Anda di halaman 1dari 13

MENENTUKAN TITIK LAYU PADA TANAMAN DAN

MENGUKUR KADAR AIR TANAH KAPASITAS LAPANG

Oleh:
Amelia Rahma Putri B1A018006
Bella Setya Asih B1A018010
Tsania Amri Khumairo B1A018020
Intan Namira B1A018023
Siwiana Dinar Utaminingtyas B1A018026
Salma Auliya Rahmah B1A018030
Rombongan : I
Kelompok :4
Asisten : Jehan Fauziah

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Titik layu adalah kondisi kandungan air yang sangat rendah pada media
tanam dimana akar tanaman untuk saat tertentu tidak dapat menyerap air,
sehingga tanaman mengalami kelayuan. Layu tanaman merupakan kondisi
hilangnya turgor sebagai respon terhadap tekanan air, sehingga mengakibatkan
daun menjadi lemah. Layu tanaman disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu
kemampuan tanah untuk mengangkut air ke akar tanaman, dan kemampuan akar
untuk menyerap air yang diangkut (Czyż & Dexter, 2012). Kelayuan terbagi
menjadi dua macam, yaitu layu sementara dan layu permanen. Layu sementara
adalah kondisi kandungan air yang sangat rendah pada media tanam di mana akar
tanaman untuk saat tertentu tidak dapat menyerap air, sehingga tanaman
mengalami kelayuan sementara (Utari et al., 2019). Layu permanen adalah
kondisi air tanah dimana daun tanaman menunjukkan kondisi layu yang tidak
dapat pulih kembali pada kondisi kelembaban udara jenuh, atau setara dengan
kandungan air pada potensial (Landon 1984).
Kapasitas lapang adalah kadar air yang dapat disimpan oleh suatu tanah
dalam keadaan masih dipengaruhi gravitasi bumi (Widnyana et al., 2017).
Kapasitas lapang juga istilah yang digunakan untuk menggambarkan kandungan
air maksimum yang dapat ditahan oleh tanah setelah air pada kondisi jenuh turun
ke bawah akibat gravitasi, umumnya 1 atau 2 hari setelah kondisi jenuh (Landon
1984). Metode gravimetri adalah metode yang digunakan unung mengukur kadar
air tanah dengan pemanasan dan merupakan metode pengukuran secara langsung
(Prasetyo et al., 2016).
Untuk mencukupi kebutuhannya, tanaman mengambil air dari tanah, tetapi
tidak semua air yang berada dalam tanah dapat digunakan oleh tanaman. Air tanah
dapat diklasifikasikan menjadi air higroskopis, air kapiler dan air gravitasi. Dari
ketiga klasifikasi tersebut air kapiler dan air gravitasi yang digunakan oleh
tanaman dalam kehidupannya pada batas tertentu saja. Batas tersebut adalah batas
atas dan batas bawah (Harwati, 2012). Air gravitasi adalah air yang bebas
mengalir ke bawah melalui partikel tanah karena adanya gravitasi. Dengan
bergerak bebas jauh ke bawah, air gravitasi menyebabkan pencurian mineral-
mineral tanah, termasuk nutrien. Air higroskopis merupakan air yang terikat kuat
melapisi partikel tanah. Air higroskopis sukar digunakan oleh tumbuhan karena
merupakan air yang paling akhir tersisa pada tanah kering. Air kapiler adalah air
yang mengisi pori-pori tanah. Sangat mudah menguap tapi yang paling mudah
diserap oleh tumbuhan. Air tanah diperlukan oleh semua organisme hidup dalam
tanah, masuk ke sel-sel hidup melalui osmosis selain itu juga penting untuk
sebagai pelarut nutrien yang akan diambil dalam bentuk larutan oleh tumbuhan
(Ajis & Harso, 2020). Kekurangan air akan menyebabkan tanaman menjadi
kerdil, perkembangannya menjadi abnormal. Kekurangan yang terjadi terus
menerus selama periode pertumbuhan akan menyebabkan tanaman tersebut
menderita dan kemudian mati. Tanda-tanda pertama yang terlihat ialah layunya
daun-daun. Peristiwa kelayuan ini disebabkan karena penyerapan air tidak dapat
mengimbangi kecepatan penguapan air dari tanaman. Jika proses transpirasi ini
cukup besar dan penyerapan air tidak dapat mengimbanginya, maka tanaman
tersebut akan mengalami kelayuan sementara (transcient wilting), sedangkan
tanaman akan mengalami kelayuan tetap, apabila keadaan air dalam tanah telah
mencapai permanent wilting percentage. Tanaman dalam keadaan ini sudah sulit
untuk disembuhkan karena sebagaian besar sel-selnya telah mengalami
plasmolisia (Harwati, 2012).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan titik layu pada tanaman
dan mengukur kadar air tanah kapasitas lapang.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah beaker glass, pipet, botol
dan selang, oven, cawan, timbangan analitik, alat tulis, kalkulator, plastic, pot
tanaman, dan tali.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tanah kering udara, air,
pasir, alumunium foil, tanaman sekitar rumah.

B. Metode
1. Titik layu pada tanaman

Tanaman ditanam Tanaman disiram Pot tanaman Kondisi tanaman


didalam pot dengan air digantung diamati selama 7
menggunakan tali hari tanpa
pada tempat yang dilakukan
tidak terkena hujan penyiraman
selama 24 jam
2. Menghitung kadar air kapasitas lapang

Pasir Pipet iletakkan Air Ditutup dengan Sampel


dimasukkan tepat ditengah disiramkan, plastic, diletakkan tanah
kedalam tanah setinggi ± jangan ditempat teduh ditimbang
2
breaker glass /3 gelas sampai selama 24 jam (berat awal)
¼
± dari tinggi membasahi
gelas pasir

Kadar air dihitung

Dimasukkan
Berat ditimbang kedalam oven
lagi sebagai berat dengan suhu
akhir 120°C selama 3
hari
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Titik Layu Pada Tanaman

Waktu
Hari ke Kondisi tanaman keterangan
pengamatan
Pagi Segar Warna daun hijau dan segar,
1 Jam tanaman tampak
08.00 kokoh
Sore Segar Warna daun hijau dan segar,
Jam tanaman tampak
17.00 kokoh
Pagi Segar Warna daun hijau dan segar,
2
tanaman tampak
kokoh
Sore Segar Warna daun hijau dan segar,
tanaman tampak
kokoh
Pagi Segar Warna daun hijau dan segar,
3
tanaman tampak
kokoh
Sore Segar Warna daun hijau dan segar,
tanaman tampak
kokoh
Pagi Segar Warna daun hijau dan segar,
4
tanaman tampak
kokoh
Sore Segar Warna daun hijau dan segar,
tanaman tampak
kokoh
Pagi Segar Warna daun hijau dan segar,
5
tanaman tampak
kokoh
Sore Segar Warna daun hijau dan segar,
tanaman tampak
kokoh
Segar Warna daun hijau dan segar,
Pagi
tanaman tampak
6 kokoh
Segar Warna daun hijau dan segar,
Sore tanaman tampak
kokoh
Segar Warna daun hijau dan segar,
Pagi
7 tanaman tampak
kokoh
Sore Segar Tanaman tidak mengalami titik
layu
Tabel 4.2 Kadar Air Kapasitas Lapang
Berat tanah awal Berat tanah akhir
Ulangan ke- Kadar air (%)
(g) (g)
1 24,5 18,2 34,6%
2 25 19 31,6%
3 24,8 18,6 33,3%

Gambar 3.1 Pengamatan Gambar 3.2 Pengamatan


Titik Layu Hari Titik Layu Hari
Pertama (Pagi) Pertama (Sore)

Gambar 3.3 Pengamatan Gambar 3.4 Pengamatan


Titik Layu Hari Ke-2 Titik Layu Hari Ke-2
(Pagi) (Sore)
Gambar 3.5 Pengamatan Gambar 3.6 Pengamatan
Titik Layu Hari Ke-3 Titik Layu Hari Ke-3
(Pagi) (Sore)

Gambar 3.7 Pengamatan Gambar 3.8 Pengamatan


Titik Layu Hari Ke-4 Titik Layu Hari Ke-4
(Pagi) (Sore)

Gambar 3.9 Pengamatan Gambar 3.10


Titik Layu Hari Ke-5 Pengamatan Titik Layu
(Pagi) Hari Ke-5 (Sore)
Gambar 3.11 Gambar 3.12
Pengamatan Titik Layu Pengamatan Titik Layu
Hari Ke-6 (Pagi) Hari Ke-6 (Sore)

Gambar 3.13 Gambar 3.14


Pengamatan Titik Layu Pengamatan Titik Layu
Hari Ke-7 (Pagi) Hari Ke-7 (Sore)
B. Pembahasan

Media tanam yang berbeda memiliki kemampuan mengikat jumlah air


tersedia yang berbeda. Air merupakan salah stau hal penting dalam pertumbuhan
tanaman yang berfungsi sebagai penyusun tubuh tanaman, bahan baku
fotosintesis, menjaga suhu tanaman, medium reaksi biokimia dan transpor
senyawa. Air tersedia adalah yang berada diantara kapasitas lapang sampai titik
layu sementara yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman. Kapasitas lapang adalah
kadar air yang dapat disimpan oleh suatu tanah dalam keadaan masih dipengaruhi
gravitasi bumi. Titik layu adalah kondisi kandungan air yang sangat rendah pada
media tanam dimana akar tanaman untuk saat tertentu tidak dapat menyerap air,
sehingga tanaman mengalami kelayuan sementara (Widnyana et al., 2017).
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, bahwa selama 7 hari
pengamatan tanaman tanpa penyiraman pada waktu yang telah ditentukan (pagi
dan sore) menunjukkan hasil tidak terjadi kelayuan pada tanaman. Kondisi
tanaman cenderung utuh dengan daun yang tetap berwarna hijau segar, serta
batang yang kokoh. Ketidaklayuan tersebut dapat tejadi karena dipengaruhi
beberapa faktor diantaranya adalah evaporasi, tekstur tanah, bahan organik, dan
jenis tanaman yang digunakan. Evaporasi merupakan proses penguapan air
menjadi gas pada tanaman. Evaporasi dapat meningkat apabila suhu lingkungan
tinggi, pada tanaman yang diberi perlakuan yang digantung dan terhalang sinar
matahari secara langsung ini menyebabkan kecilnya proses evaporasi pada
tumbuhan sehingga kandungan airnya tidak banyak yang hilang dan menyebabkan
tanaman tetap segar. Faktor lainnya adalah tekstur tanah dan bahan organik.
Pencampuran bahan organik pada tanah dapat membantu mengikat butiran liat
membentuk ikatan butiran yang lebih besar sehingga memperbesar ruang-ruang
udara diantara ikatan butiran. Kandungan bahan organik yang semakin banyak
menyebabkan terjadinya penambahan porositas untuk air dan udara yang berada
dalam tanah akan bertambah banyak. Faktor berikutnya adalah jenis tanaman yang
digunakan. Tanaman yang digunakan pada pratikum ini adalah spesies Paperomia
obtusifolia.
Hasil pengamatan kapasitas lapang tanaman pada media tanah diperoleh
kadar air kapasitas lapang media tanah berada diantara 31,6% sampai 34,41%. Hal
tersebut disebabkan karena kadar air kapasitas lapang dipengaruhi oleh sifat fisik
media tanah. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka tanah yang digunakan
memiliki kapasitas penyimpanan air yang rendah dikarenakan tanah memiliki
tekstur lempung berpasir atau kasar. Hardjowigeno (1993) menyatakan bahwa
tanah yang bertekstur kasar mempunyai kemampuan menahan air yang kecil dari
pada tanah bertekstur halus, karena itu tanaman yang ditanam pada tanah pasir
umumnya lebih mudah kekeringan dari pada tanah-tanah bertekstur lempung atau
liat.
Cara kerja yang digunakan untuk mengukur titik layu tanaman pada
praktikum kali ini, yaitu pertama-tama tanaman ditanam di dalam pot, selanjutnya
tanaman disiram dengan air. Setelah itu, pot tanaman digantung menggunakan tali
pada tempat yang tidak terkena hujan selama 24 jam. Kondisi tanaman diamati
selama 7 hari tanpa dilakukan penyiraman. Berdasarkan percobaan yang
dilakukan oleh Murtianingsih et al. (2015), pengukuran titik layu tanaman dapat
dilakukan dengan cara memberikan kondisi cekaman (kekeringan) selama 22 hari.
Pengamatan tersebut dilakukan menggunakan empat ulangan, di mana satu
ulangan diberi perlakuan kontrol. Tanaman harus disiram kembali apabila selama
2 hari pengamatan mengalami kekeringan, kemudian perubahan pada tanaman
diamati. Jika kembali segar, maka tanaman tersebut mengalami layu sementara.
Tetapi, jika tidak kembali segar, maka tanaman tersebut mengalami layu
permanen.
Cara kerja yang digunakan untuk mengukur kadar air kapasitas lapang pada
praktikum kali ini, yaitu pertama-tama pasir dimasukkan ke dalam beaker glass
sebanyak kurang lebih seperempat dari tinggi gelas. Tahap selanjutnya, pipet
diletakkan tepat ditengah, lalu tanah dituang ke dalam beaker glass sebanyak
kurang lebih duapertiga dari tinggi gelas. Setelah itu, air disiram tanpa membasahi
pasir, selanjutnya beaker glass ditutup menggunakan plastik dan diletakkan di
tempat teduh selama 24 jam. Setelah 24 jam, sampel tanah ditimbang sebagai
berat awal. Sampel tanah tersebut di oven selama 3 menit pada suhu 120°C,
kemudian sampel tanah ditimbang sebagai berat akhir. Cara kerja yang digunakan
untuk mengukur kadar air kapasitas lapang pada video, yaitu pertama-tama wadah
tanah pada ulangan 1 ditimbang, bobot wadah dicatat sebagai W1. Setelah itu,
tanah dalam kondisi remuk dimasukkan ke dalam wadah tanah ulangan 1,
kemudian ditimbang dan bobotnya dicatat sebagai W2. Sampel tanah ulangan 1
yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu
110°C. Sampel tanah ulangan 1 yang sudah di oven selanjutnya diletakkan ke
dalam desiccator agar mencapai suhu ruang. Sampel tanah ulangan 1 yang sudah
kering kemudian ditimbang, bobotnya dicatat sebagai W3. Setelah itu, hitung
selisih antara W2 dengan W3 untuk menghasilkan Ww (berat tanah basah), dan
hitung selisih antara W3 dengan W1 untuk menghasilkan Wd (berat tanah kering).
Percobaan dilakukan kembali hingga tiga kali ulangan, lalu kadar air kapasitas
lapang dihitung menggunakan rumus:

( ) = 100%

Setelah didapatkan hasil perhitungan kadar air kapasitas lapang dari ketiga
ulangan, selanjutnya rata-rata hasil perhitungan kadar air kapasitas lapang dari
ketiga ulangan dihitung. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Haridjaja et
al. (2013), terdapat tiga metode pengukuran kadar air kapasitas lapang, yaitu
metode Alhricks, metode drainase bebas, dan metode pressure plate. Metode
Alhricks dimulai ketika beaker glass diisi dengan pasir setinggi 1-2 cm. Pipa
gelas diletakkan secara tegak lurus dengan permukaan pasir, kemudian gelas diisi
dengan sampel tanah kering hingga setinggi 3,5 cm dari mulut gelas. Sebelum
menuangkan tanah, ada baiknya meletakkan kain kasa di atas permukaan pasir
agar tanah tidak turun saat gelas diketuk. Beaker glass diketuk sebanyak 50 kali,
kemudian tanah disemprot menggunakan air. Penyemprotan air harus
dikondisikan supaya tidak membasahi pasir. Beaker glass kemudian ditutup dan
disimpan selama 24 jam. Setelah 24 jam, sampel tanah diambil sebanyak 2,5 cm
dari mulut gelas, lalu di oven pada suhu 105°C. Metode drainase bebas pada
prinsipnya hampir serupa dengan metode Alhricks, hanya saja metode drainase
bebas menggunakan sistem drainase. Metode pressure plate menggunakan prinsip
tekanan setara pF 2.54 (1/3 atm).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dapat diambil kesimpulan bahwa selama


pengamatan, tanaman yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu Paperomia
obtusifolia tidak ditemukan gejala kelayuan apapunn selama 7 hari tidak disiram.
Perhitungan kadar air kapasitas lapang pada ulangan pertama yaitu 34,6%, ulangan
kedua yaitu 31,6%, dan ulangan ketiga yaitu 33,3%.
DAFTAR REFERENSI

Ajis. & Harso, W., 2020. Pengaruh Intensitas Cahaya Matahari dan Ketersediaan Air
terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens).
Biocelebes, 14(1), pp. 31-36.
Czyż, E. A., & Dexter, A. R., 2012. Plant Wilting Can Be Caused Either by the Plant
or by the Soil. Soil Research, 50(8), pp. 708-713.
Hardjowigeno, S., 1993. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo: Jakarta.
Haridjaja, O., Baskoro, D. P. T., & Setianingsih, M., 2013. Perbedaan Nilai Kadar
Air Kapasitas Lapang berdasarkan Metode Alhricks, Drainase Bebas, dan
Pressure Plate pada Berbagai Tekstur Tanah dan Hubungannya dengan
Pertumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.). Jurnal Ilmu Tanah
dan Lingkungan, 15(2), pp. 52-59.
Harwati, C. T., 2012. Pengaruh Kekurangan Air terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Tanaman Tembakau. Innofarm: Jurnal Inovasi Pertanian,
6(1), pp. 44-51.
Landon, J.R., 1984. Booker Tropical Soil Manual: A handbook for soil survey
andagricultural land evaluation in the tropics and subtropics. New York:
Longman Inc.
Murningsih, T., Yulita, K. S., Bora, C. Y., & Arsa, I. A., 2015. Respon Tanaman
Jagung Varietas Lokal NTT Umur Sangat Genjah (Pena Tunu’ ana’) terhadap
Cekaman Kekeringan. Berita Biologi, 14(1), pp. 49-55.
Prasetyo, A., Firmansyah, E., & Sutiarso, L., 2016. Perancangan Dan Pengujian
Unjuk Kerja Sistem Monitoring Kadar Lengas Berbasis Gypsum Block
Untuk Memantau Dinamika Tanah Polietilen, Polistiren Dan Other,
Jurnal Teknologi Technoscientia, 8(2), pp. 100-106.
Utari, D. M., Marhaenanto, B., & Wahyuningsih, S., 2019. Rancang Bangun Alat
Penyiram Otomatis Pada Budidaya Tanaman Secara Vertikultur
Menggunakan Arduino. Jurnal Berkala Ilmiah Pertanian, 2(3), pp. 87-
91.
Widnyana, I. M. G., Sumiyati., & Tika, I. W., 2017. Kajian pola titik layu tanaman
paprika(Capsicum Annuum L.) dan kapasitas lapang pada beberapa media
tanam (Studi Kasus di Br. Pemuteran Baturiti, Desa Candi Kuning,
Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan). Jurnal Beta (Biosistem Dan
Teknik Pertanian), 5(1), pp. 146-151.

Anda mungkin juga menyukai