Anda di halaman 1dari 11

Pengolahan Limbah Feses Ternak dengan Pengomposan Sebagai Media Pertumbuhan

Monggot Black Sholdier Fly (BSF)

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Ita Wahju Nursita, M.Sc.

Oleh :

Hastari Paengestuti 185050101111102

Aprilia Salvianti 185050101111114

Igha Kumoro Ratri 185050101111118

Yolanda Julianti 185050101111133

Dian Ayu Safitri 185050101111136

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PETERNAKAN

2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya lah
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula kami kirimkan shalawat
serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan
makalah seperti ini, pembaca dapat belajar dengan baik dan benar mengenai Pengelolaan
Limbah Feses Ternak dengan Pengomposan sebagai Media Pertumbuhan Maggot Black
Soldier Fly (BSF).
Penulis mengucapkan terimah kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi sumbangsi
kepada kami dalam penyelesaian makalah ini. Dan tentunya penulis juga menyadari,
bahwa  masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini. Hal ini karena
keterbatasan kemampuan dari penulis. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan
kemajuan ilmu pengetahuan.

Malang, 25 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
2.1 Pengomposan.............................................................................................................................6
2.2 Maggot Black Soldier Fly (BSF)...............................................................................................7
2. 3 Pengolahan Limbah Feses dengan Pengomposan sebagai Media Pertumbuhan Maggot...9
BAB III...............................................................................................................................................10
KESIMPULAN..................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................11

BAB I

PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Feses atau kotoran hewan adalah produk buangan saluran pencernaan hewan yang
dikeluarkan melalui anus atau kloaka. Kotoran sapi yang berupa feses mengandung nitrogen
yang tinggi. Jumlah nitrogen yang dapat diperoleh dari kotoran sapi dengan total bobot badan
± 120 kg (6 ekor sapi dewasa) dengan periode pengumpulan kotoran selama tiga bulan sekali
mencapai 7,4 kg. Jumlah ini dapat disetarakan dengan 16,2 kg urea (46% nitrogen). Feses
mengandung bahan organik yang berpotensi menimbulkan cemaran terhadap lingkungan.
Upaya menghindari dampak negatif yang ditimbulkan oleh feses tersebut dilakukan
pengolahan, salah satu cara pengolahan feses yaitu dengan metode pengomposan.
Metode pengomposan merupakan salah satu cara pengolahan limbah yang
memanfaatkan proses biokonversi. Biokonversi adalah proses yang dilakukan oleh
mikroorganisme dan organisme untuk mengubah suatu senyawa atau bahan menjadi produk
yang mempunyai struktur kimiawi yang saling berhubungan. Proses biokonversi limbah
dengan cara pengomposan menghasilkan pupuk organik yang merupakan hasil degradasi
bahan organik. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah bahan
organik limbah sudah terdegradasi dengan baik adalah perubahan bahan organik limbah
menjadi unsur hara, terutama unsur makro, seperti N total, P2O5 dan K2O (Hidayati, dkk.
2008).
Dampak merugikan limbah feses dan urin menimbulkan pollutan asal gas methane
(CH4) dan sebagai media perkembangbiakan mikroorganisme penyebab penyakit. Oleh
karena itu diperlukan suatu aplikasi teknologi untuk meningkatkan nilai ekonomis limbah
feses dan urin dari usaha peternakan sekaligus mengurangi dampak merugikan terhadap
lingkungan, adapun metode pengomposan sebagai media pertumbuhan Black Soldier Fly.
Menurut penelitian Wardhana (2016) Black Soldier Fly (BSF) atau lalat tentara hitam
(Hermetia illucens) merupakan salah satu insekta yang mulai banyak dipelajari
karakteristiknya dan kandungan nutriennya. Lalat ini sudah banyak dimanfaatkan sebagai
alternatif pakan dalam bentuk larva karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi
sekitar 40 – 50 %. Maggot ini memiliki kemampuan dalam mengkonsumsi limbah organik
seperti limbah sayuran dan kotoran yang kemudian sisa bahan yang sudah diolah oleh maggot
ini dapat dijadikan sebagai pupuk organik.
Lalat tentara hitam, Black Soldier Fly (Hermetia illucens) ini tersebar hampir di
seluruh dunia. Layaknya lalat lain, lalat tentara memakan apa saja yang telah dikonsumsi oleh
manusia, seperti sisa makanan, sampah, makanan yang sudah terfermentasi, sayuran, buah
buahan, daging bahkan tulang (lunak), bahkan makan bangkai hewan. Larva lalat (maggots)

4
ini tergolong "kebal" dan dapat hidup di lingkungan yang cukup ekstrim, seperti di
media/sampah yang banyak mengandung garam, alkohol, acids/asam dan amonia. Mereka
hidup “di suasana yang hangat”, dan jika udara lingkungan sekitar sangat dingin atau
kekurangan makanan, maka maggots tidak mati tapi mereka menjadi fakum/idle/tidak aktif
menunggu sampai cuaca menjadi hangat kembali atau makanan sudah kembali tersedia.
Mereka jugadapat hidup di air atau dalam suasana alcohol (Suciati, 2017). Serangga BSF
memiliki beberapa karakter diantaranya: (1) dapat mereduksi sampah organik, (2) dapat
hidup dalam toleransi pH yang cukup tinggi, (3) tidak membawa gen penyakit, (4)
mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi (40-50%), (5) masa hidup sebagai larva
cukup lama (± 4 minggu), dan (6) mudah dibudidayakan (Adrian, 2015)
Berdasarkan uraian di atas, keberhasilan produksi dan kualitas maggot yang
dihasilkan melalui beberapa media pertumbuhan serta wadah perkembangbiakan maggot
tersebut. Dengan demikian, efektivitas media pertumbuhan Black Soldier Fly dapat terlihat
dapat menjadi solusi pemanfaatan sampah organik dan juga sebagai agen biokonversi yang
nantinya dapat dijadikan sumber protein pakan bagi ternak.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini, masalah yang akan dibahas meliputi sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Pengomposan?
2. Apa yang dimaksud dengan Black Soldier Fly (BSF)?
3. Bagaimana proses pengolahan limbah feses menjadi media pertumbuhan BSF?

1.3 Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa memahami pengertian Pengomposan.
2. Agar mahasiswa memahami pengertian Black Soldier Fly (BSF).
3. Agar mahasiswa mengetahui proses pengolahan limbah feses menjadi media
pertumbuhan BSF.

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengomposan

Pengomposan adalah proses dekomposisi bahan biologis padatan organik dalam


kondisi aerobik melalui aktivitas mikroba yang berbeda dan menghasilkan produk yang
stabil, serta sesuai untuk dapat ditambahkan ke tanah. Pengolahan bahan organik menjadi
kompos (Pengomposan), dianggap sebagai teknologi berkelanjutan karena bertujuan untuk
konservasi lingkungan, dan penggunaan kompos (pupuk organik) dapat mereduksi
penggunaan pupuk kimia dan pemberi nilai tambah pada limbah (Yuliani dan Nugraheni,
2010). Pengomposan juga bertujuan untuk menstabilkan limbah organik; membunuh
mikroorganisme, patogen, dan biji gulma; meminimalkan bau; serta menghasilkan produk
akhir yang stabil dan aman untuk digunakan sebagai pembenah atau pun pupuk tanah
(Fitriyanto dkk, 2015). Dalam proses pengomposan, salah satu factor yang harus diperhatikan
agar proses berjalan baik adalah kandungan nutrisi untuk mikroba pengurai yang dicerminkan
dengan nisbah C/N. Nisbah C/N yang ideal dalam proses pengomposan berkisar 25-40
(Marlina dkk, 2019).

2.1.1 Proses Pengomposan

Proses pengomposan yang berkaitan dengan suhu terdiri atas tiga tahapan, yaitu
mesofil, termofil, dan pendinginan. Pada tahap mesofil terjadi pertumbuhan bakteri mesofil
pada suhu sekitar 35o C. Pada tahap termofil, suhu akan terus naik antara 40o C sampai 70o
C. Pada tahap ini terjadi pertumbuhan bakteri termofil actinomicetes dan fungi termofil
sehingga proses degradasi dan stabilisasi akan berlangsung secara maksimal. Pada tahap
pendinginan terjadi penurunan aktivitas mikrobia serta penggantian mikrobia termofil dengan
bakteria dan fungi mesofil. Selama tahap pendinginan, proses penguapan air dari material
yang telah dikomposkan; stabilisasi pH; dan penyempurnaan pembentukan humus akan terus
berlangsung. Pada fase mesofil, senyawa organik kompleks mulai didegradasi sehingga
menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Protein diuraikan menjadi polipeptida,
peptida-peptida, amida, dan asam amino. Karbohidrat diurai menjadi polisakarida, disakarida,
monosakarida, dan asam-asam organik (Triatmojo dkk, 2016).

Peningkatan suhu akibat aktivitas mikrobia terjadi pada tahap termofil. Suhu
meningkat di atas 40OC, bahkan mencapai 55OC atau 60OC. Pada tahap pemasakan suhu turun

6
di bawah 40OC. Penurunan suhu hingga 40OC menunjukkan bahwa substrat kompleks sudah
banyak yang diuraikan menjadi senyawa-senyawa sederhana dan dimanfaatkan untuk
pertumbuhan mikrobia termofil (jamur, bakteri, dan actinomycetes). Penurunan suhu
mengakibatkan turunnya aktivitas mikrobia serta banyaknya bakteri termofil yang mati dan
digantikan oleh bakteri mesofil (Triatmojo dkk, 2016). Suhu kompos akan mengalami
penurunan sampai mendekati suhu lingkungan pada tahap pendinginan. Pada tahap ini mulai
terjadi stabilisasi limbah dan mineralisasi. Bakteri nitrifikasi mulai mengubah NH4+ menjadi
nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3-). Fase ini adalah fase yang sangat penting karena bahan organik
yang tadinya terlarut diubah menjadi senyawa anorganik yang tidak larut sehingga tersedia
bagi tanaman (Fitriyanto dkk, 2015).

2.1.2 Perubahan yang Terjadi Selama Pengomposan

Selama proses pengomposan, sejumlah jasad hidup seperti bakteri dan jamur,
berperan aktif dalam penguraian bahan organik kompleks menjadi lebih sederhana. Untuk
mempercepat perkembangbiakan mikroba, telah banyak ditemukan produk isolat mikroba
tertentu yang dipasarkan sebagai bioaktivator dalam pembuatan kompos, salah satunya
adalah Effective Microorganisms 4 (EM4). Larutan EM4 mengandung mikroorganisme
fermentor yang terdiri dari sekitar 80 genus, dan mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat
bekerja secara efektif dalam fermentasi bahan organik. Dari sekian banyak mikroorganisme,
ada tiga golongan utama, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., dan jamur fermentasi
(Suwatanti dan Widiyaningrum, 2017). Menurut Fitriyanto, dkk (2015) Perubahan yang
terjadi selama pengomposan adalah penguraian hidrat arang, selulosa, dan hemiselulosa yang
diurai menjadi CO2 dan air. Zat putih telur diurai melalui amida-amida dan asam-asam amino
sehingga menjadi amoniak, CO2 , dan air. Berbagai jenis unsur hara yang terikat di dalam
tubuh mikroorganisme, terutama N, P, dan K akan terlepas kembali bila mikroorganisme itu
mati.

2.2 Maggot Black Soldier Fly (BSF)


Black Soldier Fly (BSF) atau yang biasa disebut maggot merupakan salah satu jenis
serangga yang memiliki kemampuan untuk merombak bahan organik. Maggot banyak
tersebar diseluruh dunia salah satunya Indonesia. Di Indonesia sendiri maggot mulai banyak
diminati karena selain kemampuan dekomposisinya maggot juga memiliki kandungan nutrisi
yang bagus untuk digunakan sebagai pakan ternak. Maggot atau larva dari lalat black soldier
fly (Hermetia illucens) merupakan salah satu alternatif pakan yang memenuhi persyaratan

7
karena mengandung protein sebesar 40-50%, mengandung asam amino esensial yang dapat
dimanfaatkan sebagai pengganti tepung ikan dan bungkil kedelai untuk pakan ternak selain
itu mengandung lemak sebesar 24-30% (Wardhana, 2016). Menurut Sastro (2016), taksonomi
BSF adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Stratiomyidae
Genus : Hermetia
Spesies : Hermetia illucens

2.2.1 Siklus Hidup Maggot BSF


Black Soldier Fly (BSF) memiliki warna hitam diseluruh bagian tubuhnya. Selain itu
BSF memiliki segmen abdomen berwarna transparan menyerupai abdomen lebah. BSF
memiliki ukuran tubuh sebesar 15-20 mm serta mampu hidup selama 5-8 hari. Siklus hidup
BSF dari telur hingga menjadi lalat dewasa berlangsung sekitar 40-43 hari, tergantung dari
kondisi lingkungan dan media pakan yang diberikan. Lalat betina menghasilkan telur
sebanyak 546-1.505 butir. Waktu puncak bertelur dilaporkan terjadi sekitar pukul 14.00-
15.00. Lalat betina dilaporkan hanya bertelur satu kali selama masa hidupnya, setelah itu
mati. Telur tersebut oleh lalat betina diletakkan di dekat sumber pakan seperti lombah
kotoran ternak dan juga limbah pertanian lain (Hidayati, 2018)
2.2.2 Kelebihan BSF dalam Pengomposan Limbah
BSF mulai banyak digunakan sebagai pengurai limbah organik melalui proses
pengomposan. Banyak masyarakat yang mulai membudidayakan BSF karena memiliki
beberapa kelebihan diantaranya:
1. BSF dapat mengubah biomassa sampah menjadi larva dan residu. BSF termasuk dalam
serangga yang menganduk protein cukup tinggi, protein tersebut menjadi sumber daya
pakan bagi para peternak ikan maupun ayam sehingga BSF dapat digunakan menjadi
pakan alternatif bagi sejumlah hewan ternak.
2. BSF diberikan pakan berupa sampah organik bertujuan untuk menghentikan penyebaran
bakteri yang menyebabkan penyakit, seperti Salmonella spp. Hal ini berarti bahwa risiko
penyakit yang dapat ditularkan antara hewan dengan hewan, dan antara hewan dengan

8
manusia dapat berkurang ketika menggunakan teknologi ini di peternakan atau ketika
mengolah sampah yang berasal dari hewan pada umumnya (contohnya kotoran ayam
atau sampah dari sisa pemotongan hewan).
3. BSF digunakan untuk mengolah sampah organik karena dapat mengurangi berat basah
sampah mencapai 80% sehingga biaya pengangkutan sampah dan kebutuhan lahan untuk
tempat pembuangan akhir (TPA) dapat dikurangi.
2. 3 Pengolahan Limbah Feses dengan Pengomposan sebagai Media Pertumbuhan
Maggot
Limbah feses merupakan bahan organik yang disukai oleh larva lalat BSF. Budidaya
maggot dapat dilakukan dengan menggunakan media yang mengandung bahan organik yang
berbasis limbah ataupun hasil samping kegiatan argoindustri (Masir, dkk. 2020). Limbah
feses yang minim serat lebih disukai oleh larva BSF dibandingan dengan limbah sayuran.
Kinerja pengomposan dengan menggunakan BSF akan lebih baik jika ditambah sedikit
limbah yang kaya protein seperti ikan atau daging. Limbah yang kaya protein tidak hanya
membantu memperkaya nutrient dalam pertumbuhan larva, namun juga dapat mengundang
datangnya lalat dewasa BSF lebih cepat. Penambahan limbah yang mengandung protein juga
tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan larva BSF tidak dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik.

Faktor terpenting dalam pengomposan menggunakan BSF adalah drainase. Teknik


pengomposan menggunakan larva lalat BSF (Kusumawati, dkk. 2018). Bahan organik yang
digunakan dalam sistem pengomposan biasanya adalah bahan organik kaya air atau sokulen
seperti feses. Meskipun koloni larva dapat membantu dalam mengurangi kandungan air pada
feses dan juga menciptakan suasana aerob, namun apabila drainase tidak berjalan dengan
baik maka berpotensi untuk timbulnya suasana anaerob. Larva tidak dapat hidup pada kondisi
anaerob. Penambahan bahan porous seperti kertas (bukan koran) dapat membantu menyerap
kelebihan air didalam bin sehingga akan menimbulkan suasana aerobik dan lembab yang
sangat disukai oleh larva.

Proses pengomposan limbah organik menggunakan maggot BSF dapat mengkonversi


100% bahan organik menjadi pupuk organik dan larva yang kaya protein. Sebanyak 60-70 %
massa limbah akan menjadi pupuk organik dan 30-40% menjadi larva kaya protein dan lemak
yang dapat dijadikan pakan segar untuk unggas dan ikan atau sumber pakan untuk hewan
ternak jenis lainya. Pengolahan limbah feses menggunakan maggot BSF dapat mengurangi

9
pemakaian pupuk kimia yang apabila digunakan dalam jangka panjang dapat merusak unsur
tanah dan dapat mengurangi biaya pakan ternak komersial yang harganya relatif mahal.

BAB III

KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan

Pengomposan juga bertujuan untuk menstabilkan limbah organik; membunuh


mikroorganisme, patogen, dan biji gulma; meminimalkan bau; serta menghasilkan produk
akhir yang stabil dan aman untuk digunakan sebagai pembenah atau pun pupuk tanah Pada
tahap mesofil terjadi pertumbuhan bakteri mesofil pada suhu sekitar 35°C. Pada tahap
termofil, suhu akan terus naik antara 40°C sampai 70°C. Pada tahap ini terjadi pertumbuhan
bakteri termofil actinomicetes dan fungi termofil sehingga proses degradasi dan stabilisasi
akan berlangsung secara maksimal. Penurunan suhu hingga 40°C menunjukkan bahwa
substrat kompleks sudah banyak yang diuraikan menjadi senyawa-senyawa sederhana dan
dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikrobia termofil (jamur, bakteri, dan actinomycetes).
Perubahan yang terjadi selama pengomposan adalah penguraian hidrat arang, selulosa, dan
hemiselulosa yang diurai menjadi CO2 dan air.

Perubahan yang terjadi selama pengomposan adalah penguraian hidrat arang,


selulosa, dan hemiselulosa yang diurai menjadi CO2 dan air. Maggot atau larva dari lalat
black soldier fly (Hermetia illucens) merupakan salah satu alternatif pakan yang memenuhi
persyaratan karena mengandung protein sebesar 40-50%, mengandung asam amino esensial
yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti tepung ikan dan bungkil kedelai untuk pakan
ternak selain itu mengandung lemak sebesar 24-30%. Siklus hidup BSF dari telur hingga
menjadi lalat dewasa berlangsung sekitar 40-43 hari, tergantung dari kondisi lingkungan dan
media pakan yang diberikan. Proses pengomposan limbah organik menggunakan maggot
BSF dapat mengkonversi 100% bahan organik menjadi pupuk organik dan larva yang kaya
protein. Sebanyak 60-70 % massa limbah akan menjadi pupuk organik dan 30-40% menjadi
larva kaya protein dan lemak yang dapat dijadikan pakan segar untuk unggas dan ikan atau
sumber pakan untuk hewan ternak jenis lainya. Pengolahan limbah feses menggunakan
maggot BSF dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia yang apabila digunakan dalam
jangka panjang dapat merusak unsur tanah dan dapat mengurangi biaya pakan ternak
komersial yang harganya relatif mahal.

10
DAFTAR PUSTAKA

Fitriyanto, N.A., Triatmojo, S., Pertiwiningrum, A., Erwanto, Y., Abidin, M.Z., Baliarti, E dan
Suranindyah, Y.Y. 2015. Penyuluhan dan Pendampingan Pengolahan Limbah
Peternakan Sapi Potong di Kelompok Tani Ternak Sido Mulyo Dusun Pulosari, Desa
Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Indonesian Journal of Community
Engagement. 1(1).

Hidayati, E. 2018. Peran Black Soldier Fly dalam Proses Pengomposan Limbah Organik.
http://balaisurabaya.ditjenbun.pertanian.go.id. Diakses pada 26 Maret 2021.

Kusumawati, P.E., Y.S.Dewi, dan R. Sunaryanto. 2018. Pemanfaatan Larva Lalat Black Soldier
Fly (Hermetia illucens) untuk Pembuatan Pupuk Kompos Padat dan Pupuk Kompos
Cair. Jurnal Ilmu Pertanian. 1(1): 21-26.
Marlina, E.T., Hidayati, Y.A dan Badruzzaman, D.Z. 2019. Pengolahan Terpadu Limbah Ternak
di Kelompok Tani Rancamulya Sumedang, Jurnal Media Tani Ternak. 1(1): 5-10.
Masir, U., A. Fausiah, dan Sagita. 2020. Produksi Maggot Black Soldier Fly (BSF) (Hermatia
illucens) pada Media Ampas Tahu dan Feses Ayam. Jurnal Ilmu Pertanian. 5(2): 87-90
Sastro, Y. 2016. Teknologi Pengomposan Limbah Organik Kota Menggunakan Black Soldier
Fly. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
Suswatanti, E.P.S dan Widiyaningrum, P. 2017. Pemanfaatan MOL Limbah Sayur pada Proses
Pembuatan Kompos. Jurnal MIPA. 40(1): 1-6.
Triatmojo, S., Erwanto, Y dan Fitriyanto, N.A. 2016. Penanganan Limbah Industri Peternakan.
Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Wardhana, A.H., 2016. Black Soldier Fly (Hermetia illucens) Sebagai Sumber Protein Alternatif
Untuk Pakan Ternak. Wartazoa. 26(2): 069-078.
Yuliani, Farida dan Nugraheni, Fitri. 2010. Pembuatan Pupuk Organik (Kompos) dari Arang,
Ampas Tebu dan Limbah Ternak. Jurnal Sains University Muria Kudus.

11

Anda mungkin juga menyukai