Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MIE DAN PASTA

PASTA

Oleh :
Theo Tandiyono

6103011090

Yefta Harnanianto M

6103012027

ASISTEN : Ir. Joek Hendrasari Arisasmita


Tanggal Praktikum : 24 November 2015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2015

I.

TUJUAN PERCOBAAN

Mahasiswa dapat mengetahui proses pembuatan pasta.


Mahasiswa mampu memberikan penilaian terhadap kualitas pasta
yang dihasilkan.
Mahasiswa mampu mengetahui faktor yang mempengaruhi kualitas
produk pasta.
II.

DASAR TEORI
Pasta merupakan makanan khas dari Italia, dan sudah populer ke
seluruh dunia. Pasta adalah makanan alternatif sumber karbohidrat
pengganti beras. Terbuat dari tepung semolina, yaitu tepung yang
dihasilkan dari bagian dalam jenis gandum keras (hard wheat).
Memiliki warna kuning muda dan memiliki kadar protein yang cukup
tinggi dibandingkan dengan jenis tepung lain (Kharie, Ayu. 2011).
Tepung terigu varietas durum atau semolina kemudian dicampur
dengan telur. Hanya varietas gandum jenis durum yang cocok untuk
membuat pasta. Tingginya kandungan protein gluten yang terkandung
menjadikan adonan pasta menjadi kenyal dan elastis (Sutomo, Budi.
2008).
Nutrisi yang terkandung dalam pasta ( Kill, Ron. 2001)

Ada beberapa macam bentuk pasta, beberapa diantaranya sebagai


berikut (Kharie, Ayu. 2011 dan Sutomo, Budi. 2008) :
1. Spaghetti, merupakan salah satu jenis pasta yang paling
populer. Bentuknya seperti batang lidi panjang, padat, dan
tanpa lubang. Spaghettini, hampir sama dengan spaghetti
namun bentuknya lebih kecil.

2. Macaroni ada 3 jenis dilihat dari bentuknya antar lain:


- Macaroni panjang, berbentuk seperti spaghetti tetapi
-

ukurannya lebih besar dan tengahnya berlubang.


Bentuk pipa melengkung dengan lubang ditengahnya.
Potongan dengan panjang 1,5 cm.

3. Fusilli / Tortiglioni memiliki bentuk spiral.

4. Fettuccine bentuknya seperti kwetiau, pipih dan lebar dengan


diameter 0,5 cm. Dalam bahasa Italia Fettucine artinya pita.

5. Tagliatelle mirip dengan bentuk Fettucine, tetapi dijual dalam


bentuk melingkar menyerupai sarang burung.

6. Lasagna merupakan pasta dengan bentuk lembaran ukuran


sekitar 5x20 cm. Biasanya diberi berbagai macam isian yang
disusun berlapis-lapis, merupakan sajian tradisional Italia.

7. Penne berbentuk silinder ukuran 4-5 cm, dipasaran ada dua


jenis yaitu penne polos dan beralur.

Bahan-bahan penyususn pasta:


1. Tepung durum / semolina
Tepung gandum varietas durum atau semolina merupakan bahan dasar
pembuatan pasta. Tepung durum diperoleh dari endosperm gandum
varietas durum (Triticum durum) semolina yang digiling. Tepung terigu

yang digunakan terbuat dari gandum jenis hard wheat yang mempunyai
kandungan protein berkisar antara 11,5-13% (Kent, 1983). Mayoritas
kandungan tepung durum semolina adalah amilosa antara 25-35%.
Menurut Jenkins et al., 1981 dalam Middione, Carlo., 2008 Besarnya
kandungan amilosa dala tepung gandum dapat meningkatkan kandungan
serat dan menurunkan kadar indeks glisemik. Komponen utama yang
penting dalam produk pasta adalah pati dan protein (gliadin dan
glutenin). Gliadin dan glutenin apabila bercampur dengan air akan
terbentuk gluten dimana gluten ini memberikan sifat elastis pada adonan
dan menyebabkan pasta yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses
pencetakan dan pemasakan.
Menurut Charley (1982), fraksi glutenin memberikan sifat elastis,
sedangkan gliadin lebih memberikan sifat ekstensibel. Protein juga
berfungsi membentuk struktur yang rigid pada pasta disebabkan oleh
denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada
produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung
(sekitar 67%) pada proses sheeting membantu pembentukan struktur
yang lebih halus karena granula pati akan menggantikan O 2. Pada proses
perebusan pasta akan terjadi gelatinisasi pati dimana granula pati akan
membengkak karena menyerap air akibat adanya panas. Produk akhir
pasta juga akan dipengaruhi oleh komponen-komponen lain dalam terigu
antara lain pigmen warna (flavonoid), lipid, dan enzim (fenolase,
proteolitik, dan amilase).
Tepung yang banyak mengandung pati yang mengalami kerusakan
(highly damage starch) akan membutuhkan lebih banyak air untuk bisa
membentuk adonan yang baik karena granula pati yang rusak (damage
starch) tersebut bersaing dengan gluten dalam menyerap air yang terdapat
dalam adonan. Ukuran partikel tepung dan distribusinya akan
berpengaruh pada lamanya waktu yang dibutuhkan oleh air untuk bisa
terpenetrasi ke dalam tepung. Ukuran partikel yang lebih besar akan
membutuhkan waktu yang lebih lama bagi air untuk bergabung dan
cenderung membentuk gumpalan adonan yang lebih besar (Hou, 2010).

Jenis biji dari tepung semolina ( Kill, Ron. 2001):

2. Garam Dapur
Penambahan garam dapur berfungsi untuk memberi rasa gurih dan
menambah keliatan gluten. Menurut Winarno (1991), penambahan garam
dapur pada pembuatan pasta berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan
memperkuat kekompakan adonan. Selain itu, garam dapur juga berfungsi
untuk meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas pasta, mengikat air, serta
berinteraksi langsung dengan protein dan pati, sehingga dapat
menghambat aktivitas enzim protease dan amilase, membuat adonan
bersifat tidak lengket, dan tidak mengembang secara berlebihan
(Astawan, 2001). Adanya aktivitas enzim protease dan amilase
menyebabkan pembentukan gluten tidak sempurna dan menambah
flavour dari pasta. Garam dapur yang jumlahnya tidak kurang dari 2%
berfungsi mengawetkan pasta. Hal ini disebabkan garam memiliki
tekanan osmotik yang tinggi serta bersifat hidroskopis sehingga dapat
memecahkan dinding sel mikroba dan menurunkan kadar air sehingga
dapat menahan pertumbuhan mikroba tersebut

3. Telur
Telur berguna untuk meningkatkan mutu protein pada produk pasta
yang dihasilkan dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak
mudah putus. Saat dipanaskan putih telur akan

terkoagulasi dan

membentuk lapisan tipis yang kuat pada permukaan pasta. Lapisan


tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak dan
mencegah kekeruhan air rebusan pasta sewaktu pemasakan. Penggunaan
putih telur yang berlebihan dapat menurunkan kemampuan pasta untuk
menyerap air waktu direbus. Lesitin pada kuning telur merupakan
pengemulsi yang baik. Lesitin dapat mempercepat hidrasi air pada terigu
dan bersifat mengembangkan adonan (Koswara, 2009).
Menurut Hou (2010), telur tidak hanya meningkatkan kandungan
protein tapi juga dapat meningkatkan tekstur gigitan dan juga
memberikan warna kuning pada produk yang dihasilkan.
Kuning telur juga mengandung lemak, kadar lemak yang berlebih
akan mengakibatkan daya kohesif mie menurun. Hal tersebut bisa terjadi
karena lemak yang berlebih tersebut akan menghambat penetrasi air ke
dalam pasta pada saat direbus sehingga proses gelatinisasi tidak berjalan
sempurna dan menyebabkan pasta menjadi keras dan mudah patah
(Kruger, 1998).
Proses pembuatan pasta pada dasarnya hampir sama seperti
pembuatan mie yaitu meliputi pencampuran, pemampatan adonan,
resting, sheeting, dan cutting (pemotongan) (Miskelly, 1996).
1. Pencampuran
Cara pembuatan dimulai dengan pencampuran bahan bahan
penyusun (tepung, telur, garam NaCl). Pencampuran bertujuan
untuk mendapatkan adonan yang merata. adonan dibentuk bulat
kemudian didipihkan.
2. Resting
Setelah pemipihan, adonan dimasukkan ke dalam plastik
kemudian adonan didiamkan sejenak. Proses resting akan
menghasilkan lembaran adonan yang lebih halus, lebih lembut,
dan menjadi lebih ekstensibel. (Moss et al., 1987 dalam Kruger,
J.E, 1996)

3. Sheeting
Sheeting merupakan proses penggilingan untuk membentuk
lembaran lembaran tipis sesuai dengan tebal pasta yang
diinginkan. Sheeting dapat menghasilkan lembaran adonan yang
panjang dan tidak mudah putus karena adanya sifat elastis dari
gluten.
4. Penjemuran
Penjemuran dilakuka untuk mengurangi kadar air dalam lembaran
agar mudah untuk dibentuk, karena apabila kandungan air dalam
bahan masih terlalu besar sulit untuk dibentuk, sebagian adonan
akan susah dilepas dari cetakan.
5. Pemotongan (Cutting)
Adonan yang sudah dalam bentuk lembaran tipis, dipotong atau
dibentuk sesuai selera.
6. Perebusan (Boiling)
Air dimasukkan ke dalam panci kemudian dimasak hingga
mendidih. Pasta dimasak selama 10 menit sambil diaduk perlahan.
Api yang digunakan untuk merebus pasta harus besar supaya
perebusan singkat. Tujuan dari perebusan adalah agar granula
granula pati penyusun pasta mengalami proses gelatinisasi
sempurna, sehingga pasta dapat dimakan. Apabila perebusannya
lama, maka pasta akan menjadi lembek (Astawan, 2001).
7. Pendinginan
Pasta ditiriskan kemudian didinginkan dengan disiram air dingin
untuk menimbulkan shock temperature. Pendinginan bertujuan
agar pati dari tepung tidak akan keluar karena gelatinisasi yang
III.

tidak sempurna sehingga pasta tidak menjadi lengket.


ALAT DAN BAHAN
Alat:
- Timbangan
- Panci
- Nampan
- Kompor
- Baskom
- Stopwatch
- Plastik
- Saringan
- Mixer
- Piring
- Sendok
- Mesin Sheeting dan Cutting
Bahan:
- Tepung semolina merk Saoji 200 gram
- Telur 100 gram
- Garam 1 sdt
- Air untuk merebus

Telur dan garam


Tepung semolina
Pencampuran

IV.

CARA KERJA

Mixing (1, speed 1)


Mixing (4, speed 2)
Adonan crumbly
Pemipihan adonan
Resting (Plastik) (10)
Sheeting
Penjemuran
Pemotongan
Pasta kering
Perebusan pasta ( 10)
Pasta rebus

V.

DATA PENGAMATAN

Pasta Kuning
Pts

20

5
10

20

20

20

5
100

Property

Machining
Dough
Sheet
Appearance
Cooking
yield

Evaluation Item

Sub Pts

Score (1 10)

Mixing
Sheeting
Slitting Clean Sharp
edge
Uniform color, no
streaky or specky or
sticky

5
10

4
9

Cooking for 10'

10

10
5
2,5
2,5

9
4,5
2
2

2,5
2,5

2
2

2,5
2,5

2,5
2,5

2,5
2,5

2,5
2,5

2,5
2,5

2
2,5

Bite
Springiness
Texture
Mouth feel
Integrity
Brightness
Initial
(10)
24 hr
Uncooked
48 hr
Noodle
Yellowness
Color
Initial
(10)
24 hr
48 hr
Brightness
Initial
(10)
24 hr
Cooked
48 hr
Noodle
Yellowness
Color
Initial
(10)
24 hr
48 hr
Shelf life after 48 hr: moldiness,
taste aroma
Total Score

Pasta Hijau

91

Pts

20

5
10

20

20

20

5
100

Property

Machining
Dough
Sheet
Appereance
Cooking
yield
Texture

Uncooked
Noodle
Color

Cooked
Noodle
Color

Evaluation Item

Sub Pts

Mixing
Sheeting
Slitting Clean Sharp
edge
Uniform color, no
streaky or specky or
sticky

5
10

Score (1
10)
4
9

Cooking for 10'

10

Bite
Springiness
Mouth feel
Integrity

10
5
2,5
2,5

9
4,5
2
2

Initial

24 hr
48 hr

2,5
2,5

2
1,5

Initial

24 hr
48 hr

2,5
2,5

2
1,5

Initial

24 hr
48 hr

2,5
2,5

2,5
2,5

Initial

2,5
2,5

2
2,5

Brightness
(10)

Greenness
(10)

Brightness
(10)

Greenness
(10)

24 hr
48 hr
Shelf life after 48 hr: moldiness,
taste aroma
Total Score

89

Cooking yield:
Berat awal
= 130 gram
Berat setelah proses perebusan = 266,7 gram
266,7130
x 100 =105,15
Cooking yield =
130

VI.

PEMBAHASAN
Pada praktikum dilakukan proses pembuatan pasta. pasta terbuat dari

tepung semolin, garam, dan telur. Tepung semolina yang digunakan adalah
tepung berprotein tinggi (hard wheat) agar jaringan gluten yang terbentuk
banyak dan kokoh untuk membentuk pasta yang elastis dan ekstensibel.
Tahapan proses dalam pembuatan pasta meliputi:
1. Preparasi
Penyiapan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan pasta, antara
lain tepung semolina dengan protein tinggi, garam dan telur. Serta
melakukan penimbangan sesuai dengan formulasi. Telur digunakan untuk
meningkatkan mutu protein dan menciptakan adonan yang lebih elastis,
memberikan warna kuning dari pigmen yang terkandung , yaitu xantofil,
lutein, beta karoten dan kriptoxantin serta menambahkan rasa. Selain itu,
telur dapat meningkatkan nilai gizi pasta karena kaya akan protein (Buckle,
1987). Ekstrak bayam dan sfron digunakan sebagai pewarna pada pasta
sehingga diperoleh warna hijau yang berasal dari klorofil daun dan warna
kuning dari safron tersebut.
2. Pencampuran/mixing
Pada pembuatan adonan dilakukan pencampuran dengan menggunakan
hand mixer dengan kecepatan 1 selama satu menit. Hal ini dimaksudkan
agar garam, telur dan tepung dapat bercampur. Kemudian kecepatan hand
mixer ditingkatkan pada kecepatan 2 selama 4 menit agar distribusi air
dalam adonan merata. Proses pencampuran dilakukan sampai adonan kalis.
Kemudian dilakukan penekanan dengan tangan sampai adonan tidak lengket
ditangan.
3. Resting
Adonan didiamkan selama 10 menit untuk memperkokoh tekstur, dimana
matriks protein menjadi lebih seragam dan akan terbentuk beberapa rongga
udara sehingga memberi kesempatan air terdistribusi lebih merata ke

seluruh bagian adonan dan dihasilkan tekstur adonan yang lebih kokoh dan
bersifat extensible.
4. Sheeting
Adonan dimasukkan dalam mesin dan dilakukan sheeting untuk dibentuk
menjadi lembaran yang mempunyai permukaan halus dan ketebalan yang
diinginkan. Pada proses sheeting ini dilakukan secepat mungkin untuk
menghindari hilangnya uap air akibat gesekan adonan pasta dengan mesin.
Setelah proses sheeting dilakukan penjemuran yang bertujuan untuk
mengurangi kadar air dalam lembaran agar mudah untuk dibentuk.
Dilakukan penjemuran sampai lembaran dirasa sudah cukup kering dan
masih dapat dibentuk.
Pengamatan mie yang dilakukan meliputi:
1. Machining
Proses machining meliputi mixing, sheeting dan slitting. Mie Wonton
pada proses mixing dinilai 5. Hal ini disebabkan karena adonan yang
terbentuk tercampur secara merata dan kalis.
Pada proses sheeting nilai yang diberikan 10 karena lembaran adonan
yang terbentuk memiliki permukaan yang halus. Pada slitting kami
memberikan nilai 5 karena pada saat proses pemotongan atau pembentukan
dengan cetakan lembaran mudah dipotong dan dibentuk.
2. Dough sheet appearance
Pada pengamatan lembaran adonan memiliki warna yang seragam, tidak
berbercak dan tidak lengket sehingga kami memberikan nilai 5 untuk ke
dua adonan.
3. Cooking yield
Pasta yang direbus selama 10 menit menghasilkan pasta dengan tekstur
yang lunak. Hal ini dikarenakan pati pada pasta mengalami gelatinisasi pada
suhu tinggi. Struktur pati terdiri dari amilosa dan amilopektin, dimana air
diserap oleh amilosa dan diperangkap oleh amilopektin sehingga pasta
mengalami pelunakan. Semakin lama perebusan maka semakin banyak air
yang terperangkap sehingga menghasilkan pasta yang lunak.
Pada perebusan pasta selama 10 menit diberikan penilaian sebesar 10.
Hal ini dikarenakan pasta yang direbus mengembang 2x lipat ukuran pasta

sebelum direbus ditunjukkan oleh berat awal dari pasta yang belum direbus
sebesar 6,14 gram kemudian setelah direbus beratnya mencapai 12,20 gram.
4. Texture
Penilaian texture dipengaruhi oleh bite, springiness, mouthfeel dan
integrity. Bite dinilai berdasarkan kekerasan pasta pada saat digigit. Bila
pasta digigit keras berarti pati yang ada di dalam pasta tergelatinisasi
sebagian dan sebaliknya. Hasil mie pada percobaan ini menunjukkan bahwa
pasta memiliki tingkat bite yang baik dengan nilai 10. Uji selanjutnya
adalah uji springiness, yaitu uji kekenyalan pasta. Pasta yang baik adalah
pasta yang tidak terlalu lembek atau terlalu keras tetapi kenyal saat
dikunyah. Pasta hasil percobaan ini diberi nilai 5 sehingga dapat dikatakan
bahwa kekenyalan pasta pada tingkat kekenyalan yang diinginkan.
Kekenyalan pasta menandakan pasta yang dihasilkan elastic. Pada pengujian
mouthfeel, pasta diberi nilai 2,5 karena pasta terasa lembut ketika dimakan
dan tidak lengket menandakan permukaan pasta halus. Pada penilaian
integrity kami memberikan nilai 2,5 karena pasta yang kami buat memiliki
kekokohan yang cukup baik pada saat digigit
5. Uncooked noodles color (0, 24 hr, dan 48 hr)
Penilaian juga dilakukan pada kenampakan yang dihasilkan pasta saat
belum masak yang meliputi brightness, dan yellowness. Pengamatan
dilakukan pada hari ke-0 dengan kecerahan yang tinggi (5).

Setelah

dilakukan penyimpanan selama 24 jam kecerahan pasta kami berikan nilai


(2) dan penyimpanan 48 jam kami memberikan nilai (1,5) hal ini
disebabkan kenampakan pasta tanpa dimasak semakin tampak kusam.
Warna pada hari ke-0 warna dari pasta yang dihasilkan memiliki warna
kuning dan hijau dengan nilai (5). Setelah penyimpanan selama 24 jam kami
memberikan nilai (2) sedangkan pada penyimpanan 48 jam kami memberi
nilai (2,5), karena warna dari pasta pada 48 jam lebih kuning dibandingkan
dengan penyimpanna 24 jam. Perubahan tersebut disebabkan karena Rh
lingkungan (refri) lebih kecil daripada Rh pasta, sehingga air yang
terkandung dalam pasta keluar dan mengakibatkan kadar air menurun.

Kadar air yang menurun mengakibatkan kecerahan pasta semakin berkurang


dan warna yellowness atau intensitas warna meningkat.
6. Cooked noodles (0, 24 hr, 48 hr)
Pengamatan terhadap pasta yang sudah dimasak meliputi brightness dan
yellowness. Evaluasi dilakukan setelah pasta direbus serta disimpan selama
24 jam dan 48 jam. Hasil pengamatan, kecerahan pasta (brightness) pada
hari ke-0 untuk pasta hijau dan kuning bernilai (5). Pada penyimpanan
selama 24 jam kecerahan sudah mulai pudar sehingga kami memberikan
nilai (2,5) dan pada penyimpanan 48 jam kecerahan semakin menurun,
sehingga kami memberikan nilai (2). Warna kuning dari pasta yang telah
direbus pada hari ke-0 masih sangat baik dengan skor (5). Warna kuning dan
hijau pada pasta setelah direbus setelah penyimpanan 24 kami beri nilai (2)
sedangkan pada penyimpanan 48 jam kami berikan nilai (2,5), karena warna
pasta lebih kuning pada penyimpanan 48 jam dibandingkan pada
penyimpanan 24 jam. Hal ini disebabkan kadar air pada pasta semakin
berkurang akibat adanya perpindahan air dari bahan ke lingkungan selama
penyimpanan di refrigerator sehingga warna kuning dan hijau semakin
intens, dan kecerahan (brightness) menurun.
7. Self life after 48 hr
Pada penialaian self life pasta selama 48 jam kami memberikan nilai (5)
karena tidak ada perubahan rasa, aroma, dan tidak ada tanda-tanda
tumbuhnya jamur selama penyimpanan 48 jam di dalam refrigerator.
VII.

KESIMPULAN
Total pasta yang dihasilkan untuk pasta kuning dan hijau adalah
91 dan 89 sehingga layak untuk dikonsumsi dan diperjual

belikan.
Lama penyimpanan akan mempengaruhi kenampakan pasta
(yellowness dan brightness)

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Astawan, N. 2001. Membuat Mi dan Bihun. Bogor: Penebar Swadaya.
Charley, H. 1982. Food Science 2nd Ed. New York: John Wiley and Sons,
Inc.

Horseney, R.C. 1986. Principles of Cereal Science and Technology.


Minnesota, New York.
Kharie, Ayu. 2011. Aneka Olahan Pasta ala Resto. Jakarta Selatan: Demedia
Pustaka
Kill, Ron. 2001. Pasta and Semolina Technology. Oxford, London:
Blackwell Science Ltd.
Kim, S.K., 1996. Instant Noodles. In Pasta and Noodle Technology (Edited
by Kruger, J.E., R.B. Matsuo dan J.W. Dick). USA: American
Association of Cereal Chemist, Inc.
Kruger, J. F, Robert B. M, and Joel W. D (Ed.). 1998. Pasta and Noodle
Technology. USA: American Association of Cereal Chemistry, Inc.
St. Paul, Minnesota, U.S.A.
Middione, Carlo. 2008. PASTA. California: Ten Speed Press
Miskelly, D. M. 1996. The Use of Alkali for Noodle Processing. In Pasta and
Noodle Tech (Edited by Kruger, J. E., R. B Matsuo& J. W. Dick).
USA: American Association of Cereal Chemist, Inc.
Sutomo, Budi. 2008. Variasi Mi dan Pasta. Jakarta Selatan: PT Kawan
Pustaka

IX.

LAMPPIRAN
Cooked 24 jam

cooked 48 jam

Uncooked 24 jam

uncooked 48 jam

Anda mungkin juga menyukai