Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Biomonitoring merupakan suatu metode yang digunakan untuk melihat zat-zat kimia
yang mencemari lingkungan menggunakan objek biologi atau organisme. Zat-zat kimia ini
bisa jadi berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh. Sehingga perlu untuk dilakukan
pemantauan biologi lingkungan terhadap zat-zat kimia tersebut.
Wilayah perairan merupakan salah satu aspek lingkungan yang sangat berpengaruh
terhadap manusia dan juga terhadap kontaminasi zat-zat kimia. Salah satu zat kimia yang
mengkontaminasi perairan dan dapat ditemukan terakumulasi di dalam tubuh organisme
adalah logam berat seperti tembaga (Cu) dan Merkuri (Hg). Logam berat seperti Cu dan Hg
sulit untuk terurai di lingkungan dan akan masuk bersama makanan ke dalam tubuh
organisme yang ada di air. Di mulai dari fithoplankton yang menyerap zat kimia tersebut dan
fithoplankton akan dimakan oleh zooplankton kemudian dimangsa oleh ikan-ikan kecil.
Logam berat ini akan masuk ke rantai makanan dan dimulai dengan akumulasi zat kimia
dalam tubuh fithoplankton. Plankton dan hewan air lainnya. Begitu seterusnya sehingga
sampai ke tubuh manusia dan menimbulkan keracunan (US EPA, 1997). (A.Murni AP,
K11108302) dan Nisgunawan, K11108)
Kasus yang sempat menyita perhatian seluruh masyarakat mengenai pencemaran
lingkungan adalah kasus lumpur lapindo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lumpur
lapindo mengandung logam berat Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb) yang berada di atas
ambang batas. Kadar cadmium pada sedimen sungai porong mencapai 0,2571 mg/l dan apada
air sungai porong mencapai 0,0271 mg/l. kandungan Pb pada sedimen sungai porong
mencapai3,1018 mg/l dan 0,6949 mg/l pada air sungai porong. Sedangkan kepmenkes no
907/2002, ambang batas cadmium dalam perairan adalah 0,003 ppm, dan untuk timbale
adalah 0,05 ppm.
Logam berat cadmium bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three
heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Menurut badan
dunia FAO/WHO, konsumsi perminggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400.500 µg
per orang atau 7 µg per kg berat badan. Logam cadmium akan mengalami biotransformasi
dan bioakumulasi dalam organism hidup, dan terus mengalami peningkatan sehingga akan
mengalami akumulasi yang lebih banyak terhadap organisme, khususnya di perairan. salah
satu jenis tumbuhan air yang dapat digunakan sebagai biomonitoring adanya pencemaran
logam berat adalah eceng gondok. Tumbuhan eceng gondok berpotensi sebagai agensia
pembersih perairan dari limbah logam dan menurunkan tingkat toksisitas yang terdapat pada
limbah tersebut. (Dwi Hardiyanti, K11108915)
Selain logam berat perairan juga dapat tercemar dari zat-zat berbahaya bagi ekosistem
perairan yang dapat berasal dari buangan limah industry di sekitar perairan. contohnya adalah
limbah minyak (minyak kelapa sawit) yang mengandung lemak alkohol, metil ester, dan
asam lemak. Sifat fisik CPO adalah warna orange/jingga, bau khas, bentuk pasta, kadar air:
3,7589x10-3 mL/g CPO, indeks bias 1,4692, massa jenis 0,8948 g/mL dengan kelarutan pada
eter dan cukup larut dalam aseton, sedikit larut dalam etanol dan tidak larut dalam air payau
akan mengalami proses adaptasi dengan lingkungan estuarine (Deffense, 1985).
Keberadaan mangrove yang paling menonjol dan tidak dapat digantikan oleh
ekosistem lain adalah kedudukannya sebagai mata rantai yang menghubungkan kehidupan
ekosistem laut dan ekosistem daratan. Makrozoobentos merupakan salah satu bagian dari
mata rantai tersebut. Mangrove maupun makrozoobentos merupakan komponen biotik
estuarin yang sangat strategis untuk dijadikan bioindikator pencemaran karena memiliki daya
adaptasi terhadap dampak pencemaran tumpahan CPO yang terjadi. Adaptasi yang terjadi
kemungkinan karena kemampuannya dalam mensintesis isozim sebagai salah satu
mekanisme pertahanan diri terhadap bahan pencemar tersebut. (Fifi Elfira, K11108270)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses biomonitoring yang terjadi di lingkungan khususnya perairan?
2. Bagaimana hubungan biomonitoring dan adanya bahan-bahan pencemar kimia yang ada
di lingkungan khususnya perairan?
3. Apa saja bioindikator di lingkungan perairan serta jenis bahan pencemar yang dapat
menimbulkan dampak negative bagi ekosistem, lingkungan dan manusia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana proses biomonitoring yang terjadi lingkungan khususnya
perairan.
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan biomonitoring dan adanya bahan-bahan
pencemar kimia yang ada di lingkungan khususnya perairan.
3. Untuk mengetahui beberapa jenis bioindikator di lingkungan perairan serta jenis bahan
pencemar yang dapat menimbulkan dampak negative bagi ekosistem, lingkungan dan
manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Antara Zat Pencemar dan Biomarker


Pencemaran merkuri di sungai kaligarang Semarang. Sungai kaligarang melintasi
tengah kota dan kawasan industri di kota Semarang sehingga berpotensi mendapat
pencemaran raksa (merkuri) yang berasal dari aktivitas kegiatan industri, rumah tangga dan
pertanian.

Gambar 1: pencemaran Hg di setiap stasiun pengamatan Sungai Kaligarang

Dari gambar 1 dapat kita lihat konsentrasi Hg terbesar dijumpai pada stasiun
pengamatan 1 dan 2 sedangkan konsentrasi terkecil terdapat di stasiun pengamatn 4.
Konsentrasi tersebut melebihi nilai ambang batas baku mutu air golongan II yang besarnya
0,002 mg/l sesuai PP No. 82 tahun 2001. Kondisi semacam ini sangat membahayakan bagi
kesehatan masyarakat dalam jangka panjang, mengingat air sungai Kaligarang juga
dimanfaatkan sebagai sumber air baku air minum oleh PDAM.
Rasio kandungan Hg dalam tubuh gastropoda contohnya kerang yang ditemukan
pada stasiun pengamatan. Rasio kandungan Hg terendah dijumpai pada stasiun pengamatan 1
yaitu sebesar 16,025 mg/l sedangkan konsentrasi tertinggi dijumpai pada stasiun pengamatan
4 sebesar 41,6 mg/l.
Gambar 2: Rasio kandungan Hg pada Gastropoda Sungai Kaligarang

Berdasarkan hasil uji statistic maka konsentrasi Hg yang terdapat dalam air dan
sedimen tidak berpengaruh terhadap rasio kandungan Hg dalam kerang. Diindikasikan bahwa
rasio kandungan Hg dalam kerang lebih dipengaruhi oleh factor makanannya (melalui jalur
rantai makanan) daripada factor lingkungan. Hal senada juga diungkapkan oleh Anonim
(2002) bahwa kontaminan lebih banyak diperoleh dari akumulasi jaringan biologic.
Daerah lain yang menjadi perhatian terhadap potensi pencemaran zat kimia adalah
sungai porong yang menjadi tempat buangan limbah lumpur Lapindo.

Tabel 1. Rata-rata kandungan logan berat Cadmium (Cd) dan Plumbum (Pb) yang terdeteksi
dalam air Sungai Porong dan Sungai Bulungtani

Sumber : Data Sekunder 2010


Pada table menerangkan bahwa rata-rata kandungan logam berat Cd tertinggi terdapat
di sungai Porong yaitu mencapai 12,43 ppm. Kandungan Cd dalam lumpur Lapindo
mencapai 0,31 mg/l dan berada jauh di atas standar baku mutu air menurut keputusan menkes
No. 907/2002 kadar Cd yang diperbolehkan berada dalam perairan yaitu 0,003 mg/l.
Tabel 2. Rata-rata kandungan logan berat Cadmium (Cd) dan Plumbum (Pb) yang terdeteksi
dalam organ tumbuhan Eceng Gondok dari Sungai Porong, Sungai Bulungtani dan
kontrol

Sumber: Data Sekunder 2010

Pada sungai porong, tingkat akumulasi logam berat cadmium dalam organ tumbuhan
eceng gondok lebih tinggi dibandingkan dengan sungai bulungtani dan kolam sebagai
control. Hal ini disebabkan adanya perbedaan tingkat pencemaran cadmium yang terdapat
pada air sungai dan pemanfaatan lahan di sekitar sungai tersebut. Selain itu, sungai porong
juga digunakan sebagai tempat pembuangan limbah lumpur Lapindo serta limbah lain di
kawasan porong. Pembuangan limbah ini tidak hanya mencemari sungai porong, tetapi telah
membunuh beberapa jenis makrobentos, invertebrate serta gastropoda yang hidup dialiran
sungai. Selain itu kehidupan manusia dan tumbuhan yang ada di sekitar sungai juga
terancam.

Tanaman air lainnya yang juga dapat digunakan sebagai biomarker adalah Tanaman
Mangrove. Mangrove maupun makrozoobentos merupakan komponen biotik estuarin yang
sangat strategis untuk dijadikan bioindikator (biomarker) pencemaran karena memiliki daya
adaptasi terhadap dampak pencemaran tumpahan CPO (Crude Palm Oil) yang terjadi.
Pencemaran tumpahan CPO ini berasal dari industry minyak Kelapa Sawit yang terjadi di
sungai Mentaya Kalimantan Tengah. Adaptasi yang terjadi kemungkinan karena
kemampuannya dalam mensintesis isozim sebagai salah satu mekanisme pertahanan diri
terhadap bahan pencemar tersebut.
Tabel 3. Data parameter kualitas perairan sungai Mentaya, Kalimantan Tengah pada
bulan Januari 2007

Sumber : Data Sekunder 2007


Berdasarkan data Tabel 3 terlihat bahwa air yang terpapar limbah tumpahan CPO
akan menurunkan daya hantar listrik, DO (oksigen terlarut), potensial redoks serta TDS
(bahan terlarutnya). Disisi lain terjadi kenaikan BOD, COD, pH tanah sediment suhu serta
pH air. Bahan cemaran tumpahan minyak CPO mengandung lemak alkohol, metil ester, asam
lemak jenuh dan tidak jenuh relatif seimbang. Berat jenis pada suhu kamar 0,8948 gr/ml
lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis air sehingga berada di atas permukaan air.
Lapisan minyak CPO menghambat proses difusi oksigen bebas ke permukaan air sehingga
kandungan oksigen terlarut berkurang secara drastis. Sifat polar dari bahan cemaran
tumpahan minyak CPO menyebabkan nilai DHL bertambah. Pada kondisi perairan yang
terpapar tumpahan minyak CPO maka lapisan minyak menutupi ujung akar mangrove
Soneratia caseolaris L. yang menyebabkan proses respirasi dan meristematis sel ujung akar
terhambat. Proses penghambatan metabolisme yang terjadi di akar dapat dideteksi dengan
teridentifikasinya isoenzim baru yang berupa Esterase. Nilai BOD dan COD yang naik serta
DO yang turun drastis tersebut akan mempengaruhi proses adaptasi udang Macrobrachium
rosenbergii dengan mekanisme mengeluarkan isoenzim Esterase.
B. Solusi (Implementasi Hasil)
Air dan sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat
dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk mendukung kelangsungan hidup. Pencemaran perairan
didefenisikan sebagai dampak negative, pengaruh yang berbahaya terhadap kehidupan biota,
sumber daya dan kenyamanan ekosistem perairan, kesehatan manusia dan nilai guna lainnya
dari ekosistem perairan yang disebabkan secara langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau
limbah ke dalam perairan yang berasal dari kegiatan manusia (surface, 1993).
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengaggulang luapan lumpur lapindo,
diantaranya dengan membuat tanggul untuk membendung area genagan lumpur. Namun,
jumlah lumpur yang terus bertambah setiap hari, telah merusak tanggul dan mengancam
permukiman sekitarnya. Hal tersebut menjadikan pemerintah membuat kebijakan untuk
menjadikan sungai porong sebagai satu-satunya saluran pembuangan lumpur, meskipun
keputusan ini juga berdampak besar pada kelestarian ekosistem sungai.
Selain sungai porong yang menjadi dampak pencemaran karena kegiatan manusia
masih banyak lagi lingkungan utamanya perairan yang merupakan korban dari kegiatan
manusia, contohnya di Kalimantan timur yaitu sungai mentaya yang tercemar oleh limbah
minyak kelapa sawit menyebabkan permukaan air membentuk lapisan film yang tidak dapat
ditembus oksigen akibatnya perairan menjadi kekurangan kandungan oksigen dan kehidupan
biotic perairan terancam bahaya.
Adaptasi biokimia bioindikator komunitas mangrove Soneratia caseolaris dan
makrozoobentos Macrobrachium rosenbergii terhadap limbah tumpahan CPO di sungai
Mentaya Kalimantan dengan mengeluarkan isozim esterase. Hal ini dapat dipakai sebagai
metode biomonitoring degradasi ekosistem di muara sungai yang efektif dengan
menggunakan dinamika elektromorf isozim dari bioindikator mangrove dan makrozoobentos.
Tumpahan minyak CPO yang menutupi permukaan air akan menurunkan DO dan menaikkan
COD dan BOD serta menaikkan daya hantar listrik. Hal ini mempengaruhi proses adaptasi
mangrove Soneratia caseolaris L. dan udang Macrobrachium rosenbergii dengan
mengeluarkan isoenzim Esterase. Sehingga perlu untuk terus melakukan monitoring terhadap
organism-organisme tersebut untuk megetahui besarnya beban pencemaran dan untuk
mengendalikan jumlah pencemaran yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai