Anda di halaman 1dari 7

1

Pengaruh Suhu Pendinginan Terhadap Mutu (Bahan)


Selama Penyimpanan

1.1 Capaian Pembelajaran


Setelah menyelesaikan mata kuliah teknologi pengawetan pangan
selama satu semester, mahasiswa semester VII program studi S-1 Teknologi
Pangan Fakultas Pertanian USU akan dapat mengaplikasikan teknologi
pengawetan pada bahan pangan untuk memperpanjang masa simpannya.
1.2 Kemampuan Akhir yang Diharapkan
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan prinsip pengawetan bahan pangan dengan suhu rendah
(pendinginan)
2. Melakukan proses pengawetan bahan pangan dengan suhu rendah
(pendinginan)
1.3 Prinsip Analisis
Pengawetan pangan dengan suhu rendah dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu pendinginan (cooling) dan pembekuan (freezing). Proses
pendinginan (refrigerasi) adalah proses penyimpanan produk pangan pada
suhu rendah yang dapat memperpanjang umur simpan produk pangan yang
mudah rusak selama beberapa hari atau beberapa minggu. Selama
pendinginan, air yang terkandung di dalam bahan pangan menurun suhunya
tetapi tidak sampai membeku. Suhu rendah untuk pendinginan didefenisikan
sebagai suhu di bawah suhu udara normal tetapi masih di atas suhu beku.
Proses pendinginan umumnya dilakukan pada kisaran suhu 16°C sampai
dengan -2°C.
Pendinginan dapat memperpanjang umur simpan karena pertumbuhan
mikroba pembusuk dihambat pada suhu rendah, tetapi beberapa mikroba
pembusuk yang bersifat psikrofilik dapat terus tumbuh pada suhu refrigerasi
dan menyebabkan kerusakan. Secara umum, hampir semua bakteri patogen
terhambat pertumbuhannya pada suhu rendah. Proses pendinginan
berpengaruh terhadap mutu pangan, baik pengaruh yang diinginkan maupun
yang tidak diinginkan. Pengaruh yang diinginkan antara lain menghambat
pertumbuhan mikroba, kecepatan reaksi beberapa reaksi kimia dan biokimia,
serta meningkatkan umur simpannya 2- 5 kali setiap penurunan suhu 10°C.
Sedangkan pengaruh yang tidak diinginkan antara lain perubahan tekstur
ataus sering disebut chilling injury yang ditandai dengan memar dan terlihat
busuk.
Dalam hubungannya dengan keawetan produk hortikultura pada
penyimpanan suhu rendah dapat disimpulkan bahwa pada kisaran suhu
fisiologis, penurunan suhu akan menurunkan laju perubahan, apakah itu laju
respirasi, laju perubahan tekstur, ataupun laju kerusakan lainnya, yang akan
berakibat pada peningkatan daya awet. Pengaruh penurunan suhu tentunya
tidak seragam bagi semua reaksi fisiologis. Bagi produk yang sensitif
terhadap suhu rendah, penurunan suhu di bawah 10°C-15°C akan
menyebabkan percepatan proses kerusakan (chilling injury). Pada kondisi
demikian, buah yang sensitif terhadap suhu rendah ini akan mengalami
beberapa perubahan yang tidak dikehendaki sehingga dapat menurunkan
daya simpan.
Tabel 1. Penyimpanan beberapa buah dan sayur pada suhu rendah
Bahan Suhu terbaik (°C) Kerusakan jika disimpan di abwah suhu
penyimpanan terbaik
Buah-buahan: Cokelat bagian dalam
Alpukat 7,5
Anggur 7,5 Luka, bopeng, vokelat bagian dalam
Apel 1-2 Cokelat bagian dalam, lunak, dan pecah
Jeruk 2-3 Kulit tidak beraturan
Manga 10 Warna pucat bagian dalam
Nanas 10-30 Lembek
Pepaya 7,5 Pecah
Pisang 13,5 Warna gelap jika masak
Sayur-sayuran:
Buncis 7,5-10 Bopeng, lembek, kemerah-merahan
Kentang 4,5 Cokelat (browning)
Mentimun 7,5 Bopeng, lembek, dan busuk
Kol 0 Garis-garis cokelat pada tangkai
Terung 7-10 Bintik-bintik cokelat
Tomat hijau 13 Tidak berwarna jika amsak, mudha
busuk
Tomat matang 10 Pecah
Wortel 0-1,5 Pecah
Susu dan Telur:
Susu Segar 0-1 Emulsi susu pecah sehingga lemaknya
terpisah, terjadi denaturasi protein susu
yang menyebabkan penggumpalan
Susu Kental 1-4,5 Emulsi susu pecah sehingga lemaknya
terpisah, terjadi denaturasi protein susu
yang menyebabkan penggumpalan
Telur 1,5 (RH 82-85%) Isi telur membeku sehingga telur dapat
pecah, kuning telur menalami
kerusakan irreversible

2.4 Kegiatan praktikum


Alat-alat:
• Refrigerator
• Label
• Termometer
• Plastik PP
• Piring Sterofoam
• Cling wrap
Bahan
• Mentimun hijau yang segar (Grup 1)
• Terung hijau segar (Grup 2)
Prosedur
1. Disiapkan bahan dengan karakteristik bahan (warna, ukuran, tekstur, dan berat)
sama untuk masing-masing pas.
2. Dicuci bahan dan ditiriskan hingga kering, kemudian ditimbang berat bahan.
3. Dikemas bahan dalam piring sterofoam dan ditutup dengan cling wrap.
4. Dilakukan penyimpanan selama 0, 3, 6, dan 9 hari dengan perlakuan suhu
penyimpanan berikut:
Suhu ruang (27-30°C)
Suhu Kulkas (8-12oC)
*lakukan pengukuran suhu sebelum penyimpanan dan saat melakukan
pengamatan, lalu sesuaikan dengan suhu di atas.
5. Dilakukan pengamatan secara organoleptik dengan 30 panelis yang meliputi
warna, aroma, dan tekstur dengan kriteria uji berikut.
Tabel 2. Skala skor warna pada mentimun dan terung
Deskripsi Skala Numerik
Sangat Hijau 5
Hijau kekuningan 4
Kuning 3
Sangat kuning 2
Coklat 1

Tabel 3. Skala skor aroma pada mentimun dan terung


Deskripsi Skala Numerik
Sangat segar 5
Segar 4
Agak busuk 3
Busuk 2
Sangat busuk 1

Tabel 4. Skala skor tekstur pada mentimun dan terung


Deskripsi Skala Numerik
Sangat Keras 5
Keras 4
Agak keras 3
Lunak 2
Sangat lunak 1

6. Dilakukan pengamatan visual dengan mengamati perubahan warna, aroma, dan


pertumbuhan kapang pada 2 perlakuan suhu penyimpanan di atas. Bahan yang
diamati difoto setiap pengamatan dilakukan (di atas wadah putih).
7. Dilakukan pengujian kadar vitamin C pada suhu ruang 0, 3, 6, dan 9 hari, dan
pada suhu kulkas 0, 3, 6, dan 9 hari. Prosedur uji kadar vitamin C dapat dilihat
pada lampiran 1.
8. Dilakukan pengukuran susut bobot bahan. Prosedur susut bobot dapat dilihat
pada lampiran 2.
9. Dilakukan pengamatan tingkat kerusakan bahan dengan kritetria uji berikut.
Tabel 5. Kriteria uji tingkat kerusakan
Deskripsi Skala Numerik
0% rusak 5
25% rusak 4
50% rusak 3
75% rusak 2
100% rusak 1

Keterangan:
Nilai 5: Tidak adanya kerusakan
Nilai 4: Terjadi perubahan warna pada (mentimun hijau/terung hijau)
Nilai 3: Terdapat perubahan tekstur pada (mentimun hijau/terung hijau)
Nilai 2: Terjadi perubahan warna dan perubahan tekstur serta adanya lendir
pada (mentimun hijau/terung hijau)
Nilai 1: Terjadi perubahan warna, dan perubahan tekstur, adanya lendir dan
adanya kapang pada (mentimun hijau/terung hijau)
10. Buatlah jurnal dan video hasil praktikum yang membahas hasil pengamatan
bahan-bahan.
Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Vitamin C
Uji kadar vitamin C menggunakan metode Sudarmadji dkk. (1984).
• Sampel dihaluskan dengan blender dan ditimbang sebanyak 10 gram.
• Dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml lalu diencerkan dengan
akuades sampai tanda batas.
• Disaring menggunakan kertas saring
• Hasil filtrasi diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer
• Ditambahkan 2 ml larutan amilum
• Dititrasi dengan larutan iod 0,01 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan
terbentuknya warna biru gelap – hitam permanen.
Kadar vitamin C dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
ml Iod x 0,88 x FP
Kadar vitamin C (%) = x 100
mg sampel

*1 mL 0,01 N yodium = 0,88 mg asam askorbat


Keterangan:
KVC = Kadar vitamin C (mg/100 g)
Ml Iod = Iodium yang digunakan untuk titrasi (ml)
Fp = Faktor pengenceran
Lampiran 2. Prosedur Uji Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan cara menimbang
mentimun/terung hijau menggunakan timbangan analitik. Data perubahan susut
bobot disajikan dalam persen dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.
(W0-Wt)
Susut Bobot (%) = × 100%
W0

Keterangan:
W0 = berat awal produk
Wt = berat produk pada hari atau jam ke-t
Penimbangan berat awal mentimun/terung hijau ditimbang sebelum
mentimun/terung hijau disimpan dalam refrigerator dan berat akhir
mentimun/terung hijau ditimbang setelah mentimun/terung hijau disimpan dalam
refrigerator.

Anda mungkin juga menyukai