Dosen Pengampu :
Oleh :
142024153007
2021
I. PENDAHULUAN
Nocardia seriolae adalah patogen Gram-positif, aerobik, dan berserabut yang terutama
bertanggung jawab untuk nocardiosis ikan yang merupakan salah satu penyakit paling umum
yang menyebabkan kematian tinggi di air tawar dan terutama ikan laut. Infeksi N. seriolae
pada ikan menyebabkan penyakit granulomatosa kronis yang disebut nocardiosis ikan dan
menyebabkan ulkus kulit dan banyak struktur nodular putih pada insang, dan pada ginjal
kepala, ginjal batang, limpa, hati, dll. Dalam beberapa tahun terakhir, nocardiosis ikan telah
sering dilaporkan dalam industri akuakultur global dan insidennya terus meningkat setiap
tahun, yang menyebabkan kerugian komersial yang besar di Asia Tenggara, terutama Cina.
Banyak penelitian telah menganalisis secara ekstensif vaksin DNA, mencapai hasil yang
menjanjikan dan menunjukkan vaksin DNA dapat memberikan perlindungan yang efektif
terhadap tantangan patogen.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui mekanisme dan hasil review beberapa jurnal tentang Penggunaan Vaksin
DNA pada ikan Gabus.
II. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jurnal dengan Judul “Metabolism traits of all-fish growth hormone transgenic
common carp (Cyprinus carpio L), (th 2008).
- Routine metabolite rate
Setelah 4 hari makan sampai kenyang, rerata asupan pakan harian rata-rata 4.62
±0.21% massa tubuh, dan 2.11±0.21% massa tubuh yang sesuai transgenik dan ikan
mas kontrol, masing-masing (P = 0.0012). Pengambilan oksigen oleh ikan transgenik
dan ikan kontrol secara bertahap.
Gambar 1. Pengambilan oksigen transgenik (lingkaran padat) (n=3) dan kontrol (lingkaran terbuka) ikan
mas (n=3) setiap 12 jam selama periode lapar selama 144 jam. Regresi persamaan: ikan transgenik, y = 189
+ 7464x-1-15.327x-2 (r2 = 0.99); ikan kontrol, y = 209 + 2496x – 1 + 8879x – 2 (r2 0.98). menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara transgenik dan ikan kontrol (Pb< 0.05).
Gambar 2. Pengukuran pengambilan oksigen selama 24 jam awal fase lapar ikan dan antara 96 dan 120 am
lapar, memberikan tingkat metabolisme rutin dan tingkat metabolisme standar, masing-masing, dari
transgenik (n=3) dan kontrol ikan mas mas (n=3). Menunjukkan perbedaan yang nyata antara ikan
transgenik, dan ikan kontrol (Pb < 0.05).
Menurun dan mencapai kondisi stabil setelah 96 jam lapar (Gambar 1). Dalam 96 jam
pertama kelaparan, ikan transgenik mengalami serapan oksigen rata-rata lebih tinggi
daripada ikan kontrol (Gambar 1). Antara 96 dan 144 jam kelaparan, perbedaan dalam
pengambilan oksigen ikan transgenik dan ikan kontrol tidak signifikan (Gambar 1).
Berdasarkan hasil penelitian ini, RMR diperkirakan sebagai oksigen rata-rata penyerapan
dalam 24 jam pertama kelaparan. SMR diperkirakan sebagai rerata pengambilan oksigen
antara 96 dan 120 jam kelaparan. Seperti yang ditunjukkan di Gambar 2. Ikan transgenik
memiliki 1.50 kali lebih besar secara signifikan (P < 0.0001) RMR (590 ± 31 mg/kg/h)
jika dibandingkan dengan ukuran ikan kontrol (390 ± 33 mg/kg/h). Tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara SMR dari dua kelompok dengan ukuran yang sama (250
± 7 mg/ kg/ h) untuk ikan transgenik dan 240 ± 8 mg/kg/h) untuk ikan kontrol.
- Pengaruh berat badan pada SMR
Penyerapan oksigen per ikan , ikan mas transgenik dan ikan mas kontrol terkait
dengan berat badan ikan menurut hubungan yang kuat (Gambar 3). Setelah pengambilan
oksigen per ikan dan bobot badannya berubah secara logaritmik, homogenitas-lereng
GML dan ANCOVA digunakan untuk membandingkan kemiringan garis regresi dan rata-
rata pengambilan oksigen per ikan.
Gambar 3. Pengaruh berat badan pada serapan oksigen standar transgenik (lingkaran padat) (n = 7) dan
ikan kontrol (lingkaran terbuka) (n = 8); persamaan regresi, y = 0.23 x 1.02 (r2 = 0.99); ikan kontrol, y =
0.26 x 0.97 (r2 = 0.99).
Kemiringan garis regresi itu tidak lebih curam secara signifikan (P = 0.67) untuk ikan
transgenik dibandingkan kontrol, menunjukkan bahwa ikan transgenik mengalami
peningkatan yang sama dalam pengambilan oksigen per ikan dengan peningkatan berat
badan (Gambar 3) dengan cara yang sama, menggunakan ANCOVAsatu arah dengan
bobot sebagai kovariat, ukuran tubuh tidak signifikan (P=0.17) berpengaruh terhadap
bobot spesifik pengambilan oksigen dan tidak ada perbedaan yang signifikan (P = 0.17)
antara serapan oksigen standar rata-rata yang disesuaikan dari transgenik dan ikan kontrol
(250 ± 10 mg/kg/h dan 240 ± 19 mg/kg/h), masing-masing.
- Pengaruh kelaparan pada Bio-Energetika
Setelah periode lapar 60 hari, berat bahan kering dan kandungan energi bangkai ikan
transgenik maupun kontrol diukur dalam kaitannya dengan waktu kelaparan dan berat
badan basah awal (Gambar 4 dan Gambar 5 ). Dan data telah ditampilkan pada hasil
regresi di Tabel 1, dengan waktu lapar dan berat badan basah awal sebagai variabel
independen (Tabel 1, pada tingkat kemitingan ANCOVA GML dan ANCOVA
digunakan untuk menguji pengaruh variabel-variabel berat bahan kering dan kandungan
energi mengikuti 60-d masa lapar (Tabel 2 dan Tabel 3). Pada penelitian tersebut
ditemukan bahwa kandungan bahan kering dan kandungan energi antara kedua kelompok
tidak berbeda nyata dengan waktu lapar dan berat badan basah awal, dan bahwa hasilnya
ditunjukkan oleh nilai interaksi uji homogenitas lereng dalam uji paralelisme (P > 0.05)
Tabel 2 dan 3). Meskipun cara menyesuaikan kandungan bahan kering ikan transgenik
secara signifikan lebih rendah dibandingkan ikan kontrol (9.42 ± 0.12 g/ ikan untuk ikan
transgenik dan 9.78 ± 0.12 g / ikan untuk ikan kontrol P= 0.001, ANCOVA Tabel 2).
Kandungan energi yang disesuaikan antar kelompok signifikan (207.85 ± 11.49 KJ / ekor
ikan transgenik dan 198.42 ± 10.38 KJ / ikan untuk ikan kontrol , P= 0.067, ANCOVA
Tabel 3). Berbeda karena ikan transgenik memiliki kandungan energi rata-rata yang lebih
tinggi disesuaikan per satuan kandungan bahan kering dibandingkan ikan kontrol 21.64 ±
0.19 KJ /g untuk ikan transgenik dan 20.91 ± 0.18 KJ / g untuk ikan kontrol, P = 0.023,
ANCOVA.
JA4•2
mc<Id..
Gambar 4.kandungan bahan kering dalam kaitannya dg waktu kelaparan dan berat basah awal transgenik
(lingkaran padat) (n=55) dan kontrol ikan mas (lingkaran terbuka) (n=57)
Gambar 5 kandungan energi dalam kaitannya dengan waktu kelaparan dan berat basah awal transgenik
(lingkaran padat) (n=55) dan kontrol ikan mas (lingkaran terbuka) (n=57).
3.2 Jurnal dengan judul Produksi dan uji antibioktivitas protein
rekombinan hormon pertumbuhan ikan mas, (th 2011).
- Konstruksi vektor ekspresi protein rGH
Amplifikasi PCR dengan primer spesifik untuk mengisolasi fragmen DNA
mGH ikan mas menghasilkan pita DNA dengan ukuran 579 kb (Gambar 1, A).
Plasmid T-mCcGH yang tersusun atas fragmen DNA mGH dan pGEM-T easy
memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan pGEM-T easy (Gambar 1, B).
Hal ini menunjukkan bahwa ligasi dan transformasi plasmid telah berhasil dilakukan.
Plasmid T-mCcGH yang didigesti menggunakan enzim BamH I dan Sal I
menghasilkan satu fragmen DNA yang memiliki ukuran sama dengan produk PCR
(Gambar 2, A). Hal ini menunjukkan bahwa fragmen DNA yang ada dalam plasmid
T-mCcGH merupakan produk PCR yang telah diligasi dengan pGEM-T Easy.
Plasmid pCold I juga didigesti dengan enzim yang sama dan menghasilkan fragmen
DNA dengan ukuran terlihat lebih besar dibandingkan dengan plasmid pCold-I
(Gambar 2, B). Perbedaan ukuran tersebut disebabkan karena pCold I hasil digesti
adalah berbentuk linear yang memiliki mobilitas dalam gel agarosa lebih lambat
dibandingkan pCold I yang berbentuk sirkular. Selanjutnya, plasmid hasil ligasi antara
fragmen mCcGH dan pCold-I memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan
vektor pGEM-T Easy (T) dan pCold-I yang tidak berhasil terligasi dengan mCcGH
(Gambar 2, C, klon no. 4). Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan vektor ekspresi C-
mCcGH dapat dikatakan berhasil menentukan klon bakteri yang membawa fragmen
DNA penyandi mGH dengan sekuen yang benar. Berdasarkan hasil sekuensing,
didapatkan dua klon bakteri dengan urutan nukleotida yang benar. Selanjutnya,
plasmid C-mCcGH dengan urutan nukleotida yang benar ditransformasikan ke dalam
bakteri E. coli BL21. Hasil identifikasi klon bakteri menggunakan metode cracking
menunjukkan banyak kandidat klon yang membawa plasmid C-mCcGH (Gambar 3,
B). Verifikasi lanjut menggunakan metode PCR dengan primer forward dari sekuen
pCold I dan primer reverse dari mCcGH menghasilkan pita DNA jelas dengan ukuran
sekitar 650 bp (Gambar 3, C). Hasil ini memastikan bahwa klon-klon bakteri BL21
memang telah membawa plasmid C-mCcGH.
Gambar 1. Produk PCR fragmen DNA penyandi GH mature dan full-length (A) dan hasil cracking bakteri E.
coli DH5α yang membawa plasmid T-mCcGH (B); pada gambar A, 1= mCcGH, 2= GH full-length, dan M=
marker; pada gambar B, 1-5= koloni bakteri E. coli, T= vektor pGEM-T Easy tanpa insersi (3,0 kb)
Gambar 2. Hasil digesti plasmid T-mCcGH (A), digesti vektor pCold I (B), dan cracking klon bakteri E. coli
DH5α yang diduga membawa plasmid C-mCcGH (C); pada gambar A, huruf M merupakan marker dan tanda
panah menunjukkan vektor pGEM-T Easy dan fragmen DNA penyandi GH mature ikan mas yang sudah
didigesti. Pada gambar B, M= marker, 1= vektor pCold I yang tidak didigesti, 2= vektor pCold I yang didigesti
dengan enzim BamH I dan Sal I; pada gambar C, T= vektor pGEM-T Easy tanpa insersi, 1-5= hasil cracking
klon bakteri E. coli DH5α, dan √= klon bakteri yang tersisipi C-mCcGH.
Gambar 3. Hasil transformasi plasmid C-mCcGH ke dalam E. coli BL21 (A), hasil cracking C-mCcGH dari
bakteri E. coli BL21 (B), dan hasil uji orientasi fragmen mCcGH pada vektor pCold I (C); pada gambar B,
M= marker, 1-16= hasil cracking klon bakteri E. coli BL21 (DE3), √= klon bakteri E. coli BL21 (DE3)
yangtersisipi oleh C-mCcGH; pada gambar C, M= marker, 1-6= hasil PCR klon bakteri E. coli BL21 (DE3), √=
klon bakteri E. coli BL21 (DE3) dengan orientasi C-mCcGH yang benar.
- Produksi dan uji bioaktivitas protein rGH
Klon bakteri E. coli BL21 yang membawa fragmen mCcGH ditumbuhkan pada media
2xYT yang mengandung ampisilin dan isopropylbetathio galactopyranoside (IPTG) untuk
memproduksi protein rGH. Hasil analisis SDS-PAGE menunjukkan pita protein pada
posisi 25 kDa (Gambar 4, tanda kepala panah), yang diduga merupakan protein rGH ikan
mas. Berbeda dengan protein yang dihasilkan dari bakteri E. coli BL21 (DE3) yang
membawa pCold I tanpa insersi, tampak tidak ada protein pada ukuran 25 kDa. Tetapi,
protein lain yang diproduksi relatif sama. Berat molekul protein yang dihasilkan lebih
besar dari rGH yang diprediksi berdasarkan asumsi,yaitu 21 kDa. Hal ini karena adanya
penambahan ukuran dari His Tag yang terdapat di dalam vektor pCold I (Chan et al.,
2003; Roberts et al.,2004).
Berdasarkan hasil tersebut, bisa disimpulkan bahwa protein rGH ikan mas telah
berhasil diproduksi. Dari 200 ml media kultur dapat dihasilkan sekitar 0,93 g pelet bakteri
yang mengandung rGH. Dari pelet bakteri yang diproduksi, diperkirakan ada sebanyak
sekitar 10,51% protein rGH dari total protein yang dihasilkan (diprediksi dengan
menggunakan program Totallab TL 120). Tingkat produksi protein rGH tersebut mirip
dengan yang dilaporkan oleh Cheng (1995), yaitu sekitar 8-10% dari total protein yang
dihasilkan. Bioaktivitas rGH ikan mas yang diproduksi diketahui dengan membandingkan
pertumbuhan mutlak ikan mas yang disuntik rGH ikan mas dan ikan mas yang
disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi. Dari Gambar 5. Dapat terlihat bahwa ikan mas
yang disuntikkan dengan rGH ikan mas memiliki pertumbuhan yang lebih besar bila
dibandingkan dengan ikan mas yang disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi.
Gambar 4. Hasil SDS-PAGE protein rGH (hormon pertumbuhan); M= marker, 1= protein dari bakteri E. coli
BL21 (DE3) yang membawa pCold I tanpa insersi, 2= protein dari bakteri E. coli BL21 (DE3) yang
membawa plasmid C-mCcGH; tanda panah menunjukkan protein rGH ikan mas; angka di sebelah kiri
menunjukkan ukuran marker.
Gambar 5. Bobot ikan mas yang disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi dan rGH ikan mas yang dipelihara
selama 8 minggu. Dosis penyuntikkan 1 μg GH/10 μl PBS/g bobot tubuh/minggu selama 4 minggu.
Hal ini menandakan bahwa rGH ikan mas yang diproduksi aktif dan dapat
memacu pertumbuhan ikan mas. Pada akhir penelitian, penyuntikkan rGH ikan mas
meningkatkan pertumbuhan bobot ikan mas sekitar 100% bila dibandingkan dengan
ikan mas yang disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi. Hasil ini lebih tinggi
dibandingkan dengan yang dilaporkan pada ikan flounder, 24% (Jeh et al., 1998),
juvenil ikan gilthead seabream, 29-33% (Ben-Atia et al., 1999), dan ikan mas koki,
43% (Promdonkoy et al., 2004). Tetapi lebih rendah dibandingkan dengan yang
dilaporkan oleh Mahmoud et al. (1998) pada ikan mas yaitu 120% dan Acosta et al.
(2007) pada ikan nila, yaitu 171%. Perbedaan peningkatan pertumbuhan tersebut
diduga terkait dengan jenis dan ukuran ikan uji, sumber GH yang digunakan, dan
metode pemberian GH. Peningkatan pertumbuhan ikan mas yang disuntik rGH
memberikan alternatif untuk meningkatkan produktivitas ikan budidaya. Namun
demikian, untuk kemudahan dalam aplikasinya, perlu dilakukan pengembangan
teknik pemberian rGH yang lebih praktis dan bisa dilakukan pada ikan dalam jumlah
yang banyak dalam waktu relatif cepat.
IV. KESIMPULAN
Ikan transgenik yang memiliki hormon pertumbuhan pada jurnal pertama ikan transgenik
memiliki laju routine metabolite rate yang lebih tinggi dari ikan kontrol begitu juga serapan
oksigen ikan transgenik juga lebih tinggi dari ikan kontrol sehingga mempengaruhi laju
pertumbuhan ikan transgenik yang juga lebih tinggi dari ikan kontrol. Sedangkan penyisipan
hormon rGH pada ikan mas menggunakan vektor bakteri E.coli dapat meningkatkan bobot
ikan mas 100% dibandingakn dengan ikan yang dengan GH tanpa insersi vektor bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Chondro Utama, D.S., Alimuddin, A.O Sudrajat, Ivan Faizal. 2019. Produksi dan Uji
bioaktivitas protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan mas. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 10 (1) : 44-50.
Guan, Bo, Wei Hu, T. Zhang, Y. Wang, Z. Zhu. (2008). Metabolism traits of all fish
growth hormone transgenic common carp (Cyprinus carpio L). Aquaculture, 284 : 217-
223.
Legatt, R.A., L.F. Sundstrom, K. Woodward, R. H Devlin. 2017. Growth-Enhanced
Transgenic Coho Salmon (Oncorhynchus kisutch) Strains have Varied Success in
Simulated Streams : Implications for Risk Asssessment. Plos One, Resaerch Artikel.
Lian, Hao., Wei Hu, R. Huang, F. Du, L. Lao, Z. Zhu, Yaping, W., 2013. Transgenic
Common Carp Do Not Have the Abilty to Expand Populations. Plos One.