Anda di halaman 1dari 6

Kualitas air

Kualitas air adalah kondisi kalitatif air yang diukur dan atau di uji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundangundangan
yang berlaku Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003.
Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter
fisik, kimia dan mikrobiologis.

Penurunan kualitas air merupakan akibat dan aktivitas manusia yang tidak peduli
terhadap lingkungan dan tidak mengindahkan kaidah pembangunan berkelanjutan.
Pencemaran Air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turunnsampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidakdapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (PP
No. 82 Tahun 2001).

kebutuhan air yang sangat krusial untuk kehidupan mahluk hidup, membuat
kualitasdari perairan sungai tersebut harus dijaga dan dilakukan kontrol untuk
mengatahuinya.(ecara umum kontrol kualitas fisik dan kimia air lebih sering dilakukan. hal
itu dikarenakan begitu praktis, mudah dan cepat akan tetapi hanya mampu
menginterprestasikan kondisi perairan di saat pengukuran saja. sebenarnya kontrol air secara
biologis mutlak harus dilakukan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu mampumerekam
kondisi perairan di masa lalu. Hal itu dibuktikan dengan adanya perubahan pola hidup,
morfologi, histologi dan aspek lain dari mahluk bioindikator.

Beberapa keanekaragaman hayati flora juga ikut berperan sebagai parameter indikator
pencemaran lingkungan perairan sehingga dapat dijadikan sebagai bioindikator air, diantara
beberapa spesies dari tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran air
adalah sebagai berikut :

1. Mangrove

mangrove adalah tumbuhan yang memiliki kemampuan sebagai biofiber, yaitu


kemampuan untuk menyaring mengikat dan memerangkap polusi di alam bebas berupa
kelebihan sedimen, sampah dan limbah buangan rumah tangga lainnya dan dapat berperan
dalam meningkatkan kualitas air. Mangrove juga merupakan tumbuhan yang dapat berfungsi
sebagai agen bioremidiasi alami karena secara alami mangrove dapat menyerap kandungan
logam berat di alam seperti Fe, Mn, Cr, Cu, Co, Ni, Pb, Zn dan Cd dan fungsi ini disebut
sebagai biosorbsi.
Mangrove sebagai vegetasi endemik yang hidup di antara transisi daerah laut dan
daratan di kawasan pesisir, memiliki peran penting sebagai sabuk hijau bagi area pesisir dan
sekitarnya. Akar-akar mangrove yang kokoh dapat menangkap sedimen dan mencegah abrasi.
Selain itu, mangrove berperan sebagai penahan gelombang pasang kelestarian hutan
mangrove memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan keragaman biota yang berasosiasi
dengan mengrove.
Peranan tumbuhan mangrove sebagai bioindikator dapat diamati dengan mengetahui
kandungan rata- rata tembaga (Cu) dalam akar pohon Avicennia marina. Selain itu jumlah
kandungan logam berat Pb pada akar Avicennia marina lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan logam berat Pb pada sedimen dan air sehingga menunjukkan bahwa tumbuhan ini
mampu mengakumulasi logam berat di bagian akar dengan menyerap unsur tersebut pada
sedimen dan air. Dalam hal ini Spesies mangrove Rhyzopora stylosa memiliki potensi
sebagai bioindikator akumulasi pada tingkat pencemaran Pb dan jenis R. apiculata dapat
mengakumulasi berbagai logam berat

2. Lamun

lamun sebagai bioindikator monitoring keberadaan logam berat, dapat ditemui pada
beberapa spesies lamun antara lain jenis Cymodecae rotundata, Enhalus acoroides dan
Thalassia hemprichii, untuk logam berat Cu, Cd, Pb dan Zn di perairan Teluk Xincun, Cina
Selatan. 28 Zostera capriconi sebagai bioindicator Cd, Cu, Pb, Se dan Zn di ekosistem lamun
Lake Macquarie, Australia. Halophila ovalis sebagai bioindikator perairan estuaria.
Berdasarkan peranan dan fungsi tersebut maka ekosistem lamun dijadikan bioindikator
lingkungan berdasarkan kriteria Kepmen LH Nomor 200 tahun 2004 tentang kriteria baku
kerusakan dan pedoman penentuan padang lamun atau ekosistem lamun
Tumbuhan lamun dapat dijadikan bioindikator logam berat timbal (Pb) diwilayah
pesisir pantai yang mengakumulasi timbal (Pb), selain itu daun lamun dapat menjadi
bioakumulator terakhir. Sehingga dapat digunakan untuk menentukan sebaran kandungan
logam berat timbal (Pb) dalam perairan besar. Tumbuhan lamun juga dapat mengurangi
toksisitas logam berat timbal (Pb).
Peran lamun sebagai bioindikator kandungan logam berat dalam perairan diantaranya
adalah dengan cara mempengaruhi bioavaiabilitas logam berat pada sedimen. Berdasarkan
Weis dan Weis, tumbuhan akuatik dapat mengoksidasi sedimen yang berada di sekitar akar
melalui oksigen yang ditransportasikan dari daun menuju akar. Pada lamun, transport oksigen
dari daun menuju akar digunakan untuk proses respirasi dan penyerapan nutrien. Akan tetapi,
karena membran pada akar lamun sedikit meregang, sebagian dari oksigen akan keluar dari
akar dan masuk ke sedimen sehingga menyebabkan terjadinya proses oksidasi di sekitar akar
lamun.24 Proses oksidasi kemudian berlanjut dengan terlepasnya logam sulfit.
Lamun dapat menyerap logam berat dari kolom air dan sedimen. Logam berat dari
kolom air diserap oleh daun, sedangkan logam berat yang ada di sedimen diserap melalui
akar dan rimpang. Ketika logam berat diserap oleh lamun, lamun akan mentranslokasikan
logam tersebut dari bagian bawah ke bagian atas tumbuhan, atau sebaliknya. Beberapa logam
esensial seperti Cu dan Mn biasanya akan diakumulasi di daun karena dibutuhkan untuk
proses metabolik, sedangkan logam non-esensial seperti Pb dan Cd biasanya diakumulasikan
di biomassa bawah seperti akar dan rimpang. Selain itu, beberapa genus lamun juga memiliki
sensitivitas yang lebih tinggi. Sebagai contoh genus Halophila memiliki sensitivitas yang
tinggi terhadap kandungan logam berat di perairan estuari.

3. Algae

beberapa spesies dari mikroalga yang termasuk ke dalam indikator pencemaran berat
adalah Phormodium, Pyrobotrys, Oscillatoria, Chlorella, Anacystis, Nitzschia,. Lepocinclis,
Tetraedron, Phacus, Stigeoclonium, Chlamydomonas, Agemenellum, Anabaena, Euglena,
Spyrogyra, Chlorococcum, Ghomponema, Lyngbya, Carteria, Chlorogonium, Arthrospira.
Jika ditemukan 2 atau lebih spesies tersebut pada eksosistem perairan, maka ekosistem
perairan tersebut dapat dikatakan telah tercemar. Melimpahnya spesies-spesies mikroalga
tersebut, disebabkan karena spesies-spesies tersebut, sangat mudah beradaptasi pada
lingkungan perairan terutama perairan yang telah tercemar. Spesies tersebut dapat bertahan
pada lingkungan yang tercemar, karena mampu melindungi dirinya dari zat-zat beracun yang
berada di perairan. Oleh karena itu, spesies-spesies tersebut mampu hidup pada perairan yang
mengalami pencemaran.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa, semakin tingginya limbah organik maka
alga akan semakin melimpah pula karna bahan organik tersebut dapat diserap oleh tubuh,
sedangkan semakin banyak limbah anorganik maka kelimpahan mereka semakin banyak pula
karena predator mereka tidak dapat tahan dengan toksik yang terkandung pada perairan.
Sehingga alga hijau dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran air, karena
kemampuannya dalam menyerap limbah organic maupun anorganik pada ekosistem perairan
yang telah tercemar, dengan demikian keberadaan spesies alga hijau dapat dijadikan indikator
bahwa ekosistem perairan tersebut telah tercemar dengan limbah organic dan limbah
anorganik.
Selain itu, spesies lain dari Alga dapat dijadikan bioindikator logam berat yang
terkandung di perairan, dikarenakan proses pertumbuhannya yang membutuhkan berbagai
jenis logam sebagai nutrient alami, sedangkan ketersediaan logam yang dinginkan sangat
bervariasi. Suatu ekosistem yang memiliki tingkat kandunganlogam berat yang melebihi
jumlah yang diperlukan dapat mengakibatkan pertumbuhan Alga terhambat, sehingga dalam
keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan perairan adalah polutan bagi alga.
Perubahan kualitas perairan, erat kaitannya dengan potensi perairan terutama ditinjau
dari kehidupan alga hijau di suatu perairan tersebut. Karena keberadaan Alga hijau di suatu
perairan dapat memberikan informasi mengenai kondisi suatu perairan, sehingga alga hijau
berperan sebagai parameter biologi yang dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi
kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan.

Gambar Algae blooming.

Adanya jenis alga hijau yang dapat hidup dan blooming disebabkan karena adanya zat
tertentu yang mempengaruhi. Sehingga dapat memberikan gambaran mengenai keadaan suatu
perairan yang sesungguhnya.12 Alga hijau juga merupakan penyumbang oksigen terbesar di
dalam suatu perairan, dan pengikat awal energimatahari dalam proses fotosintesis, sehingga
berperan penting bagi kehidupan perairan.

4. Enceng Gondok

Eceng gondok dikenal sebagai gulma air atau tanaman yang mengganggu ekosistem
air karena pertumbuhannya sangat pesat dapat menutupi aliran sungai maupun danau. Selain
itu eceng gondok merupakan tumbuhan invasive yang menyerap banyak osigen dari air dan
menurunkan kadar oksigen air yang dibutuhkan oleh ikan. Akibatnya banyak ikan yang mati
karena kekurangan oksigen. Selain itu, ia juga dapat menghalangi masuknya cahaya matahari
ke air yang mempersulit proses reproduksi ikan dan merusak habitat ikan. Tak hanya yang
hidup yang menyebabkan masalah lingkungan, enceng gondok yang telah mati juga
menyebabkan pendangkalan sungai. Hal ini dapat meningkatkan resiko banjir.
Tetapi selain peranannya yang membahayakan ekosistem sungai tersebut, tanaman ini
memiliki banyak manfaat dan salah satunya yaitu sebagai indikator suatu sungai tercemar
atau tidak (bioindikator pencemaran air). Eceng gondok adalah tanaman air yang banyak
menyerap timbal untuk kebutuhan nutrisi pertumbuhan. Oleh karena itu, tanaman ini acap
kali ditemukan pada sungai yang tingkat pencemarannya tinggi. Tanaman ini juga cukup
efektif untuk mengurangi pencemaran air karena ia menyerap banyak fosfor dan dan nitrogen
dari air yang tercemar limbah bahan beracun. Akar tanaman Eceng gondok dapat menyerap
partikel logam berat, fenol, dan senyawa fosfat. Selain itu, eceng gondok memiliki
kandungan nutrisi yang tinggi sehingga cocok untuk pakan ternak dan pupuk. Tanaman ini
digunakan sebagai pakan ternak karena kandungan mineral dan air yang tinggi. Untuk
memperkaya nutrisi, eceng gondok dapat dicampur dengan dedak untuk menambah
kandungan karbohidrat. Selain pakan ternak, tanaman ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk
organic, karena memiliki kandungan fosfor, nitrogen, dan kalium yang tinggi. Untuk bisa
digunakan sebagai pupuk, eceng gondok harus diolah menjadi kompos terlebih dahulu.

5. Lotus

Tanaman Lotus (Nelumbo nucifera). Tanaman Lotus dapat dijadikan sebgai


bioindikator didasarkan pada pertimbangan tingginya sifat hiperkumulator, kemampuan
tumbuh di perairan dengan kadar nutrisi yang rendah serta laju pertumbuhannya yang sangat
cepat.Sehingga, tumbuhan lotus dapat digunakan untuk menangani limbah domestik grey
water. Pada fitoremediasi tanaman memanfaatkan bahan kimia dalam limbah sebagai nutrisi
untuk mencukupi kebutuhan haranya.
Pada Tanaman Lotus terdapat akar yang selalu terendam dalam air. Air limbah yang
mengandung ion ortofosfat akan bermuatan positif dan cara mengikat ion ortofosfat tersebut
dengan memasukkan objek yang bermuatan negatif. Akar Tanaman Lotus bermuatan negatif
dan berperan sebagai magnet untuk menarik unsur-unsur bermuatan negatif.
Proses penyerapan ion ortofosfat yang terdapat dalam limbah dilakukan oleh
ujungujung akar Tanaman Lotus dengan jaringan meristem. Proses ini terjadi karena adanya
gaya tarik-menarik oleh molekul-molekul air pada Tanaman Lotus. Ion ortofosfat yang
diserap oleh akar Tanaman Lotus akan masuk ke batang melalui jaringan pengangkut (xilem)
kemudian diteruskan ke daun. Proses pergerakan ion ortofosfat menuju pembuluh xylem pada
saat pengangkutan melalui dinding sel dari epidermis ke endodermis. Sehingga biomassa
Tanaman Lotus sangat mempengaruhi luas permukaan akar Tanaman Lotus yang kontak
dengan air limbah sebagai biofilter dalam mekanisme fitoakumulasi yang mana akan
berpengaruh terhadap kualitas air limbah tersebut.

Dapus

Kristianti, R.A., Mursidi dan Sarwono, 2007. Kandungan Beberapa Logam Berat pada Bakau (Rhizopora
Apiculata) Di Perairan Bontang selatan, Kalimantan Timur. Jurnal Kehutanan Ummul 3 (2), Oktober 2017.
Khairuddin, 2018. Analisis Kandungan Logam Berat pada Tumbuhan Mangrove sebagai Bioindikator di Teluk
Bima. Universitas Mataram: Lombok

Listiawati, V. (2018). Peran Lamun sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Pesisir. Proceeding Biology
Education Conference, 15, 750–754

Schwarz, A.M., Matheson, F.& Mathieson, T. (2004). The role of sediment in keeping seagrass beds healthy.
Water Atmosphere, 12: 18-19

Awal, J., Tantu, H., & Tenriawaru, E. P. (2014). Identifikasi Alga (Algae) Sebagai Bioindikator Tingkat
Pencemaran Di Sungai Lamasi Kabupaten Luwu. Jurnal Dinamika, 05(2), 21–34

Jhon, D.M., B.A. Whitton, & A.J. Brook. 2002. The Freshwater Alga Flora of the British Isles. Cambridge: The
United Kingdom at the University Press.

Yekti. Mariati. 2008. Analisis Kualitas Air Sungai Krakat di Kabupaten Sragen dengan Indikator Nilai Coliform
Fecal Setelah Diberi Perlakuan Tanaman Eceng Gondok. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Solo

Yatim, S, Enceng Gondok Sebagai Kolektor Uranium, Disertasi Jurusan Kimia ITB,
Bandung, 1991
Novitasari, R., Widyastuti, D. A., & Nurwahyunani, A. (2021). Kemampuan Tanaman Lotus (Nelumbo
nucifera) dalam Menurunkan Kadar Fosfat pada Fitoremediasi Limbah Domestik Grey Water. Seminar Nasional
Sains & Enterpreneurship, 1(1), 207–213

Anda mungkin juga menyukai