Anda di halaman 1dari 18

BIOMARKER TOKSIKOLOGI PADA MIKROALGA

TUGAS REVIEW JURNAL


MATA KULIAH BIOINDIKATOR & TOKSIKOLOGI PERAIRAN
Dosen:
Prof. Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D

Kelompok 1:
Shobriyyah Afifah Nabilah (2046000023)
Sonia Putri Maulidya (2046000024)

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


PASCASARJANA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini yang berjudul “Biomarker
Toksikologi Pada Mikroalga” dengan baik dan tepat waktu

Review Jurnal ini disusun guna memenuhi tugas Prof. Ir. Yenny Risjani,
DEA, Ph.D pada mata kuliah Bioindikator & Toksikologi Perairan. Selain itu,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang biomarker toksik pada mikroalga.

Penulis tentu menyadari bahwa review jurnal ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk tugas
review jurnal ini. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada tugas
review ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Malang, 8 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

iv
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang (Shobriy)


Mikroalga adalah sejenis makhluk hidup unisel berukuran antara 1
mikrometer sampai ratusan mikrometer yang memiliki klorofil, hidup di air tawar
atau laut, membutuhkan karbon dioksida, beberapa nutrien dan cahaya untuk
berfotosintesis. Mikroalga memiliki kinerja yang hampir sama dengan tumbuhan
bersel banyak, akan tetapi tidak memiliki akar, daun, dan batang untuk
berfotosintesis. Menurut beberapa peneliti, mikroalga diibaratkan sebagai pabrik
kecil dalam ukuran sel mikro yang mengubah karbon dioksida menjadi material
potensial seperti biofuel, pangan, dan biomaterial melalui energi matahari (Chisti,
2007).
Keragaman mikroalga di dunia diperkirakan berada dalam kisaran jutaan
species, sebagian besar belum dikenali dan belum bisa dikultivasi (dibiakkan
sendiri). Diperkirakan 200.000-800.000 spesies hidup di alam, 35,000 spesies
dapat dikenali, dan 15,000 komponen kimia penyusun biomass nya telah
diketahui (Hadiyanto, et al., 2012). Sebagian besar mikroalga menghasilkan
produk tertentu seperti karotenoid, antioksidan, enzim, polimer, peptida, asam
lemak, hingga racun yang mematikan (Cardozo, et al. 2007).
Dalam ilmu toksikologi terdapat tiga cara besar untuk mengkategorikan
senyawa racun, yaitu berdasarkan sifat kimia, sumber paparan, dan efeknya
dalam kesehatan manusia. Unsur-unsur kimia yang terdapat dalam susunan
berkala unsur dapat dibagi atas dua golongan yaitu logam dan non logam.
Berdasarkan identitasnya, unsur logam dibagi menjadi dua yaitu logam berat dan
logam ringan. Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih
besar dari 5gr/cm3. Beberapa sifat logam secara umum adalah sulit didegradasi
sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadannya
secara alami sulit terurai, dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang
dan ikan dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi
organisme tersebut.keberadaan logam di badan perairan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain adalah suhu, pH, dan salinitas.
Mikroalga dapat digunakan sebagai biomarker kualitas perairan. Mikroalga
juga dapat digunakan untuk pengolahan limbah organik. Secara teknis,
mikroalga menyerap kandungan senyawa organik dan nutrien yang masih tersisa
dalam limbah, dan menghasilkan oksigen yang dapat menurunkan kadar COD

1
dan BOD dalam limbah lewat bantuan bakteri pengurai zat organik (Hadiyanto et
al, 2012). Selain itu mikroalga dapat menyerap beberapa senyawa berbahaya
yang terdapat dalam limbah. Berdasarkan laporan Harun et al (2010a), mikroalga
jenis Ascophyllum nodosum secara efektif dapat memindahkan metal cadmium
(Cd), nikel (Ni), dan seng (Zn) dari limbah.
Pemilihan biomarker untuk memprediksi dampak toksik logam berat pada
kesehatan manusia telah menjadi perhatian ekologis utama untuk
mengembangkan program pemantauan hayati air permukaan yang andal (Rai et
al., 2013). Polutan logam dalam air terakumulasi menjadi makhluk hidup dan
menghasilkan berbagai respons toksik di tingkat sel. Biomarker utama yang diuji
adalah 'respons terukur' yang terjadi dalam aktivitas fotosintesis, proses nutrisi
enzimatis, sintesis metabolit sekunder, stres oksidatif dan/atau mekanisme
detoksifikasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh biomarker toksik pada Alga Hijau (Chlorella sp.)?
2. Bagaimana pengaruh biomarker toksik pada Alga Merah (Gracilaria sp.)?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh biomarker toksik pada Alga Hijau (Chlorella sp.)
2. Untuk mengetahui pengaruh biomarker toksik pada Alga Merah (Gracilaria sp.)

2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomarker Toksik Pada Mikroalga Shobriy


Istilah “biomarker” yaitu gabungan kata dari “biological marker” mengacu
pada luasnya sub kategori dari tanda medis, yaitu indikasi medis secara objektif
yang diobservasi diluar pasien, yang dapat diukur secara akurat. Definisi yang
lebih luas tidak hanya laporan tentang insiden dan hasil dari penyakit tapi juga
tentang efek perawatan, intervensi, bahkan paparan lingkungan yang tidak
diinginkan, seperti bahan kimia dan nutrisi. Biomarker merupakan suatu
karakteristik yang secara obyektif dapat diukur dan dievaluasi sebagai indikator
normal terhadap proses biologi, patologi dan respon farmakologi terhadap
intervensi terapeutik (Donne et al., 2006). Biomarker merupakan respon biologi
terhadap zat kimia (zat toksik) di lingkungan yang menunjukkan ukuran paparan
dan terkadang juga berupa efek toksik. Respon biomarker dapat terlihat dalam
tingkat molekuler, seluler, atau organisme.
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari
5 gr/cm3. Aplikasi yang bervariasi baik pada industri, domestik, agrikultur, medis,
dan teknologi mengarah pada distribusi yang sangat luas di lingkungan. Dalam
lingkungan perairan, bentuk logam antara lain berupa ion bebas, pasangan ion
organik, dan ion kompleks. Kelarutan logam dalam air dikontrol oleh pH air.
Kenaikan pH menurunkan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah
kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan
dengan partikel pada air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur (Palar,
1994).
Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan
tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk kompleks
dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak
terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa
kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi
(Purnama, 2009).
Penyerapan logam berat dapat juga dilakukan oleh sel mikroorganisme
baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Dengan penggunaan sel hidup
terkadang dapat menimbulkan masalah seperti sel tidak dapat bertahan pada
lingkungan yang terlalu beracun, membutuhkan nutrien dan terdakadang dapat
meningkatkan nilai BOD dan COD dalam limbah. Biasanya digunakan sel yang

3
telah dikeringkan untuk menyerap logam pada limbah, sel yang telah mati tidak
membutuhkan perlakuan yang tinggi dan lebih murah. Lebih jauh lagi, biomas
yang telah mati dapat diregenerasi dan digunakan kembali.
2.2 Logam Berat Berdasarkan Toksikologi
Logam berat dibagi menjadi dua jenis, logam berat esensial dan logam
berat tidak esensial (beracun). Logam berat esensial keberadaannya dalam
jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme, namun dalam jumlah yang
berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat esensial antara
lain Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya. Jenis kedua adalah logam berat
tidak esensial dimana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui
manfaatnya atau dapat bersifat racun. Logam berat tidak esensial antara lain
adalah Hg, Cd, Pb, Cr, Ni, dan lain-lain (Darmono, 1995).
Sebagian logam berat bersifat esensial bagi organisme air untuk
pertumbuhan dan perkembangan hidupnya antara lain dalam pembentukan
hemosianin dalam sistem darah dan enzimatik biota. Akan tetapi, bila jumlah dari
logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka akan berubah
fungsi menjadi racun bagi tubuh. Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, tingkat
atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke
rendah) sebagai berikut : Merkuri (Hg), Kadmium (Cd), Seng (Zn), Timbal (Pb),
Krom (Cr), Nikel (Ni), dan Kobalt (Co) (Darmono, 1995).
2.3 Alga Hijau (Chlorella sp.) Shobriy
Alga hijau adalah kelompok alga yang paling maju dan memiliki banyak
sifat-sifat tanaman tingkat tinggi. Kelompok ini adalah organisme prokariotik dan
memiliki struktur-struktur sel khusus yang dimiliki sebagian besar alga. Alga hijau
memiliki kloroplas, DNA-nya berada dalam sebuah nukleus, dan beberapa
jenisnya memiliki flagella. Dinding sel alga hijau sebagian besar berupa sellulosa,
meskipun ada beberapa yang tidak mempunyai dinding sel. Terdapat klorofil dan
beberapa karotenoid, dan biasanya berwarna hijau rumput. Pada saat kondisi
budidaya menjadi padat dan cahaya terbatas, sel akan memproduksi lebih
banyak klorofil dan menjadi hijau gelap. Berdasarkan taksonominya, Chlorella sp.
memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
SubKingdom : Viridaeplantae
Filum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophycea

4
Ordo : Oocystaceae
Genus : Chlorella sp. (Beijerinck, 1890)
Spesies : Chlorella vulgaris
Sel Chlorella sp. Berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 2-8 m. Sel
Chlorella mengandung 50% protein, lemak, serta vitamin A, B, D, E, dan K.
disamping banyak mengandung pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai
katalisator dalam proses fotosintesis. Chlorella sp. termasuk dalam kelompok
organisme protista autotrof yang mampu membuat makanannya sendiri.
Organisme ini memiliki pigmen klorofil, sehingga dapat melakukan proses
fotosintesis. Chlorella sp. termasuk salah satu kelompok alga hijau yang paling
banyak jumlahnya diantara alga hijau lainnya. Chlorella sp. melimpah di perairan
tawar dan air laut (Pitriana dan Rahmatia, 2008).
2.4 Habitat Chlorella sp. Shobriy
Chlorella merupakan mikroalga hijau yang secara umum dapat ditemukan
di lingkungan air tawar dan laut. Contoh Chlorella yang hidup di air laut antara
lain Chlorella minutissima, Chlorella vulgaris, Chlorella pyrenoidosa, dan
Chlorella virginica. Chlorella vulgaris adalah salah satu mikroalga hijau yang
tersebar paling luas yang ditemukan di sebagian besar lingkungan akuatik di
dunia dan sering digunakan dalam uji toksisitas karena kepekaannya terhadap
kontaminan yang berbeda.
Seperti halnya organisme lainnya, pertumbuhan Chlorella vulgaris
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain seperti kualitas air, kualitas dan
kuantitas nutrien, intensitas cahaya, tingkat keasaman (pH), temperatur. Kondisi
kualitas perairan yang baik untuk pertumbuhan Chlorella sp. antara lain suhu
berkisar 20-25oC (Utami et al., 2012); 22-25oC (Erlangga et al., 2018), pH
berkisar 6-8,5 (Utami et al., 2012); 7-8 (Erlangga et al., 2018). Kandungan
nutrien yang dibutuhkan mikroalga terdiri dari makronutrien seperti C, H, N, K, P,
dll. Sedangkan mikronutrien yang dibutuhkan seperti Fe, Cu, Mn, Zn, dll.
Mikronutrien yang dibutuhkan mikroalga dalam jumlah sedikit, apabila jumlah
kandungan mikronutrien berlebih maka dapat menjadi toksik bagi mikroalga.
2.5 Alga Merah (Gracilaria sp.) Dea
2.6 Habitat Gracilaria sp. Dea
2.7 Kandungan Toksik Pada Perairan Dea

5
BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Logam Berat Terhadap Chlorella sp.


3.1.1 Pengaruh Kromium (Cr) Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp.
Kromium adalah logam berbahaya yang digunakan dalam berbagai operasi
industri seperti kulit, penyamakan, pigmen, pelapisan listrik, dan pembentukan
paduan dll. Cr mengganggu beberapa proses metabolisme dan menunjukkan
toksisitas pada tanaman dalam bentuk penurunan pertumbuhan, perubahan
metabolisme dan akhirnya kematian tanaman.

Gambar 1. Hubungan Kromium (Cr) Terhadap Pertumbuhan C. vulgaris


Sumber : Rai et al (2013)
Berdasarkan hasil penelitian (Rai et al., 2013) menunjukkan bahwa
penurunan pertumbuhan signifikan pada konsentrasi Cr yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol. Grafik penurunan pertumbuhan paling sedikit
terjadi pada konsentrasi Cr yang terendah 0.01 µg ml-1. Pertumbuhan C. vulgaris
paling rendah terjadi pada konsentrasi Cr tertinggi yaitu 100 µg ml-1. Peningkatan
konsentrasi Cr menyebabkan penurunan yang signifikan pada kepadatan sel dan
jumlah sel. Laju pertumbuhan adalah salah satu cara penting untuk
mengungkapkan keberhasilan ekologi relatif suatu spesies atau strain dalam
beradaptasi dengan lingkungan alaminya atau lingkungan percobaan. C. vulgaris
telah dilaporkan mengurangi toksisitas kontaminan dalam studi ekotoksikologi
dan kurva pertumbuhan menetapkan fakta bahwa resistensi menurunkan efek
toksik kronis.

6
3.2.2 Pengaruh Kromium (Cr) Pada Klorofil, Karatenoid, dan Protein
Tabel 1. Pengaruh Kromium (Cr) Pada Klorofil, Karatenoid, dan Protein

Sumber : Rai et al (2013)


Reduksi klorofil merupakan penanda stress oksidatif. Gangguan rantai
transpor elektron dan penggantian ion Mg2+ berhubungan dengan molekul cincin
tetrapyrol yang menjadi faktor utama dalam penghancuran pigmen fotosintesis.
Kandungan karotenoid meningkat mencapai 0.24 mg g -1 fw pada konsentrasi Cr
10 µg ml-1 dan selanjutnya diikuti oleh penurunan konsentrasi kandungan
karotenoid hingga konsentrasi Cr tertinggi. Karotenoid yang berperan sebagai
penjaga sel berfungsi juga sebagai antioksidan untuk memadamkan atau
mengais radikal bebas dan mengurangi kerusakan sel, membran sel dan
komposisi bahan genetik utamanya. Pemaparan konsentrasi Cr yang berbeda
mengakibatkan penurunan kadar protein dan menurun tajam dari 9,14 menjadi
1,01 mg g-1 fw pada konsentrasi Cr yang lebih tinggi (100 µg ml-1). Penurunan
protein juga merupakan penghambatan pertumbuhan yang terjadi sebagai
respon umum terkait dengan toksisitas logam.

7
3.2.3 Tingkat Akumulasi Kromium (Cr) Pada Chlorella vulgaris

Gambar 2. Tingkat Akumulasi Kromium (Cr) Pada Chlorella vulgaris


Sumber : Rai et al (2013)
Tingkat akumulasi didapatkan sebanding dengan peningkatan konsentrasi
Cr. Ketika waktu pemaparan meningkat, akumulasi lebih banyak diamati pada
konsentrasi Cr yang lebih tinggi. Nilai akumulasi tertinggi (maksimum) terjadi
pada durasi 96 jam pada 100 µg ml-1 dengan konsentrasi Cr 3579.01 µg g-1 dw.
Pada durasi 120 jam tingkat akumulasi lebih rendah daripada durasi sebelumnya.
Tren peningkatan akumulasi Cr dalam sel diamati sebagai peningkatan
konsentrasi Cr dalam larutan dengan cara bergantung pada durasi waktu.
Konsentrasi Cr dalam sel sangat melebihi nilai ambang batas konsentrasi Cr
yang digunakan sehingga C. vulgaris ditetapkan sebagai hiperakumulator Cr.
3.2.4 Kandungan Klorofil-a Terhadap Konsentrasi Tembaga (Cu) dan Seng
(Zn)

Gambar 3. Kandungan Klorofil-a Terhadap Konsentrasi Tembaga (Cu) dan Seng


(Zn)
Sumber : Phetchuay et al (2019)

8
Paparan logam berat menyebabkan klorofil degradasi dengan cara yang
bergantung pada dosis di C. vulgaris. Pada kontrol klorofil menunjukkan 195 ±
33% yang menunjukkan pertumbuhan. Pada kedua perlakuan logam berat,
penurunan yang lebih tajam diamati pada alga yang diberi Cu. Pada perlakuan
logam berat, kandungan klorofil lebih rendah dibandingkan kontrol. Alga yang
terpapar 500 µm dan 1000 µm Cu maupun Zn menunjukkan dampak yang lebih
merugikan daripada konsentrasi yang lebih rendah. Hal tersebut dapat
dikarenakan kedua logam dapat menggantikan magnesium dalam molekul
klorofil sehingga menyebabkan hilangnya fungsi klorofil yang mana berdampak
juga pada penurunan aktifitas fotosintesis. Dalam penelitian ini, penurunan
klorofil-a juga mengindikasikan penurunan biomassa klorofil-a yang mana
biasanya digunakan untuk pertumbuhan pada mikroalga. Pengayaan Cu dan Zn
ditemukan mengurangi pertumbuhan dan mengubah struktur alga seperti
Chlorella pyrenoidosa dan Scenedesmus obliquus, serta mendorong degradasi
klorofil (Zhou et al., 2012).
3.2.5 Tingkat Akumulasi Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) Pada Chlorella
vulgaris

Gambar 4. Tingkat Akumulasi Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) Pada Chlorella
vulgaris
Sumber : Phetchuay et al (2019)
Peningkatan yang signifikan dalam kandungan Cu terdeteksi ketika alga
terkena setidaknya 500 µm Cu. Paparan tembaga (Cu) tidak mempengaruhi
serapan Zn. Peningkatan signifikan terjadi pada kandungan 500 µm Zn. Namun,
perlakuan pemberian Zn mempengaruhi serapan Cu karena alga yang terpapar
1.000 µM Zn juga mengakumulasi kandungan Cu yang lebih tinggi. Alga dapat
mengakumulasi logam berat di berbagai komponen sel dan organel seperti
membran fosfolipid, kloroplas, retikulum endoplasma, peroksisom dan
mitokondria. Meskipun Cu dan Zn berbagi grup transporter, terutama grup COPT

9
(Copper transporter) sebagai saluran untuk pengambilan seluler, ketika salah
satu perlakuan logam berat lebih tinggi, hal tersebut tidak menghambat
penyerapan lain. Ada banyak transporter yang ada dalam sel mikroalga yang
secara umum terlibat dalam serapan Cu dan Zn seperti grup ZIP (Zinc
transporter), CDF (Cation Diffusion Facilitation), MTP (Metal Tolerance Proteins),
dan HMA (Heavy Metal ATPase). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kandungan logam berat pada C. vulgaris dapat digunakan sebagai biomarker
yang efektif untuk ketersediaan Cu dan Zn di lingkungan.
3.2.6 Kandungan Klorofil dan Klorofil-a Terhadap Konsentrasi Nanopartikel
Nikel Oksida (NiO-NPS)
Nanopartikel nikel oksida (NiO-NPs) merupakan bahan nano yang banyak
digunakan di industri untuk katalisis, katoda baterai alkalin, bahan elektrokromik
dan magnet, pigmen dalam keramik, dan kaca, karena memiliki sifat kimia yang
unik karena ukuran dan morfologinya. Namun, telah dilaporkan bahwa NiO-NP
dapat dengan mudah diangkut ke dalam sistem seluler mamalia, menginduksi
efek sitotoksik dan genotoksik. NiO-NP (ukuran rata-rata 20 nm) memicu
pertumbuhan yang parah penghambatan pada strain mikroalga laut C. vulgaris.
Efek penghambatan ini disebabkan oleh perubahan morfologi seluler seperti
plasmolisis (kebocoran sitosol), kerusakan sitomembran (membran plasma yang
terlepas atau terdegradasi), dan gangguan tilakoid (grana lamella).

Gambar 5. Kandungan Klorofil dan Klorofil-a Terhadap Konsentrasi Nanopartikel


Nikel Oksida (NiO-NPS)
Sumber : Oukarroum et al (2017)
Berdasarkan grafik tersebut menunjukkan bahwa ketika sel alga C. vulgaris
terkena suspensi NiO-NP dari 0.01 hingga 100 mg L -1 selama 96 jam
menunjukkan penurunan yang kuat dalam kandungan klorofil. Kandungan klorofil
total menurun 75, 80, 85, dan 87% dibandingkan dengan kontrol. Analisis klorofil

10
fluoresensi emisi digunakan untuk menginformasikan keadaan fungsional alat
fotosintesis. Intensitas fluoresensi per sel yang hidup meningkat tajam
−1
dibandingkan dengan kontrol. Ketika sel alga C. vulgaris terkena 1–100mg L
dari NiO-NPs menunjukkan penghambatan yang signifikan dalam reaksi
fotokimia fotosintesis.
NiO-NP dapat menyebabkan dampak toksisitas yang signifikan pada sel
alga, yang meningkat dalam kaitannya dengan peningkatan konsentrasi paparan
suspensi partikel nano. Faktanya, ukuran sel relatif dan perincian seluler C.
vulgaris meningkat kuat dengan adanya suspensi NiO-NP, menunjukkan bahwa
NP ini menyebabkan perubahan dalam proses pembelahan seluler. Dampak
toksisitas NiO-NP secara signifikan ditunjukkan dengan penurunan variabel ROS
(% kontrol) & SSC (% kendali) sel dari C. vulgaris, yang disebabkan oleh
kerusakan total aktivitas enzimatik atau hilangnya integritas membran sel.
Hilangnya viabilitas seluler C. vulgaris disebabkan oleh beberapa perubahan sel,
seperti penghambatan dalam proses pembelahan sel (ukuran dan granularitas
sel relatif), kerusakan peralatan fotosintesis (sintesis klorofil dan reaksi fotokimia
dari fotosintesis), dan pembentukan ROS.
3.2 Alga Merah (Gracilaria sp.) Dea
Sesuai penelitian jurnal, ambil beberapa poin aja gausa terlalu banyak wkwk

11
BAB 4 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Chlorella sp. merupakan mikroalga hijau yang secara umum dapat
ditemukan di lingkungan air tawar dan laut. Logam berat yang dapat
mempengaruhi Chlorella sp. antara lain Krom (Cr), Seng (Zn), Tembaga
(Cu), Nanopartikel Nikel Oksida (NiO-NPS). Kandungan logam berat
dapat mempengaruhi aktivitas fotosintesis, proses nutrisi enzimatis,
sintesis metabolit sekunder, dan stres oksidatif. Kandungan logam berat
pada C. vulgaris dapat digunakan sebagai biomarker yang efektif untuk
ketersediaan Cr, Cu, Zn dan NiO-NPS di lingkungan.
 Sesuai hasil gracilaria

3.2 Saran

12
DAFTAR PUSTAKA

Cardozo, AP., Bersano, JGF. dan Amaral, WJA. 2007. Composition, Density and
Biomass of Zooplankton in Culture Ponds of Litopenaeus Vannamei
(Decapoda:Penaidae) in Southern Brazil. Brazilian Journal of Aquatic
Science and Technology. 11(1), 13-20.
Chisti, Yusuf. 2007. Biodiesel from Microalgaee. Biotechnology
Andances.25,294-306.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta : UI-Press.
Donne, I. D., Rossi, R., Colombo, R., Giustarini, D., dan Milzani, A. 2006.
Biomarkers of Oxidative Damage in Human Disease. Clinical Chemistry. 52
(4) : 601-623.
Hadiyanto, M.M.A.Nur and G.D. Hartanto.2012. Cultivation of Chlorella sp. as
Biofuel Sources in Palm Oil Mill Effluent (POME). Int. Journal of Renewable
Energy Development 1 (2) 2012: 45-49.
Harun, R., Danquah, MK., dan Forde, G.M. 2010a. Microbial biomass as a
fermentation feedstock for bioethanol production. J Chem Technol
Biotechnol 85:199–203.
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Penerbit
Rineka Cipta, hal 23-56.
Pitriana, P. dan Rahmatia, D. 2008. Bioekspo, Menjelajah Alam dengan Biologi.
Solo : Jatra Graphics.
Purnama, C. 2009. Penelitian Pembuatan Prototipe Pengolahan Limbah Menjadi
Biogas. Diakses dari http://www.sttal.ac.id/index.php/lppm/64-biogas, pada
tanggal 15 Maret 2014.
Zhou, G.J., P.Q. Peng, L.J. Zhang and G.G. Ying. 2012. Biosorption of zinc and
copper from aqueous solutions by two freshwater green microalgae
Chlorella pyrenoidosa and Scenedesmus obliquus. Environmental Science
and Pollution Research 19: 2918–2929.

13

Anda mungkin juga menyukai