Anda di halaman 1dari 14

POTENSI Nannochloropsis sp.

SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI


TERHADAP LOGAM BERAT TIMBAL (Pb), TEMBAGA (Cu), DAN
CADMIUM (Cd2+) PADA EKOSISTEM PERAIRAN SERTA
KEBUTUHAN FISIOLOGIS NUTRISI AGEN BIOREMEDIASI

TUGAS MATA KULIAH BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN

OLEH :

SHERLY OCHTAVIA 141924153001

PROGRAM MAGISTER BIOTEKNOLOGI PERIKANAN DAN KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bioremediasi adalah aplikasi bioteknologi dari proses biologis dengan penggunaan


mikroorganisme untuk mengurangi jumlah polutan di lingkungan [2]. Pencemaran lingkungan
menimbulkan efek beracun dalam banyak fungsi organ di dalam organisme meskipun hanya
terserap dalam jumlah kecil di dalam tubuh [2]. Ketika di dalam lingkungan terjadi bioremediasi,
enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan
mengubah struktur kimia polutan yang disebut biotransformasi hingga pada akhirnya polutan
tersebut hilang dan disebut biodegradasi. Biodegradasi mengubah struktur polutan yang kompleks
menjadi tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.

Akuakultur di berbagai negara telah mengusulkan pembentukan baru dan program


pemantauan yang mendorong dan memfasilitasi teknologi bioremediasi yang sedang
berkembang[1]. Kendala yang biasanya dihadapi berbagai negara adalah perbedaan yang signifikan
terhadap pembiayaan antara negara maju dan berkembang[1]. Biomassa yang terdapat di dalam
perairan, salah satunya Nannochloropsis sp. dapat digunakan sebagai bioremediasi polutan
beracun, salah satunya logam berat karena memiliki kemampuan adsorbsi yang disebabkan karena
adanya gugus aktif yang terkandung dalam mikroorganisme tersebut. Nannochloropsis sp. diduga
memiliki kemampuan sebagai agen bioremediasi logam berat karena kandungan protein dan
polisakarida yang tinggi[2].

Pencemaran air pada budidaya akuakultur memiliki ciri-ciri adanya komponen kimia, fisik,
atau biologi, yang mengakibatkan kerusakan pada air. Pencemaran air terjadi karena pembuangan
limbah yang tidak tepat dari kegiatan industrialisasi. Limbah yang dibuang menyebabkan
degradasi yang signifikan pada kualitas air di wilayah perairan, seperti sungai, danau, dan
waduk. Pencemar ini akan mempengaruhi kehidupan flora air dan fauna. Keberadaan limbah dapat
merugikan air berupa perubahan pH air, suhu, bahkan suhu adanya logam berat dengan konsentrasi
tinggi. Polutan di lingkungan perairan salah satunya adalah logam berat. Logam berat sulit untuk
terdegradasi dan bahkan cenderung terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup yang

2
terpapar. Beberapa jenis logam berat berguna untuk metabolisme makhluk hidup dengan kadar
yang rendah, tetapi menjadi toksik dan berbahaya jika tingkat kadarnya tinggi. Ion logam berat,
seperti Arsen (Ar), Seng (Zn), Timbal (Pb), Kadmium (Cd), Merkuri (Hg), Kromium (Cr), dan
Nikel (Ni) dikelompokkan ke dalam jenis logam berat yang telah diidentifikasi pada badan air
sebagai pencemar dengan senyawa beracun dan berbahaya pada konsentrasi tinggi yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia[5].

Agen bioremediasi Nannochloropsis sp. membutuhkan nutrisi yang digunakan untuk


metabolisme tubuhnya. Karbon anorganik, cahaya, dan nutrisi dibutuhkan untuk agen
bioremediasi tersebut melakukan fotosintesis dan pertumbuhan. Penghambatan pertumbuhan
biasanya dipengaruhi oleh kadar nitrogen[3]. Selain faktor kandungan nutrisi, penghambatan terjadi
karena penyerapan nutrisi yang tidak baik karena faktor biotik dan abiotik.[3]. Pertumbuhan agen
bioremediasi bisa ditingkatkan dengan menyediakan faktor lingkungan yang optimal seperti
cahaya, gerakan air, dan pasokan nutrisi.[3].

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui potensi Nannochloropsis sp. sebagai agen bioremediasi terhadap logam
berat timbal (Pb), tembaga (Cu), dan cadmium (Cd2+) pada ekosistem perairan serta kebutuhan
fisiologis nutrisi agen bioremediasi.

1.3 Manfaat
Untuk memberikan informasi mengenai potensi nannochloropsis sp. sebagai agen
bioremediasi terhadap logam berat timbal (Pb), tembaga (Cu), dan cadmium (Cd2+) pada ekosistem
perairan untuk menjadi langkah alternatif dalam mengatasi limbah pencemaran air akibat logam
berat pada ekosistem perairan dan nutrisi yang dibutuhkan agen bioremediasi dalam proses
fisiologis dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya.

3
BAB II

ISI

2.1 Nannochloropsis sp. Sebagai Agen Bioremediasi Terhadap Logam Berat Timbal (Pb)

Pada penelitian Waluyo et al, 2020 didapatkan kandungan Pb dalam air setelah tujuh hari perlakuan
dengan kultur N. oculata menunjukkan adanya absorpsi oleh mikroalga. Terjadi penurunan konsentrasi Pb
pada sampel air yang digunakan dan membuktikan bahwa N. oculata mampu menyerap Pb dengan tingkat
efisiensi yang bervariasi. Efisiensi penyerapan Pb oleh N. oculata tertinggi terjadi pada air sampel
mengandung konsentrasi Pb 1,3 ppm yaitu 55%. Sebaliknya, persentase efisiensi penyerapan terendah
sebesar 28% pada sampel air mengandung konsentrasi Pb 0,5 ppm. Sampel air mengandung Pb dengan
konsentrasi 0,7, 0,9 dan 1,1 ppm masing-masing adalah 29%, 38%, dan 48%. Semakin tinggi kadar Pb yang
larut dalam air, maka semakin tinggi efisiensi penyerapan Pb oleh N. oculata.

Masithah,et al 2011 menyatakan bahwa Nannochloropsis sp. dan Spirulina sp. mampu
melakukan penyerapan logam berat timbal (Pb) pada awal dan akhir penelitian. Nannochloropsis
sp. dan Spirulina sp. yang dibiakkan dalam media kultur dengan air yang sudah diberi perlakuan
logam berat timbal dengan kadar yang berbeda dan terjadi persentase penurunan kadar logam berat
Pb (Tabel1). Analisa kandungan logam berat Pb pada masing-masing konsentrasi ditampilkan
dalam Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5 serta diagram batang pada Gambar 1 dan Gambar 2. Hasil
menunjukkan bahwa persentase penurunan kandungan logam berat timbal (Pb) dalam media kultur
Spirulina sp. lebih tinggi dibandingkan dengan Nannochloropsis sp.. Namun kedua mikroalga
tersebut mampu menjadi agen bioremediasi polutan beracun.

4
Proses penghilangan ion logam berat (termasuk Pb) secara alami dalam kondisi tidak
terkendali melibatkan dua proses, yaitu serapan pasif dan penyerapan aktif. Serapan pasif yang
lebih dikenal dengan proses biosorpsi terjadi ketika ion logam berat tersebar ke permukaan sel dan
ion akan mengikat permukaan sel berdasarkan kemampuan afinitas kimianya. Proses ini terjadi
ketika ion logam berat mengikat dinding sel dengan dua cara yang berbeda yaitu pertukaran
divalen dan ion monovalen seperti Ca, Na, dan Mg yang terdapat pada dinding sel digantikan oleh
ion logam berat dan kompleks pembentukan ion logam berat ionik dengan gugus fungsi seperti
karbonil, amino, tiol, hidroksil, fosfat, dan hidroksi-karboksil yang berada di dinding sel. Proses
biosorpsi dapat dibalik dan cepat. Proses pengikatan ion logam berat pada permukaan sel dapat
terjadi pada sel mati dan sel hidup dari biomassa. Proses penyerapan aktif dapat terjadi pada
berbagai jenis sel hidup secara bersamaan sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan
mikroorganisme atau akumulasi intraseluler ion logam ini.

5
Fitoplankton (termasuk N. oculata ) mengandung O, N, dan S, yang merupakan gugus
ganda yang ditemukan pada protein. Organik ligan dapat membentuk ikatan yang cukup kuat
dengan Pb terlarut dalam lingkungan akuatik. N. oculata dapat digunakan sebagai zat pengkelat
untuk logam berat yang dilarutkan dalam badan air. Beberapa senyawa organik dalam tubuh
fitoplankton termasuk klorofil dapat mengikat logam berat membentuk senyawa kompleks melalui
gugus yang bersifat reaktif terhadap logam berat seperti sulfhidril dan amina. Ikatan kompleks
pada senyawa ini menyebabkan logam berat menjadi sangat stabil dan terakumulasi dalam sel N.
oculata . Namun, senyawa organik yang terkandung berperan sebagai ligan yang tidak sama setiap
jenis fitoplankton, tergantung kondisi fisiologis. Melalui proses aktif N. oculata dapat mensintesis
protein pengkelat logam. Fitokelatin disintesis dari turunan tri-peptida (glutathione) terdiri dari
glutamat, sistein, dan glisin. Glutathione terdapat pada semua sel. Kapasitas absorpsi tiap sel
mikroalga memiliki perbedaan karena luas permukaan sel yang dimiliki masing-masing sel
mikroalga dapat mempengaruhi laju penyerapan logam berat. N. oculata merupakan biosorpsi
yang dapat digunakan untuk menyerap kontaminan air.
Dinding sel merupakan bagian terpenting dari mekanisme pertahanan sel karena dinding
sel adalah penghalang pertama untuk akumulasi logam berat beracun. Proses penumpukan ion
logam cenderung untuk mengendap di dalam sel karena nilai laju pelepasan logam lebih kecil dari
laju penyerapan. Proses dari penyerapan dan akumulasi zat beracun dalam sel akan dipecah dan
dikeluarkan, disimpan atau dimetabolisme organisme tergantung pada konsentrasi dan potensi
kimia dari bahan-bahan ini. Bahan kimia hidrofilik seperti Pb, Cd, Hg, Cu, dan Co biasanya lebih
mudah diekskresikan dibandingkan logam lipofilik. Namun terlepas dari sifat logam tersebut
hidrofilik, ia masih dapat terikat erat ke tempat-tempat tertentu di sel, dan terjadi akumulasi.
Kemampuan penyerapan alga ini terjadi karena adanya karboksilat, sulfat, amina, dan
gugus fungsi pada dinding sel yang diketahui mampu mengikat ion logam. Ikatan ion terjadi di
antara kedua muatan negatif pada gugus fungsi di dalam dinding sel mikroalga dan muatan positif
logam berat ion Pb. Gugus karboksil dan amina memainkan peran yang lebih besar dalam absorpsi
ion logam oleh Nannochloropsis sp.

6
2.2 Nannochloropsis sp. Sebagai Agen Bioremediasi Terhadap Logam Berat Tembaga (Cu)

Pada penelitian Macias et al, 2019 mengatakan bahwa kepadatan sel kultur kontrol
meningkat dari 6 × 106 ke 755 × 106 sel mL−1 dalam 21 hari. Hasil yang didapatkan pada
penelitian mempengaruhi kepadatan sel dengan perbedaan yang signifikan ( p <0,05). Tembaga
merupakan elemen penting bagi mikroalga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada konsentrasi
normal, bila konsentrasi tembaga dalam sistem kultur tinggi, maka kepadatan sel akan menurun,
diakrenakan yang mungkin aktivitas tembaga dalam reaksi oksidasi-reduksi, dikarenakan sebagian
besar dapat mempengaruhi enzim yang terlibat di dalam transpor elektron fotosintetik. Karena sifat
karakteristik redoks tembaga adalah mengkatalisis pembentukan oksigen reaktif (ROS), maka
akan menyebabkan oksidasi komponen seluler. Gugus hidroksil (OH–) dapat memulai peroksidasi
lipid dalam memodifikasi struktur membran sel. Jika kehadiran transportasi tembaga menurun,
maka klorofil juga akan menurun karena reaksi reduksi tersebut berperan penting dalam
pembelahan sel dan bentuk pertahanan.
Kandungan Cu pada konsentrasi sedang dalam kultur, terjadi lebih dari 50% penghambatan
dalam produktivitas biomassa dan kepadatan sel. Namun, mikroalga memiliki tingkat toleransi
pada konsentrasi tembaga yang diuji dan menunjukkan bahwa organisme tersebut mampu
mentolerir konsentrasi Cu yang lebih tinggi. Tingkat pertumbuhan spesifik dihitung dalam fase
eksponensial sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan. Pada hasil yang didapatkan juga
menunjukkan bahwa mikroalga mampu beradaptasi pada kondisi tersebut.
Potensi bioremediasi mikroalga untuk menangani kontaminan yang ada dalam asam
drainase tambang disajikan dalam tabel 2. Ketika N. oculata tepapar konsentrasi tembaga yang
berbeda, diamati bahwa kapasitas penghilangan tembaga mengalami peningkatan secara
bertahap. Pada konsentrasi tembaga yang lebih tinggi dalam medium kultur, maka mikroalga ini
menghilangkan lebih banyak tembaga. Mikroalga menunjukkan serapan logam yang sangat baik
dalam semua pengujian hingga 99,99% tembaga dapat dihilangkan dari larutan. Kandungan
tembaga hilang dari biomassa dan tidak ditemukan dimanapun, sehingga diduga tembaga
dihilangkan dari sistem metabolisme oleh kultur mikroalga. Metabolisme mikroalga untuk
mengabsorpsi ion logam tembaga dalam jumlah tinggi dapat menjadi alternatif pada limbah
drainase tambang asam.

7
8
2.3 Potensi Penambahan Fosfat pada Kemampuan Nannochloropsis sp. Sebagai Agen
Bioremediasi Terhadap Logam Berat Ion Cadmium (Cd2+)

Pada penelitian Rizal et al, 2020 didapatkan hasil bahwa berdasarkan kurva pertumbuhan
terlihat keempat perlakuan tidak mengalami fase adaptasi (lag). Tidak adanya fase lag
menunjukkan bahwa isolat yang digunakan telah mampu beradaptasi pada lingkungan baru. Fase
selanjutnya adalah fase eksponensial, fase ini dimulai dengan sebuah peningkatan kecepatan
pembelahan sel yang ditandai dengan peningkatan laju pertumbuhan sehingga kepadatan
mikroalga meningkat. Fase eksponensial (log) terjadi pada hari ke 2, untuk perlakuan A (kontrol)
fase eksponensial berlangsung hingga hari ke-5, untuk perlakuan B berlangsung hingga hari ke-7
hari, sedangkan untuk pengobatan C dan pengobatan D berlangsung hingga hari ke-6, yang
kemudian mengalami peningkatan pertumbuhan ke hari yang optimal. Fase selanjutnya adalah fase
diam. Fase ini terjadi karena banyaknya unsur hara.
Pemanfaatan mikroalga telah mencapai batas pertumbuhan maksimum sehingga
pertumbuhannya bersifat statis. Pada kurva pertumbuhan terlihat tidak adanya fasa diam, hal ini
dikarenakan perhitungan dari mikroalga Nannochloropsis oculata dilakukan 24 jam, hal ini
menyebabkan dilakukan perhitungan kepadatan sel dalam fase diam tidak diamati. Setelah
mencapai pertumbuhan yang optimal, kultur Nannochloropsis oculata mengalami fase kematian
yang terjadi karena jumlah nutrisi terus menurun sehingga kemampuan sel untuk membelah juga
mengalami penurunan.
Berdasarkan hasil kultur yang dilakukan dengan menggunakan konsentrasi fosfat yang
berbeda di Nannochloropsis oculata dengan perlakuan Cd2+ sebanyak 2 ppm menunjukkan
kerapatan puncak tertinggi yang dicapai pada perlakuan C yaitu perlakuan dengan penambahan 4
ppm fosfat (hari ke-9) dengan kepadatan mencapai 17,8×106 sel/mL dan diikuti dengan perlakuan
D dengan kepadatan 16,7×106 sel/mL pada hari ke-8, perlakuan B dengan kepadatan
14,2×106 sel/mL pada hari ke-9, dan perlakuan A (kontrol) dengan kepadatan terendah adalah
9,7×106 sel/mL pada hari ke-8.
Fosfat merupakan faktor pembatas pertumbuhan. Fosfat berperan dalam transfer energi
ADP (Adenosine Diphosphate) menjadi ATP (Adenosine Triphosphate) yang terjadi di
mitokondria sel. Gugus fosfat juga merupakan salah satu penyusun materi genetik DNA dan RNA,
dimana materi genetik sangat berperan dalam sintesis protein. Kekurangan fosfat menyebabkan
sel mikroalga mengalami penurunan kandungan protein yang menyebabkan penghambatan

9
pengikatan logam berat. Konsentrasi jumlah fosfat sedikit atau banyak dapat berdampak negatif
terhadap pertumbuhan sel mikroalga. Jika konsentrasi fosfat berlebih akan menghambat proses
asimilasi senyawa fosfat untuk pertumbuhan, sedangkan konsentrasi fosfat yang rendah akan
mengganggu proses pembentukan ATP sehingga pertumbuhan sel dibatasi.
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa perlakuan A (kontrol) menunjukkan serapan
fosfat tertinggi sebesar 79,68%, dan serapan terendah pada perlakuan D (5 ppm) sebesar
65,24%. Sumber nutrisi pada perlakuan A (kontrol) dibatasi karena unsur hara seluruhnya pada
media ditambahkan ke setiap perlakuan pada awal kultur sehingga sel Nannochloropsis oculata
memanfaatkan sumber nutrisi fosfat yang optimal yang ditunjukkan dengan yang nilai serapan
tertinggi dalam media kultur. Sedangkan serapan fosfat rendah pada perlakuan D bisa dipengaruhi
oleh tingginya konsentrasi fosfat dalam perlakuan. Fosfat adalah pembatas nutrisi untuk
pertumbuhan. Konsentrasi nutrisi fosfat yang terlalu tinggi akan menyebabkan proses
penghambatan biosintesis, terutama biosintesis protein. Kekeruhan dapat menghambat penetrasi
cahaya dan mengganggu proses fotosintesis yang dilakukan oleh mikroalga sehingga efisiensi
penyerapan hara kurang optimal untuk pertumbuhan.
Berdasarkan Gambar 4, hasil penyerapan Cd2+ tertinggi dicapai oleh kualifikasi C (4ppm)
yaitu 39,23%. Ini meningkatkan jumlah penyerapan pada saat pemeliharaan yaitu cakupan dengan
jumlah sel tertinggi dibandingkan dengan jumlah yang mencapai 17,8x106 sel/mL. Peningkatan
biomassa seiring dengan jumlah logam yang terserap dapat terjadi karena jumlah biomassa yang
semakin banyak maka aktivitas pada dinding sel yang menggunakan ion logam dalam larutan
mengalami peningkatan. Terkait dengan pertumbuhan yang lebih tinggi pada perlakuan C ini
mendorong penyerapan yang lebih tinggi ion cadmium (Cd2+) dibandingkan dengan perlakuan yang
lain.
Perlakuan kontrol menunjukkan nilai serapan Cd2+ yang paling rendah yaitu 12.06%.
Serapan Cd2+ rendah karena tidak ada konsentrasi fosfat dalam media kultur perlakuan A.
Mikroalga jenis Nannochloropsis sp. bisa tumbuh dan menyerap logam Cd2+ pada pemaparan
konsentrasi 2 ppm. Mekanisme biosorpsi didasarkan pada interaksi fisika-kimia antara ion logam
dan gugus fungsi pada permukaan absorpsi. Proses biosorpsi Nannochloropsis oculata dimulai
dengan sel mikroalga dengan mengikat ion Cd ke gugus sulfur ( S ) dari asam amino sistein di
dinding sel. Setelah protein reseptor mengenali keberadaan logam asing (non-esensial), gen akan
membentuk metalotionin dalam sel. Sehingga ion Cd akan didetoksifikasi dalam struktur

10
metalotionin. Kemudian metalothionein yang telah diikat ke Cd akan diangkut ke vakuola. Sel
akan terus membentuk metallothionein selama ada ion Cd dalam larutan yang terikat
pada kelompok S protein di dinding sel, pada batas tertentu sel akan mengalami kejenuhan dan
berada dalam fase kematian.

11
2.4 KETERSEDIAAN NUTRISI DAN MEKANISME NUTRISI AGEN BIOREMEDIASI
Nutrisi diperlukan oleh agen-agen bioremediasi sebagai pemenuhan kebutuhan
metabolisme di dalam tubuhnya. Kendala yang dihadapi dalam ekosistem yang sudah tercemar
polutan limbah beracun adalah kebutuhan nutrisi yang sangat terbatas.
Buschmann et al, 2009 menyampaikan bahwa kebutuhan nutrisi rumput laut untuk
pertumbuhan optimal sangat penting dalam meningkatkan kondisi pertumbuhan dalam sistem
produksi. Kebutuhan nutrisi pada mikroorganisme yang paling besar adalah nitrogen, fosfor, dan
karbon. Selain itu, mekanisme penyerapan nutrisi dalam tubuh organisme terutama rumput laut
juga menjadi faktor penting bahwa tingkatan penyerapan nutrisi dalam berbagai konsentrasi
berbeda karena setiap musim mempunyai kadar air yang berbeda dan kandungan yang berbeda
juga. Skema hubungan antara agen bioremediasi terhadap regulasi nutrisi terdapat pada Gambar 3

2.5 FAKTOR ABIOTIK YANG MEMPENGARUHI BIOREMEDIASI


Pengetahuan tentang fisiologis nutrisi dan faktor lingkungan merupakan aspek penting
dalam meningkatkan produksi biomassa agen bioremediasi[1]. Faktor yang berperan adlah faktor
abiotik. Buschmann et al, 2009 menyampaikan bahwa faktor-faktor tersebut adalah :
1. Gerakan air
Gerakan air adalah pendorong utama penyerapan dan nutrisi. Produktivitas rumput laut
meningkat karena pengaturan skala yang lebih besar terhadap pasokan nutrisi dan DIC melalui
adveksi ke rumput laut pada permukaan dan ketebalan kecepatan serta DBLs (Diffusion bound
ary layers). Lapisan DBLs terbentuk pada permukaan laut.

12
2. Cahaya
Intensitas cahaya mempengaruhi penyerapan nutrisi. Karena itu, jika rumput berada di bawah
tingkat cahaya sub optimal, penambahan nutrisi akan terjadi efek minimal pada tingkat
pertumbuhan.
3. Suhu
Suhu mempengaruhi semua aspek fisiologi rumput laut melalui pengaturan aktivitas enzim,
konstanta laju kimia reaksi dan laju difusi nutrisi pada lapisan DBLs. Nutrisi yang diambil
dengan transportasi aktif, suhu akan cenderung mempengaruhi kecepatan karena akan
mempengaruhi aktivitas transporter membrane dan akan berkurangnya efek pada penyerapan
melalui difusi pasif.
4. Karbondioksida
Karbondioksida dan nitrogen dibutuhkan untuk kinerja pertumbuhan. Konsentrasi DIC dalamir
laut dapat mempengaruhi serapan nitrogen gulma. Jika serapan NO 3 lebih tinggi
pada lingkungan yang diperkaya CO2 daripada CO2 normal, konsentrasi CO2 yang lebih tinggi
juga meningkatkan aktivitas nitrat reduktase (NR) selama periode cahaya. Jika aktivitas NR
lebih besar, maka afinitas lebih tinggi untuk NO3 dan rasio CO meningkat yang menunjukkan
aktivitas enzim meningkatkan pertumbuhan.
5. Salinitas
Akumulasi air tawar dari curah hujan dan sungai ke daerah pesisir dapat membawa nutrisi dari
kegiatan pertanian, sehingga meningkatkan tingkat nutrisi yang ada di laut. Hal ini terjadi
secara musiman atau berulang karena paparan air yang kaya nutrisi dan rendahnya salinitas
berpotensi mempengaruhi lokasi pertanian rumput laut dan biomassa yang sesuai dengan
produksi yang diinginkan.
6. Pengeringan
Ketika rumput laut terpapar udara, rumput laut akan kehilangan sumber nitrogen dan fosfor,
namun rumput laut masih dapat memperoleh DIC sebagai CO 2. Pertumbuhan dan produksi
rumput laut lebih tinggi ketika berada pada zona pasang surut.

13
BAB III

KESIMPULAN

1. Nannochloropsis sp. memiliki potensi sebagai agen bioremediasi terhadap logam berat
timbal (Pb), tembaga (Cu), dan cadmium (Cd 2+) pada ekosistem perairan yang tercemar
limbah polutan beracun.
2. Ketersediaan nutrisi yang cukup bagi agen bioremediasi menjadi faktor penting dalam
pemenuhan kebutuhan metabolisme di dalam tubuhnya.
3. Faktor abiotik menjadi faktor penting penunjang peningkatan biomassa agen bioremediasi.

DAFTAR PUSTAKA
[1]
Buschmann A.H, Cabello F, Young K, Carvajal J, Varela D.A, Henriquez L. 2009. Salmon
Aquaculture and Coastal Ecosystem Heath in Chile: Analysis of regulations, Environmental
Impacts and Bioremediation Systems. Ocean & Coastal Management xxx (2009)1-7.
[2]
Macias, M.D.R, Murrieta, M.A.C, Peralta, Y.V, Isiordia, G.E.D, Sanchez J.A, Cabrales, J.S,
Duarte, R.G.S. 2019. Uptake of copper from acid mine drainage by the microalgae
Nannochloropsis oculata. Environmental Science and Pollution Research : s11356-018-
3963-1.
[3]
Masithah, E.D, Rahardja B.S, Hardianie, T.N.O.K. 2011. Studi perbandingan kemampuan
Nannochloropsis sp. dan Spirulina sp. sebagai agen bioremediasi terhadap logam berat
timbal (Pb). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3 No. 2.
[4]
Rizal, A, Permana, R, Apriliani, I.M. 2020. The effect of phosphate addition with different
concentration on the capability of Nannochloropsis oculata as a bioremediation agent of
medium heavy metal (Cd2+). World Scientific News 145 : 286-297.
[5]
Waluyo, L, Prihanta, W, Bachtiar, Z, Permana, T,I. 2020. Potential Bioremediation of Lead (Pb)
Using Marine Microalgae Nannochloropsis oculata. AIP Conference Proceedings 2231,
040088.

14

Anda mungkin juga menyukai