Anda di halaman 1dari 73

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus) AIR TAWAR

DI UNIT PELAKSANAAN TEKNIK DAERAH (UPTD) BALAI BENIH IKAN


LOKAL (BBIL) BANGKINANG DINAS PERIKANAN
KABUPATEN KAMPAR
PROVINSI RIAU

KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

PROGRAM STUDI TEKNIK BUDIDAYA PERIKANAN

LAPORAN

Oleh:

NADILA WELIA PUTRI


NIT. 20.3.12.127

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN SIDOARJO
2023

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul : Teknik Pembenihan Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) di UPTD


Balai Benih Ikan Lokal Bangkinang Dinas Perikanan Kabupaten
Kampar Provinsi Riau

Nama : Nadila Welia Putri

NIT : 20.3.12.127

Karya Ilmiah Praktik Akhir Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Dan
Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Perikanan
Program Studi Teknik Budidaya Perikanan
Politeknik Lelautan Dan Perikanan Siduarjo
Tahun Akademik 2022/2023

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Agus Widodo,S.Pi,M.T Harminto,S.St.Pi.,M.Si


Tanggal : Tanggal :

Mengetahui :
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Siduarjo

I Gusti Putu Gede Rumayasa Yudana, S.Pi., M.P.


NIP. 19650425 199303 1 002

ii
Telah Dipertahankan Di Hadapan Tim Penguji
Ujian Akhir Program Studi Diploma III
Politeknik Kelautan Dan Perikanan Siduarjo
Dan Dinyatakan LULUS

Pada Tanggal : .........................................

Penyesuaian Revisi Tanggal : ..................................

Tim Penguji :

Penguji I Penguji II

Agus Widodo,M.P Harminto,S.St.Pi.,M.Si


NIP.19650815 198903 1 005 NIP.19800206 201012 1 002

Penguji III Penguji IV

Atika Marisa Halim.MP Riska Eka Putri,S.Pi.,M.Si


NIP. 19930912 201902 2 005 NIP.19740307 199701 2 001

Mengetahui :

Ketua Program Studi

Lusiana BR Ritonga,S.Pi.,M.P
NIP.19920330 201801 2 000

iii
RINGKASAN

WELIA PUTRI. TBP. 20.3.12.127. KIPA. Teknik Pembenihan Ikan Baung


(Hemibagrus nemurus) di unit pelaksanaan teknik daerah (UPTD) Balai Benih Ikan
Lokal (BBIL) Bangkinang Dinas Perikanan Kabupaten Kampar Provinsi Riau
dibawah bimbingan Bapak Agus Widodo,S.Pi,M.T dan Bapak
Harminto,S.St.Pi.,M.Si .

Ikan Baung (hemibagrus nemurus) merupakan salah satu spesies ikan air
tawar endemisitas dari suku Bagridae yang banyak dijumpai diperairan sungai
pulau sumatra, jawa dan kaimantan. Meskipun ikan ini susah untuk dibudidayakan,
ikan ini sangat digemari oleh masyarakat sekitar wilayah pekanbaru. Sehingga ikan
ini telah menarik perhatian pembudidaya untuk melakukan kegiatan budidaya ikan
baung. Hal ini dikarenakan Ikan Baung (hemibagrus nemurus) merupakan ikan
endemik yang terdapat di Provinsi Riau, sehingga memiliki permintaan pasar yang
cukup tinggi (Tang,2000).
Adapun maksud dari Karya Ilmiah Praktik Akhir adalah agar penulis
mendalami ilmu tentang Teknik Pembenihan Ikan Baung (hemibagrus nemurus) di
Unit Pelaksanaan Teknik Daerah (UPTD) Balai Benih Ikan Lokal (BBIL)
Bangkinang Dinas Perikanan Kabupaten Kampar. Dengan tujuan akhir dari KIPA
ini yaitu (1) Mampu melakukan teknik pembenihan ikan baung (hemibagrus
nemurus), (2) Mampu menghitung kelayakan usaha pada teknik pembenihan ikan
baung (hemibagrus nemurus). Karya ilmiah praktik akhir ini dilaksanakan di di Unit
Pelaksanaa Teknik Daerah (UPTD) Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) Bangkinang
Provinsi Riau mulai tanggal 1 Maret 2023 sampai dengan 31 Mei 2023.
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan karya ilmiah praktik akhir (KIPA)
ini adalah metode survei. Sedangkan sumber data yang dikumpulkan dalam
pelaksanaan KIPA ini adalah data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah observasi, wawancara, partisipasi aktif, studi
pustaka/literatur, dan kumentasi. Sedangkan metode pengolahan data yang
dilakukan yaitu kuantitatif dan kualitatif. Untuk mengetahui data dalam Teknik
Pembenihan Ikan Baung (hemibagrus nemurus) menggunakan analisis data.
Balai Benh Ikan Lokal (BBIL) Dinas Perikanan Kabupaten Kampar Jalan
Prof.Yamin Sh No.59, Bangkinang, Kampar, Provinsi Riau.
Tahapan dalam teknik pembenihan ikan baung (hemibagrus nemurus)
pertama yaitu pemeliharaan induk. Induk ikan baung dipelihara pada kolam semi
intensif yaitu kolam yang dindingnya terbuat dari beton/tembok dan bagian
dasarnya terbuat dari tanah dengan ukuran 15 X 10 M dengan kapasitas air 1 M.
Induk ikan baung diberi pakan pellet berukuran 1mm yaitu pellet HI-PRO-VITE 781-
1. Pemijahan yang dilakukan adalah pemijahan buatan dengan perbandingan
induk 3 : 6 (tiga induk betina dan 6 induk jantan). Proses penyuntikan pada ikan
baung dilakukan sebanyak 3x (induk betina 2x penyuntikan), sedangkan induk
jantan dilakukan 1x penyuntikan yang bersamaan dengan penyuntikan ke-2 induk
betina. Pengeluaran telur (striping) dilakukan pada induk betina dengan cara
pengurutan pada perut dari arah kepala/dada ke bagian genital, sedangkan striping
juga dilakukan pada induk jantan untuk pengambilan spermanya. Pembuahan
pada telur ikan baung yaitu dengan mengaduk/mencampurkan cairan sperma dan

iv
larutan NaCl 0,9% yang diaduk dengan menggunakan bulu ayam. Penetasan telur
ikan baung dilakukan didalam bak fiber ysng berukursn 200 x 100 x 80 cm dengan
kapasitas air 30 cm. Pemeliharaan larva dipelihara selama 10 hari didalam bak
fiber berukuran 2 x 1 M dengan kapasitas air 30 cm dengan kepadatan 10.000
ekor/l. Larva ikan baung diberi pakan alami berupa artemia dan pakan pellet PF-0.
Berdasarkan karya ilmiah praktik akhir dapat disimpulkan bahwa (1) teknik
pembenihan iakn baung (hemibagrus nemurus) meliputi pemeliharaan induk,
seleksi induk, pemijahan, penyuntikan, pengeluaran telur (striping), pembuahan,
penetasan telur, pemeliharaan larva, panen larva, penebaran larva, pemberian
pakan. Pada pembenihan ikan baung didapat jumlah telur 233.000 butir,
fertilization rate (FR) 80%%, Hatching rate (HR) 70%%, Survival rate (SR) 40%,
dan rendahnya tingkat kelangsungan hidup larva ikan baung selama melakukan
kerja praktik akhir di Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) Bangkinang dinas perikanan
kabupaten kampar yang disebabkan oleh rendahnya daya tahan tubuh pada larva,
(2) Analisis usaha pada pembenihan ikan baung didapatkana biaya operasional
Rp.87.707.000, pendapatan Rp.200.000.000, keuntungan Rp.335.750.000,
payback 1 tahun 6 bulan dan B/C Ratio kurang dari 1.
Saran yang disampaikan dalam karya ilmiah praktik akhir dalam melakukan
pembenihan ikan baung ada beberapa hal penting untuk diperhatiakan seperti
pemilihan lokasi, pemilihan induk, pengelolaan kualitas air, pemilihan pakan,
pengelolaan hama dan penyakit ikan, serta faktor lainnya yang berpengaruh pada
proses pembenihan yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik agar
hasil dari pembenihan ikan baung yang didapatkan mempunyai kualitas yang
sangat bangus, sehingga dapat meningkatkan harga jual. Ketersediaan pakan
alami harus tetap terjaga karena pakan alami sangat diperlukan untuk menunjang
pertumbuhan serta kelangsungan hidup larva.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat


rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Kerja
Praktik Akhir ini. Penyusunan Proposal Kerja Praktik Akhir ini tidak lepas dari
bantuan dan bimbingan serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak I Gusti Putu Gede Rumayasa Yudana, S.Pi., M.P., selaku
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo.
2. Ibu Tri Rahayu Andayani, S.St.Pi., M.Si. selaku Wakil Direktur
Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo.
3. Ibu Lusiana BR Ritonga, S.Pi, M.P selaku Ketua Program Studi Teknik
Budidaya Perikanan Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo
4. Bapak Hamdani, S.St.Pi., M.Tr.Pi selaku Ketua Program Studi Usaha
Budidaya Ikan Politeknik Kelautan dan Perikanan Pariaman yang telah
memfasilitaskan kegiatan PKL ini.
5. Bapak Agus Widodo,S.Pi,M.T dan Bapak Harminto,S.St.Pi.,M.Si
selaku dosen pembimbing I dan II yang telah membimbing hingga
selesainya laporan ini.
6. Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya proposal ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal KPA ini masih


belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan untuk segala kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal KPA ini.

Pariaman, Februari 2023

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Isi Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. ii
RINGKASAN .................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1


1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan .................................................................. 2
1.2.1. Maksud ........................................................................... 2
1.2.2. Tujuan ............................................................................. 2
1.3. Pendekatan Masalah ................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4


2.1. Klasifikasi Ikan Baung ............................................................... 4
2.2. Morfologi Ikan Baung ................................................................ 4
2.3. Habitat dan penyebaran ikan Baung ......................................... 5
2.4. Kebiasaan makan ..................................................................... 6
2.5. Reproduksi Ikan Baung ............................................................. 6
2.6. Teknik Pembenihan Ikan Baung ............................................... 8
2.6.1. Persiapan wadah pemeliharaan Induk ............................ 8
2.6.2. Pemberian pakan ............................................................ 8
2.6.3. Pengelolaan kualitas air .................................................. 8
2.6.4. Pengendalian hama dan penyakit ................................... 9
2.6.5. Seleksi induk matang gonad ........................................... 9
2.6.6. Pemijahan ..................................................................... 10
2.6.7. Pengeluaran telur (striping) ........................................... 11
2.6.8. Penetasan telur ............................................................. 12
2.7. Pemeliharaan larva ................................................................. 13
2.7.1 Persiapan wadah pemeliharaan larva ........................... 13
2.7.2. Penebaran larva ............................................................ 13
2.7.3. Perkembangan larva ..................................................... 14
2.7.4. Pemberian pakan .......................................................... 14
2.7.5. Pengelolaan kualitas air ................................................ 16
2.7.6. Pengendalian hama dan penyakit ................................. 17
2.7.7. Panen ........................................................................... 17
2.3. Analisis Finansial .................................................................... 18
2.3.1. Investasi........................................................................ 18
2.3.2. Pendapatan .................................................................. 19
2.3.3. Payback Periode (PP) ................................................... 19
2.3.4. B/C Ratio ...................................................................... 20

vii
BAB III METODOLOGI ................................................................... 21
3.1. Waktu Dan Tempat ................................................................. 21
3.2. Metode karya ilmiah praktik akhir ............................................ 21
3.3. Sumber Data........................................................................... 22
3.4.1. Data Primer ................................................................... 22
3.4.2. Data Sekunder .............................................................. 22
3.4. Metode Pengumpulan Data .................................................... 22
3.4.1. Metode Observasi ......................................................... 22
3.4.2. Metode Partisipasi Aktif ................................................. 22
3.4.3. Metode Wawancara ...................................................... 23
3.4.4. Metode Studi Literatur ................................................... 23
3.5. Pengolahan Data .................................................................... 23
3.6. Analisis Data ........................................................................... 23
3.6.1. Fekunditas .................................................................... 24
3.6.2. Tingkat Pertumbuhan (FR) ............................................ 24
3.6.2. Tingkat Penetasan (HR) ................................................ 24
3.6.3. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) ................................ 24
3.6.4. Input.............................................................................. 25
3.7. Output ..................................................................................... 26
3.8. Analisis Manfaat ..................................................................... 26
3.7.1. Keuntungan .................................................................. 26
3.7.2. Aliran Kas ..................................................................... 26
3.7.3. Waktu Pengembalian .................................................... 27
3.7.4. B/C Ratio ...................................................................... 27

BAB IV KEADAAN UMUM.............................................................. 28


4.1. Letak Geografis ...................................................................... 28
4.2. Sejarah Perusahaan ............................................................... 29
4.3. Tugas dan fungsi .................................................................... 31
4.4. Visi dan Misi ........................................................................... 32
4.5. Struktur Organisasi ................................................................. 33
4.6. Infrastruktur dan sarana produksi............................................ 35
4.6.1. Fasilitas utama teknik pembenihan ............................... 35
4.6.2. Kolam pemeliharaan induk ............................................ 35
4.6.3. Wadah pemijahan ......................................................... 36
4.6.4. Wadah penetasan telur ................................................. 36
4.6.5. Wadah pemeliharaan larva ............................................ 37
4.6.6. Wadah kultur pakan alami ............................................. 37
4.6.7. Sistem suplai oksigen.................................................... 37
4.7. Bangunan dan sarana produksi............................................... 38
4.7.1. Laboratorium Kualitas air............................................... 38
4.7.2. Hatcery.......................................................................... 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 39


5.1. Pemeliharaan induk ................................................................ 39
5.2. Pemberian pakan.................................................................... 40
5.3. Pengelolaan kualitas air .......................................................... 40
5.4. Pencegahan hama dan penyakit ............................................. 41
5.5. Seleksi induk........................................................................... 41
5.6. Pemijahan............................................................................... 43
5.7. Pengeluaran telur (striping) ..................................................... 45
5.8. Penetasan Telur ..................................................................... 47
5.9. Pemeliharaan Larva ................................................................ 49

viii
5.9.1. Persiapan Wadah Pemeliharaan Larva ........................ 49
5.9.2. Pengapuran dan Pemupukan....................................... 59
5.9.3. Pengisian Air ............................................................... 51
5.9.4. Penebaran Larva ......................................................... 51
5.9.5. Pemberian Pakan ........................................................ 52
5.9.6. Pengelolaan Kualitas Air .............................................. 53
5.6.7. Panen........................................................................... 54
5.6.8. Packing ........................................................................ 55
5.7. Analisis Data ........................................................................... 55

KESIMPULAN .....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................

ix
DAFTAR TABEL

Isi Halaman
1. Kandungan Nutrisi Pakan Induk....................................................... 8
2. Pengelolaan Kualitas Air Induk ........................................................ 9
3. Pengelolaan Kualitas Air Larva ........................................................ 17
4. Kualitas Air Pada Induk.................................................................... 41
7. Ciri-Ciri Induk Matang Gonad........................................................... 42
8. Data Induk Siap Dipijahkan.............................................................. 43
9. Dosis Penyuntikan ........................................................................... 44
10. Sampling Penghitungan HR ........................................................... 48
13. Parameter Kualitas Air Larva ......................................................... 53
14. Biaya Investasi............................................................................... 55
15. Biaya Variabel ............................................................................... 56
16. Biaya Tetap/Produksi ..................................................................... 56

x
DAFTAR GAMBAR

Isi Halaman
1. Morfologi Ikan Baung (Hemibagrus Nemurus) ................................. 5
2. Lokasi Kerja Praktik Akhir ................................................................ 21
3. Peta Wilayah Kabupaten Kampar .................................................... 28
4. Struktur Organisasi Dinas Perikanan Kabupaten Kampar ................ 35
5. Kolam Pemeliharaan Induk .............................................................. 35
6. Wadah Pemijahan ........................................................................... 36
7. Wadah Penetasan Telur Dan Pemeliharaan Larva .......................... 37
8. Wadah Kultur Pakan Alami .............................................................. 37
9. Sistem Suplai Oksigen ..................................................................... 38
10. Pemeliharaan induk ....................................................................... 39
11. Pemberian pakan Induk ................................................................. 39
12. Pemberokan Induk ......................................................................... 42
13. Perbedaan Induk............................................................................ 43
14. Ovaspace ...................................................................................... 44
15. Penyuntikan Induk Ikan.................................................................. 45
16. Striping (Pengeluaran Telur) .......................................................... 46
17. Penetasan Telur ............................................................................ 47
18. Larva ikan baung ........................................................................... 49
19. Persiapan wadah pengeringan Kolam Larva.................................. 49
20. Pengadukan Kapur ........................................................................ 50
21. Pengisian Air Kolam ...................................................................... 51
21. Penebaran Larva ........................................................................... 52
23. Pemberian Pakan .......................................................................... 52
24. Pengecekan Kualitas Air Larva ...................................................... 53

xi
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) adalah salah satu jenis ikan air

tawar endemisitas yang berasal dari suku Bagridae yang banyak dijumpai di

perairan sungai di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Ikan ini

merupakan ikan endemik di Provinsi Riau, ikan ini yang sangat digemari oleh

penduduk Pekanbaru (Tang, 2000).

Produksi ikan baung di Riau pada tahun 2021 yaitu 957,41 ton dengan

nilai produksi sebesar 44.009.165 ton (Statistik KKP, 2021). Kegemaran

mengkonsumsi ikan baung dengan berbagai jenis masakan menjadi hal yang

tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Riau khususnya masyarakat

Pekanbaru, namun karena produksi ikan baung sangat terbatas

menyebabkan ikan tersebut susah didapatkan di pasar-pasar yang ada di

Pekanbaru dan harganya cenderung meningkat (Pekanbaru asatunews,

2018).

Upaya mendukung pengembangan dan pemenuhan kebutuhan ikan

baung perlu dikembangkan budidaya ikan baung. Pengembangan usaha

budidaya ikan baung masih menghadapi berbagai kendala dan

permasalahan, salah satu permasalahan dalam membudidayakan ikan

baung adalah terbatasnya benih ikan yang akan dibudidayakan.

Permasalahan ini muncul karena rendahnya tingkat kelangsungan hidup

larva ikan baung.

1
2

Sebagai upaya pemerintah, khususnya Dinas Perikanan dalam

mendukung ketersedian benih ikan baung, maka dilakukan kegiatan

pembenihan. Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) Bangkinang Kabupaten Kampar

Provinsi Riau merupakan salah satu lembaga pemerintah yang melakukan

kegiatan pembenihan ikan baung.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik melakukan

kegiatan Kerja Praktik Akhir tentang teknik pembenihan Ikan Baung

(Hemibagrus nemurus) di Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) Bangkinang

Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud

Adapun maksud dari pelaksanaan Kerja Praktik Akhir ini adalah agar

peserta didik dapat mengikuti seluruh tahapan pembenihan ikan baung

secara alami di Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) Dinas Perikanan Kabupaten

Kampar Provinsi Riau bersama dan dapat mempraktekkan secara langsung.

1.2.1. Tujuan

Tujuan dari kerja praktik akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat melakukan Teknik Pembenihan Ikan Baung (Hemibagrus

nemurus) di UPTD Balai Benih Ikan Lokal Bangkinang Provinsi

Riau.

2. Mampu Menghitung Analisis Kelayakan Usaha pada Teknik

Pembenihan Ikan Baung di UPTD Balai Benih Ikan Lokal

Bangkinang Provinsi Riau.


3

1.3. Pendekatan Masalah

Ikan baung (Hemibagrus nemurus) merupakan salah satu ikan air

tawar yang sangat spesifik dengan daerahnya dimana jumlahnya yang

semakin menurun/berkurang sedangkan tingkat pemasaran/peminatnya

tinggi, sehingga perlu untuk dilakukan usaha budidaya.

Masalah yang dibahas pada Karya ilmiah Praktek Akhir (KIPA) ini yaitu

Teknik Pembenihan Ikan baung ini muncul karena rendahnya tingkat

kelangsungan hidup larva ikan baung yang dimulai dari persiapan kolam

pembenihan sampai panen benih.

Tingginya permintaan pasar terhadap ikan


baung (hemibagrus nemurus)

Budidaya ikan baung (hemibagrus nemurus) pada UPTD Balai


Benih Ikan Lokal (BBIL) Bangkinang Dinas Perikanan Kabupaten
Kampar

Fertilation rate Hatching rate Survival rate


(FR) (HR) (SR)

Mampu melaksanakan standard prosedur kerja pembenihan


ikan baung (hemibagrus nemurus)
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Ikan Baung (Hemibagrus nemurus)

Menurut Kordi (2013) dalam Kurniasari (2015), ikan Baung

diklasifikasikan sebagai berikut :

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Subkelas : Toleostei

Orde : Siluriformes

Famili : Bagridae

Genus : Hemibagrus

Species : Hemibagrus nemurus

2.1.2. Morfologi Ikan Baung (Hemibagrus nemurus)

Ikan Baung memiliki tubuh berwarna coklat gelap memanjang. Bentuk

tubuh ikan Baung panjang, licin, dan tidak bersisik, kepalanya kasar dan

depress dengan tiga pasang sungut di sekeliling mulut dan lubang

pernapasan sedangkan sungut rahang atas hampir mencapai sirip dubur.

Pada sirip dada dan sirip punggung masing-masing terdapat duri.

Ikan Baung memiliki sirip lemak (adipose finn) di belakang sirip

punggung yang hampir sama dengan sirip dubur, terdapat garis gelap

memanjang di tengah dan biasanya terdapat sebuah titik hitam di ujung sirip

lemak. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan ikan Baung adalah allometrik,

yakni pertambahan lebih cepat dari pertambahan panjang badan.

4
5

Berdasarkan jenis kelamin, pertumbuhan jantan berpola isometrik,

dimana pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang badan.

(Kordi, 2013 dalam Kurniasari, 2015).

Gambar 1. Morfologi Ikan Baung (Hemibagrus nemurus)


Sumber : . Dokumentasi pribadi (2023)

Berdasarkan bentuk morfologi sirip dan sungut, larva ikan Baung

memasuki fase juvenile (definitif) ketika berumur 10 hari. Organ sirip, sungut

dan pigmentasi sudah lengkap dan pada saat tersebut bentuk tubuh larva

sudah seperti ikan Baung dewasa (Tang, 2000 dalam Suryandari, 2012).

2.3. Habitat Ikan Baung

Habitat ikan Baung adalah di sungai, danau, waduk dan rawa juga

terdapat di perairan payau dan muara sungai. Di Jawa Barat ikan Baung

banyak ditemukan di sungai Cidurian dan Jasinga Bogor yang airnya cukup

dangkal dalaman 45 cm dengan kecerahan 100% (Tang, 2003 dalam

Kurniasari, 2015).

Ikan Baung suka bergerombol didasar perairan dan membuat sarang

berupa lubang di dasar perairan dengan aliran air yang tenang. Ikan Baung
6

tergolong hewan nokturnal, aktif pada malam hari. Ikan baung menyukai

lokasi yang tersembunyi dan tidak aktif keluar sarang sebelum hari petang.

Setelah hari gelap, ikan Baung akan keluar dengan cepat untuk mencari

mangsa tetapi tetap berada di sekitar sarang dan segera akan masuk ke

sarang bila ada gangguan. Daerah penyebaran ikan Baung adalah kawasan

tropis yang meliputi Afrika, Asia Tenggara dan Asia Timur. Daerah

penyebaran ikan Baung di Indonesia adalah Sumatera, Kalimantan dan

Jawa. Wilayah-wilayah yang merupakan penyebaran ikan Baung antara lain

Jakarta, Karawang, Garut, Surabaya, Palembang, Bengkulu. (Kordi, 2013

dalam Kurniasari, 2015).

2.4. Kebiasaan Makan Ikan Baung

Berdasarkan makanannya, ikan baung termasuk ikan karnivora dan .

Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak sekali terjadi tumpang tindih

(overlap) yang disebabkan oleh keadaan habitat ikan itu hidup. Ada

beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam hubungan ini diantaranya

faktor penyebaran organisme sebagai makanan ikan, faktor ketersediaan

makanan, faktor pilihan dari ikan itu sendiri serta faktor-faktor fisik yang

mempengaruhi perairan (Effendie, 2002 dalam Siregar et al., 2007).

Ikan Baung pada umumnya mempunyai kemampuan beradaptasi

tinggi terhadap makanan dan pemanfaatan makanan yang tersedia di suatu

perairan.

2.5. Reproduksi Ikan Baung

Ikan baung (Hemibagrus nemurus) memiliki prospek bagus untuk


7

dikembangkan sebagai komoditas budidaya di Indonesia karena citarasa

daging yang enak banyak diminati konsumen. Dewasa ini, peningkatan

produksi benih dapat dilakukan melalui pemijahan buatan dengan modifikasi

hormonal. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan

produksi induk ikan baung melalui pemijahan dengan dosis GnRH-a yang

berbeda (E Prianto 2015).

Penelitian dilakukan di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Air

Tawar, Cijeruk, Bogor pada bulan November 2017. Induk betina ikan baung

yang digunakan berukuran 465,0 ± 71,8 g; dan induk jantan 426,3 ± 46,8 g.

Induksi dilakukan dengan penyuntikan hormon GnRH-a dengan tiga dosis

yang berbeda pada induk betina (0,3; 0,5; dan 0,7 mL/kg bobot badan), dan

ikan jantan dengan dosis 0,4 mL/kg bobot badan. Masing-masing perlakuan

terdiri atas tiga ekor induk betina sebagai ulangan. Hormon disuntikkan

secara intramuskular, diberikan dua kali penyuntikan 35% dari dosis total

pada penyuntikan pertama, dan 65% diberikan pada penyuntikan kedua,

dengan selang waktu penyuntikan delapan jam (E Prianto 2015).

Parameter yang diamati yaitu jumlah telur ovulasi, derajat pembuahan,

derajat penetasan, dan sintasan larva selama tujuh hari. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dosis penyuntikan hormon GnRH-a 0,5 mL/kg pada

induk ikan baung saat proses pemijahan buatan menghasilkan derajat

penetasan yang lebih tinggi dibandingkan dosis 0,3 dan 0,7 mL/kg; serta

sintasan larva yang lebih baik dibandingkan dosis 0,7 mL/kg. Sedangkan nilai

jumlah telur yang berhasil ovulasi dan derajat pembuahan yang relatif lebih

baik ditemukan pada pengobatan dosis 0 (E Prianto 2015).


8

2.6. Teknik Pembenihan ikan baung

2.6.1. Persiapan wadah pemeliharaan induk

Pemeliharaan induk ikan baung dilakukan di kolam penampungan

dengan menggunakan keramba ukuran 5 x 2 x 1,5 m3. Kolam pemeliharaan

induk dilengkapi dengan sirkulasi air yang berguna untuk meningkatkan

kadar oksigen terlarut dalam air. Selama pemeliharaan induk ikan diberi

pakan buatan berupa pelet tenggelam menggandung kadar protein 29-30 %,

sebanyak 3-5 % dari total biomasa dengan frekuensi pemberian pakan 1 kali

sehari yakni pada pagi hari pukul 08.00 WIB.

2.6.2. Pemberian Pakan

Induk ikan baung ini memerlukan nutrisi dalam mempertahankan

kualitas kesehatan dan kematangan gonad. Pakan yang diberikan adalah

pakan pellet merek HI PRO-VITE 781-1 dengan komposisi protein 31%,

lemak 5%, serat 8%, kadar air 13%, dan kadar abu 12%. Pemberian pakan

ini dilakukan 2 kali sehari.

Tabel 1.Kandungan nutrisi pakan induk ikan baung

Nutrisi Kadar
Protein 31%
Lemak 5%
Serat 8%
Kadar air 13%
Kadar abu 12%
Sumber : BBIL Bangkinang

2.6.3. Pengelolaan kualitas Air

Suhu 27°C (suhu kamar) memberikan hasil terbaik bagi kelangsungan

hidup larva ikan baung. Hasil ini memberikan harapan bagi kegiatan

pembenihan skala mmah tangga karena tidak memerlukan alat khusus

untuk meningkatkan suhu air. Salinitas kisaran optimal adalah 0 - 3 ppt,


9

namun untuk mencegah berbagai bibit penyakit, sebaiknya larva dipelihara

pada media air yang bersalinitas 1 ppt. Untuk mendapatkan salinitas 1 ppt

dilakukan dengan cara melarutkan 1 g garam dalam 1 liter air. Media yang

dibutuhkan dapat berupa air jernih maupun air hijau. Namun, hasilnya akan

lebih baik jika larva ikan baung tersebut dipelihara pada media air hijau.

Tabel 2. Beberapa nilai kualitas air bagi larva Ikan Baung

Parameter Nilai optimal


Suhu (oC) 27o – 33o C
Salinitas (ppt) 0- 3 ppt
Cahaya Gelap – terang
Tinggi air 35 cm
Media Green Water
alkalinitas 20 – 70

2.6.4. Pengendalian hama dan penyakit

Penyakit yang sering menyerang ikan baung adalah Ichthyopthirius

multifiliis atau lebih dikenal dengan white spot (bintik putih). Pencegahan,

dapat dilakukan dengan persiapan kolam yang baik, terutama pengeringan

dan pengapuran. Pengobatan dilakukan dengan menebarkan garam dapur

sebanyak 200 gr/m³ setiap 10 hari selama pemeliharaan atau merendam

ikan yang sakit ke dalam larutan Oxytetracyclin 2 mg/liter.

2.6.5. Seleksi induk matang gonad

Kegiatan seleksi induk adalah memilih induk yang baik dan siap untuk

dipijahkan, untuk mendapatkan induk yang benar-benar siap dipijahkan

perlu dilakukan pemberokan yang bertujuan untuk mengurangi kandungan

lemak yang ada pada tubuh induk ikan yang dapat mengganggu proses

keluarnya telur pada saat proses striping. Selain itu berfungsi juga untuk
10

mengetahui induk yang benar-benar matang gonad atau hanya

kekenyangan sehingga bagian perut membesar. Selama proses

pemberokan induk ikan tidak diberi makan atau dipuasakan selama 3 hari,

setelah pemberokan induk ikan yang buncit lantaran kekenyangan bakal

mengempis perutnya, sedangkan induk yang benar-benar matang gonad

atau siap memijah perutnya akan tetap membesar.

Perbedaan antara ikan baung jantan dan betina dapat diketahui

dengan cara : ikan jantan lubang genital agak memanjang dan terdapat

bagian yang meruncing kearah caudal, organ ini berperan sebagai alat bantu

untuk menghasilkan sperma saat melakukan pemijahan. Sedangkan induk

betina, lubang genital bulat berwarna kemerahan bila ikan tersebut telah

mengandung telur pada tingkat kematangan gonad IV (Alawi et al.,1992).

Lebih jelasnya lagi untuk mengetahui tanda kematangan gonad induk

ikan baung dapat dilihat dengan adanya bagian perut relatif membesar, ikan

betina yang matang gonad bila diurut perutnya telur yang dikeluarkannya

bulat sempurna berwarna kecoklatan, sedangkan pada ikan jantan yang

matang gonad papilanya berwarna merah, tidak selalu mengeluarkan

sperma apabila diurut perutnya.

2.6.6. Teknik pemijahan

Induk yang telah ditangkap dan diseleksi diadaptasikan terlebih dahulu

di dalam bak fiber sebelum dilakukan pemijahan, sedangkan hormon yang

digunakan pada pemijahan ini yaitu dengan menggunakan hormon ovaprim.

Dilakukan 2 kali penyuntikan yaitu penyuntikan 1 pada pukul 21.00 malam

dan penyuntikan 2 dilakukan pada pukul 03.00 subuh. Waktu ovulasi terjadi

berkisaran antara 6-8 jam setelah penyuntikan ke II. Dosis hormon yang

digunakan yaitu 0,7 cc/kg induk ikan betina dan 0,5 cc/kg induk jantan.
11

Ikan baung termasuk ikan yang relatif baru untuk dipijahkan, untuk

memijahkan ikan baung dilakukan secara buatan yaitu melalu penyuntikan

hormon kepada calon induk. Ikan jantan dan ikan betina diseleksi dan

disimpan dalam bak atau kolam. Induk betina yang telah matang gonad

dapat dilihat dari bentuk perutnya yang relatif membesar dan permukaan

kulit sangat lembut.

Induk yang sudah matang gonad dibius, kemudian disuntik dengan

ekstrak kelanjar hypopisa pada bagian belakang sirip punggung kerah sirip

perut, suntikan pertama menggunakan ekstrak kelenjar hipophysa ikan mas

sebanyak 1 dosis kemudian setelah 6-7 jam disuntik lagi dengan

menggunakan kombinasi ekstrak kelanjar hipophysa dengan HCG, masing-

masing sebanyak 3 dosis dan 200 IU. Induk ikan baung yang sudah disuntik

disimpan secara terpisah.

Pengeluaran telur dilakukan dengan menggunakan penstripingan

induk betina yang telah siap memijah. Telur-telur yang sudah diurut

ditampung dibaskom dan dicampur dengan sperma induk antan yaitu untuk

proses pembuahan. Untuk mendapatkan sperma baung jantan dilakukan

pembelahan kemudian testes dicuci dari darah dan lemak yang melekat.

Selanjutnya sperma dilarutkan dalam larutan garam 0,9 % sebanyak 3 ml.

Telur yang sudah dicampur dengan sperma diaduk secara merata dengan

bulu ayam, dan kemudian ditebar dalam hapa 30 mm yang terletak dalam

aquarium atau bak tangki yang berisi air bersih. Suhu untuk penetasan telur

biasanya 26-30 oC. Telur yang sudah terbuahi akan menetas setelah 20-30

jam.

2.6.7. Striping (Pengeluaran Telur)

Proses pengeluaran telur pada induk ikan dilakukan dengan cara


12

pengurutan pada perut (striping). Sebelum distriping, induk dilakukan

pengecekan apakah sudah ovulasi atau belum. Waktu ovulasi 12 jam

setelah disuntik dilakukan. Pengecekan dilakukan dengan mengurut perut

induk ikan dari arah kepala ke bagian genital. Apabila telur keluar,maka

induk siap untuk distriping dan kalau telur belum keluar, maka tunggu sekitar

1 jam lagi sampai induk ovulasi.

Induk betina yang sudah ovulasi ditangkap kemudian induk ikan

dikeringkan dengan handuk/ tisu. Kemudian striping dengan mengurut perut

dari arah kepala sampai lubang genital yang kemudian telur ditampung

dengan wadah plastik dalam keadaan kering.

Telur yang sudah ditampung kemudian ditimbang untuk mengetahui

berapa telur yang dikeluarkan induk saat striping dan mengetahui berapa

jumlah larva yang akan dihasilkan. Setelah pengurutan pada induk betina,

selanjutnya pengurutan pada induk ikan jantan untuk mengeluarkan

spermanya yang ditampung dengan wadah yang sudah berisi larutan NaCl

0,9%.

2.6.8. Penetasan Telur

Penetasan telur merupakan proses pemisahan larva ikan dari

cangkangnya yang sering terjadi pada waktu yang sama dan dipengaruhi

oleh keberadaan oksigen,cangkang telur yang dapat menghambat filter

penyakit, kualitas air dan sifat alami larva yang berenang secara aktif dan

tidak aktif. Selanjutnya larva berkembang, dimana saat menetas tidak ada

mulut, gelembung renang belum terisi, alat pencernaan belum sempurna

dan ukuran yolk berpacu pada perkembangannya, serta selalu tanpa

figmentasi. Setelah larva berkembang disiapkan fasilitas penampungan

larva seperti bak, happa, inkubator besar, dan kolam kecil serta lingkungan
13

harus kaya oksigen, bersih, bebas dari predator, serta temperatur stabil

(Alawi,1995).

Pada saat kemampuan larva masih sangat terbatas ternyata kuning

telur merupakan sumber nutrien dan energi utama bagi larva. Oleh karena

itu, volume kuning telur, ukuran tubuh dapat menunjukkan keberhasilan

larva melewati fase kritis dalam siklus hidupnya (Tang, 2000).

2.7. Pemeliharaan larva

2.7.1. Persiapan wadah pemeliharaan larva

Pemeliharaan larva dilakukan dalam wadah pemijahan yang sekaligus

sebagai tempat penetasan telur dengan mengangkat induk yang telah

memijah, dalam wadah penetasan, atau wadah khusus (akuarium yang

terbuat dari fiber). Larva berusia dua hari diberi pakan berupa pakan alami

yaitu artemia, dan pada usia tiga hari diberi pakan berupa Tubifek selama

10 hari, dosis pemberian pakan 0,5 % dari berat tubuh, dengan frekuensi

pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari yaitu pagi, siang, sore hari.

Kekurangan pakan selama pemeliharaan diketahui sebagai penyebab

kematian ikan. Oleh karena itu, dalam pemeliharaan larva lebih

membutuhkan perhatian yang intensif.

2.7.2. Penebaran larva

Penebaran sebaiknya dilakukan pada pagi hari ketika suhu tidak

terlalu tinggi. Cara penebaran adalah dengan memindahkan larva dari bak

penetasan menggunakan ember, dan kemudian ditebar pada permukaan

media pemeliharaan (kolam). Untuk menghilangkan stres larva akibat

perbedaan suhu media penetasan dengan pemeliharaan, dilakukan


14

aklimatisasi terlebih dahulu. Aklimatisasi dilakukan dengan menyamakan

terlebih dahulu suhu media penetasan dan pemeliharaan (BPPKP,2014).

2.7.3. Perkembangan Larva

Perkembangan larva dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap

pralarva dan tahap pasca larva. Pra larva merupakan tahap dari mulai

menetas hingga habisnya kuning telur, sedangakan pasca larva mulai dari

hilangnya kantung kuning telur sampai terbentuknya organ-organ baru.

Pada stadia larva, baik morfologi, anatomi maupun fisiologi ikan masih

sangat sederhana. Tubuh larva masih terlihat transparant, sirip dada dan

sirip ekornya sudah terbentuk tetapi masih belum sempurna. Sirip hanya

berentuk tonolan, mulut dan rahang belum berkembang dan usus masih

merupakan lambung lurus. Sistem pernapasan dan peredaran darah belum

sempurna. Selain perkembangan anatomis dan fisiologis selama stadia

larva juga terjadi perkembangan tingkah laku sebagai konsekuensi ketiga

dalam perkembangan larva.

Larva ikan baung yang baru menetas langsung mengalami pigmentasi

mata, sirip dada, sirip ekor, dan sungut. Setelah 26 jam, mulut mulai

membuka dan umur 52 jam larva mulai makan dan pada saat tersebut

bukaan mulut mencapai 0,55 mm. Ketika umur 63.15-72 jam, kuning telur

telah habis sehingga pergerakan larva semakin aktif unuk mencari makanan.

2.7.4. Pemberian Pakan Larva

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pemeliharaan larva

adalah pemberian pakan yang cocok dan waktu pemberian makanan yang

tepat, sebab bukaan mulut larva sangat kecil; sistem pencemaannya masih
15

hangat sederhana (secara anatomis dan fisiologis); dan pergerakan larva

masih terbatas.

Pengetahuan mengenai perkembangan bukaan mulut dan sistem

pencernaan larva dapat membantu kita untuk menentukan makanan (pakan)

yang cocok bagi larva ikan baung. Namun, dewasa ini pakan yang lazim

diberikan pada larva stadia awal yang bukaan mulutnya besar adalah kutu

air (Daphnia sp. dan Moina sp.); makanan untuk larva yang bukaan mulutnya

sedang adalah Artemia; sedangkan larva yang bukaan mulutnya kecil

adalah Rotifera. Menentukan bukaan mulut larva dapat dilakukan

berdasarkan panjang tubuh larva, sebab terdapat korelasi positif antara

lebar bukaan mulut dan panjang tubuh larva. Korelasi antara panjang dan

bukaan mulut larva ikan baung mengikuti persamaan Y= - 2,1506 + 0,3933X.

Umumnya, makanan yang diberikan pada larva stadia awal adalah

pakan alami (bukan pakan buatan). Pakan alami mengandung enzim yang

berperan sebagai enzim pencemaan pada larva. Keberadaan enzim

tersebut dalam makanan alami dapat mengantisipasi perkembangan sistem

pencemaan larva stadia awal, termasuk produksi enzim pencernaan.

Mengingat kondisi morfologi, anatomi, dan fisiologi larva yang telah

diuraikan di atas, maka kemampuan larva untuk mencari, memangsa, dan

mencerna makanan masih sangat terbatas. Padahal, makanan merupakan

sumber nutrien dan energi yang dibutuhkan oleh larva untuk

mempertahankan hidupnya. Pada saat kemampuan larva masih sangat

terbatas tersebut, ternyata kuning telur merupakan sumber nutrien dan

energi utama bagi larva selama periode endogenous feeding, yang dimulai

saat fertilisasi dan berakhir saat larva mulai memperoleh pakan dari luar.

Oleh karena itu, volume kuning telur, selain ukuran tubuh, dapat

menentukan keberhasilan larva melewati fase kritis dalam siklus hidupnya.


16

Larva ikan baung mempunyai volume kuning telur yang besar (498

mm3) sehingga cadangan makanan tersebut cukup untuk membangun

organ tubuh. Dengan demikian, larva ikan baung telah siap beradaptasi

dengan lingkungan dan pakan dari luar (exogenous feeding). Larva ikan ikan

baung tersebut sudah mampu memangsa dan mencema makanan pada

saat kuning telur masih tersisa, sehingga di dalam tubuh larva terdapat dua

sumber energi, yaitu kuning telur (endogenous energy) dan pakan dari luar

(exogenous energy).

Hal ini sangat mendukung kondisi larva untuk melewati fase kritis.

Sebaliknya, jika saat kuning telur sudah habis dan larva belum dapat

beradaptasi dengan lingkungan dan pakan dari luar atau kemampuan

memangsa dan mencema makanan belum berkembang, maka larva ikan

tersebut dalam kondisi berbahaya untuk melewati fase kritis. Pada saat

tersebut, terjadi kekosongan sumber energi.

Larva ikan baung berumur 1 - 5 hari dapat diberi pakan alami berupa

Artemia salina atau Moina sp. dengan kepadatan 1 – 2 ekor/ml. Pada saat

berumur 4 - 8 hari, larva ikan baung sudah dapat diberi cincangan cacing

Tubifex sp. dan Daphnia sp. Ketika berumur 7 hari, larva ikan baung dapat

diberi pakan berupa cacing Tubifex sp. sebanyak 10 mg/ekor.

2.7.5. Pengelolaan kualitas Air

Air merupakan media yang digunakan dalam budidaya ikan, maka air

sangat berpengaruh terhadap munculnya ektoparasit. Munculnya

ektoparasit tersebut berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan baung.

Agar kelangsungan hidup ikan mencapai optimal, maka kondisi kualitas air

harus tetap terjaga Yuliartati (2011). Oleh karena itu, kualitas air perlu dalam

usaha budidaya ikan baung.


17

Parameter fisika, kimia yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan

antara lain suhu, oksigen derajat keasaman (pH) Murti (2009). Agar

pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikam mencapai optimal, maka perlu

memperhatikan beberapa faktor lingkungan, antara lain suhu,Ph, tingkat

kecerahan dan oksigen terlarut (DO) (Effendie,2003).

Suhu 27°C (suhu kamar) memberikan hasil terbaik bagi kelangsungan

hidup larva ikan baung. Hasil ini memberikan harapan bagi kegiatan

pembenihan skala mmah tangga karena tidak memerlukan alat khusus

untuk meningkatkan suhu air. Salinitas kisaran optimal adalah 0 - 3 ppt,

namun untuk mencegah berbagai bibit penyakit, sebaiknya larva dipelihara

pada media air yang bersalinitas 1 ppt. Untuk mendapatkan salinitas 1 ppt

dilakukan dengan cara melarutkan 1 g garam dalam 1 liter air. Media yang

dibutuhkan dapat berupa air jernih maupun air hijau. Namun, hasilnya akan

lebih baik jika larva ikan baung tersebut dipelihara pada media air hijau.

Tabel 3. Beberapa nilai kualitas air bagi larva Ikan Baung

Parameter Nilai optimal


Suhu (oC) 27o – 33o C
Salinitas (ppt) 0- 3 ppt
Cahaya Gelap – terang
Tinggi air 35 cm
Media Green Water
alkalinitas 20 – 70

2.7.6. Pengendalian hama dan penyakit

Penyakit yang sering menyerang ikan baung adalah Ichthyopthirius

multifiliis atau lebih dikenal dengan white spot (bintik putih). Pencegahan,

dapat dilakukan dengan persiapan kolam yang baik, terutama pengeringan

dan pengapuran. Pengobatan dilakukan dengan menebarkan garam dapur


18

sebanyak 200 gr/m³ setiap 10 hari selama pemeliharaan atau merendam

ikan yang sakit ke dalam larutan Oxytetracyclin 2 mg/liter.

2.7.6. Panen

Tujuan dilakukan pemanenan yaitu untuk mengetahiu hasil akhir

selama pemeliharaan. Adapun prosedur kerjanya yaitu:

 Alat dan bahan disiapkan

 Kelambu panen dipasang pada pintu pengeluaran air

 Pintu pengeluaran air dibuka agar air dapat mengalir keluar

 Waring dipasang pada sudut kolam yang berisikan air dekat

dari kolam yang akan dipanen

 Setelah air kolam surut, ikan dipanen dengan cara ditangkap

mennggunakan alat bantu seser kemudian dimasukkan

kedalam ember

 Kemudian ember diangkat ke waring/hapa yang telah disiapkan

 Setelah ikan pada kolam habis, kelambu panen pada pinti

pengeluaran air dilepas

 Apabila terdapat ikan didalamnya maka ikan tersebut

dipindahkan ke waring

 Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari.

2.3. Analisis Finansial

Bertujuan mengetahui tingkat kelayakan dan manfaat dari suatu

perhitungan terhadap pengembangan bisnis yang direncanakan. Menurut

lakamisi dan Usman (2016) analisis finansial adalah aspek keuangan,


19

terutama lalu lintas uang yang terjadi selama kegiatan usaha diperlukan

perumusan kriteria-kriteria kelayakan finansial seperti laba/rugi, R/C Ratio,

BEP.

2.3.1. Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli

aktiva tetap. Biaya investasi hanya dikeluarkan selama usaha yang

bersangkutan dijalankan (Hudaya dan Masri, 2015). Menurut Tandelilin

(2010:2) investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya

lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh

keuntungan di masa datang.

2.3.2. Pendapatan

Pendapatan adalah hasil penjualan seluruh hasil produksi dikalikan

dengan harga per unit produksi. Menurut NEA (2000) adalah hasil dari

aktifitas,kegiatan pelayanan dari sebuah program yang diukur dengan

menggunakan takaran volume/banyaknya.

Perhitungan pendapatan ini terdapat beberapa kriteria yaitu

pendapatan kotor dan bersih atau disebut sebagai laba. Pendapatan

bersih/laba adalah pendapatan dikurangi biaya perawatan (Hudaya dan

Masri, 2015).

2.3.3. Payback Priode (PP)

Payback periode merupakan salah satu analisa yang dapat digunakan

untuk mengetahui seberapa lama biaya investasi dapat kembali dengan

syarat nilai payback periode lebih kecil maka dikatakan menguntungkana

(Sidauut et.al.,2015).
20

2.3.4. B/C Ratio

B/C Ratio adalah hasil dari perhitungan jumlah pendapatan dan biaya

produksi, nilai B/C Ratio lebih besar dari pada satu maka usaha tersebut

layak untuk dijalankan (Ningsih et al.,2013). Perbandingan antara

pendapatan dan pengeluaran dimana jika nilainya ≥ 1 maka usaha tersebut

dianggap layak untuk dilanjutkan. Menurut Kuswadi (2005:135) adalah salah

satu konsep yang biasa digunakan untuk menentukan kelayakan dari

sebuah proyek.
III. METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Karya Ilmiah Praktek Akhir (KIPA) ini di laksanakan dari tanggal 1

Maret 2023 sampai tanggal 31 Mei 2023 bertempat di UPTD Balai Benih Ikan

Lokal (BBIL) Bangkinang Dinas Perikanan Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

Lokasi Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) dapat dilihat pada gambar dibawah

ini.

Gambar 2. Lokasi Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA)


Sumber : Google Maps (2023)

3.2. Metode Kerja Praktik akhir

Metode yang digunakan dalam karya ilmiah praktik akhir ini adalah

metode survey dengan cara mengikuti secra langsung seluruh kegiatan yang

dilakukan pada tahap pembenihan ikan baung serta melakukan diskusi


22

dengan pembimbing dilapangan mengenai pembenihan ikan baung

(hemibagrus nemurus).

3.3. Sumber Data

3.3.1. Data Primer

Data Primer adalah data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dan

pengamatan secara langsung di lokasi Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA).

Data yang di kumpulkan meliputi : kondisi umum BBI, seluruh rangkaian

proses produksi/pembenihan, bahan atau material yang digunakan, metode

atau SOP yang dijalankan, sarana prasarana yang dimiliki dan sumber daya

manusia yang bekerja di lokasi KIPA.

3.3.2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data dukung yang didapat dari BBIL

Bangkinang Dinas Perikanan Kabupaten Kampar Provinsi Riau, Studi

Pustaka dan berbagai tulisan yang terkait.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam kegiatan

Kerja Praktik Akhir (KPA) adalah sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara


melakukan pengamatan terhadap berbagai kegiatan dalam teknik
pembenihan ikan baung.

b. Metode Partisipasi Aktif

Metode partisipasi aktif adalah metode pengumpulan data dengan


cara terlibat langsung secara aktif dalam kegiatan teknik pembenihan ikan
baung.
23

c. Metode Wawancara

Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara


melakukan tanya jawab dengan pembimbing lapangan dan karyawan
mengenai kegiatan teknik pembenihan ikna baung.

d. Metode Studi Literatur

Metode studi literatur adalah metode pengumpulan data dengan cara


penelusuran pustaka melalui literatur yang berkaitan dengan kegiatan teknik
pembenihan ikan baung.

3.5. Metode Pengolahan Data

Dalam pelaksanaan Karya Ilmiah Praktik Akhir, data di kumpulkan, di

koreksi, di tabulasikan dalam bentuk tabel dan grafik selanjutnya di analisa

serta di simpulkan. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data kualitatif dan kuantitatif.

a. Data kualitatif adalah data yang di sajikan dalam bentuk data verbal

bukan dalam bentuk angka.

b. Data Kuantitatif adalah jenis data yang diukur atau dihitung secara

langsung, yang berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan

dengan bilangan atau bentuk angka. (Yokyakarta : Rakesarasin,

1996).

3.6. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian data tersebut diklasifikasikan,

dianalisis dan diinterprastasikan secara akurat sehingga diperoleh suatu

data yang baik.


24

3.6.1. Fekunditas

Fekunditas adalah perbandingan jumlah telur per kilogram induk

terhadap bobot induk awal. Secara matematis, perhitungan fekunditas dapat

dilihat pada rumus dibawah ini.

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑖𝑛𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑖𝑛𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟


Fekunditas = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟

3.6.2. Tingkat Pertumbuhan (Fertilization Rate,FR)

Tingkat kelangsungan /pembuahan telur ikan baung air tawar dapat

dihitung dengan rumus dibawah ini.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖 (𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟)


FR = x 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟)

3.6.3. Tingkat Penetasan (Hatching Rate,HR)

Daya tetas telur adalah kemampuan telur untuk berkembang selama

proses embriologis sampai telur menetas (Bastiar et al,2009 dalam marsela

et al, 2018). Daya tetas telur dihitung menggunakan rumus menurut

Effendie (2002), yaitu :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠 (𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟)


HR = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖 (𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟) x 100%

3.6.4. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate,SR)

Derajat kelangsungan hidup merupakan persentase dari jumlah ikan

yang hidup dan jumlah ikan pada akhir penelitian (Effendie,1997 dalam

Madinawati et al, 2011).

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
SR = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑤𝑎𝑙

Keterangan : SR = Tingkat kelulus hidupan (%)

Nt = Jumlah kutivan pada akhir penelitian

N0 = Jumlah kutivan pada awal penelitian


25

3.6.5. Input

Input adalah sejumlah uang yang dikeluarkan atau dikorbankan, guna

mencapai suatu tujuan yaitu untuk mengetahui posisi keberhasilan yang

dicapai dari suatu usaha selama kegiatan produksinya berlangsung.

Menurut Fitz Geraid (2002) adalah sebuah bentuk proses yang dilakukan

pada kegiatan ekonomi, yang mana hasilnya akan menjadi sebuah laporan

kepada pihak yang berkaitan.

Input = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap

a. Investasi

Investasi Menurut Tandelilin (2010:2) adalah komitmen atas sejumlah

dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pasa saat ini, dengan tujuan

memperoleh keuntungan di masa datang.

Investasi = Jumlah Komponen x Nilai Satuan

b. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh tingkat

operasi pada periode waktu tertentu. Biaya ini harus dikeluarkan sesuai

dengan kebutuhan teknis meskipun tidak sedang beroperasi. Menurut

Mulyadi (2005:13) biaya yang jumlahnya tetap konstan tidak dipengaruhi

perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai tingkat kegiatan tertentu.

c. Biaya tidak tetap (Variabel Cost)

Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya bervariasi mengikuti

produksi yang dilakukan. Biaya variabel adalah biaya yang habis dalam
26

satu periode pemeliharaan. Menurut Mulyadi (2005:13) adalah biaya yang

jumlah totalnya berubah secara sebanding dengan volume kegiatan atau

aktivitas.

3.7. Output (Pendapatan)

Menurut NEA (2000) adalah hasil dari aktifitas, kegiatan pelayanan

dari sebuah program yang diukur dengan menggunakan takaran

volume/banyaknya.

Output = Hasil Panen x Harga Jual Ikan/Ekor

3.8. Analisis Manfaat

a. Keuntungan (Benefit)

Keuntungan dikurangi semua biaya. Menurut Soemars (2010) adalah

selisish lebih pendapatan atas beban sehubungan dengan kegiatan usaha.

Apabila beban lebih besar dari pendapatan selisihnya disebut rugi. Laba/rugi

merupakanhasil perhitungan secara periodik (berkala).

Keuntungan = Pendapatan – Pengeluaran

b. Aliran Kas (Cash Flow)

Aliran kas adalah sejumlah uang kas yang digunakan untuk keperluan

yang terdiri dari aliran kas masuk dan aliran kas keluar. Menurut PSAK No.2

(2002:5) aliran kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas.

Laporan aliran kas merupakan ringkasan dari penerima dan pengeluaran

kas perusahaan selama periode tertentu (biasanya1 tahun buku).

Aliran Kas = Keuntungan + Penyusutan


27

c. Waktu Pengembalian (PayBack Periode)

Pay Back Periode adalah pengembalian modal dimana merupakan

suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi

dengan menggunkan aliran kas masuk yang diperoleh, layak tidaknya suatu

peluang usaha tergantung berapa lama periode semakin menguntungkan.

Pengertian payback periode Menurut Dian Wijayanto (2012:247) adalah

periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (inital

cash investment).

𝑰𝒏𝒗𝒆𝒔𝒕𝒂𝒔𝒊
PP = 𝒙 𝟏 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏
𝑪𝒂𝒔𝒉 𝑭𝒍𝒐𝒘

d. B/C Ratio

Merupakan perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran

dimana jika nilainya ≥ 1 maka usaha tersebut dianggap layak untuk

dilanjutkan. Menurut Kuswadi (2005:135) adalah salah satu konsep yang

biasa digunakan untuk menemukan kelayakan dari sebuah proyek.

𝑶𝒖𝒕𝒑𝒖𝒕
B/C Ratio =
𝑰𝒏𝒑𝒖𝒕
IV. KEADAAN UMUM

4.1. Letak geografis

Karya Ilmiah Prakrek Akhir (KIPA) ini dilaksanakan selama 3 bulan

terhitung dari tanggal s/d 31 mei 2023 bertempat di UPTD Balai Benih Ikan

Lokal (BBIL) Bangkinang Dinas Perikanan Kabupaten Kampar Provinsi

Riau. Kabupaten Kampar dengan luas lebih kurang 1.128.928 Ha dengan

jumlah penduduk pada tahun 2015 sebanyak 773.171 jiwa merupakan

daerah yang terletak antara 01000’40’’ Lintang Utara sampai 00027’00’’

Lintang selatan, dan 100028’30’’ – 101014’30’’ Bujur Timur, dengan batas

wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan kota pekanbaru dan kabupaten siak

2. Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten kuantan singing

3. Sebelah barat berbatasan dengan kab. Rokan hulu dan provinsi

sumatra barat

4. Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten pelalawan dan

kabupaten siak.

Gambar 3. Peta Wilayah Kabupaten Kampar


Sumber : PotretNews.com (2018)

28
29

4.2. Sejarah Perusahaan

Pada tahun 1958, Dinas Perikanan Kabupaten Kampar adalah

Instansi Pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Riau yang kedudukan

sebagai Cabang Dinas dari Dinas Perikanan Darat Provinsi Daerah Tingkat

I Riau, serta mempunyai tugas pokok melaksanakan penyuluhan-

penyuluhan kepada masyarakat dalam usaha perikanan, seperti tata cara

pemeliharaan ikan air tawar didalam kolam, dan penyuluhan tata cara

membangun kolam.

Adapun sebutan untuk Dinas Perikanan pada masa itu adalah Dinas

Perikanan Darat Wilayah Kabupaten Kampar, dengan menempati gudang

BBI Bangkinang sebagai kantor yang beralamat d Jl. Prof. M.Yamin SH

Bangkinang komplek Kantor Dinas Kabupaten Kampar saat ini.

Sejalan dengan perkembangannya, pada tahun 1981 sebutan Dinas

Perikanan Darat Wilayah Kabupaten Kampar berubah menjadi Cabang

Dinas Perikanan Kabupaten Kampar dan ini berlangsung sampai terbuatnya

peraturan Daerah Kabupaten Kampar No.09 tahun 1989 tentang

pembentukan susunan organisasi dan tata cara Dinas Kabupaten Kampar.

Adapun pejabat yang pernah memimpin Dinas Perikanan Kabupaten

Kampar sejak tahun berdirinya 1958 sampai dengan diberlakukannya pada

Kabupaten Kampar No.09 tahun 1989 adalah sebagai berikut :

 Bapak SANUSI : Tahun 1958

 Bapak MUSLIM : Tahun 1963

 Bapak FAUZI : Tahun 1969

 Bapak UMAR LUBIS : Tahun 1970-1976

 Bapak SYAIBUN MA’ARIF : Tahun 1977-1986

 Bapak BASRI BAGIAN : Tahun 1986-1996


30

Dinas Perikanan Kabupaten Dati II Kampar dibentuk berdasarkan

peraturan Daerah Provinsi Riau No.02 tahun 1986 tentang penyerahan

sebagian urusan pemerintah Provinsi Dati I Riau yang selanjutnya menjadi

urusan Dinas Perikanan Kabupaten Dati II Kampar.

Bertitik tolak dari peraturan Daerah Provinsi Dati I Riau No.02 tahun

1986 tersebut, maka terbitlah peraturan Daerah Kabupaten Dati II Kampar

No.09 tahun 1989 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja

Dinas Perikanan Dati II Kampar, serta dilantik pada Bapak Basri Bagian

sebagai Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Dati II Kampar.

Pada tahun 1996-1997 Kepala Dinas Perikanan Dati II Kampar dijabat

oleh Ir. Aliman Makmur sebagai Pelaksana Tugas. Selanjutnya dengan

terbitnya peraturan Pemerintahan No.08 tahun 1995 tentang penyerahan

sebagian urusan pemerintahan kepada 26 (dua puluh enam) Daerah Tingkat

II percontohan otonomi, maka struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas

Perikanan Kabupaten Dati II Kampar mengalami perubahan perda No.09

tahun 1989 ke perda No.15 tahun 1999. Dan untuk kepala Dinas Perikanan

Kabupaten Dati II Kampar, masih dijabat oleh Bapak Ir. Ilyas Syamsuddin

sampai dengan akhir maret 2002 (pensiun). Sejak dengan perubahan

undang-undang No.05 tahun 1974 ke undang-undang No.22 tahun 1999,

tentang Pemerintah Daerah; pada pasal 68 ayat 1, bahwa susunan

organisasi yang diatur dalam peraturan pemerintah No.84 tahun 2000

tentang organisasi perangkat daerah.

Bertalian dengan hal tersebut diatur, maka struktur organisasi dari tata

kerja Dinas Perikanan Kabupaten Kampar menyalahi perubahan dari

Peraturan Daerah Kabupaten No.16 tahun 2001 tentang struktur organisasi

dan tata kerja Dinas Perikanan Kabupaten Kampar yang sekaligus eselonny

kepala Dinas berubah dari eselon III.A menjadi eselon II.B sedangkan
31

pejabat yang menjabat sebagai kepala Dinas adalah Ir. H. Syahmanar, S.

Umar. Sejalan dengan terbitnya peraturan pemerintah No.41 tahun 2007

tentang Organisasi perangkat daerah maka struktur organsasi dan tata kerja

Dinas Perikanan Kabupaten Kampar mengalami perubahan kembali dari

Peraturan Daerah Kabupaten Kampar No.16 tahun 2008 tentang susunan

organisasi dan tata kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kampar.

Sejalan dengan terbitnya peraturan pemerintah No.41 tahun 2007

tentang Struktur Organisasi perangkat daerah maka struktur organsasi dan

tata kerja Dinas Perikanan Kabupaten Kampar mengalami perubahan

kembali dari Peraturan Daerah Kabupaten Kampar No.16 tahun 2008

tentang susunan organisasi dan tata kerja Perangkat Daerah Kabupaten

Kampar, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kampar dijabat oleh Ir. H.

Syahmanar S. Umar, MM sampai pada tahun 2012.

Pada tahun 2012 Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kampar dijabat

oleh Ir. Ali Zabar. Selanjutnya pada akhir tahun 2012 Kepala Dinas

Perikanan Kabupaten Kampar dijabat oleh Ir. Usman Amin dan pada Tahun

2021 dijabat oleh H. Zulfahmi, S.Pi, M.Si sampai sekarang.

4.3. Tugas dan fungsi Pokok BBIL Bangkinang

Dinas Perikanan merupakan Unsur Pelaksana Pemerintah Daerah

yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten.

Dinas Perikanan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian

kewenangan Pemerintah Daerah dalam bidang Perikanan.

Fungsi

a. Perumusan kebijakan teknis bidang perikanan.

b. Pelaksanaan kebijakan teknis bidang perikanan.


32

c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan sesuai dengan lingkup tugasnya.

d. Pelaksanaan administrasi Dinas Perikanan.

e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Bupati terkadengan tugas

dan fungsinya.

4.4. Visi dan Misi Perusahaan/UPTD

4.4.1. Visi

“Terwujudnya Kabupaten Kampar Negeri Berbudaya Berdaya Dalam

Lingkungan Masyarakat Agamis Tahun 2025”

4.4.2. Misi

Misi 1 : Menyiapkan Sumber Daya Manusia yang Handal dan

Profesional Memiliki tujuan:

1. Meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial.

Dengan sasaran sebagai berikut :

a. Meningkatnya Kualitas Pelayanan Pendidikan. Melalui Strategi :

 Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan melalui peningkatan

sarana dan prasarana, mutu tenaga kependidikan, manajemen

Pelayanan pendidikan dan peningkatan budaya baca.

b. Meningkatnya Derajat Kesehatan Masyarakat. Melalui Strategi :

 Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan

akses dan kualitas pelayanan kesehatan, pencegahan dan

penanggulangan penyakit serta membangun pola hidup sehat.

c. Meningkatnya Kesejahteraan Masyarakat. Melalui Strategi :

 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

kesempatan kerja, perlindungan dan jaminan sosial serta kesetaraan

gender dan perlindungan anak.


33

d. Meningkatnya Pembangunan Kepemudaan. Melalui Strategi :

 Meningkatkan pembangunan kepemudaan melalui peningkatan

sarana dan prasarana olah raga dan peran serta pemuda dalam

pembangunan.

4.5. Struktur Organisasi

Dinas Perikanan Kabupaten Kampar dibentuk berdasarkan Peraturan

Daerah Kabupaten Kampar nomor 6 Tahun 2016 tentang Susunan

Perangkat Daerah Kabupaten Kampar. Untuk penjabaran Kedudukan,

Susunan Organisasi, Tugas dan fungsi Serta Tata Kerja Dinas Perikanan

Kabupaten Kampar diatur berdasarkan Peraturan Bapati kabupaten Kampar

Nomor 56 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan

Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Perikanan kabupaten Kampar. Dinas

Perikanan merupakan unsur pelaksana urusan pemerintah bidang

Perikanan. Dalam melaksanakan tugas tersebut diatas, maka Dinas

Perikanan Kabupaten Kampar menyelenggarakan fungsi yaitu :

a. Perumusan kebijakan teknis bidang perikanan;

b. Pelaksanaan kebijakan teknis bidang perikanan;

c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan sesuai dengan lingkup

tugasnya;

d. Pelaksanaan administrasi Dinas Perikanan;

e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Bupati terkait dengan

tugas dan fungsinya.

Bagan struktur organisasi Dinas Perikanan Kabupaten Kampar dapat

dilihat pada Gambar , sedangkan susunan organisasinya adalah sebagai


34

berikut :

1. Kepala Dinas;

2. Sekretariat terdiri dari :

a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;

b. Sub Bagian Program dan Perencanaan;

c. Sub Bagian Keuangan dan Aset.

3. Bidang Perbenihan Perikanan terdiri dari :

a. Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Benih.

b. Seksi Pembenihan Ikan.

4. Bidang Budidaya Perikanan terdiri dari :

a. Seksi Produksi dan Kesehatan Ikan.

b. Seksi Pakan Ikan.

5. Bidang Penguatan Daya Saing Hasil Perikanan terdiri dari :

a. Seksi Bina Usaha dan Perizinan.

b. Seksi Bina Mutu, Promosi dan Pemasaran Hasil Perikanan.

6. Bidang Sumberdaya Perikanan dan Kelembagaan terdiri dari :

a. Seksi Perikanan Tangkap dan Pengawasan Sumberdaya Perikanan.

b. Seksi Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan Usaha Perikanan.

Berdasarkan Peraturan Bupati Kampar Nomor 66 Tahun 2017,

tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Perikanan

Kabupaten Kampar, telah dibentuk 5 (lima) Unit Pelaksana Teknis (UPT)

yang dapat menyelenggarakan sebagian tugas pokok dan fungsi Dinas

Perikanan Kabupaten Kampar. 5 (Lima) UPT tersebut :

1. UPT Balai Benih Ikan Bangkinang.

2. UPT Balai Benih Ikan Sipungguk.


35

3. UPT Laboraturium Penyakit Ikan dan Kualitas Air.

4. UPT Usaha Produksi Perikanan.

5. UPT Pengelolaan Pakan Ikan.

Gambar 4. Struktur Organisasi Dinas Perikanan Kabupaten Kampar


Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Kampar (2018)

4.5. Infrastruktur dan sarana produksi

4.5.1. Fasilitas utama kegiatan pembenihan

Fasilitas utama merupakan fasilitas yang dibutuhkan pada kegiatan

pembenihan ikan baung. Apabila fasilitas tidak ada maka kegiatan

pemeliharaan ikan baung tidak dapat berjalan. Fasilitas utama pada larva,

induk, wadah pemeliharaan, wadah kultur pakan alami, penyediaan air

tawar, dan sistem suplai oksigen.

4.5.2. Kolam pemelliharaan induk

Kolam pemeliharaan induk ikan baung dilakukan dalam kolam semi

inensif sebanyak 2 unit kolam dengan ukuran 48 M X 25 M dengan

ketinggian air 1 M.
36

Gambar 5. Wadah Pemeliharaan Induk


Sumber : Dokunebtasi Pribadi 2023

4.5.3. Wadah pemijahan induk

Wadah pemijahan menggunakan bak fiber berbentuk persegi panjang

dengan ukuran 2 x 1 M yang telah dipasangkan hapa (kurungan) untuk

mencegah ikan keluar selama proses terjadi yang dilengkapi dengan saluran

inlet dan outlet.

Gambar 6. Wadah pemijahan


Sumber : dokumentasi pribadi 2023

4.5.4. Wadah penetasan dan pemeliharaan larva

Wadah penetasan telur yang digunakan di BBIL Bangkinang berupa

bak fiber dengan ukuran 200 x 100 x 80 cm yang diberi aerasi sebanyak 2

titik. Setelah telur menetas maka dilakukan pemeliharaan dengan wadah

yang sama.
37

Gambar 7. Wadah penetasan dan pemeliharaan


Sumber : dokumentasi pribadi 2023

4.5.5. Wadah kultur pakan alami

a. Wadah kultur zooplakton Artemia Sp.

Wadah kultur Artemia Sp dilakukan dengan bak fiberglass berbentuk

kerucut dengan volume 12 liter. Wadah kultur dilengkapi dengan aerasi

berjumlah 2 dan pipa outlet pada bagian bawah.

Gambar 8. Wadah kultur artemia


Sumber : dokumentasi pribadi 2023

4.5.6. Sistem suplai oksigen

Digunakan untuk menghidupkan aerasi yang terdapat pada tiap wadah

budidaya ikan. Kebutuhan aerasi di BBIL Bangkinang disuplai dengan

Atman yang berjumlah 2 unit dengan daya 16.000 Hp.


38

Gambar 9. Sistem suplai oksigen


Sumber : dokumentasi prinadi 2023

4.6. Bangunan dan sarana produksi

4.6.1. Gudang pakan

Gudang pakan yang berada di BBIL Bangkinang ini digunakan untuk

menyimpan suplai pakan ikan yang dibududaya.

4.6.2. Laboratorium kualitas air

Laboratorium kualitas air merupakan penunjang kegiatan budidaya

ikan. Laboratorium ini dilengkapi dengan alat-alat pengukuran kualitas air

seperti Ph meter, DO meter, refaktometer, planktonet serta reagen uji

lainnya. Kegiatan pengujian kualitas air ini dilakukan seminggi sekali.

4.6.3. Hatchery

Hatchery adalah proses dan tempat berlangsungnya proses

pembenihan untuk mendapatkan bibit yang nantinya dapat dibudidayakan.


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pemeliharaan induk

Di balai benih ikan lokal (BBIL) Bangkinang dinas perikanan

Kabupaten Kampar induk ikan baung yang digunakan berasal dari alam dan

pemeliharaan budidaya lain. Pemeliharaan induk ikan baung ini dilakukan

pada kolam semi intensif (dasar tanah) dengan luas 15 x 10 m dan

ketinggian air 1 m. Kolam menggunakan sistem air mengalir yang dilengkapi

saluran inlet dan outlet air yang berfungsi secara baik.

Pemeliharaan ini bertujuan untuk mempersiapkan induk ikan dengan

kualitas baik untuk dipijahkan agar menghasil kan benih yang bagus dan

berkualitas budidaya ikan air tawar dengan kepadatan 1 ekor/m2 yaitu luas

kolam dibagi dengan padat tebar. Jumlah induk ikan yang dipelihara

sebanyak 150 ekor yang terdiri dari 80 induk betina dan induk jantan 70 ekor.

Dengan rata-rata berat induk jantan 1,5 kg dengan panjang 60 cm, dan rata-

rata induk betina 1,5 kg panjang cm.

Gambar 10. Pemeliharaan induk (a) induk inkan baung, (b) klam
pemeliharaan induk
Sumber : Dokumentasi pribadi 2023

39
40

5.2. Pemberian pakan

Pemberian pakan Induk ikan baung di UPTD Balai Benih Ikan Lokal

(BBIL) yaitu menggunakan pakan buatan HI PRO-VITE 781-1 yang

disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Pakan pellet diberikan pada pagi

hari sekitar pukul 07.30 WIB dan sore hari sekitar pukul 17.00 WIB. Banyak

pakan yang diberikan dalam sehari 1 induk 3 kg.

Pakan pellet ini mengandung 31% protein, 5% lemak, 8% serat, 13%

kadar air, 12% kadar abu. Pakan ini dibuat dari bahan berkualitas tinggi dan

dipilih dari bahan-bahan yang terseleksi dengah seksama.

Gambar 11. Pakan Induk


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Berat induk x Jumlah induk : 100%

= 225 x 3% (dosis pakan)

= 6,75% / 2 (pemberian pakan dalam 1 hari)

= 3,37 kg

5.3. Pengelolaan kualitas air

Pengelolaan kualitas air ikan baung di BBIL Bangkinang dilakukan

dengan menggunakan sistem air mengalir. Sistem air mengalir yang

diterapkan pada kolam memungkinkan kualitas air terkelola secara terus

menerus. Selain itu dilakukan juga pembersihan pematang kolam untuk


41

menjaga kebersihan kolam induk, pembersihan kolam dilakukan 2 kali

seminggu yang bertujuan untuk membersihkan rumput-rumput yang tumbuh

disekitaran kolam pemeliharaan induk.

Kualitas air merupakan faktor penentu dalam berbudidaya ikan. Upaya

Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu dan ph. Adapun hasil

pengukuran kualitas air sebagai berikut:

Tabel 6. Parameter Kualitas Air

No Kualitas air Satuan Hasil Pengamatan SNI 7901.2:2013


0 31
1 Suhu C 28-32
2 SNI g/l 28 28-33
3 pH - 8 7,5-8,5
4 DO Mg/l 4,44 Minimal 5

5.4. Pencegahan hama dan penyakit

Pencegahan hama dan penyakit pada ikan baung dilakukan dengan

cara menebarkan garam dapur sebanyak 200 gram/m setiap 10 hari selama

pemeliharaan atau merendam ikan yang sakit kedalam larutan

Oxytetracyclin (obat untuk infeksi bakteri pada ikan) 2 mg/liter.

5.5. Seleksi Induk

Seleksi induk dilakukan untuk memilih induk ikan baung yang sudag

siap untuk dipijahkan.seleksi induk dilakukan pada pagi hari, sebelum itu

induk ikan tidak diberi makan terlebih dahulu yang bertujuan untuk

menghindari stress pada induk dan untuk menghindari induk mengeluarkan

fases saat seleksi. Induk ikan baung uang siap untuk dipijahkan memiliki fisik

yang sehat dan beumur 1,5 tahun untuk induk ikan betina dan 1 tahun untuk

ikan jantan. Sebelum melakukan seleksi induk terlebih dahulu

mempersiapkan peralatan yang digunakan seperti jaring insang/ berok

dengan ukuran 10 m dengan menyeret dari bagian depan ke bagian


42

belakang kolam.

Untuk memindahkan induk ikan dari kolam ke bak fiber dengan

ember/karung agar ikan tidak melawan saat dipindahkan. Pada induk betina

memiliki lubang genital memerah dan induk jantan memiliki papilla melebihi

sirip anal dan berwarna merah dibagian ujungnya. Pengambilan sampel telur

dilakukan proses kanulasi dengan alat bantu kateter. Sampel telur yang

didapat dilerakkan dalam wadah/cawan untuk diamati diameter dan

keseragaman teluryang bagus/ideal. Karakteristik induk yaitu memiliki telur

berwarna kuning kecoklatan, diameter 1,5 sampai 1,8 mm dengan bentuk

yang sama/seragam.

Gambar 12. (a) Pemberokan induk, (b) proses kanulasi


Sumber : dokumentasi pribadi (2023)

Tabel 7. Ciri-Ciri Induk Matang Gonad

No Jantan Betina
1. Gerakan lincah dan gesit Perut membesar ke arah anus
2. Keluar cairan sperma berwarna Keluar beberapa butiran telur
putih susu dan kental jika diurut berbentuk bundar dan berukuran
ke arah anus. seragam bila diteter
3. Alat kelamin membengkak Genital membengkak dan
berwarna kemerahan berwarna merah tua
4. Kulit perut lembek dan tipis Perut terasa empuk dan halus
saat diraba
5. Berat 1,5 kg / ekor (1 tahun) Berat 1,5 kg / ekor (1 tahun)
43

Menurut purnama dkk,(2011),ikan yang matang gonad adalah pada

induk betina perut buncit, terasa lembek/empuk bila diraba, kelamin

membengkak dan berwarna kemerahan. Sedangkan induk jantan perut nya

langsing, lincah, bila diurut mengeluarkan cairan putih susu (sperma).

(a) (b)

Gambar 13. Seleksi induk (a) induk betina, (b) induk jantan
Sumber : dokumentasi pribadi (2023)

Setelah itu induk ikan ditimbang bobotnya untuk mendapatkan dosis

hormon yang akan digunakan pada saat penyuntikan hormon tidak tertukar.

Tabel 8.Data Induk Yang Siap untuk Dipijahkan

No Jantan (kg) Betina (kg)


1. 1,5 1,5
2. 1,5 2
3. 2 2,5
4. 1 -
5. 1,5 -
6. 2 -
7. 1,5 -

5.6. Pemijahan

Pemijahan ikan baung dilakukan dengan metode semi buatan dengan

metode striping yang diawali dengan penyuntikan hormon. Induk yang siap

dipijahkan diberok selama 24 jam untuk meminimalisir keluarnya fases

ketika distripping. Hormon yang digunakan untuk pemijahan buatan induk

baung adalah dengan merk ovaspace. Kandungan ovaspace memiliki


44

manfaat untuk membantu pproses pengeluaran telur pada ikan betina , serta

membuat ikan jantan memproduksi lebih banyak sperma sehingga ikan

dapat ovulasi atau spermiasi yang dapat mempermudah stripping.

Perbandingan 1 : 2 yang artinya 1 induk betina dan 2 induk jantan. Banyak

induk ikan baung yang digunakan adalah 3 induk betina dan 6 induk jantan.

Gambar 14. Ovaspec


Sumber : dokumentasi pribadi (2023)

Tabel 9. Dosis penyuntikan

No Induk Waktu Dosis Ovaspec


1. 1,5 kg 09.00 0,5 ml
2. 1,5 kg 17.00 0,2 ml

Penyuntikan dilakukan secara intramuscular yaitu penyuntikan ke

dalam otot yang dilakukan pada belakang sirip dengan kemiringan 450. Pada

induk betina menggunakan dosis 0,5 ml/kg dengan dua kali penyuntikan.

Interval waktu penyuntikan pertama 8 jam, suntik pertama sebanyak 1/3 dari

total dosis dan suntikan kedua 2/3 dari dosis total. Induk jantan disuntik

dengan dosis 0,2 ml/kg pada saat penyuntikan kedua induk betina. Proses

ovulasi terjadi 8 sampai 9 jam setelah penyuntikan keduanya (Menurut

triyana,2011).
45

Gambar 15. Penyuntikan Induk Ikan


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Setelah itu induk betina dan jantan yang sudah disuntik dimasukan

dalam bak pemijahan berupa bak fiber yang telah dilengkapi dengan aerasi

dan hapa (kurungan) secara terpisah.

5.7. Striping (Pengeluaran Telur)

Proses stripping dilakukan jika telur terlihat berada di ujung lubang

genital induk betina. Dengan cara melakukan pengecekan pada lubang

genital induk betina, jika erut ditekan sedikit kemudian telur keluar dan

proses stripping dapat segera dilakukan. Jika penekanan hanya kelur urin,

maka dilakukan pengecekan kembali setelah 1 jam. Stipping induk betina

dilakukan dengan cara memijit bagian perut (dari sirip ventral ke arah sirip

anal) secara perlahan untuk mengeluarkan telur. Telur ditampung

menggunakan wadah plastik yang sudah dikeringkan.

Pengambilan sperma pada induk jantan dilakukan melalui proses

striping seperti pengambilan telur pada induk betina, sperma yang dihasikan

dua induk jantan dapat digunakan untuk membuahi telur dari satu induk

betina. Selanjutnya sperma dicampur dengan larutan fisiologis NaCl 0,9%

dan diaduk menggunakan bulu ayam. Kemudian telur yang sudah distriping

ditebar kedalam bak fiber yang sudah disiapkan. Telur yang terdapat dalam

bak fiber dilakukan penghitungan dengan cara mengambil sampel telur


46

sebanyak 5 ml pada 5 titik untuk mengetahui telur yang dihasilkan. Sebelum

itu telur diambil menggunakan serok kecil (halus) dan dilakukan perhitungan

menggunakan sendok susu sgm dan didalam sendok tersebut berapa butir

telur yang terdapat didalamnya.

Proeses pembuahan telur atau fertilisasi dilakukan saat larutan

sperma dan telur sudah siap disatukan. Wadah pencampuran telur dan

larutan sperma ridak ditambahkan air. Pencampuran dilakukan dengan cara

kontinu sehingga sperma dan telur tercampur dengan baik. Proses

pengaktifan sperma dilakukan dengan memasukan air tawar secara

perlahan dan dilakukan pengadukan sehingga telur dapat terbuahi memiliki

warna putih pucat.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 16. Striping induk (a) Striping Induk Jantan, (b) Striping Induk Betina,
(c) Pemberian air mineral, (d) Pemberian larutan NaCl 0,9% dan Sperma
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

FR (Ferilization rate) adalah derajat pembuahan telur yang diyatakan

dalam satua persen. FR dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah telur

yang terbuahi dengan menghitung jumlah total telur dengan disampling

sebanyak 5 kali di tempat yang berbeda kemudian hasilnya dikali dengan


47

jumlah volume air pada bak fiber, sebelum dihitung jumlah telur terbuahi

dilakukan penyerokan (serok halus) untuk menghitung telur yang telah

diambil dengan sendok susu sgm. Fekunditas yang di dapatkan pada

pemijahan induk ikan baung dengan bobot 1,5 kg berkisaran sebnayak

60.000 sampai 80.000 butir per kg induk. Sampel pada pemijahan ikan

baung terdapat 233.000 butir telur, yang dibuahi hanya 188.000 butir, dan

yang tidak terbuahi 45.000 butir dengan FR sebesar 80%. FR ini dihitung

menggunkan rumus (Hui et al., 2014).

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑢ℎ𝑖


FR = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑥 100%
188
= 𝑋 100 %
233
= 0,8 x 100%
= 80%

5.8. Penetasan Telur

Penetasan telur dilakukan pada bak fiber yang berukuran 200 cm x

100 cm x 80 cm dengan ketinggian air 30 cm. Sebelum digunakan

dibersihkan dengan menyikat bagian dalam bak dan dibersihkan dengan air.

Bak yang telah bersih diisi air dan dilengkapi dengan aerasi untuk

penetasan. Selama masa penetasan, media aerasi berfungsi untuk

menambah kelarutan oksigen dan menghindari adanya telur yang

menggumpal.

(a) (b)
48

(c) (d)
Gambar 17. Penetasan telur (a)Penebaran Telur (Menggunakan Bulu
Ayam), (b) Penebaran telur, (c)Panen larva
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Telur yang sudah terbuahi, selanjutnya melakukan proses penetasan

telur dalam bak. Telur dalam wadah plastik ditebar ke dalam bak penetasan

menggunakan bulu ayam. Telur yang dibuahi akan menetas menjadi larva

selama 24 jam setelah penebaran. Untuk mengamati telur yang terbuahi,

dapat dilakukan 8 jam setelah proses pembuahan dilakukan. Ciri-ciri telur

yang terbuahi adalah berwarna bening sedangkan yang tidak terbuahi

berwarna putih susu.

Telur yang telah menetas dihitung kembali, kemudian dihitung derajat

penetasannya HR. Pada penghitungan telur yang menetas didapat

sebanyak 138.000 butir dengan HR sebesar 70 %. Nilai ini dihitung dengan

rumus.

Tabel 12. Sampel perhitungan HR

Ulangan Jumlah telur (butir/ 5ml)


1 24
2 20
3 37
4 20
5 32
Total 138

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠


HR = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖
𝑥 100%
138.000
= 188.000
𝑥 100
= 70%
49

5.9. Pemeliharaan larva

Pemeliharaan larva ikan baung dilakukan pada kolam tanah (semi

intensif). Kolam tanah (semi intensif) yang digunakan berukuran 48 x 25 m

dengan ketinggian air 80 cm yang dilengkapi dengan saluran inlet dan outlet.

Larva ikan baung yang baru menetas memiliki panjang total berkisar 5-8 mm.

Selaras dengan penelitian Tang et al.,(2000) bahwa pamjang rata-rata larva

ikan baung rata-rata antara 5,79-6,20 mm. Larva selanjutnya dipindahkan

ke kolam pemeliharaan larva.

Gambar 18. Larva Ikan Baung


Sumber : Dokumentasi Pribadi 2023

5.9.1. Persiapan wadah pemeliharaan larva

Pengeringan kolam bertujuan untuk menghilangkan bibit penyakit

yang tumbuh didalam kolam. Pengeringan kolam dilakukan dengan bantuan

pompa yang dialirkan keparit/ kolam kosong. Pengeringan kolam

berlangsung 3 hari karena ukuran kolam cukup besar.

Gambar 19. Pengeringan kolam


Sumber : dokumentasi pribadi (2023)
50

5.9.2. Pengapuran dan pemupukan

Pengapuran bertujuan untuk memberantas hama penyakit yang ada

didalam kolam, menetralkan ph tanah dan air, dan menyuburkan tanah.

Kapur yang digunakan yaitu kapur pertanian atau kapur tohor dengan dosis

2 kg/m2 dengan luas kolam 48 x 25 m2. Menurut Kodri et al.,(2010) Aduk

kapur dengan ditambahkan air hingga kapur berwarna putih dan ditebar

secara merata diatas permukaan dasar kolam.

Menurut Kodri K,M. Ghufran H. (2013), pengapuran memiliki manfaat

untuk memperbaiki Ph tanah sehingga nantinya akan berpengaruh pada

kadar posfat yang berasal dari pupuk akan berdaya guna sehingga plankton

bisa selalu tumbuh karena posfat tersedia dalam jumlah yang cukup.

Gambar 20. Pengadukan kapur


Sumber : dokumentasi pribadi

Luas kolam = p x l
= 48 x 25
= 1.200

Luas kolam x dosis kapur


= 1.200 x 2
= 2.400

Jadi, dosis kapur yang digunakan sebanyak 24 kg/m.

Pemupukan bertujuan untuk menumbuhkan pakan alami yang berupa

plankton, dan lumut serta menjaga kesuburan kolam selama proses


51

budidaya. Dengan begitu, persedian pakan alami dialam kolam akan terjaga.

Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang sebanyak 10 gr/m. Banyak

pupuk yang digunakan dalam 1 kolam 3,7 kg. Pupuk dicampur secara

merata, kemudian ditebarkan keseluruh dasar kolam. Setelah dipupuk,

kolam dibiarkan selama 3 hari dari awal dipupuk (khairuman,2013).

5.9.3. Pengiasian Air Kolam

Sumber air yang digunakan berasal dari sungai stanum melalui aliran

beton. Pengisian air dilakukan dengan mengalirkan air dari saluran inlet

yang menggunakan pipa air agar masuk kedalam kolam. Kemudian kolam

di diamkan selama 3 hari untuk menumbuhkan pakan alami. Agar kolam

budidaya ikan yang dipergunakan senantiasa baik untuk kolam budidaya

maka harus dilakukan pengelolaan terhadap kolam budidaya. Pengisian air

dilakukan secara bertahap dengan ketinggian air 80 cm.

Gambar 21. Pengisian air kolam


Sumber : dokumentasi pribadi (2023)

5.9.4. Penebaran larva

Penebaran larva dilakukan pada kolam berukuran 15 x 25 m2 dengan

tinggi air 80 cm dengan padat tebar ikan baung sekitar 100 ribu ekor.

Penebaran Larva dilakukan pada pagi hari agar mengurangi tingkat stres

pada larva. Larva yang ditebar adalah larva yang didalam bak fiber yang
52

kemudian di masukkan kedalam baskom plastik. Setelah itu larva dibawa ke

kolam yang sudah disiapkan. Sebe lum larva ditebar, lakukan aklimatisasi.

Aklimatisasi adalah penyesuaian lingkungan dari lingkungan lama ke

lingkungan yang baru selama 5 menit.

(a) (b)
Gambar 22. Penebaran larva (a) Penebaran Larva, (b) Larva Ikan Baung
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2023)

Pemeliharaan didalam kolam dilakukan selama 21 hari dengan

ukuran benih ikan baung 3-4 cm.

5.9.5. Pemberian pakan

Pakan alami diberikan secara bertahap, yaitu dimulai pada saat kuning

telur akan habis pada hari ke-2. Artemia diberikan pada larva umur 3 hari.

Frekuensi pemberian pakan 4x sehari atau 6 jam secara adlibitum. Pada hari

ke-5 pakan yang diberikan berupa pelet Pf 100 yang berbentuk butiran halus

kecil berwarna coklat tua dengan kandungan protein 40 sampai 42%, lemak

6%, serat kasar 3%, abu 12%, dan kadar air 10%.

Gambar 23. Pemberian pakan larva


Sumber : dokumentasi pribadi 2023
53

Pemberian pakan dilakukan 3x sehari yaitu pada waktu pagi pukul 7.30

WIB, siang 12.00 WIB dan sore 17.00. jumlah pakan yang diberikan

sebanyak 3% per hari. Pakan ditebar secara merata di seluruh kolam

dengan cara sedikit demi sedikit.

5.9.6. Pengelolaan kualitas air

Sumber air yang digunakan berasal dari sungai stanum melalui aliran

beton. Pengelolaan kualitas air sangat penting dilakukan karena air

merupakan media utama untuk melakukan kegiatan budidaya. Pengukuran

kualitas air dilakukan satu kali seminggu yaitu dengan mengukur suhu, DO.

Gambar 24. Pengecekan kualitas air


Sumber : dokumentasi pribadi (2023)

Tabel 13. Parameter Kualitas Air

Parameter Hasil pengamatan Literatur


Suhu 29 c 20-30 c (Setiawan,2013)
DO 6,3-7,0 >4 ppm (Kordi,2008)

Hasil diatas menunjukkan bahwa suhu dalam pengamatan diperoleh

berkisaran 24-25,5 C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kordi (2009), bahwa

kisaran suhu perairan tropis berkisar 28-32 C, sedangkan pada suhu 18-25

derajat celsius ikan baung masih bertahan hidup, namun nafs makan
54

berkurang. Suhu 12-18 C mulai berbahaya bagi ikan baung.

Kandungan oksigen terlarut didalam media pemeliharaan

menunjukkan bahwa nilai DO dikatakan baik untuk kegiatan biota air.

Menurut Tang (2002), menyatakan bahwa sifat fisika kimia air

mempengaruhi kehidupan ikan seperti suhu air sebaiknya berkisar 26-30

derajat C, Ph berkisaran antara 4 kandungan oksigen terlarut minimal 1

mg/liter dan optimal adalah 5-6 ppm. Semakin tinggi suhu air media

pemeliharaan maka laju metabolisme ikan juga akan meningkat sehingga

nafsu makan ikan meningkat (Asis et al. 2017).

5.9.7. Panen

Panen merupakan kegiatan yang dilakukan setelah masa

pemeliharaan ikan mencapai ukuran pasar/permintaan konsumen. Proses

pemanenan benih ikan baung dilakukan setelah benih dipelihara selama 21

hari. Benih yang dipanen adalah benih yang telah mencapai ukuran 3-4 cm.

Jumlah benih yang dipanen sebanyak 100.000 ekor. Pemanenan dilakukan

pada pagi hari karena suhu tidak terlalu panas sehingga ikan akan merasa

nyaman dan tidak setres (Adida dkk.,2014). Tujuan dilakukan pemanenan

yaitu untuk mengetahiu hasil akhir selama pemeliharaan. Adapun prosedur

kerjanya yaitu:

SR = jumlah akhir/jumlah awal x 100%

= 100/233 x 100%

= 0,4 x 100%

= 40%
55

5.9.8. Packing

Packing merupakan proses pengiriman benih ke pembeli agar selamat

sampai tujuan. Packing untuk benih ikan baung di UPTD BBIL Bangkinang

menggunakan teknik pengemasan secara tertutup, pengemasan dilakukan

dengan menggunakan kantong plastik yang sudah diisi air dengan volume 5

liter dan dengan kepadatan 1.000 ekor beni/kantong dengan ukuran 3-4 cm

dan ukuran plastik kantong 45 x 75 x 0,04. Selanjutnya dalam plastik

dimasukkan oksigen dan pada bagian ujung plastik diikat dengan

menggunakan karet sebanyak 2 atau 3 buah untuk memastikan agar plastik

terikat kuat dan tidak bocor. Total keseluruhan benih yang di packing

sebanyak 100 kantong.

5.7. Analisis data

a. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan niaya modal dari suatu produksi budidaya.

Biaya investasi dalam pembenihan ikan baung dapat dilihat pada tabek

berikut:

Tabel 14. Biaya investasi

No Jenis Jumlah Harga Total harga UE Nilai sisa Nilai


barang (Rp) (Rp) penyusutan
1 Bangunan 1 ruang 10.000.000 10.000.000 10 1.000.000 900.000
2 Blower 4 200.000 800.000 5 40.000 792.000
3 Genset 1 2.000.000 2.000.000 5 100.000 980.000
4 Bak fiber 35 3.000.000 105.000.000 10 10.500.000 950.000
5 Timbang 1 1.200.000 1.200.000 6 120.000 188.000
digutal
6 Tabung 1 2.000.000 2.000.000 5 100.000 980.000
oksigen
Jumlah 121.875.000 11.860.000 4.790.000
56

b. Biaya Variabel

biaya variabel merupakan biaya tidak tetap yang dikeluarkan pada

suatu kegiatan budidaya ikan. Biaya variabel dalam pembenihan ikan baung

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 15. Biaya variabel

No Jenis barang Jumlah Harga satuan Harga total


1 Pakan induk 8 karung 385.000 3.080.000
2 Pakan larva 12 karung 230.000 2.760.000
3 Pupuk kandang 12 kg 15.000 180.000
4 Kapur tohor 15 kg 8.000 120.000
5 Plastik pakan 3 kg 32.000 96.000
6 Karet gelang 1 kg 60.000 60.000
7 Isi oksigen 1 botol 100.000 100.000
8 Garam 5 kg 5.000 25.000
9 Artemia 2 botol 750.000 1.500.000
10 Ovaspace 3 botol 250.000 750.000
Jumlah 8.671.000

c. Biaya Tetap

Tabel 16. Biaya tetap

No Komponen Satuan Harga Harga/Bulan Harga/Tahun


Satuan
1 Penyusutan - 5.656.000 - 5.656.000
2 Listrik Bulan 100.000 100.000 1.200.000
3 Pegawai Bulan 1.500.000/4 600.000(x12) 72.000.000
org
Jumlah 78.856.000

d. Total biaya

Biaya tetap + biaya variabel

= 78.856.000 + 8.671.000

= 87.527.000

e. Pendapatan

Hasil panen :

1. Panjang Rata-Rata/ Ekor = 4 Cm

2. Total Hasil Panen = 100.000 Ekor


57

3. Harga Per Cm = 50 ( 1cm), 200 (4cm)

4. Harga Jual = 200

5. Hasil Yang Diperoleh = 20.000.000

Jumlah panen x harga jual

= 100.000 x 200

= 20.000.000

f. Keuntungan

Pendapatan – biaya produksi

= 20.000.000 – 87.527.000

= 335.750.000

g. Payback Periode
𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
payback periode = 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑖𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 + 𝑘𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑥 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

121.100.000
= 𝑥 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
4.790.000 + 335.750.000

= 1 Tahun 6 bulan
𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒑𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕𝒂𝒏
h. B/C Ratio =
𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂

20.000.000
= = 0,2
375.750.000

i. BEP

Biaya operasional – total produksi

= 87.527.000 / 100.000

= 875.27
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari pelaksanaan kerja praktik akhir (KPA) ini

sebagai berikut:

1. Tahap Pembenihan Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) di Unit

pelaksanaan teknik daerah (UPTD) Balai Benih Ikan Lokal (BBIL)

Bangkinang Dinas Perikanan Kabupaten Kampar Provinsi Riau, ini

meliputi; pemeliharaan induk, seleksi induk, pemijahan, pengeluaran

telur (striping), penetasan telur, penebaran larva, pemeliharaan larva,

pemberian pakan larva, dan pengelolaan kualitas air. Pada pembenihan

ikan baung ini didapat jumlah telur 233.000 butir, Fertilization rate (FR)

80%%, Hatching rate (HR) 70%, Dan Survival rate 40%. Rendahnya

tingkat kelangsungan hidup larva ikan baung selama melakukan kerja

praktik akhir di BBIL Bangkinang Dinas Perikanan Kabupaten Kampar

yang disebabkan oleh rendahnya daya than tubuh pada ikan baung.

2. Analisis usaha pada pembenihan ikan baung didapatkan biaya

operasional Rp.87.707.000, pendapatan Rp. 200.000.000, Keuntungan

Rp. 335.750.000, payback Rp. 1 tahun 6 bulan dan B/C Ratio 0,2 maka

keuntungan usaha belum layak karna B/C Ratio kurang dari 1.

6.2. Saran

Dari hasil selama saya melakukan Kerja Praktik Akhir (KPA) di unit

pelaksanaan teknik daerah (UPTD) Balai Benih Ikan Lokal (BBIL)

Bangkinang Dinas Perikanan Kabupaten Kampar Provinsi Riau, disarankan

dalam melakukan teknik pembenihan ikan baung ada beberapa hal penting

untuk diperhatikan seperti pemilihan lokasi, pemilihan induk, pengelolaan

58
59

kualitas air, pemilihan pakan, pencegahan hama dan penyakit, serta

faktor lainnya yang berpengaruh pada proses pembenihan yang harus

diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik agar hasil pembenihan ikan

baung yang didapatkan mempunyai kualitas yang sangat bagus, sehingga

dapat meningkatkan harga jual. Ketersediaan pakan alami harus teap

terjaga karena pakan alami sangat diperlukan untuk menunjang

pertumbuhan serta kelangsungan hidup larva.


60

DAFTAR PUSTAKA

Agusnimar., A. Yusuf dan Sadikin.K. 2018. Pengaruh Pemberian Cacing Sutera


Diperkaya dengan Telur Keong Mas dan Jangkrik Terhadap Kelangsungan
Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Baung (Hemibagrus nemurus).
Laporan Penelitian. LPPM UIR. Pekanbaru. 39 halaman.

Boyd. C.E. 1982. Water Quality Management For Pond Fis Culture. Department
Of Fisheries and Allied Aquaculture. Aurburn University Alabama.
Agricultural Experiment Station. 318 page.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Kanisius: Yogyakarta. Hal 258

Haslam, S.M. 1995. River Pollution and Ecological Perspective. John Wiley and
Sons, Chichester. UK. 253 p

Handoyo, B., C. Setowibowo dan Y. Yustiran. 2010. Cara Mudah Budidaya dan
Peluang Bisnis Ikan Baung dan Jelawat. IPB Press.Bogor. 161 halaman.
Jangkaru, Z. 1974. Makanan Ikan. Lembaga Penelitian Perikanan Darat
(LPPD). Dirjen Perikanan Jakarta. 51 halaman

Kordi, M.G. H. K., dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam
Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta. 195 halaman.

Kurnia, A. 2002. Pengaruh Pakan dengan Kadar Protein dan Rasio Energi Protein
yang Berbeda Terhadap Efisiensi Pakan dan Pertumbuhan Benih Ikan
Baung. Tesis. Program Studi Ilmu Perairan. Program Pasca Sarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kurniasari, I. C. 2015. Teknik Pembenihan Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) di


Balai Perikanan Budidaya Air Tawar. Mandiangin. Kalimantan Selatan. PKL
FPIK. Universitas Brawijaya. 48 hlm.

Tang, U.M. (2003). Teknik Budidaya Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Unri
Press Pekanbaru. 47 hlm.

Effendi, I.2002.Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Alawi, H, M. Ahmad., C. Pulungan dan Rusliadi., 1990, Beberapa Aspek Biologi


Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) Yang Tertangkap di Perairan Kampar.
Pusat Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru. 30 Hal (tidak diterbitkan).

Tang U. M. 2000. Teknik Budidaya Ikan Baung (Mystus nemurus C.V). 76


hal.(tidak diterbitkan)

Tang UM, Affandi R, Widjajakusuma R, Setijanto H, Rahardjo MF. 2000. Aspek


biologi dan kebutuhan lingkungan benih ikan baung. Prosiding Seminar
Nasional Keanekaragaman Hayati Ikan. 141- 146
61

Lampiran 1

1. kegiatan pembenihan ikan baung

Pemberokan induk Penyuntikan Striping telur Striping sperma


induk

Pengadukan Penebaran telur Pemberokan larva Penebaran larva


sperma,NaCl,telur

Penetasan Pengeringan Pengisian air pengapuran


artemia kolam

Pemupukan Pengecekan Pemberian pakan


kualitas air larva
62

Lampiran 2

Alat dan bahan

Jarum suntik Ovaspec dan NaCl Water heater Bulu ayam

Seser blower Induk betina Induk jantan

Bak penetasan

Anda mungkin juga menyukai