Anda di halaman 1dari 13

Pencemaran air di Sungai oleh logam 

berat

Berdasarkan definisinya, pencemaran air diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Yang
dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air yang ditetapkan dan
berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga merupakan
arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau dipertahankan oleh setiap program
kerja pengendalian pencemaran air (PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air).

Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (designated beneficial water uses),
juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berada antara satu daerah dengan
daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan
peruntukkan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air).

Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi empat kelas (PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air):

 Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
 Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
 Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
 Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

Besar dampak pencemaran akibat limbah yang masuk dalam lingkungan perairan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain (Sutamihardja, 1990 dalam Wardhani, 2005):
Toksisitas zat pencemar

Daya racun zat pencemar logam terhadap organisme di perairan dapat diketahui melalui LC-50.
LC-50 adalah kadar suatu zat dalam air yang mampu membunuh 50% hewan uji dalam waktu
tertentu, waktu pengamatan adalah 48 atau 96 jam. Semakin rendah nilai LC-50, maka semakin
tinggi daya racun zat pencemar.

Konsentrasi zat pencemar

Tingginya konsentrasi zat pencemar pada badan air akan menyebabkan paparan zat pencemar
yang tinggi pada mahluk hidup.

Waktu kontak pencemar dan organisme

Waktu kontak dengan zat pencemar akan menentukan konsentrasi pencemar tersebut dalam
tubuh organisme. Meskipun demikian, setiap organisme memiliki respon yang berbeda terhadap
zat pencemar. Saat terjadi paparan pada tingkat tertentu, ikan dan nekton mampu menghindar.
Sebaliknya, bentik tidak dapat berpindah sebagaimana ikan. Namun, pada sungai dengan aliran
deras, konsentrasi zat pencemar pada tubuh bentik akan lebih sedikit karena waktu kontaknya
lebih singkat dibandingkan pada kondisi aliran lemah.

Volume badan air yang menerima zat pencemar

Kapasitas badan perairan sangat berperan dalam proses terjadinya pengenceran konsentrasi zat
pencemar. Makin besar kapasitas sungai, maka kemampuan sungai untuk melakukan
pengenceran akan makin baik, sehingga mampu mengurangi sifat berbahaya dari pencemar pada
sungai. Selain faktor-faktor tersebut, intensitas pencemaran juga bergantung pada komposisi
biologi yang ada di lingkungan serta sifat-sifat fisik dan kimiawi media air itu sendiri.

1.  Penyebaran Polutan

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem yang berpotensi besar untuk
mengalami polusi atau pencemaran. Pencemaran dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai
kegiatan yang dilakukan dalam kawasan ini, yaitu kegiatan pertanian, transportasi, industri,
rumah tangga, dan lain sebagainya. Komponen utama dari DAS yang berpotensi untuk tercemar
adalah badan air dan sedimen (tanah), yang selanjutnya akan berpengaruh pula terhadap kualitas
pertanian dan makhluk hidup yang berinteraksi dengan komponen-komponen yang ada dalam
sistem daerah aliran sungai atau daerah yang dipengaruhinya.

Sumber pencemar DAS dapat berupa pencemaran titik atau Point Source (PS) Pollutants, yakni
sumber-sumber polutan yang dapat ditentukan dengan jelas darimana titik atau daerah asalnya,
misalnya polutan yang dihasilkan dari kegiatan industri dan pertambangan. Sumber pencemar
yang kedua adalah pencemaran garis atau Non Point Source (NPS) Pollutants, yakni sumber-
sumber polutan yang sulit untuk dikenali secara pasti darimana titik atau daerah polutan tersebut
berasal. Bahan pencemar yang berasal dari kegiatan pertanian digolongkan sebagai NPS.

Unsur pencemar badan air dapat terdiri dari unsur konservatif, unsur non-konservatif, buangan
thermal (panas), dan buangan radioaktif. Unsur konservatif yaitu unsur yang tidak dapat
diuraikan oleh mikroorganisme berupa zat anorganik, logam berat, dan lain-lain. Unsur ini akan
berkurang konsentrasinya apabila terjadi pengenceran. Pada pengenceran Point Source dengan
unsur konservatif, konsentrasi campurannya dapat dihitung dengan persamaan II.1 (Lin, 2001).

II.1

Keterangan:

 Cd = konsentrasi campuran sempurna senyawa di downstream/hilir (mg/L)


 Cu = konsentrasi senyawa diupstream/hulu (mg/L)
 Ce = konsentrasi senyawa di effluen (mg/L)
 Qu = debit upstream (m3/s)
 Qe = debit effluen (m3/s)

Sementara, unsur non-konservatif adalah unsur berupa zat organik yang dapat diuraikan oleh
mikoorganisme. Buangan yang berupa zat organik merupakan makanan bagi mikroorganisme
yang ada dalam air dan akan diuraikan menjadi zat lain yang lebih stabil serta CO2 dan H2O.
Namun, dalam menguraikan zat organik membutuhkan oksigen yang dapat diambil dari oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen, DO) sehingga apabila zat organik yang terdapat dalam suatu perairan
terlampau tinggi, dapat menyebabkan penurunan DO yang signifikan. Apabila DO habis akan
terjadi kondisi septik sehingga berkembang mikroorganisme anaerob yang umumnya merupakan
mikroorganisme patogen. Meskipun demikian, badan air memiliki kemampuan yang disebut self
purification yaitu kemampuan alami badan air untuk mendegradasi pencemar hingga kondisi
badan air seperti semula. Sumber dari unsur ini adalah buangan rumah tangga/domestik.
Sementara, unsur konservatif dapat berasal dari buangan industri. Pengurangan unsur konservatif
dapat terjadi apabila unsur tersebut teradsorpsi ke dalam partikel-partikel zat padat kemudian
mengendap ke dasar sungai.

2.  Beban Pencemaran

Penetapan baku mutu limbah cair pada pembuangan limbah cair melalui penetapan debit limbah
cair maksimum, sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 6
Tahun 1999, untuk masing-masing jenis industri didasarkan pada tingkat produksi bulanan yang
sebenarnya. Beban pencemaran didasarkan pada jumlah unsur pencemar yang terkandung dalam
aliran limbah cair per satuan produk. Untuk itu, dapat digunakan perhitungan menurut persamaan
II.2 (Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999).

BPM = (CM)j x Dm x f II.2

Keterangan:

 BPM =  Beban Pencemaran Maksimum per satuan produk, dinyatakan dalam kg


parameter per satuan produk.
 (CM)j =  kadar maksimum unsur pencemar j, dinyatakan dalam mg/L
 Dm =  debit limbah cair maksimum per satuan produk
 f =  1/1000

Beban pencemaran maksimum sebenarnya dihitung dengan cara menurut persamaan II.3
(Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999).
BPA = (CM)j x DA/Pb x f II.3

Keterangan

 BPA = beban pencemaran sebenarnya per satuan produk, dinyatakan dalam kg parameter
per satuan produk.
 (CM)j =  kadar sebenarnya unsur pencemar j, dinyatakan dalam mg/L
 Dm = debit limbah cair sebenarnya, dinyatakan dalam m3/bulan
 Pb = Produk sebenarnya dalam sebulan, dinyatakan dalam satuan produk
 f =  1/1000

3.  Pencemaran Logam Berat

Logam berat ialah logam dalam bentuk padat atau cair, yang mempunyai berat 5 gram/cm 3 atau
lebih, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap
unsur belerang (S) dan biasanya bernomor atom 22 sampai 29, perioda 4 sampai 7.

Logam berat dapat terjadi secara alamiah sebagai hasil dalam siklus biogeokimia. Logam berat
dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas manusia, termasuk aktivitas domestik maupun industri.

Logam berat merupakan salah satu komponen alami pada bumi yang tidak dapat didegradasi atau
dihancurkan. Pada konsentrasi kecil, logam berat dapat memasuki tubuh melalui makanan,
minuman, dan udara. Menurut Darmono (1995), dalam tubuh makhluk hidup logam berat
termasuk dalam trace mineral atau mineral yang jumlahnya sangat sedikit. Sebagai trace
element, beberapa logam berat penting untuk mengatur metabolisme dalam tubuh manusia.
Namun pada konsentrasi tinggi, logam ini berbahaya dan beracun karena cenderung mengalami
bioakumulasi, yaitu kenaikkan konsentrasi bahan kimia dalam organisme seiring dengan waktu
dibandingkan dengan konsentrasi di lingkungan (Akoto, dkk., 2008).

Toksisitas logam pada manusia menyebabkan beberapa akibat negatif, terutama kerusakan
jaringan, khususnya organ detoksifikasi dan ekskresi (hati dan ginjal). Beberapa logam bersifat
karsinogenik, teratogenik, serta menyerang saraf sehingga dapat menyebabkan kelainan tingkah
laku. Menurut Codina, dkk. (2000), urutan toksisitas logam berat dari tinggi ke rendah adalah Hg
> Cr > Cd ~ Cu ~ Zn > Ni, sedangkan untuk genotoksisitas Hg > Cr > Cu ~ Cd ~ Ni > Zn.
Sementara menurut Adams dan Chapman (2003), urutan toksisitas logam pada mamalia adalah
Cd > Pb > Se > Hg > As > Zn > Cu > Ni, pada burung Pb > Se > Cd > As > Hg > Cu > Ni > Zn.
Selain itu, urutan uptake pada invertebrata adalah Cd > Cu > Zn > Pb > Ni, sedangkan pada
tumbuhan Se > Cd > Zn > Hg > Cu > Pb > As > Ni  (Adams dan Chapman, 2003).

Beberapa logam termasuk ke dalam trace mineral esensial karena  digunakan untuk aktivitas
kerja sistem enzim misalnya Zn, Cu, Fe, dan beberapa unsur lainnya seperti Co, Mn, dan lain-
lain. Beberapa logam bersifat non-esensial dan bersifat toksik terhadap makhluk hidup, misalnya
Hg, Cd, dan Pb (Lenntech, 2005). Sebagaimana logam lainnya, logam berat merupakan elemen
yang dapat melepas satu atau lebih elektron dan menjadi kation dalam air. Beberapa karakteristik
logam adalah sebagai berikut: reflektivitas tinggi, mempunyai kilau logam, konduktivitas listrik
tinggi, konduktivitas termal tinggi, dan mempunyai kekuatan dan kelenturan (Soemirat, 2005).

Logam dikelompokkan menjadi logam berat dan logam ringan, logam esensial dan tidak esensial
bagi kehidupan, serta logam trace mineral dan yang bukan trace mineral. Logam masuk ke
tubuh manusia melalui inhalasi atau oral. Logam yang diabsorbsi lewat gastro–intestinal, akan
berdifusi pasif maupun aktif dan ditranspor ke organ target ataupun bereaksi sehingga terjadi
berbagai transformasi senyawa logam, sehingga efeknya menjadi beragam. Logam akan
mengalami proses pinositos (diminum oleh sel).

Logam berat bersifat bioakumulasi dan biomagnifikasi terhadap makhluk hidup. Bioakumulasi
adalah penumpukan pencemar yang terus menerus dalam organ tubuh. Sedangkan
biomagnifikasi adalah masuknya zat kimia dari lingkungan melalui rantai makanan sehingga
terakumulasi hingga tingkat trofik yang lebih tinggi. Urutan potensi bioakumulasi pada
invertebrata tanah Cd > Cu > Zn > Pb, sedangkan pada cacing tanah Cd > Cu > Zn > Pb > Ni
(Adams dan Chapman, 2003). Selain itu, logam berat juga dapat terakumulasi pada tumbuhan
dengan urutan potensi bioakumulasinya adalah Se > Cd > Zn > Hg > Cu > Pb > As > Ni (US
Department of Energy, 1998 dalam Adams dan Chapman, 2003).

3.1.  Logam Kromium (Cr)


Kromium (Cr) tidak terdapat secara bebas di alam. Mineral utama kromium adalah chromite.
Senyawa kromium dapat ditemukan di air dalam jumlah yang sangat kecil (trace amount). Unsur
dan senyawanya dapat dibuang ke air permukaan melalui berbagai industri. Misalnya dalam
aplikasi dalam industri logam dan alloy. Stainless steel terdiri dari 12-15% kromium. Logam ini
dapat diperhalus (polished) dan tidak teroksidasi ketika kontak dengan udara.

Industri logam pada umumnya membuang kromium trivalen, sedangkan kromium hexavalen
berasal dari limbah cair proses tanning dan pengecatan/pewarnaan. Senyawa kromium
diaplikasikan sebagai pigmen dan 90% tanning kulit menggunakan senyawa kromium. Kromium
dapat digunakan sebagai katalis, yaitu dalam penyuburan kayu, produksi audio dan video, dan
laser.

Kromium adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh beberapa organisme. Kromium yang dibutuhkan
tersebut adalah kromium trivalen, sedangkan kromium hexavalen diketahui sangat toksik
terhadap flora dan fauna. Pencemaran kromium tidak termasuk masalah lingkungan yang utama
dan paling parah, meskipun membuang limbah cair yang mengandung kromium ke sungai dapat
menimbulkan kerusakan lingkungan.

Kromium (III) oksida hanya sedikit larut dalam air, sehingga konsentrasinya di air alami sangat
terbatas. Ion Cr3+ jarang terdapat dalam air dengan pH lebih dari 5 karena Hydrated chromium
oxide (Cr(OH)3) sulit larut dalam air.

Senyawa Kromium (VI) stabil dalam kondisi aerobik, tetapi akan direduksi menjadi senyawa
Kromium (III) pada kondisi anaerobik, dan begitu pula sebaliknya. Sebagian besar Kromium
terikat pada partikel yang mengapung dalam air.

Senyawa Kromium (VI) dalam air diklasifikasikan bahaya kelas 3 dan dianggap sangat toksik
(WHO, 1988). Kelarutan kromium pada air dalam tanah lebh rendah daripada logam toksik
lainnya. Hal ini merupakan penyebab uptake kromium olehtanaman relatif rendah. Pada kondisi
normal, tanaman mengandung sekitar 0.02 ppm sampai 1 ppm kromium (berat kering), meskipun
dapat meningkat hingga 14 ppm. Pada lichen, kromium dapat ditemukan dalam konsentrasi yang
relatif tinggi (WHO, 1988).
Senyawa Kromium (VI) merupakan zat toksik pada konsentrasi rendah baik untuk tanaman
maupun hewan. Mekanisme toksisitas kromium tergantung pada pH. Senyawa ini lebih mudah
berpindah (mobile) dalam tanah daripada senyawa Kromium (III), tetapi umumnya tereduksi
menjadi senyawa kromium (III) dalam jangka waktu pendek, dan mengurangi mobilitasnya.
Kromium terlarut terkonversi menjadi garam kromium yang tidak terlarut sehingga tanaman
tidak mengambilnya. Mekanisme ini melindungi rantai makanan dari jumlah kromium yang
tinggi. Mobilitas Kromium dalam tanah tergantung pH tanah dan kapasitas sorpsi tanah. Pada
umumnya, tanah pertanian mengandung Kromium 100 ppm (Lenntech, 2005).

Keracunan tubuh manusia terhadap kromium, dapat berakibat buruk terhadap saluran pernafasan,
kulit, pembuluh darah dan ginjal. Efek kromium terhadap  sistem saluran pernafasan (respiratory
sistem effects), berupa kanker paru dan ulkus kronis/perforasi pada septum nasal. Pada kulit (skin
effects), berupa ulkus kronis pada permukaan kulit. Pada pembuluh darah (vascular effects),
berupa penebalan oleh plag pada pembuluh aorta (atherosclerotic aortic plaque). Sedangkan
pada ginjal (kidney effects), kelainan berupa nekrosis tubulus ginjal.

3.2.  Logam Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) yang masuk ke lingkungan perairan dapat berasal dari peristiwa-peristiwa alamiah
dan sebagai efek samping dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Aktivitas manusia, seperti
buangan industri, merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan
kelarutan Cu dalam badan perairan.Tembaga banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi
alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain sebagai alloy,
seperti perak, kadmium, timah putih dan seng. Sedangkan garam tembaga banyak digunakan
dalam bidang pertanian, misalnya larutan ’Bordeaux’ yang mengandung 1 hingga 3% tembaga
sulfat (CuSO4) digunakan untuk membasmi jamur pada pohon buah-buahan. Tembaga sulfat ini
sering digunakan pula untuk membasmi siput (moluskisida) sebagai inang dari parasit cacing,
juga untuk mengobati penyakit kuku pada domba (Darmono, 1995).

Dalam kondisi normal, keberadaan Cu dalam perairan ditemukan dalam bentuk senyawa ion
CuCO3+, CuOH+, dan lain-lain. Biasanya jumlah Cu yang terlarut dalam badan perairan adalah
0,002 ppm sampai 0,005 ppm. Bila dalam badan perairan terjadi peningkatan kelarutan Cu,
sehingga melebihi nilai ambang yang seharusnya, maka akan terjadi peristiwa  biomagnifikasi
terhadap biota-biota perairan. Peristiwa biomagnifikasi ini akan dapat ditunjukkan melalui
akumulasi Cu dalam tubuh biota perairan tersebut. Akumulasi dapat terjadi sebagai akibat dari
telah terjadinya konsumsi Cu dalam jumlah berlebihan, sehingga tidak mampu dimetabolisme
tubuh.

Tembaga dapat ditemukan di berbagai jenis makanan, air minum dan di udara. Oleh karenanya,
manusia dapat mengabsorbsi tembaga setiap harinya dari makan, minum dan bernapas. Tembaga
merupakan unsur penting bagi kesehatan manusia. Namun, tembaga dalam jumlah yang terlalu
besar dapat menyebabkan masalah kesehatan.

Tembaga dapat terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transformasi melalui
dinding sel serta mampu mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya
(Manahan, 2000). Toksisitas khronis tembaga ditandai dengan adanya akumulasi tembaga dalam
hati, otak dan ginjal, yang menyebabkan haemolytic anemia dan abnormalitas sistem saraf
(Ariesyady, 2000). Keracunan Cu secara khronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit
Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah terjadinya penurunan kerja ginjal,
kerusakan otak, dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit Kinsky dapat diketahui
dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita.

3.3.  Logam Seng (Zn)

Seng adalah elemen esensial dalam jumlah yang sangat kecil (trace elements) untuk tumbuhan
dan hewan. Pada mamalia, seng memiliki peran vital sebagai biosinstesis dari asam nukleat,
RNA polymerase, dan DNA polymerase, sehingga terlibat juga dalam proses penyembuhan
jaringan dalam tubuh. Proses fisiologi lainnya, seperti metabolisme hormon, respon imun, dan
stabilisasi ribosom dan membran, juga membutuhkan seng. Toksisitas seng bukan merupakan
masalah umum, tetapi telah dilaporkan bahwa dapat terjadi keracunan seng pada manusia
(misalnya dari makanan asam atau minuman yang disimpan dalam kontainer tergalvanisasi) dan
hewan (misalnya dari pengonsumsian atau paparan terhadap objek logam tergalvanisasi, pupuk
dan cat tertentu, koin yang mengandung seng, dan lain-lain). Beberapa faktor seperti kesadahan,
salinitas, temperatur, dan kehadiran beberapa kontaminan mempengaruhi toksisitas seng dalam
lingkungan perairan. Faktor-faktor tersebut merupakan hasil dari pengaruh keberadaan seng dan
penyerapan atau pengikatan seng terhadap jaringan hidup. Pengaruh kesadahan dalam toksisitas
seng merupakan faktor yang paling banyak diteliti.

Seng banyak digunakan dalam berbagai bidang, antara lain:

 lapisan anti-karat untuk produk besi dan baja;


 bahan baku produksi kuningan dan perunggu;
 sebagai bahan peralatan rumah tangga, termasuk alat memasak, kosmetik, bedak,
antiseptik, cat, karet, dan lain-lain;
 dalam industri kertas, gelas, ban mobil, layar televisi, baterai, peralatan elektronik,
pupuk, insektisida, pengeras semen, pencetakan dan pewarnaan tekstil, produksi bahan
adesif, sebagai fluks dalam operasi metalurgi, dan pengawet kayu;
 dalam produksi asap bom, pelatihan pemadam kebakaran, militer; dan
 sebagai obat dalam penanganan penyakit kekurangan seng, beberapa penyakit kulit,
penyembuhan luka, dan pengurang rasa sakit pada pasien animea.

Konsentrasi seng dalam air alami umumnya rendah, tetapi dalam beberapa tempat ditemukan
dalam konsentrasi yang relatif tinggi. Seng dalam konsentrasi yang tinggi selalu ditemukan
dalam air yang tercemar atau air yang mengalir melalui sistem batuan dasar (bedrock) yang
mengandung deposit seng. Rendahnya kandungan logam Zn di perairan kemungkinan
disebabkan oleh sifat logam Zn dalam lingkungan perairan dan sangat dipengaruhi oleh bentuk
senyawanya. Effendi (2003) menyatakan bahwa logam Zn di perairan umumnya berbentuk
persenyawaan sphalerite (ZnS), calamine (ZnCO3), oksida seng (ZnO) dan milemite (Zn 2SiO4).
Kelarutan logam Zn dalam air relatif rendah, logam Zn dengan gugusan klorida dan sulfat mudah
terlarut ke dalam sedimen, sehingga logam Zn di perairan banyak mengendap di dasar. Menurut
Bryan dalamEffendi (2000) bahwa pengendapan logam di perairan terjadi karena adanya anion
karbonat, hidroksil dan klorida.

3.4.  Logam Merkuri (Hg)

Logam berat merkuri (Hg) merupakan cairan yang berwarna putih keperakan dengan titik beku –
38,87oC dan titik didih 356,90oC serta berat jenis 13,6 dan berat atom 200,6. Logam merkuri
(Hg) adalah salah satu trace element yang mempunyai sifat cair pada temperatur ruang dengan
spesifik gravity dan daya hantar listrik yang tinggi. Karena sifat-sifat tersebut, merkuri banyak
digunakan baik dalam kegiatan perindustrian maupun laboratorium.

Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah oleh aktivitas
mikroorganisme menjadi komponen metil-merkuri (CH3-Hg) yang memiliki sifat racun dan daya
ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut
mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam
jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya
baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia, yang makan hasil tangkap hewan-
hewan air tersebut. Sanusi (1980) dalam Budiono (2003) mengemukakan bahwa terjadinya
proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena kecepatan pengambilan merkuri (up-
take rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses ekskresi.

Logam berat merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi
terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga
enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH 2) juga
bereaksi dengan logam berat ini (Manahan, 2000).

Terdapatnya merkuri di perairan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama oleh kegiatan
perindustrian seperti pabrik cat, kertas, peralatan listrik, chlorine dan coustic soda; selain itu,
berasal dari alam melalui proses pelapukan batuan dan peletusan gunung berapi. Namun
pencemaran merkuri yang disebabkan kegiatan alam pengaruhnya terhadap biologi maupun
ekologi tidak signifikan. Kadar merkuri yang tinggi pada perairan umumnya diakibatkan oleh
buangan industri dan akibat sampingan dari penggunaan senyawa-senyawa merkuri di bidang
pertanian. Merkuri dapat berada dalam bentuk metal, senyawa-senyawa anorganik dan senyawa
organik.

Gavis dan Ferguson (1972) dalam Sanusi (1980) dalam Budiono (2003) mengemukakan
beberapa kemungkinan bentuk merkuri yang masuk ke dalam lingkungan perairan alam, yaitu :

 Sebagai inorganik merkuri, melalui hujan, run-off ataupun aliran sungai. Unsur ini
bersifat stabil terutama pada keadaan pH rendah.
 Dalam bentuk organik merkuri, yaitu phenyl merkuri (C 6H5-Hg), methyl merkuri (CH3-
Hg) dan alkoxyalkyl merkuri atau methyoxy-ethyl merkuri (CH 3O-CH2-CH2– Hg+).
Organik merkuri yang terdapat di perairan alam dapat berasal dari kegiatan pertanian
(pestisida).
 Terikat dalam bentuk suspended solid sebagai Hg2+ (ion merkuro) yang mempunyai sifat
reduksi yang baik.
 Sebagai metalik merkuri (Hgo), melalui kegiatan perindustrian dan manufaktur. Unsur ini
memiliki sifat reduksi yang tinggi, berbentuk cair pada temperatur ruang dan mudah
menguap.

Paparan logam berat Hg terutama methyl mercury dapat meningkatkan kelainan janin dan
kematian waktu lahir serta dapat menyebabkan Fetal Minamata Disease seperti yang terjadi pada
nelayan Jepang di Teluk Minamata. Selain yang tersebut di atas Hg dapat menyebabkan
kerusakan otak, kerusakan syaraf motorik, cerebral palsy, dan retardasi mental. Paparan di
tempat kerja utamanya oleh inorganik mercury pada pria akan dapat menyebabkan impotensi dan
gangguan libido sedangkan pada wanita akan menyebabkan gangguan menstruasi. Pada studi
epidemiologi ditemukan bahwa keracunan metal dan etil merkuri sebagian besar di sebabkan
oleh konsumsi ikan yang diperoleh dari daerah tercemar atau makanan yang berbahan baku
tumbuhan yang disemprot dengan pestisida jenis fungisida alkil merkuri.

Gejala yang timbul akibat keracunan Hg dapat merupakan gangguan psikologik berupa rasa
cemas dan kadang timbul sifat agresif. Keracunan Hg yang sering disebut sebagai mercurialism
banyak ditemukan di negara maju, misalnya Mad Hatter’s Disease yang merupakan suatu
outbreak keracunan Hg yang diderita oleh pekerja di Alice Wonderland, Minamata Disease yang
merupakan suatu outbreak keracunan Hg pada penduduk makan ikan yang terkontaminasi oleh
Hg di Minamata Jepang, dan kejadian ini dikenal sebagai Minamata Disease. Penyakit lain yang
disebabkan oleh keracunan Hg adalah Pink Disease yang terjadi di Guatemala dan Rusia yang
merupakan outbreak keracunan Hg akibat mengkonsumsi padi-padian yang terkontaminasi oleh
Hg.

Keracunan Hg yang akut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan saluran pencernaan,


gangguan kardiova sculer, kegagalan ginjal akut maupun shock. Pada pemeriksaan laboratorium
tampak terjadinya denaturasi protein enzim yang tidak aktif dan kerusakan membran sel. Metil
maupun etil merkuri merupakan racun yang dapat mengganggu susunan syaraf pusat (serebrum
dan serebellum) maupun syaraf perifer. Keracunan merkuri dapat pula berpengaruh terhadap
fungsi ginjal yaitu terjadinya proteinuria. Pada pekerja yang terpapar kronis oleh fenil dan alkil
merkuri dapat timbul dermatitis. Selain mempunyai efek pada susunan syaraf, Hg juga dapat
menyebabkan kelainan psikiatri berupa insomnia, nervus, kepala pusing, gampang lupa, tremor
dan depresi.

Anda mungkin juga menyukai