan ke lingkungan dan mengubah proses-
proses dan kondisi (ekosistem) lingkungan sehingga menciptakan situs
pencemaran yang membahayakan flora dan fauna karena dapat terjadi
akumulasi senyawa toksik pada rantai makanan dan menimbulkan berbagai
masalah kesehatan akut dan kronis pada manusia.
Senyawa-senyawa tersebut bersifat rekalsitran, yang artinya sulit
mengalami perombakan di alam, baik di air maupun di darat. Senyawa-senyawa
xenobiotik bersifat rekalsitran atau resisten terhadap biodegradasi seperti yang
ditunjukkan oleh senyawa alamiah seperti lignin dan asam humat. Pada
pengujian rekalsitran, dilakukan menyiapkan biakan dalam petridish, kemudian
dilarutkan 1 ose biakan murni E. coli secara inokulasi permukaan. Setelah padat
dan dingin, letakkan secara aseptik 3 kertas filter yang masing-masing telah
dicelupkan dalam larutan Pestisida, Pupuk Urea, Deterjen dan Chlorine diatas
Medium Agar (jarak kertas filter paling sedikit 10 mm dari tepi petridish).
Dilanjutkan dengan menginkubasi pada temperatur 37ºC selama 48 jam.
Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa rekalsitran perlakuan
pestisida menunjukan adanya diameter hambatan yang berukuran 9 mm. Hal ini
menyebabkan banyak bakteri yang terbunuh. Pestida memiliki ikatan kimia yang
sulit didegradasi atau disebut sebagai unsur rekalsitran yang dapat berpotensi
menjadi bahan pencemar. Proses degradasi difasilitasi oleh adanya enzim
fungsional yang dimiliki bakteri. Namun, pestisida sebagai komponen asing di
lingkungan justru dapat menimbulkan instabilitas terhadap pertumbuhan enzim
(Rohyani & Fibrianti, 2014)
Pada perlakuan urea, diperoleh hasil yang menunjukan adanya diameter
hambatan sebesar 2 mm yang hanya sedikit menghambat pertumbuhan bakteri.
Escherichia coli dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan sifat sifik dan
unsur senyawa perlakuan urea.
Selanjutnya pada uji rekalsitran dengan perlakuan deterjen diperoleh data
bahwa terdapat diameter hambatan yang berukuran ukuran 5 mm. Hal ini
mengindikasikan bahwa banyak mikroba yang cukup terbunuh dari perlakuan
tersebut. Ini sesuai dengan teori Okmen, G (2008) yang menyatakan bahwa
senyawa klorin yang paling aktif adalah dalam bentuk asam hipoklorit yang
diperoleh dari sodium hipoklorit dalam pemutih pakaian (deterjen), sehingga
mekanisme kerjanya yaitu dapat menghambat oksidasi glukosa dalam sel
mikroorganisme dengan cara menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam
metabolisme karbohidrat.
Pada pengujian Chlorine diperoleh data bahwa pada perkembangan
mikrobia bakteri terdapat diameter hambatan dengan ukuran 4 mm. Hal ini
mengindikasikan adanya persamaan dengan perlakuan deterjen pada mikrobia,
karena terdapat senyawa Klorin yang sama bereaksi menghambat oksidasi
glukosa dalam sel mikroorganisme dengan cara menghambat enzim-enzim yang
terlibat dalam metabolisme karbohidrat (Okmen, G., Ceylan, O., Ugur, 2008)
VII. KESIMPULAN
( Aulia Rahmah )
( Rinaldi Azhari Komendangi)