Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ANALISIS MIKROBIOLOGI PANGAN

KARAKTERISTIK PATOGEN PANGAN :


CLOSTRIDIUM BOTULINUM

Dosen Pengampu:
Witiyasti Imaningsih, M.Si

DisusunOleh :
Liztita Zetti Rahmi 1701011320023
Mahrida 1701011320024
Maria Eva Juliana 1701011320025
Maulida Hayati 1701011320027
Nadia Ramadhanianti 1701011320031
Noor Alpia 1701011320032
Nurliyaningsih 1701011320035
Nurul Laili Hidayana 1701011320036
Puput Irmania 1701011320037
Putri Kholifah Novitasari 1701011320038
Rabiatul Adawiyah 1701011320039

PROGRAM STUDI D3 ANALIS FARMASI DAN MAKANAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Analisis Mikrobiologi Pangan ini dengan baik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah Analisis Mikrobiologi Pangan ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Analisis Mikrobiologi Pangan ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Banjarbaru, Februari 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan termasuk kebutuhan dasar yang terpenting dan sangat esensial dalam
kehidupan manusia. Salah satu ciri makanan yang baik adalah yang aman untuk
dikonsumsi tanpa mengakibatkan efek kerugian kesehatan yang disebabkan oleh
makanan tersebut. Makanan yang menarik, nikmat, dan tinggi gizi akan menjadi tidak
baik apabila taka man untuk dimakan atau dikonsumsi. Menurut undang-undang No. 7
tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi atau upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan
benda lainnya yang dapat mengganggu bahkan merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia. Bahan pagan yang terdapat didalamnya dapat terkontaminasi
senyawa beracun baik senyawa beracun alami maupun mikroba bisa saja terjadi karena
bahan pangan merupakan salah satu tempat yang paling memungkinkan bagi
partumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan mikrooganisme. Pertumbuhan
mikroorganisme dalambahan pagan dapat menyebabkan perubahan yang
menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya
simpannya. Selain itu pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan juga dapat
mengakibatkan perubahan fisik dan kimia yang tidak diiginkan, sehingga bahan pangan
tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Seiring meningkatnya kesibukan masyarakat
cendrung tidak memperhatikan makanan yang mereka makan. Baik dari aspek
kebersihan, kesehatan dan kandungan gizi yang terkandung dalam makanan, cenderung
hanya memikirkan dari aspek ekonimis dan kepraktisan saja. Salah satu dari contoh
makanan yang dapat terkontaminasi dan rusak akibat mikroba yaitu makanan kaleng
yang sumbernya adalah bakteri Clostidium botulinum yang dapat menyebabkan
keracunan pada botulinin. Biasanya bakteri ini tumbuh pada kaleng yang tidak
sempurna atau adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan hidup setelah proses
pemanasan pengolahan atau pada bagian kaleng yang bocor, sehigga makanan
terkontaminasi dari udara luar.
BAB II
PEMBAHASAN

I. Karakteristik Morfologi dan Klasifikasi Clostridium Botulinum


Clostridium botulinum merupakan bakteri berbentuk bacill (batang), anaerobik
(tidak dapat tumbuh di lingkungan yang mengandung oksigen bebas), Gram positif,
dapat membentuk spora, dan dapat memproduksi racun syaraf yang kuat. Sporanya
tahan panas dan dapat bertahan hidup dalam makanan dengan pemrosesan yang kurang
sesuai atau tidak benar. Ada tujuh tipe botulisme (A, B, C, D, E, F dan G) yang dikenal,
berdasarkan ciri khas antigen dari racun yang diproduksi oleh setiap strain. Tipe A, B,
E, dan F dapat menyebabkan botulisme pada manusia. Tipe C dan D menyebabkan
sebagian besar botulisme pada hewan. Hewan yang paling sering terinfeksi adalah
unggas liar dan unggas ternak, sapi, kuda, dan beberapa jenis ikan. Walaupun tipe G
telah diisolasi dari tanah di Argentina, belum ada kasus yang diketahui disebabkan oleh
strain ini. Ikan sangat sensitif terhadap toksin tipe E.
Sel vegetatif C. botulinum berbentuk batang dan berukuran cukup besar untuk
ukuran bakteri. Panjangnya antara 3 μm hingga 7-8 μm. Lebarnya antara 0,4 μm hingga
1,2 μm. C. botulinum termasuk bakteri Gram positif.. Lapisan paling luar spora disebut
dengan exosporium. Exosporium ini bervariasi antara masing -masing species, terkenal
pada species yang bersifat patogen, termasuk C. botulinum. Lapisan di bawah
exosporium disebut dengan membran spora, terdiri atas protein yang strukturnya tidak
biasa. Bagian tengah spora mengandung DNA spora, ribosom, enzim, dan kation.
Kandungan logam pada spora C. botulinum berbeda dari kandungan metal pada
Bacillus. Strain proteolitik C. Botulinum dapat menghasilkan spora yang sangat
resisten dengan pemanasan tinggi.C. botulinum merupakan bakteri anaerob yang tidak
dapat tumbuh di lingkungan anaerob.
Hasil uji pertumbuhan pada media agar aerob adalah negatif. C. botulinum bersifat
motil atau dapat bergerak dengan flagel yang berbentuk peritirik.
C.botulinum merupakan bakteri gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
antara 80-90% dari komponen dinding sel. C. botulinum tidak dapat membentuk
kapsula maupun plasmid.
Klasifikasi dari Clostridium Botulinum sebagai berikut.
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Spesies : Clostridium botulinum

II. Karakteristik Fisiologi Clostridium Botulinum


C. botulinum termasuk bakteri yang bersifat mesophilic dengan suhu optimum
untuk tumbuh yaitu 370 C untuk strain jenis A dan B serta 300 C untuk strain jenis E.
Suhu terendah dari strain jenis A dan B adalah 12,50 C namun pernah juga dilaporkan
bahwa kuman dapat tumbuh pada suhu 100C. Disisi lain spora jenis F dilaporkan
tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 40oC . Strain jenis E memiliki suhu
maksimum 5 derajat lebih rendah dari strain A dan B dengan suhu optimumnya yaitu
300C (Suardana, 2001; Cliver, 1990 ; Jay, 1978).
Produksi toksin dari C. botulinum tergantung dari kemampuan sel untuk tumbuh
didalam makanan dan menjadi autolysis disana (Suardana, 2001; Frazier dan Westhoff,
1988). Lebih lanjut produksi toksin dipengaruhi oleh kompososo dari makanan atau
medium terutama glukosa atau maltosa yang diketahui sangan potensial terhadap
produksi toksin, kelembaban, pH, potensial redok, kadar garam, temperatur dan waktu
penyimpanan. Berdasarkan atas pH, dilaporkan bahwa C. botulinum tidak mampu
tumbuh pada pH di bawah 4,5. Lebih jauh dilaporkan bahwa organism akan tumbuh
dengan baik dan menghasilkan toksin pada pH 5,5-8,0 (Suardana, 2001; Jay, 1978).
Sedangkan Frazier dan Westhoff (1988) menyatakan bahwa nilai pH minimal untuk
pertumbuhan sel vegetatif adalah 4,87 sedangkan untuk pertumbuhan spora 5,01 di
dalam cairan kaldu.
Nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan bersifat komplek, diperlukan asam
amino, vitamin B dan mineral. C. botulinum jenis A dan B memerlukan kadar air 0,94
dan jenis E pada 0,97 dilaporkan bahwa kadar garam 10% atau 50% sukrosa akan
menghambat pertumbuhan jenis A dan B. Tar dalam Jay (1987) menyatakan bahwa
pada konsentrasi 24-500 ppm dapat menghambat jenis A lebih dari sebulan pada suhu
optimum dengan pH 5,9-7,6. Di dalam penelitian pembentukan toksin jenis E dan
pertumbuhan sel didalam kalkun yang diinkubasikan pada suhu 3 C, Midura et al,
dalam Jay (1978) menemukan bahwa spora jenis E akan memperbanyak diri dan
menghasilkan toksin dalam waktu 24 jam. Penampakan toksin bertepatan dengan
pertumbuhan sel selama 2 minggu setelah toksin berada di luar sel hidup. Penemuan
ini mengungkapkan bahwa kemungkinan ditemukannya toksin jenis E di dalam
makanan tanpa ditemukan sel jenis E. alat perumbuhan dengan terjadinya penurunan
potensial redoks.

III. Cara Uji Bakteri Clostridium botulinum Pada Bahan Pangan


Metode analisis bakteri Clostridium botulinum pada bahan pangan dapat di analisis
berdasarkan acuan dari SNI 01-3775-2006. Bahan pangan yang di analisis adalah
kornet daging sapi (Corned beef) dalam kaleng. Maksud dan tujuan dilakukannya
penyusunan standar ini adalah sebagai acuan sehingga kornet daging sapi yang beredar
di pasar dapat dijamin mutu dan keamanannya. Cara uji bakteri Clostridium botulinum
terdapat pada lampiran B.9.5 yaitu sebagai berikut :
1. Prinsip
Pertumbuhan Clostridium Botulinum pada cooked meat medium yang
kemudian diamati adanya kekeruhan, produksi gas dan bau. Secara mikroskopis
menghasilkan Gram positif dengan spora oval subterminal.
2. Peralatan
Pembuka kemasan, anaerobik jars, cawan petri, tabung reaksi, mikroskop,
pipet, pinset/penjepit, inkubator terkalibrasi, refrigerator, mortar, loop/ose,
gelas kultur, lyophilized.
3. Perbenihan, pengencer dan pereaksi
a) Cooked Meat Broth (Gunakan salah satu liver atau heart medium)
• Chopped Liver Broth
• Cooked Meat medium
b) Trypticase Peptone Glucose Yeast Ekstrak (TPGY) Broth atau dengan
Trypsin
(TPGYT)
c) Liver Veal Egg Yolk Agar atau Anaerobik Egg Yolk Agar
• Liver Veal Egg Yolk Agar (LVEY)
• Anaerobik Egg Agar
d) Gel Phosphate Buffer
e) Alkohol absolut steril
f) Pewarnaan Gram.

4. Cara Kerja

a) Uji Pendahuluan
Simpan contoh uji didalam kulkas. Tidak diperbolehkan membuka makanan
yang dikalengkan kecuali dalam keadaan rusak, menggelembung dan
didalamnya berbahaya yang dapat meledak, tidak diperlukan untuk disimpan
didalam kulkas.
Makanan Padat
Pindahkan secara aseptik dengan sedikit atau yang terbebas dari cairan ke
dalam mortar steril. Tambahkan Gel Phosphate Buffer Steril. Atau dengan cara
lain, inokulasikan sebagian kecil contoh uji dengan gunting tang ke dalam
Enrichment broth.
Makanan Cair
Inokulasikan contoh dengan pipet steril yang dituangkan kedalam Enrichment
Broth.
Makanan Kaleng
Contoh dibersihkan dengan larutan alkohol-iodine kemudian kaleng dibuka.
b) Uji Visual
Penampilan, bau, adanya tanda kebusukan. Produk jangan dirasakan dibawah
keadaan sekitar.
c) Uji Cadangan
Secara aseptik, kultur dipindahkan ke jars yang steril untuk uji berikutnya yang
mungkin diperlukan.
d) Deteksi Clostridium Botulinum
Uji Pengkhayalan
Hilangkan oksigen dari media yang akan dipakai sebelum diinokulasi, dengan
cara memanaskan media tersebut selama 10 menit sampai15 menit dan
didinginkan dengan cepat tanpa bergejolak. Inokulasikan 2 tabung yang berisi
Cooked Meat Broth dengan 1 gr sampai 2 gr contoh padatan atau 1 ml sampai
2 ml makanan cairan atau ekstrak/15 ml media. Inkubasikan pada 35 °C.
Dengan cara yang sama inokulasi 2 tabung dengan media TPGY dan diinkubasi
pada 26 °C.
Pengujian
Setelah 5 hari diinkubasi, uji kultur dengan turbidimetri, adanya produksi gas,
pencernaan partikel daging dan bau busuk juga pengujian mikroskopik dengan
fase kontras dengan pewarnaan gram, kristal violet atau biru methilin.
Perlakuan Selanjutnya
Biasanya setelah 5 hari inkubasi menghasilkan pertumbuhan yang subur dan
konsentrasi toxin yang tinggi dengan puncak spora yang baik. Kultur
dikembalikan ke dalam kulkas untuk isolasi kultur murni. Jika dalam waktu 5
hari tidak ada pertumbuhan, inkubasi ditambahkan sampai 10 hari untuk
melihat adanya germinasi spora Clostridium botulinum sebelum dihancurkan
secara steri.
e) Isolasi Kultur Murni
Jika spora tumbuh baik, Clostridium botulinum dapat diisolasi dengan baik dari
campuran flora didalam kultur pengkayaan atau contoh aslinya.
Perlakuan Awal
Tambahkan dengan volume yang sama alkohol absolute steril ke dalam 1 ml
sampai 2 ml kultur atau contoh ke dalam tabung yang bertutup ulir. Campur
dengan baik dan inkubasikan pada temperatur kamar selama 1 jam. Cara lain,
Panaskan 1 ml sampai 2 ml kultur pengkayaan selama 10 menit sampai15 menit
pada suhu 80°C untuk mematikan sel vegetatif.
(Jangan kerjakan pemanasan untuk Clostridium botulinum type non
proteolitik).
Plating
Dengan loop inokulasi, streak 1/2 loop penuh dengan kultur ke dalam cawan
Petri berisi media Liver Veal Egg Yolk atau Anaerobik Egg Yolk Agar atau
keduanya untuk mendapatkan isolasi koloni. Inkubasikan cawan Petri selama
48 jam pada suhu 35°C dibawah kondisi anaerobik dalam anaerobik jar atau
gas pak atau yang setara.
Seleksi Koloni
Koloni tipikal akan tumbuh menumpuk atau membentuk permukaan datar yang
halus atau kasar dan biasanya menunjukan penyebaran yang tidak beraturan
ditepinya. Pada media Egg Yolk koloni biasanya menunjukan permukaan yang
berwarna warni saat diuji dengan lampu. Daerah ini biasa dkenal dengan
lapisan bermutiara. Daerah ini biasanya meluas dan mengikuti bentuk garis dari
koloni yang tidak beraturan tadi. Selain daerah seperti mutiara, koloni tipe C,D,
dan E biasanya dikelilingi daerah endapan berwarna kuning selebar 2 mm
sampai 4 mm, sedangkan koloni tipe A dan B umumnya menunjukan daerah
endapan yang lebih pendek. Tidak semua tipe koloni menghasilkan toxin,
beberapa keluarga genus Clostridium botulinum mempunyai sifat bentuk yang
khas tetapi tidak menghasilkan toxin.
Kultur
Dengan menggunakan loop steril, inokulasikan setiap 10 koloni terseleksi
kedalam tabung medium steril:
1. TPGY Broth untuk Clostridium botulinum tipe E, inkubasikan 5 hari pada
suhu 26 °C
2. Cooked Meat Broth untuk toxin tipe lain, inkubasikan selama 5 hari pada
suhu 35 °C. Gunakan kultur untuk uji penegasan dan deteksi serta identifikasi
toxin.
Penegasan
Streak kultur dari langkah D secara duplo pada cawan petri yang berisi media
Egg Yolk Agar. Inkubasikan salah satu petri tersebut secara anaerob dan petri
yang lain secara aerobik pada suhu 35 °C. Jika koloni Clostridium botulinum
tumbuh pada cawan Petri yang anaerobik dan tidak tumbuh pada yang aerobik
maka kultur tersebut murni. Kesalahan isolasi Clostridium botulinum dari
koloni yang terseleksi menunjukan bahwa populasi relatifnya terhadap
campuran flora rendah. Ulangi tahapan pemindahan melalui tahap tambahan
pengkayaan. E(A)/Deteksi Clostridium botulinum. Ini mungkin akan
meningkatkan jumlah koloni yang cukup untuk isolasi. Simpan Kultur Murni
didalam kulkas, pada gelas kultur/glass beads atau lyophilized.

IV. Efek yang Ditimbulkan


Clostridium botulinum dapat mengkontaminasi hampir semua jenis makanan, baik
yang berkadar karbohidrat tinggi maupun yang berkadar protein tinggi. Melalui
penampakannya, makanan yang terkontaminasi C. botulinum sulit diketahui karena
toksin dapat bersifat proteolitik dan nonproteolitik (Meryandini, 2001). Clostridium
botulinum yang ada pada produk pangan terutama makanan kaleng harus dibunuh,
karena bakteri ini dapat menyebabkan keracunan tipe intoksikasi pada manusia.
Keracunan tipe intoksikasi ini disebabkan oleh terkonsumsinya toksin (racun)
ekstraseluler yang dihasilkan oleh mikroba yang mencemari pangan. Racun yang
dikeluarkan oleh C. Botulinum disebut “neurotoksin” karena racun tersebut menyerang
sistem susunan syaraf. Gejala keracunannya bersifat Neuroparalitik, yaitu
menyebabkan kelumpuhan bagian tubuh tertentu karena susunan syaraf yang
terganggu. Racun botulinum adalah suatu protein yang sangat beracun, sehingga
walaupun tertelan dalam jumlah sedikit sudah dapat menyebabkan keracunan. Racun
botulinum diproduksi oleh sel C. Botulinum dalam bentuk toksin progenitor. Toksin
ini kemudian dapat diaktifkan oleh enzim-enzim tertentu di dalam tubuh menjadi
komponen yang beracun. Toksin yang telah aktif akan dibawa melalui pembuluh darah
ke sistem syaraf kholinergik, dimana toksin tersebut bekerja pada bagian akhir dari
sistem syaraf dengan cara mencegah bagian sineptik untuk melepaskan asetilkholin
yang dapat menggerakkan otot-otot melalui reaksi dengan ujung-ujung otot ( Yuswita,
2014 ).
DAFTAR PUSTAKA

SNI 01-3775-2006. 2006. Kornet Daging Sapi (Corned Beef). Badan Standarisasi
Nasional. Bandung

Yuswita, E. 2014. Optimasi Proses Termal untuk Membunuh Clostridium Botulinum.


Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 3: 5-6.

Anne Maczulak . 2011.“Clostridium", Encyclopedia of Microbiology, Facts on File, hlm. 168-173.

Meryandini, A. 2002. Identifikasi Isolat Clostridium Botulinum Asal Bogor


Identification Of Clostridium Botulinum Isolates From Bogor. Hayati. 1 : 24-
26.

Anda mungkin juga menyukai