Anda di halaman 1dari 101

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Soewito et al. (2000), wilayah daratan Indonesia berupa


puluhan ribu pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai + 81.000 km.
Perairan pantai yang demikian panjang selain mempunyai potensi usaha
peningkatan ikan berskala kecil juga potensi usaha budidaya. Berkat kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi kemudian berkembang perikanan budidaya,
yang potensinya di Indoesia cukup besar. Bila dikelola dengan baik, potensi itu
dapat mendatangkan kesejahteraan yang besar bagi bangsa Indonesia.

Kebutuhan ikan dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan


pertumbuhan penduduk, di sisi lain hasil tangkapan nelayan cenderung
menurun sehingga ketergantungan pada usaha budidaya ikan semakin tinggi.
Pemanfaatan potensi perikanan melalui kegiatan penangkapan yang dilakukan
tak terkendali dalam jangka panjang dapat mengancam kelestarian yang
mengarah pada kepunahan. Karena keterbatasan tersebut maka peningkatan
produksi perikanan diarahkan pada kegiatan budidaya. Hal ini merupakan
tantangan karena wilayah pantai, laut, dan perairan umum yang sangat
potensial untuk budidaya masih terbuka lebar (Muntalim dan Mas’ud, 2014).

Pengembangan di bidang budidaya perikanan memerlukan peran serta


masyarakat khususnya dunia pendidikan. Melalui jalur pendidikan maka
pengembangan di bidang budidaya perikanan tidak sekedar budidaya secara
tradisional dan turun temurun, tetapi dengan pelibatan dunia pendidikan mulai
dari tingkat Menengah dan Perguruan Tinggi akan meningkatkan kualitas
budidaya perikanan khususnya pada pengembangan teknologi budidaya ikan di
masyarakat.

Berkaitan dengan usaha memajukan dunia pendidikan khususnya untuk


mencetak generasi muda yang mau terjun di bidang budidaya ikan maka
PPPPTK Pertanian Cianjur melaksanakan Program Pelatihan Guru Keahlian

1
Ganda Tahap 2 dengan Kompetensi Keahlian Agribisnis Perikanan Air Tawar.
Dalam progran pelatihan ini melibatkan guru SMK maupun SMA yang berminat
untuk menambah kompetensi keahlian lagi sehingga dapat mengajar di bidang
yang baru.

Salah satu program kegiatan pelatihan Guru Keahlian Ganda ini adalah
Praktik Kerja Industri. Praktik Kerja Industri (Prakerin) yang dilakukan pada saat
In Service Training (In) merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk
memberikan pengalaman dan membekali guru peserta Program Keahlian
Ganda tentang dunia kerja di industri yang relevan dengan Kompetensi
Keahlian Agrisnis Perikanan Air Tawar.

Pelaksanaan Praktik Kerja Industri dalam Program Guru Keahian Ganda


ini di Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Cangkringan,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipandang cukup representatif dan
mempunyai bidang kerja yang cukup lengkap mulai dari unit kerja air laut, unit
kerja air payau, maupun unit kerja air laut. Lembaga ini juga dilengkapi dengan
berbagai fasillitas, saran dan prasarana yang mendukung kegiatan budidaya
perikanan dari mulai penyiapan induk, pembenihan, pembesaran, pengendalian
hama dan penyakit, serta pengembangan teknologi pakan alami.

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Industri

Tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Industri ini sebagai berikut :


1. Untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan secara langsung dalam
bidang budidaya ikan air tawar terutama proses pembenihan ikan
2. Untuk memperoleh wawasan yang lebih luas berkaitan dengan
pengembangan dan teknologi budidaya ikan air tawar.
3. Untuk melengkapi persyaratan kegiatan Diklat Program Guru Keahlian
Ganda Tahap 2 dalam Kompetensi Keahian Agribisnis Perikanan Air
Tawar.

2
Adapun manfaat dari pelaksanaan Praktik Kerja Industri ini adalah
membekali peserta untuk memadukan sekaligus peneguhan antara
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama kegiatan On Service
Training dan In Service Training di PPPPTK Pertanian Cianjur dengan
pengetahuan dan keterampilan di BPTPB Cangkringan Sleman Daerah
Istimewa Yogyakarta sehingga dapat menjadi bekal mengajar siswa kelak
selesai kegiatan Diklat Guru Keahlian Ganda. Dengan menerapkan teknologi
dan inovasi di bidang budidaya ikan selama kegiatan Praktik Kerja Industri di
dalam kegiatan pembelajaran siswa diharapkan kelak akan meningkatkan
animo siswa untuk masuk di Program Keahlian Perikanan dan meningkatkan
minat siswa untuk bekerja di bidang perikanan khususnya bidang budidaya ikan
air tawar setelah menyelesaikan masa studinya.

3
II. GAMBARAN UMUM BPTPB CANGKRINGAN

A. Sejarah dan Perkembangan BPTPB Cangkringan

Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Teknologi Perikanan


Budidaya ( UPTD BPTPB ) Cangkringan Yogyakarta didirikan pada tahun 1953
dengan kegiatan saat itu memijahkn jenis ikan mujahir dengan teknik
pemenihan secara alami (tradisional) dan berlangsung sampai tahun 1967
dengan produksi benih 616.000 ekor pertahun. Pada tahun 1967 dikembangkan
dengan teknik pembenihan dengan sistem kantong dan produksi benih
mencapai 2.000.000 ekor per tahun.

Meningkatnya tugas dari fungsi BBI Cangkringan sebagai balai benih


ikan sentral pada tahun 1976 memperoleh anggaran APBN untuk
pembangunan fasilitas induce breeding (kawin suntik) dan berhasil
membenihkan ikan grasscrap dan kemudian diikuti ikan patin siam. Peluasan
lahan sampai pada tahun anggaran 1997 – 1998 dengan luas area 7.516 Ha
yang terdiri dari kolam effektif 5.036 Ha, gedung dan rumah jaga 0,180 Ha,
jalan pematang saluran lingkungan 3.197 Ha. Pada tahun 2003 BBIS berubah
menjadi Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan pada Balai Perekayasaan
Teknologi Perikanan dan Kelautan Propinsi DIY. Pada tahun2009 berubah lagi
menjadi Unit Kerjaan Budidaya Air Tawar pada Balai Pengembangan Teknologi
Kelautan dan Perikanan. Pada awal tahun 2016 berubah kembali menjadi Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya.

B. Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja

Kegiatan budidaya pembenihan ikan nila merah nilasa Oreochromis


niloticus yang dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya ( UPTD BPTPB) Cangkringan, Yogyakarta
mempunyai struktur organisasi dengan seorang pemimpin yang
membawahilangsung 4 divisikerja. Struktur Organisasi di UPPTD BPTPB
Cangkringan ( Gambar 1)

4
KEPALA BALAI
Ir. Dwijo Priyanto B.S, M.MA

LABORATORIUM
Astuti, SP

KEPALA SEKSI BAT KEPALA SEKSI PAYAU/LAUT KEPALA BAG. TU


Sumbogo, S.P Bagus Warsito, S.Pi Ir. Tonny Hadisusanto, MMA

PIMPINAN UK BAT CANGKRINGAN PIMPINAN UK BAP SAMAS


Sunaryo, SP Sukamto

PIMPINAN UK BAT WONOCATUR PIMPINAN UK BAP CONGOT


Yudi Kasmono. A.Md Sukamto, A.Md

PIMPINAN UK BAT BEJIHARJO PIMPINAN UK BAP SUNDAK


Agustinus Harisna, A.Md Suripto

PIMPINAN UK BAT SENDANGSARI


Yuriatno

Gambar 1. Struktur organisasi di UPTD BPTPB

Tugas dan tanggung jawab masing-masig bagian tersebut dapat


diuraikan sebagai berikuut :

1. Kepala UKBAT Cangkringan


a. Memimpin dan merencanakan kegiatan yang akan dilakukan UK BAT
Cangkringan
b. Mengkoordinasi dan melaporkan segala kegiatan yang dilakukan di
UK BAT Cangkringan kepad UPTD Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya ( BPTPB ) Yogyakarta

5
2. Koordinator
a. Koordinator induk dan calon induk
Bertugas dan mengawasi bawahannya dalam kegiatan yang
mengenai dengan kegiatan pemeliharaan induk dan menyeleksi
calon indukan
b. Koordinator Pembenihan
Bertugas memimpin serta mengkoordinasi kepada bawahannya
dalam penanganan yang berkaitan dengan kegiatan pembenihan,
dari pemijahan, pemeliharaan larva, dan pendederan sampai ukuran
tertentu
c. Administrasi
Mempunyai tugas tersendiri khususnya dalam hal yang berkaitan
dengan maslah keuangan, mencatat dan melaporkan maslah
keuangan dari pengeluaran hinggga penerimaan yang ada pada UK
BAT Cangkringan
3. Staf UKBAT Cangkringan
Melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan budidaya ikan pada UK
BAT Cangkringan, sesuai dengan perintah yang diberikan dari
koordinator.

C. Kedudukan dan Letak

Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Teknologi Perikanan


Budidaya Cangkringan, Yogyakarta berlokasi di Desa Argomulyo, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi
ini berada di kaki gunung Merapi. BPTPB Cangkringan terletak pada lintang
7o67’76.07” dan bujur 110o46’15.53” dan menempati areal seluas 7,516 ha
yang terdiri dari kolam effektif 5,036 Ha, gedung dan rumah jaga 0,180 Ha,
jalan pematang saluran lingkungan 3.197 Ha. Lokasi tersebut berada pada
ketinggian 330 m diatas permukaan laut dengan kemiringan tanah 5% (setiap
100 meter mempunyai selisih tinggi 5 M). Jenis tanah vulkanis muda dengan

6
tekstur tanah pasir berbatu. Suhu air berkisar 280 sampai 290C. pH air sampai
7,5 – 8,2. Air yang digunakan untuk budidaya berasal dari sungai Opak yang
ditampung di Waduk Somologi. Batas-batas wilayahnya adalah bagian utara
berbatasan dengan lereng Gunung Merapi, bagian barat kecamatan Pakem,
bagian timur kecamatan Manisrenggo, dan bagian selatan Kecamatan
Ngemplak.

D. Prosedur Pelayanan

Berikut beberapa prosedur dan mekanisme pelayanan yang diterapkan di


BPTPB Cangkringan :
1. Prosedur dan Mekanisme Pemesanan Benih/Induk
a. Konsumen mendatangi bagian administrasi dan menyampaikan
pesanan yang diinginkan. Dapat pula melalui telpon dan SMS untuk
pemesanan ini.
b. Pencatatan dilakukan oleh bagian administrasi dan menyampaikan ke
bagian “Koordinator Produksi dan Benih” untuk menyiapkan produk
yang dipesan sesuai jenis, ukuran, dan jumlah.
c. Pembuatan Surat Keterangan Asal untuk pemesan.
d. Produk yang telah siap kemudian di packing sesuai dengan tujuan dan
lamanya perjalanan yang akan ditempuh oleh produk tersebut.
e. Konsumen melakukan pembayaran dan menerima SKA dari bagian
administrasi, dan segera produk didistribusikan ke alamat yang
dikehendaki.
f. Konsumen mendapat ganti-rugi untuk setiap produk yang tidak
selamat sampai tujuan.
2. Prosedur dan Mekanisme PKL, Magang, Prakerin, Penelitian
a. Peserta mengajukan permohonan dan proposal ke bagian umum.
b. Apabila permohonan diterima, “Bagian Rumah Tangga” akan
menyiapkan fasilitas yang diperlukan selama kegiatan.
c. Penerimaan peserta oleh kepala BPTPB atau yang mewakili.

7
d. Pretest
e. Pelaksanaan kegiatan.
f. Postest
g. Penilaian dan Evaluasi
h. Pemberian Sertifikat
i. Pelepasan Peserta
3. Prosedur dan Mekanisme Pelayanan Laboratorium Kesehatan Ikan dan
Lingkungan
a. Mengajukan permohonan dan proposal kepada kepala Laboratorium
b. Pengambilan sampel oleh petugas dari pihak Laboratorium langsung
mendatangi lokasi kolam.
c. Petugas menguji sampel yang diterima.
d. Analisa hasil pengujian oleh kepala Laboratorium.
e. Penyampaian hasil uji oleh “bagian Administrasi” kepada konsumen.
f. Proses administrasi
4. Prosedur dan Mekanisme Pengaduan Produk
a. Konsumen memeriksa produk yang diterima.
b. Jika terdapat kesalahan dalam packing dan distribusi, bagian
pemasaran akan melakukan penggantian produk sesuai
kekurangan/kerusakan yang terjadi.
c. Konsumen dapat meminta pembinaan ke bagian pemasaran untuk
penanganan produk jika diinginkan.
5. Prosedur dan Mekanisme Penanganan Pengaduan dan Indeks
Kepuasan Masyarakat
a. Konsumen mengisi form pengaduan.
b. Kepala unit melakukan analisa kepuasan dan pengaduan konsumen.
c. Kepala Seksi melakukan evaluasi terhadap hasil analisa kepala Unit.
d. Perbaikan dilakukan bersama antara Kepala Unit dan Kepala Seksi
untuk pelayanan yang lebih maksimal.

8
III. PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik

Praktek Kerja Industri (Prakerin) dilaksanakan di Balai Pengembangan


Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Cangkringan, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 2018 hingga 14 Mei 2018.

B. Bahan, Peralatan, Sarana dan Prasarana

Praktek Kerja Industri yang kami laksanakan di Balai Pengembangan


Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) menggunakan beberapa bahan
sebagai berikut :

 Indukan jantan ikan lele Mutiara


 Indukan betina ikan lele Mutiara
 Indukan betina ikan Mas Merah Najawa
 Indukan jantan ikan Mas Merah Najawa
 Indukan betina ikan Nilasa
 Indukan jantan ikan Nilasa
 Pakan Alami yaitu kultur Daphnia sp., Chlorella sp., Spirulina sp., Rotifera
 Pakan buatan yang berupa pellet berbagai macam ukuran sesuai bukaan
mulut ikan
 Hormon Ovaprim
 Pupuk NPK, urea, Posfor, kapur, dan garam fisiologis
 Air laut
 alkohol 70 %
 TSA 0,1 %
 GSP 1 %
 kertas reagen oksidase
 Larutan H2O2 3 %

9
Sarana yang ada di BPTPB Cangkringan meliputi bak pengendapan, bak
filter, bak seleksi induk, bak penampungan, bak pemijahan, bak penetasan, bak
kultur pakan alami, bak treatment.

Prasarana yang ada di BPTPB Cangkringan meliputi kantor, gudang


pupuk, rumah dinas, gudang pakan, tempat parkir, pasar ikan, aula, bangsal
kerja, laboratorium, gedung pertemuan, jalan, pematang, saluran, mobil dinas
dan asrama.
Laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan BPTPB Cangkringan
merupakan laboratorium berstandart level satu + Polymerase Chain Reaction
(PCR) yang melakukan serangkaian kegiatan untuk membatasi ruang lingkup
penyebaran penyakit pada suatu daerah. Laboratorium kesehatan ikan dan
lingkungan BPTPB Cangkringan terbagi menjadi beberapa bidang
pemeriksaan, seperti Laboratorium Parasitologi, Laboratorium Bakteriologi,
Laboratorium Virologi. Semua laboratorium ini memiliki fungsi dan tanggung
jawab masing-masing. Sarana yang tersedia pada laboratorium kesehatan ikan
dan lingkungan BPTPB Cangkringan diantaranya ruangan kepala laboratorium,
ruangan pelayanan operasional, ruangan staf dan teknisi, ruang tamu, ruang
pembedahan sampel, ruang isolasi DNA/RNA dan komputer, ruang PCR dan
deteksi virus, ruang gudang, ruang kamar mandi, ruang penyimpanan stok
vitamin dan obat-obatan dan ruang uji pengobatan. Prasaranayang dimiliki
laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan BPTPB Cangkringan adalah 1 unit
kendaraan roda 4, 1 unit komputer, 1 unit laptop, dan 1 unit mesin printer.
Adapun beberapa peralatan yang digunakan dalam melaksanakan praktik
kerja industri di BPTPB Cangkringan sebagai berikut : timbangan analitik,
Erlenmeyer, inkubator, gelas ukur, botol semprot, tabung reaksi, rak tabung
reaksi, Show case, mikroskop, objek glass, refrigerator, cover glass, pipet tetes,
alat tulis, autoclave, petri dish, dan jarum ose, hapa, seser, anco, DO meter, pH
meter, termometer, dan peralatan lain yang berhubungan dengan budidaya
ikan.

10
C. Hasil Praktik Kerja Industri

1. Teknik pembenihan ikan Mas Najawa (Cyprinus carpio, L)

Klasifikasi ikan mas menurut Sa’ani (1984) adalah sebagai berikut :


Phyllum : Chordata
Class : Osteichthyes
Ordo : Cypriniformes
Family : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Species : Cyprinus carpio, L.
Ikan mas merah Najawa (Cyprinus carpio, L.) merupakan ikan mas
yang dimiliki oleh BPTKP Cangkringan DIY sejak tahun 1970 kemudian
dilakukan perbanyakan dan seleksi hingga tahun 2013. Ikan mas merah
Najawa telah mendapatkan surat keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan RI nomor : 41/Kepmen KP/2014, tanggal 22 Juli 2014 sebagai
salah satu ikan varietas unggul nasional. Nama ikan mas merah Najawa
berasal dari kepanjangan “Mina Jogja Istimewa” yang diberikan nama oleh
Bapak Gubernur.
Ikan Mas Merah Najawa termasuk ikan air tawar yang banyak
digemari oleh masyarakat sebagai ikan konsumsi karena memiliki rasa
daging yang gurih dan dapat diolah menjadi berbagai macam masakan.
Permintaan ikan Mas merah Najawa terus mengalami peningkatan seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat
terhadap kebutuhan gizi ikan. Ikan Mas merah Najawa banyak disukai
masyarakat karena warnanya yang menarik yaitu merah menyala dan
sebagian masyarakat menganggap ikan Mas merah Najawa sebagai ikan
pembawa keberuntungan (hoki), ikan Mas Merah Najawa selain ikan
konsumsi juga dimanfaatkan sebagai ikan hias. Metode yang digunakan
adalah metode seleksi warna. Hasil warna merah menyala

11
pertumbuhannya lebih baik. Morfologi ikan mas merah Najawa dapat
dilihat pada gambar
Selain itu, ikan mas merah Najawa (Cyprinus carpio L.) memiliki
keunggulan, antara lain ; memiliki ciri khas warna merah menyala dan
bentuk tubuh bulat memanjang pertumbuhannya cepat; tahan terhadap
penyakit; toleran terhadap lingkungan; memiliki nilai ekonomis tinggi.

a. Pengadaan Induk

Pengadaan induk merupakan salah satu langkah awal untuk


memulai pembenihan. Induk yang berkualitas diperoleh dari
pemeliharaan yang baik, meskipun pemeliharaan induk dilakukan
dengan baik, seleksi induk harus tetap dilakukan untuk mendapatkan
induk yang unggul. Umur indukan ikan Mas Merah Najawa untuk
pembenihan berkisar antara 3 – 5 tahun dan dengan bobot antara 2 – 5
kg/ekor. Indukan yang digunakan untuk pembenihan merupakan hasil
dari proses pembesaran sendiri oleh UK BAT Cangkringan.
Beberapa hal yang dilakukan oleh UK BAT Cangkringan dalam
memelihara induk ikan mas merah Najawa antara lain dengan
pemberian pakan 1 kali sehari pada pagi sebanyak 2 – 3 % dari bobot
ikan yaitu 5 kg untuk setiap kolam ukuran 250 m 2, kepaatan tebar induk
2 kg/m2 dengan induk jantan dan betina terpisah. Untuk kolam
pemeliharaan induk yang ada di UK BAT Cangkringan digunakan kolam
dengan ukuran 250 m2. Kualitas air pada kolam pemeliharaan induk
yaitu untuk kolam pemeliharaan induk jantan memiliki suhu 24,1 – 29,4
0C oksigen terlarut 2,3 – 8,7 ppm dan pH 7, sedangkan klam
pemeliharaan induk betina memiliki suhu 24,7 – 29,9 0C oksigen terlarut
2,1 – 5,2 ppm dan pH 7.

12
b. Seleksi Induk
Seleksi induk yang sudah matang gonad dengan cara menurunkan
volume air kolam pemelharaan induk sampai 40 cm dan menangkap
induk satu persatu secara manual dengan menggunakan kedua tangan.
Kemudian mengamati kondisi fisik ikan seperti induk matang gonad,
tubuh ikan sempurna tidak ada cacat (luka pada tubuh maupun sirip),
kepala relatif kecil dibanding tubuhnya, sisik bagus, pangkal ekor besar,
tubuh tebal dan punggung tinggi.
Dari kegiatan seleksi induk didapatkan 6 ekor induk jantan ikan mas
merah Najawa, dengan total bobot induk jantan 4,5 kg. Sedangkan
induk betina hanya 2 ekor dengan masing-masing bobotnya 2 kg,
sehingga total bobot induk betina 4 kg, perbandingan pemijahan ikan
Mas Merah Najawa 1 : 1 sesuai dengan bobot induk.
Adapun cara untuk menentukan kematangan gonad yang
dilakukan di UK BAT Cangkringan adalah sebagai berikut :
1) Pemilihan induk betina yang siap memijah :
a) Perut Nampak buncit, membesar kearah belakang dan kesamping
serta perut lembek atau lunak jika diraba.
b) Alat kelamin terlihat kemerahan dan jika diurut kearah kelamin
akan mengeluarkan telur.
c) Pergerakan induk lebih lamban.
2) Pemilihan induk jantan yang siap memijah :
a) Alat kelamin tampak memerah serta tubuh mengeluarkan lender
yang banyak, semakin licin permukaan tubuh semakin baik dan
semakin siap induk untuk memijah.
b) Induk jantan yang sudah matang gonad, apabila ditekan bagian
perut kearah kelamin akan mengeluarkan sperma yang berwarna
putih jernih.
c) Gerakan ikan lebih lincah dan tingkah laku agresif.
d) Warna tubuh lebih mengkilat dari sebelum matang gonad.

13
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mantau et al. (2004), induk
betina matang gonad ditandai denag gerakan lamban, perut membesar
atau buncit ke arah belakang, jika diraba terasa lunak, lubang anus
agak membengkak atau menonjol, dan bila diurut (stripping) perlahan
kearah anus akan keluar cairan kuning kemerahan. Untuk induk jantan
gerakannya lincah, badannya langsing, dan jika perut diurut akan keluar
cairan sperma berwarna putih seperti susu dari lubang kelamin.

c. Persiapan kolam
Hal yang perlu dipersiapkan untuk kegiatan pembenihan yaitu
mempersiapkan kolam terlebih dahulu. Kolam yang perlu dipersiapkan
yaitu kolam pemijahan, kolam penetasa dan kolam pemeliharaan benih.

1.) Kolam Pemijahan


Kolam pemijahan (gambar 2) yang digunakan untuk proses
pemijahan ikan mas merah Najawa di UK BAT Cangkringan
merupakan klam semi indoor dengan ukuran 8 x 4 m sebanyak 1
kolam yang biasanya dibagi menjadi dua dengan happa atau jaring.
Dalam penyiapan kolam pemijahan perlu dilakukan pembersihan dan
pengeringan kolam meskipun konstruksi kolam beton.

Gambar 2.Kolam Pemijahan

14
Setelah itu menyiapkan happa yang berukuran 4 x 2 x 1 m di
dalam kolam pemijahan sebagai tempat pemijahan. Kemudian
mengisi kolam dengan air yang beraal dari sungai dengan ketinggian
60 – 80 cm.
Selanjutnya menyiapkan kakaban yang terbuat dari ijuk yang
memiliki ukuran panjang 120 x 50 cm. Dalam membuat kakaban
biasanya disesuaikan dengan bobot ikan, untuk 1 kg ikan mas merah
Najawa memerlukan 2 buah kakaban, agar telur ikan mas merah
Najawa yang dikeluarkan di kakaban tidak terlalu rekat dan
keberhasilan penetasan telur juga sempurna. Sehingga dalam
pemijahan ini menggunakan 8 buah kakaban. Posisi kakaban untuk
pemijahan ikan mas merah Najawa setidaknya 5 cm dibawah
permukaan air. Karena ikan mas akan lebih mudah menyemprotkan
telur-telurnya dalam kakaban. Kakaban ini adalah sebagai sarang
atau sebagai tempat ikan mas menempelkan telurnya.
Volume air pada kolam pemijahan diberi perlakuan naik turun
bertujuan untuk merangsang pemijahan ikan mas merah Najawa
agar ikan cepat memijah. Hasil pengukuran kualitas air kolam
pemijahan di UK BAT Cangkringan yaitu kolam pemijahan memiliki
suhu 26,050C oksigen terlarut 3,65 ppm dan pH 7,59.

2). Kolam Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva

Kolam penetasan telur (Gambar 3) dilakukan pad kolam


penetasan telur semi indoor, persiapan kolam penetasan telur yang
dilakukan di UK BAT Cangkringan cukup dengan membersihkan
kolamnya dan menyiapkan semua peralatannya. Peralatan yang
digunakan untuk penetasan semi indoor yaitu pipa panjang (untuk
mengaliri kolam), dan pengairan yang cukup. Setelah semua
perlengkapan selesai, kolam diisi dengan air dengan ketinggian
sekitar 30 – 40 cm. Kemudian memindahkan kakaban dan happa

15
dari kolam pemijahan ke kolam penetasan telur. Kualitas air pada
kolam penetasan telur dan pemeliharaan larva di UK BAT
Cangkringan yaitu suhu 25,030C oksigen terlarut 3,8 ppm dan pH 7,6

Gambar 3. Kolam penetasan telur

3). Kolam Pemeliharaan Benih


Dalam menyiapkan kolam pemeliharaan benih out door ini
perlu dilakukan beberapa persiapan yang pertama proses
pengeringan kolam. Pada proses pengeringan ini yaitu dengan
mengeringkan kolam secara alami (menggunakan sinar matahari)
sekitar 2 – 3 hari tergantung cuaca pada saat itu.
Setelah pengeringan selesai selanjutnya adalah pembalikan
tanah dengan mengguunakan cangkul, tujuan dari pembalikan tanah
adalah untuk menguapkan zat-zat sisa pembenihan sebelumnya.
Kemudian melakukan pengapuran kolam, proses pengapuran
(Gambar 4) dilakukan dengan cara menaburkan serbuk-serbuk kapur
tohor atau kapur pertanian pada seluruh dasar kolam dari mulai tepi
sampai tengah dengan dosis 150 gram/m2. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kordi (2001), bahwa kapur ditaburkan pada dasar tambak,
dinding tambak dan bagian atas pematang untuk mencegah
keasaman pematang masuk dalam tambak. Tujuan dari proses

16
pengapuran adalah untuk membunuh bibit-bibit penyakit yang ada
dalam kolam yang akan digunakan untuk proses pemeliharaan larva.

Gambar 4. Pengapuran kolam

Selanjutnya adalah pemupukan, di UK BAT Cangkringan


untuk pemupukan menggunakan pupuk kandang berupa kotoran
ayam sebanyak 500 gram/m2. Proses pemupukan dilakukan dengan
cara meletakkan pupuk pada sudut-sudut kolam dan di tengah
kolam. Pemupukan ini bertujuan untuk menumbuhkan pakan alami,
sehingga tersedia pakan yang cukup untuk proses pemeliharaan
larva. Setelah proses pengeringan, pengapuran, dan pemupukan
selanjutnya pengisian air pada kolam tersebut dengan ketinggian 30
– 40 cm dan didiamkan selama kurang lebih 3 hari. Hasil pengukuran
kualitas air kolam pemeliharaan benih di UK BAT Cangkringan yaitu
kolam pendederan memiliki suhu 25,030C oksigen terlarut 3,8 ppm
dan pH 7,6.

d. Pemijahan

Di UK BAT Cangkringan teknik ikan mas merah Najawa


dilakukan secara alami. Pemijahan ikan mas merah Najawa
menggunakan kolam pemijahan yang terletak di semi indoor. Kolam
pemijahan dalam keadaan kering dan bersih. Mengisi air sedalam 60 -
80 cm dan memberi kucuran pada inlet untuk merangsang pemijahan.
Kemudian memasang happa dalam kolam pemijahan. Setelah itu

17
memasukkan kakaban ke dalam kolam pemijahan, kakaban harus
terendam air sedikitnya 5 cm di bawah permukaan air.
Selanjutnya memasukkan induk jantan dan betina yang sudah
di timbang berat tubuhnya pada happa. Sebelumnya induk di
puasakan terlebih dahulu (tidak diberi makan). Perbandingan induk
dalam pemijahan menggunakan perbandingan 1 : 1 sesuai berat
tubuh ikan. Pada malam hari volume air diturunkan hingga 30 – 40 cm
kemudian diisi lagi sampai ketinggian 60 – 80 cm, yang bertujuan
untuk merangsang pemijahan ikan. Kebiasaan induk ikan mas merah
Najawa memijah pukul 21.00 WIB. Tetapi pada PKM ini ikan mas
merah Najawa memijah pada pukul 01.00 WIB hal ini mengalami
kemunduran dari waktu yang biasanya dikarenakan oleh musim
kemarau dimana suhunya lebih dingin dari musim penghujan.

e. Penanganan Telur dan Pemeliharaan Larva

Penetasan telur dilakukan dalam kolam penetasan telur semi


indoor. Ukuran kolam penetasan 8 x 4 m, sumber air berasal dari
sungai. Untuk penetasan telur dilakukan pada pagi hari dengan cara
memindahkan sarang telur atau kakaban dari kolam pemijahan ke
kolam penetasan beserta happa atau jaring yang digunakan untuk
memijahkan ikan mas merah tersebut, karena telur-telur tersebut juga
banyak tersebar pada happa. Telur menetas dalm waktu 24 – 48 jam
setelah pembuahan dari induk jantan. Indukan betina ikan maas
merah Najawa sebelum memijah ditimbang bobotnya 2,6 kg, dan
setelah memijah indukan betina tersebut di timbang bobotnya 2,2 kg.
Maka indukan betina ikan mas merah Najawa tersebut menghasilkan
telur dengan bobot 400 gram dengan jumlah sekitar 56.000 butir telur,
dengan menggunakan rumus fekunditas sebagai berikut :

18
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑜𝑛𝑎𝑑
𝐹= 𝑥𝑁 N = jumlah telur bobot 0,1 gram adalah 14 butir
0,1
400
= 𝑥 14 = 56000
0,1

Selanjutnya telur yang telah menetas didiamkan dalam kolam


penetasan 4 – 5 hari, setelah itu larva dipindah ke klam pemeliharaan
benih yang telah disediakan. Larva ikan mas merah Najawa yang
berumur 4 – 5 hari memiliki panjang ± 75 mm. Telur yang baru
menetas mendapat makanan dari sisa-sisa kuning telur yang ada
pada tubuhnya. Setelah cadangan makanan habis (± 5 hari), larva
memakan pakan alami (daphnia.sp) yang sudah tersedia dalam kolam
pemeliharaan benih dan pakan tambahan pellet lembut (serbuk)
diberikan pada umur seminggu di kolam pemeliharaan benih. Di UK
BAT Cangkringan kultur pakan alami (daphnia.sp) atau fitoplankton
(chlorella) langsung dilakukan dalam kolam pemeliharaan larva yaitu
dengan menggunakan pupuk kandang (kotoran ayam) dengan dosis
yang sesuai yaitu 500 gram/m2.
Jumlah larva didapatkan dari telur ikan mas merah Najawa
yang menetas pada proses penetasan telur sebanyak 35.224 larva
dari hasil pemijahan induk betina ikan mas merah Najawa 1 ekor
(dengan bobot 2,6 kg) dan 3 ekor induk jantan ikan mas merah
Najawa (dengan bobot 3 kg). Dalam menghitung telur yang di buahi
(Fertilizing Rate) menggunakan sampling dengan mengambil 100 telur
dimasukkan ke dalam wadah, hal tersebut dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan. Kemudian dilihat dan dihitung telur yang terbuahi (telur yang
berwarna transparan dan kelihatan ada larva di dalamnya) dan telur
yang tidak terbuahi (telur berwarna putih) dengan rincian sebagai
berikut :

19
Tabel.1.Sampling telur ikan mas merah Najawa
Percobaan Telur yang tidak Telur yang Total
ke : terbuahi terbuahi
Pertama 4,3,3,10,6,0 0,11,6,41,14,4 100
Kedua 5,2,12,9 13,3,41,15 100
Ketiga 8,8,4,4 29,25,16,6 100
Jumlah 77 223 300

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖


𝐹𝑅 = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
233
= 𝑥 100% = 74,33%
300

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠


𝐻𝑅 (𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟) = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖
85
= 100 𝑥 100% = 85%

85 74,33
𝐽𝑎𝑑𝑖 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ = 𝑥 𝑥 56000 = 35224
100 100

Kegiatan pembenihan ikan mas merah Najawa di UK BAT


Cangkringan menghasilkan fekunditas dengan jumlah 56.000 telur dan
didapatkan perhitungan daya tetas (Hatching Rate) dari pembenihan
ikan mas merah Najawa diperoleh 85% dari hasil pemijahan induk
ikan mas merah betina sebanyak 1 ekor (dengan bobot 2,6 kg) dan 3
ekor induk ikan mas merah jantan (dengan bobot 3 kg).

f. Pemeliharaan Benih

Tingkat pertumbuhan benih tidak hanya ditentukan oleh kualitas


air namun juga ditentukan oleh nutrisi, frekuensi pemakaian jantan
dan hereditas. Banyak sedikitnya sperma yang dikeluarkan oleh ikan
jantan sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas sel telur. Di UK
BAT Cangkringan proses pemeliharaan benih ikan mas merah Najawa
menggunakan kolam pemeliharaan benih yang berukuran 350 m 2 dan
400 m2. Larva ikan mas merah Najawa dimasukkan pada kolam

20
pemeliharaan setelah berumur 4 – 5 hari dari kolam penetasan telur.
Kemudian dipelihara sampai ukuran 2 – 3 cm selama ± 3 minggu.
Pakan yang diberikan untuk benih ikan mas merah Najawa
setelah umur seminggu dari tebar pertama berupa fermentasi pakan
yang berasal dari pellet halus (serbuk), molase, boster fish imunovit,
boster grotop dengan dosis 500 gram dengan pemberian satu kali
sehari.

g. Pemanenan

Pemanenan benih ikan mas merah Najawa dilakukan pada


pagi hari karena pada pagi hari suhu air masih rendah dan cukup baik
untuk mengambil benih dari kolam. Pemanenan benih ikan mas merah
Najawa dilakukan ketika ukuran 2 – 3 cm. Langkah pertama yang
dilakukan yaitu air pada kolam dikurangi sampai 80% setelah itu benih
ikan mas merah Najawa digiring ke bagian kemalir. Tujuannya yaitu
untuk mempermudah penangkapan benih. Pemanenan benih ikan
mas merah Najawa dapat dilakukan menggunakan seser maupun
happa. Setelah itu dilakukan perhitungan SR (Survival Rate) yaitu
kelulushidupan dari suatu ikan yang dibudidayakan. Menurut Effendie
(1979) dalam Alfia et al. (2013), tingkat kelulushidupan ikan uji adalah
membandingkan jumlah ikan uji yang hidup pada akhir penelitian
dengan jumlah ikan uji yang ditebar pada awal penelitian penentuan
survival rate dapat dihitung dengan rumus :

𝑁𝑡
SR = 𝑁𝑜 𝑥 100%

Keterangan :
SR = Tingkat kelulushidupan (%)
Nt = Jumlah kultivan pada akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah kultivan pada awal penelitian (ekor)

21
Pada pembenihan ikan mas merah Najawa tingkat kelulushidupannya
adalah 67%. Jadi dari total larva yang ditebar 35.224 ekor
menghasilkan 23.600 ekor benih yang dipanen.

h. Pengelolaan Kualitas Air


Budidaya ikan mas merah Najawa membutuhkan ketersediaan
air yang cukup dengan kualitas yang baik. Jumlah air yang digunakan
harus dapat mencukupi sepanjang tahun dan tidak dipengaruhi oleh
musim. Sumber-sumber air yang digunakan dapat berasal dari sungai
ataupun air irigasi (Cahyono, 2010).
Adapun data kualitas air pada kolam induk pada lampiran 6
sedangkan data rata-rata kualitas air kolam induk, kolam pemijahan
dan pemeliharan larva bagi ikan mas merah Najawa dapat dilihat pada
tabel 2, 3, 4, dan 5.

Tabel 2. Data rata-rata Kualitas Air kolam Induk Jantan


Waktu
No Data
Pagi Sore
1 pH 7,09 7,75
2 Suhu (0C) 25,0 28,9
3 DO (ppm) 4,1 3,2

Tabel 3. Data rata-rata Kualitas Air kolam Induk Betina


Waktu
No Data
Pagi Sore
1 pH 7,24 7,62
2 Suhu (0C) 25,6 28,9
3 DO (ppm) 3,6 3,1

22
Tabel 4. Data Kualitas Air kolam Pemijahan
Waktu
No Data
Pagi Siang Sore Malam
1 pH 7,05 7,40 7,95 7,96
2 Suhu (0C) 25,1 26,7 26,4 26
3 DO (ppm) 4,2 3,5 3,5 3,4

Tabel 5. Data Kualitas Air kolam Penetasan Telur dan Pemeliharaan


Larva
Waktu
No Data
Pagi Siang Sore Malam
1 pH 7,05 7,50 7,96 7,96
2 Suhu (0C) 25,1 26,7 24,3 24
3 DO (ppm) 4,2 3,5 4,2 3,4

Pengukuran parameter kualitas air untuk kolam induk, kolam


pemijahan dan kolam pemeliharaan larva meliputi pengukuran pH,
suhu, dan oksigen terlarut. Untuk pH pada kolam induk jantan dan
betina relatif konstan yaitu berkisar antara 7,09 – 7,62 sedangkan
suhu berkisar antara 250C – 28,90C dan DO 3,1 – 4,1 ppm.
Dari hasil pengukuran diketahui bahwa suhu air di UK BAT
Cangkringan cukup baik untuk pemeliharaan induk maupun benih ikan
mas merah Najawa. Hal ini sesuai pernyataan Cahyono (2001),
bahwa temperatur yang paling ideal untuk pertumbuhan ikan mas
merah Najawa adalah 250C – 270C. pH air yang cocok untuk budidaya
ikan mas merah Najawa adalah berkisar 7,5 – 8,5. Dan kandungan
oksigen terlarut (DO) dalam air yang cocok untuk pertumbuhan ikan
mas merah Najawa berkisar 5 – 7 ppm.

23
i. Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit yang sering ditemui pada pembenihan ikan mas
merah Najawa di UK BAT Cangkringan adalah penyakit yang
disebabkan oleh parasit jenis cacing insang atau Dactylogyrus spp.
(Gambar 5) dan Gyrodactylus menyerang kulit. Gejala yang
ditimbulkan ikan tampak kurus, sisik kusam, tubuh banyak
mengeluarkan lender, sirip ekor kadang-kadang rontok, ikan
menggosok-gosokkan badannya pada benda keras disekitarnya
seperti dinding kolam, terjadi pendarahan dan menebal pada insang.
Sedangkan hama yang ada di UK BAT Cangkringan yaitu keong, ular,
dan katak.

Gambar 5. Dactylogyrus spp.

Adapun cara pengendalian penyakit di UK BAT Cangkringan


yaitu dengan mengurangi volume air kolam sampai ketinggian air
kolam tersisa ± 20 cm, selain itu dengan menaburi garam pada kolam.
Menurut petugas lapangan di UK BAT Cangkringan penaburan garam
pada kolam ini untuk membunuh penyakit yang ada di kolam budidaya
maupun kolam pembenihan.

j. Pengepakan (Packing) dan Pengangkutan

Benih ikan mas merah Najawa yang akan dijual diletakkan


pada happa yang telah diikatkan dalam kolam yang berada di bangsal
perikanan. Benih ikan mas merah Najawa yang akan dijual dan
dikemas dihitung berdasarkan cangkir. Cangkir dijadikan patokan atau

24
tolok ukur jumlah yang akan dibeli. Pengepakan dan pengangkutan
yang dilakukan di UK BAT Cangkringan dilakukan secara tertutup.
Wadah yang digunakan dalam pengangkutan benih ikan mas merah
Najawa secara tertutup ini adalah plastic dengan ukuran 5 kg.
Kantong plastik yang digunakan memiliki kualitas yang baik.
Pengepakan benih ikan mas merah Najawa dilakukan dengan
member air pada plastik kurang lebih 4/5 bagian dan diberi oksigen
agar benih ikan mas merah Najawa mendapatkan suplai oksigen
selama proses pengangkutan sehingga meminimalisir terjadinya
kematian. Menurut Anonymous (2011), oksigen dari tabung dialirkan
ke kantong plastikan sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga,
perbandingan air : oksigen (1 : 1). Plastik yang telah berisi benih dan
oksigen ditutup dan diikat dengan karet dan siap dipasarkan.
Pengepakan dilakukan dengan cara memasukkan ikan ke
dalam plastik yang berukuran 5 kg yang dilapisi dengan plastik yang
sama untuk menghindari kebocoran, kemudian benih yang sudah
ditakar dimasukkan ke dalam plastik dan sebelumnya plastik telah diisi
dengan air. Setelah benih dimasukkan pada plastik, kemudian
ditambahkan oksigen (Gambar 6).

Gambar 6. Pengepakan larva ikan mas

25
Pengangkutan benih di UK BAT Cangkringan dengan
menggunakan mobil pick up untuk pengangkutan jarak jauh atau
apabila ada pesanan yang harus di antar. Sedangkan untuk
pengangkutan jarak dekat biasanya pembeli datang sendiri dan
membawanya sendiri tanpa harus di antarkan ke tempat.

k. Pemasaran
Di UK BAT Cangkringan pemasaran larva dan benih dilakukan
ditempat pemasaran ikan atau bangsal. Bagi konsumen yang akan
membeli benih ikan biasanya memesan terlebih dahulu untuk mendata
jumlah pengeluaran dan pemasukan dari konsumen. Selain itu,
pemesanan juga bertujuan untuk mempersiapkan benih ikan terlebih
dahulu, apakah benih siap panen apa belum.
Pemasaran benih yang dilakukan di UK BAT Cangkringan
dengan cara pembeli datang dan membeli benih ikan mas merah
Najawa secara langsung. Pembeli benih ikan mas merah Najawa yang
datang biasanya adalah para petani ikan yang berasal dari daerah
sekitar Sleman dan masyarakat sekitar UK BAT Cangkringan. Untuk
penjualan benih ikan mas merah Najawa dilakukan pada pagi hari jam
07.30 – 12.00 WIB. Penjualan benih ikan mas merah Najawa di UK
BAT Cangkringan menggunakan takaran cangkir dalam menjual.
Cangkir dalam penjualan benih ikan mas merah Najawa memiliki
volume 0,785 liter. Satu cangkir berisi ± 1.000 ekor untuk benih ukuran
2 – 3 cm, dimana harga per ekor Rp.20,-

26
2. Teknik pembenihan ikan Nila Nilasa

Ikan Nila Merah Nilasa merupakan ikan asli dari UK BAT


Cangkringan yang diperoleh dari persilangan 4 jenis strain ikan nila merah.
4 jenis strain ikan nila merah yaitu strain Filipina, Citralada, Singapura, dan
Nifi. Strain Filipina didapat dari BBAT Sukabumi pada tahun 1981, train
citralada didapat dari Thailand sebagai hadiah untuk Sri Sultan
Hamengkubuwono pada tahun 2002, strain Nifi didapat dari BPAT
Umbuhan dan Strain SIngapura didapat dari BBI Janti. Berikut ini adalah
kegiatan ppembenihan ikan nila merah ( Oreochromis sp) Nilasa.
Adapun klasifikasi ikan Nila menurut Sa’ani (1984) sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub-Filum : Vertebrata
Class : Osteichthyes
Sub-Class : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub-Ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

Keunggulan Ikan Nila Merah Nilasa adalah sebagai berikut :


 Warna Merah
 Daging Tebal (karkas Headless 65, 20%)
 Cepat Tumbuh (Laju pertumbuhan 3,21 gram/hari)
 Tingkat kelulusan hidup tinggi ( 95,7 %)
 Efisiensi dalam penggunaan pakan ( FCR 1,2)
 Tahan terhadap serangan penyakit
 Toleransi terhadap salinitas tinggi (18 ppt)

27
a. Manajemen Induk

Manajemen induk pemijahan bertujuan untuk mengoptimalkan


kematangan gonad induk nila merah nilasa dan mendapatkan hasil
yang optimal

1) Persiapan kolam

Kolam yang dipergunakan pada pemeliharaan induk dan


pemberokan ikan nila merah nilasa adalah kolam semi permanen
(dinding terbuat dari beton atau semen sedangkan dasar kolam
adalah tanah. Kolam terdiri dari dua buah dan berbentuk persegi
panjang yang masing-masing luasnya 600 m2. Induk ditebar
dengan kepadatan 5 ekor / m2. Selain itu, seleksi dan pemeliharaan
induk bertujuan untuk mendapatkan induk yang mempunyai sifat
unggul baik pada komposisi warna, pertumbuhan dan ketahanan
terhadap penyakit.
Persiapan awal dengan pengeringan dasar kolam dengan cara
membuka pintu outlet dan menutup pintu inlet setelah itu
pembalikan tanah dengan cara mencangkul tanah kolam. Kegiatan
selanjutnya adalah pengapuran menggunakan kapur tohor dengan
dosis 50 g/ m2. Pengapuran berfungsi untuk mempertahankan
kesetabilan keasaman (pH) tanah dan air, sekaligus memberantas
hama penyakit dalam kolam budidaya ikan nila merah nilasa.
Kegiatan terakhir adalah pemupukan dengan menggunakan pupuk
kandang dengan dosis 200 g/m2. Pemupukan tanah dasar kolam
bertujuan meningkatkan kesuburan kolam, memperbaiki struktur
tanah dan menghambat peresapan air pada tanah-tanah yang
porus serta menumbuhkan phytoplankton dan zooplankton yang
digunakan sebagai pakan alami larva dalam kolam budidaya ikan

28
Nila merah Nilasa. Kemudian dilakukan pengisisan air dengan cara
membuka saluran inlet dan menutup saluran outlet.

Gambar 7 Persiapan kolam pemeliharaan induk

2) Persiapan Calon Induk dan Penebaran Induk Fase Pemberokan

Pada tahap seleksi dipilih 400 ekor calon induk yang terdiri
dari 100 jantan dan 300 ekor betina. Calon induk yang
dipergunakan harus sehat, bentuk badan normal, berwarna merah
polos. Proses seleksi induk dilakukaan dengan memilih induk
yang telah matang gonad dan siap dipijahkan. Setelah diseleksi,
induk ikan nila merah diukur panjang dan ditimbang beratnya.
Untuk induk jantan panjangnya 36 cm dan berat 656 gram,
sedangkan induk betina memilki panjang 30 cm dan berat 583
gram. Masing-masing induk berumur 7 – 10 bulan. Kemudian
induk ditebar pada kolam pemeliharan selua 600 m 2. Kolam
terbuat dari dinding beton dengan dasar kolam tanah (semi
permanen )
Penebaran induk dilakukan pagi hari karena menghindari
suhu yang tinggi dan akan mengakibatkan stress pada indukan.
Induk nila merah nilasa berasal dari pemijahan sendiri yang
dibesarkan hingga menjadi indukan. Induk ikan nila merah nilasa

29
berumur antara 10 – 12 bulan, bobot untuk indukan betina
berkisar antara 400 – 500 g/ekor sedangkan bobot untuk indukan
jantan berkisar 700 – 1.000 g/ekor. Penebaran induk ke dalam
wadah pemeliharaan induk dilakukan dengan cara memanen
indukan yang sudah dipijahkan secara massal. Kolam yang
dipakai setelah pemijahan massal disurutkan, setelah kolam surut
induk akan berkelompok di kamalir (saluran kolam) lalu ditangkap
menggunakan waring dan dimasukkan ke dalam rembeng (alat
angkut) setelah itu dipanggul ke kolam hapa penampungan induk.
Di hapa indukan dihitung dan dipisahkan antara jantan dan betina.
Induk yang sudah di dalam kolam dipelihara hingga 14 – 30 hari
untuk proses pemberokan.

3) Pemberian pakan Induk


Pemberian pakan pada ikan nila merah nilasa berupa pakan
buatan yang berfungsi untuk pematangan gonad induk. Jenis
pakan yang digunakan yaitu jenis pakan pellet terapung. Pakan
tersebut memilki kandungan protein dan nutrisi pakan persaji.

Tabel.6. Kandungan nutrisi pada pellet terapung


Kandungan Kadar ( % )
Protein 32 - 34
Lemak 6
Serat Kasar Max 4,3
Abu Max 11
Kandungan Air 12

Waktu pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada pagi hari
pukul 07.30 dan sore hari pukul 15.30. Jumlah pakan yang
diberikan sebanyak 3% dari berat biomassa ikan nila. Pemberian
pakan dilakukan secara menyebar keseluruh kolam, karena ikan
nila tidak hanya berkumpul pada satu titik saja.

30
Penyimpanan pakan ditempatkan dalam gudang pakan
dengan kondisi ruangan pakan bersih dan tidak terkena sinar
matahari. Pakan disimpan di dalam karung. Pakan harus terhindar
dari kontak langsung dengan lantai agar kualitas pakan tidak
menurun.

b. Pemijahan Induk

Pemijahan bertujuan untuk penambahan populasi dengan


perpaduan antara induk jantan dan induk betina diikuti oleh
perkawinan. Prosesnya sel telur induk betina yang dibuahi oleh
sperma dari induk jantan. Untuk mendapatkan hasil pemijahan yang
maksimal diperlukan persiapan khusus seperti, menyeleksi indukan
yang sudah siap memijah, menyiapkan tempat untuk pemijahan dan
penanganan pasca pemijaan. Berikut ini kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam proses pemijahan.
1) Persiapan Kolam Pemijahan
Kolam yang digunakan untuk pemijahan adalah kolam semi
permanen berbentuk persegi panjang dan berukuran 1013 m 2.
Kegiatan pertama adalah penyusutan kolam dengan menutup
saluran inlet dan membuka pintu outlet. Kolam dikeringkan
selama 1 – 2 hari. Setelah kering tanah dicangkul tujuannya
mengganti kondisi tanah yang baru agar diganti tanah yang lebih
subur.
Kegiatan selanjutnya memperbaiki pematang kolam, untuk
mencegah terjadinya kebocoran kolam, pematang kolam harus
diperbaiki dengan cara keduk teplok menambal pematang
dengan menggunakan lumpur, tanah dasar kolam dan semen.
Selanjutnya pengapuran, kapur yang digunakan adalah kapur
tohor, dosis kapur yang digunakan yaitu 50 gram/m 2. Tujuan dari
pengapuran yaitu untuk menetralkan pH tanah dan memutus

31
rantai kehidupan hama. Kegiatan selanjutnya pemupukan, pupuk
yang digunakan adalah pupuk kandang, dosis pupuk yang
digunakan yaitu 200 gram/m2. Tujuan dari pemupukan yaitu untuk
menumbuhkan pakan alami di dalam kolam. Pengisian air
dilakukan dengan cara mebuka saluran inlet dan meutup pintu
outlet. Ketinggian air untuk kolam pemijahan yaitu 80 cm.
2) Seleksi Induk dan Penebaran Induk Fase Pemijahan
Teknik pemijahan ikan nila yang dilakukan UK BAT Cangkringan
adalah teknik pemijahan alami dengan jumlah perbandingan ikan
jantan dan ikan betina 1 : 3. Satu paket ikan nila yang dipijahklan
berjumlah 400 ekor yang terdiri dari 100 ekor jantan dan 300 ekor
betina. Induk terlebih dahulu harus melalui proses seleksi untuk
kemudian dipijahkan dalam kolam semi permanen.
Perbedaan induk nila merah nilasa jantan dan betina dapat dilihat
dari morfologinya yaitu ukuran tubuh, jumlah lubang pada bagian
anal, dan warna tubuh induk. Pada induk jantan bentuk tubuh
agak membulat dan bertubuh tinggi, warna tubuh lebih cerah, alat
kelamin berupa tonjolan kecil dan meruncing sebagai tempat
keluarnya sperma. Sedangkan pada induk betina bentuk tubuh
agak memanjang, warna tubuh kusam, memiliki alat kelamin yang
membulat. Bobot rata-rata indukan betina berkisar 400 - 600
g/ekor, sedangkan bobot indukan jantan berkisar 700 – 1.000
g/ekor. Induk yang digunakan untuk proses pemijahan mencapai
umur 10 – 12 bulan dan memiliki ciri morfologis yang baik
dipisahkan berdasarkan kelaminnya dan dimasukkan ke dalam
drum yang telah diisi air kolam untuk dipindahkan ke kolam
pemijahan. Satu drum berisi 40 ekor induk dipindahkan dengan
cara dipikul. Penebaran induk tersebut dilakukan pagi hari. Hal ini
bertujuan untuk menghindari induk mengalami stress. Sebelum

32
ditebar induk diaklimatisasi dengan cara menurunkan drum
secara perlahan ke permukaan air kolam.
3) Pemijahan Induk
Pemijahan ikan nila merah nilasa dilakukan secara masal dengan
perbandingan indukan jantan dan indukan betina dipijahkan 1 : 3.
Induk jantan dan induk betina dipijahklan dalam satu kolam
sehingga pemijahan dapat berlangsung setiap hari. Ikan nila
merah nilasa termasuk ikan yang bersifat parentalcare.
Pemijahan diawali dengan indukan jantan membuat sarang dan
indukan betina akan mendiami sarang yang dibuat oleh induk
jantan sampai induk jantan menghampirinya dan terjadilah proses
pemijahan. Proses pemijahan induk betina akan mengeluarkan
telur dan indukan jantan mengeluarkan spermanya, sehingga
terjadinya proses pembuahan. Selanjutnya telur akan dierami di
dalam induk betina. Induk betina bersifat mouth breeder. Induk
betina yang sedang mengeramin telur akan terlihat membesar
pada bagian mulutnya.

c. Manajemen Telur

Telur yang telah dibuahi oleh sperma induk jantan kemudian


dierami di dalam mulut induk nila betina selama 7 – 10 hari. Larva
menetas, induk nila akan sesekali mengeluarkan larva nila ke kolam
air, namun apabila kondisi lingkungan dianggap membahayakan larva,
maka induk betina akan kembali memasukkan larva kedalam
mulutnya. Untuk mengetahui jumlah telur dan jumlah telur yang
dibuahi, maka dilakukan pengamatan terhadap induk yang sedang
mengerami telurnya.
Pengamatan dilakukan dengan menangkap salah satu induk
yang sedang mengerami telur di dalam mulutnya, induk yang sedang
mengerami telur akan terlihat dari rahang mulutnya yang membesar,

33
dan mulut tertutup. Induk diberi pakan setiap hari dengan frekuensi
dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Pengecekan induk
yang sedang mengerami dilakukan setiap pagi hari dengan
mengambil induk dengan menggunakan serokan kemudian mengecek
mulut induk. Telur tersebut dimasukan ke dalam ember plastik yang
telah diisi air dari kolam pemijahan. Ember yang digunakan untuk
penampungan telur diberi seser pada bagian atasnya yang bertujuan
untuk memudahkan dalam perhitungan telur. Telur dimasukkan ke
ember yang diberi seser kemudian pemberian aerasi kedalam ember.
Perhitungan telur menggunakan centong dan satu ember berisi air
untuk telur yang terbuahi.
Kegiatan selanjutnya mengamati proses penetasan telur di hari
ke dua setelah penebaran ke dalam wadah inkubasi, telur sudah
menetas menjadi larva dan masih terdapat kuning telur pada perut
larva. Kuning telur akan habis setelah 2 hari penetasan mejadi larva.
Setelah menetas secara sempurna, kemudian larva dihitung untuk
mencari data derajat penetasan telur.

d. Pemeliharaan Larva

1) Persiapan Kolam
Persiapan wadah larva yang dilakukan di BPTPB
Cangkringan berupa kolam semi permanen berbentuk persegi
paanjang berukuran 10 x 5 x 1,5 m dengan ketinggian 0,8
sebanyak 1 unit. Sebelum dilakukan penebaran larva, kolam
dipersiapkan terlebih dahulu. Air kolam disurutkan dengan menutup
saluran inlet dan membuka pintu outlet.
Pengapuran menggunakan kapur tohor dengan dosis 50
g/m2 kapur ditebar disemua permukaan kolam. Setelah
pengapuran lalu di lakukan proses pemupukan dengan dosis 200
g/m2 . Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang. Pengisian

34
air dilakukan dengan cara membuka saluran inlet dan menutup
pintu outlet.
2) Pengambilan Larva
Pengambilan larva dilakukan pada hari ke 12 – 14.
Sebelumnya dilakukan pengamatan titik-titik larva untuk melihat
bergerombolnya larva. Setelah titik-titik tempat larva diketahui,
pemanenan larva dilakukan dengan menyerok larva
menggunakan serokan atau waring. Pertama kumpulkan
gerombolan larva ikan, lalu serok menggunakan waring dari dasar
kolam kemudian diangkat secara perlahan. Setelah itu pindahkan
larva tersebut pada hapa dengan ukuran 2 x 1 x 1 m untuk
menampung larva sementara dan setelah itu dilakukan
perhitungan larva. Pemanenan larva dilakukan selama beberapa
hari pada kolam yang sama. Karena untuk memaksimalkan padat
tebar pada kolam yang akan digunakan untuk pemeliharaan larva.

Gambar 8 Pemanenan larva nilasa dengan menggunakan anco

3) Penebaran Larva
Larva yang telah berada pada hapa diambil kemudian
dipindahkan ke kolam pemeliharaan larva, untuk dipelihara
selama 14 hari. Larva dibawa menggunakan ember plastik yang

35
telah diisi oleh air. Larva dipindahkan pada pagi hari agar larva
tidak mengalami stres. Setelah itu larva dilepas di kolam
pemeliharaan larva yaitu kolam semi permanen yang berukuran
50 m2 dengan jumlah kepadatan larva 200 ekor/ m 2. Ukuran larva
yang ditebar berkisar antara 0,6 – 0,7 cm dan berat larva berkisar
antara 0,02 – 0,05 gram.
4) Pemberian Pakan Larva
Pemberian pakan larva ikan nila merah nilasa sampai hari kelima
tidak diberikan pakan buatan, dengan harapan larva memakan
pakan alami berupa fitoplankton dan zooplankton yang
ditumbuhkan di kolam melalui proses pemupukan kolam. Pada
hari keenam larva diberikan pakan buatan berupa pakan bubuk
hingga akhir pemeliharaan. Pemberian pakan sebesar 3 % dari
berat biomassa ikan. Frekuensi pemberian pakan dua kali sehari
yaitu pagi dan sore hari, pakan diberikan secara merata dengan
cara pemberian pakan mengelilingi kolam pemeliharaan. Pakan
tersebut memilki kandungan dan nilai nutrisi seperti Tabel berikut.

Tabel.7. Kandungan nutrisi pada pakan buatan untuk larva Nila


Kandungan Kadar ( % )
Protein
Lemak Min 41
Serat Kasar 5
Abu Max 2
Kandungan Air Max 13
11

36
e. Pengelolaan Kualitas air

Pada budidaya ikan nila monitoring kualitas air sangat penting


untuk menjamin terpeliharanya kesehatan ikan yang dibudidayakan.
Pengukuran kualitas air di UKBAT Cangkringan menggunakan pH
meter untuk mengukur pH, thermometer HG untuk mengukur suhu
dan DO meter untuk mengukur DO.
Pengukuran kualitas air dilakukan di kolam induk, pemijahan
dan pemeliharaan larva. Pengukuran dilakukan seminggu sekali. Dari
hasil pengukuran kualitas air yang didapat, pH di UKBAT Cangkringan
cukup baik untuk pemeliharaan induk maupun larva nila merah.
Kualitas air seperti suhu, DO, pH dan ammonia selama pemeliharaan
ikan nila yang optimal yaitu sebagai berikut. Untuk suhu antara 25 -
30°C. Pada oksigen terlarut (DO) sebesar 5 ppm. Untuk derajat
keasaman (pH) sebesar 6,5 – 8,5. Dan untuk batasan optimal
kosentrasi amoniak yaitu sebesar 1 mg/l.

f. Pemanenan

Pemanenan benih dilakukan ketika telah mencapai ukuran


2 – 3 cm/ekor. Kegiatan pemanenan diawali dengan penyurutan air
kolam dengan menutup saluran inlet dan membuka pintu outlet.
Pemasangan hapa ukuran 3 x 2 m di depan outlet dan diberi dua
batu sebagai pemberat. Pemasangan hapa bertujuan sebagai tempat
berkumpulnya benih. Air dibiarkan surut sampai ketinggian 10 cm
kemudian tanah atau lumpur di dasar kolam digeser ke arah kamalir
menggunakan kaki. Hal ini bertujuan agar memudahkan
pengambilan benih di kamalir dan mempermudah pengeluaran air.
Benih yang ada di kamalir diambil menggunakan waring dan
kemudian dipindahkan ke dalam drum. Drum di panggul
menggunakan kayu dan di bawa ke kolam lainnya yang sudah di
pasang hapa sementara yang berukuran 3 x 2 m. Drum dimasukkan

37
kedalam hapa dan dimiringkan secara perlahan sampai benih masuk
ke dalam hapa. Setelah itu dilakukan proses greeding untuk
mendapatkan ukuran benih yang seragam.

g. Pengendalian Hama dan Penyakit

Salah satu kendala yang sering dihadapi pembenihan ikan nila


di UKBAT Cangkringan adalah serangan parasit. Tricodina sp.
adalah parasit yang biasa menyerang ikan nila. Tricodina sp.
ditemukan pada bagian insang dan lendir. Gejala yang ditimbulkan
warna tubuh pucat, memiliki bintik-bintik putih terutama dikepala dan
punggung dan ikan tampak menggosok-gosokkan tubuhnya pada
dasar kolam atau dinding kolam. Sedangkan hama yang ditemukan di
UKBAT Cangkringan adalah keong, kerang dan ular. Pengendalian
hama dilakukan dengan menangkap ular, kerang dan keong secara
langsung dan membuangnya.
Munculnya Tricodina sp. pada ikan nila disebabkan karena
kualitas air yang rendah atau buruk. Di UKBAT Cangkringan cara
pengobatan Tricodina sp. dapat dilakukan dengan perendaman
dalam larutan garam dapur pada kosentrasi 500 – 1000 mg/l selama
24 jam.
Menurut Amri dan Khairuman (2003), Tricodina sp. merupakan
parasit yang menyerang kulit dan sirip ikan dan menimbulkan luka
atau kerusakan pada organ yang diserang. Luka yang ditimbulkan
parasit ini biasanya disertai infeksi sekunder. Pengobatannya dengan
cara merendam ikan ke dalam larutan NaCl (garam) 500 – 1.000
mg/liter air selama 24 jam atau ke dalam larutan formalin 25 mg/liter
selama 24 jam.

h. Pengemasan dan Pemasaran

Kegiatan pengepakan benih menggunakan plastik berukuran


80 x 50 cm. Plastik dilapisi dengan dua buah plastik lalu dilipat agar

38
memudahkan pengisian air. Plastik diisi air sebanyak 5 liter,
kemudian benih dimasukkan ke dalam plastik packing dengan
penakaran, platik diisi oksigen dengan perbandingan 1 : 3. Kemudian
plastik diikat menggunakan 2 karet gelang, pengikatan plastik harus
benar agar ikatan tidak lepas saat transpotasi benih.
Benih ikan nila merah nilasa yang dihasilkan dari kegiatan
pembenihan oleh UKBAT Cangkringan adalah benih yang dipelihara
selama 14 hari yang berukuran 2 – 3 cm. Benih dijual dengan harga
Rp. 25/ekor. Benih yang dihasilkan kemudian dijual disekitar wilayah
daerah Istimewa Yogyakarta, dan juga ke daerah luar Yogyakarta.
Penjualan dilakukan secara aktif dan pasif. Penjualan secara aktif
yaitu dilakukan melalui web maupun bulletin. Sedangkan penjualan
secara pasif dilakukan dengan cara pembeli datang langsung ke
UPTD BPTPB unit kerja Cangkringan atau melakukan pemesanan
via telepon.

Gambar 9 Pengemasan benih ikan Nila Nilasa

39
3. Teknik Pembenihan ikan Lele Mutiara

Ikan lele merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya air tawar
yang diprioritaskan pengembangan produksinya oleh Kementerian Kelautan
dan Perikanan dalam rangka mendukung pencapaian peningkatan produksi
perikanan budidaya. Budidaya ikan lele telah lama berkembang di Indonesia,
diawali dengan menggunakan spesies ikan lele lokal. Indonesia memiliki
cukup banyak spesies ikan lele. Karena penggunaan lele lokal kurang
memadai dalam kualitasnya maka dikembangkanlah varietas lele baru salah
satunya lele Mutiara yang berasal generasi ke-3 (G3) dari persilangan 4
spesies lele yaitu lele Mesir, Paiton, Sangkuriang, dan Dumbo.
Upaya pemuliaan ikan lele Mutiara tersebut dilakukan melalui program
seleksi individu dengan target karakter utama berupa peningkatan laju
pertumbuhan bobot. Upaya pemuliaan tersebut diawali pada tahun 2010
melalui koleksi, karakterisasi dan evaluasi populasi-populasi induk
pembentuk, dilanjutkan dengan pembentukan populasi dasar sintetis pada
tahun 2011, pembentukan populasi generasi pertama pada tahun 2012,
pembentukan populasi generasi kedua pada tahun 2013 dan pembentukan
populasi generasi ketiga pada tahun 2014. Rangkaian kegiatan penelitian
seleksi individu tersebut telah menghasilkan peningkatan pertumbuhan dari
generasi ke generasi. Populasi generasi ketiga telah mengalami peningkatan
pertumbuhan bobot secara kumulatif sebesar 50,64% dibandingkan populasi
dasarnya, sehingga dinilai layak untuk dirilis (dilepas) sebagai strain baru
ikan lele unggul.
Populasi generasi ketiga ikan lele hasil pemuliaan tersebut telah
dinyatakan lulus pada Penilaian Pelepasan Jenis/Varietas tanggal 27
Oktober 2014, dengan nama ikan lele MUTIARA (“Mutu Tinggi Tiada
Tara”).

40
Hasil karakterisasi dan evaluasi performa menunjukkan bahwa ikan lele
Mutiara memiliki keunggulan performa budidaya yang lengkap sesuai
dengan harapan para pembudidaya, antara lain (BPPI, 2014):
 Laju pertumbuhan tinggi: 20-70% lebih tinggi daripada benih-benih lain.
 Lama pemeliharaan singkat: lama pembesaran 45-50 hari pada kolam
tanah dari benih tebar berukuran 5-7 cm atau 7-9 cm.
 Keseragaman ukuran relatif tinggi: tahap produksi benih diperoleh 80-
90% benih siap jual dan pemanenan pertama pada tahap pembesaran
tanpa sortir diperoleh ikan lele ukuran konsumsi sebanyak 70-80%.
 Rasio konversi pakan (FCR = Feed Conversion Ratio) relatif rendah:
0,5-0,8 pada pendederan dan 0,6-1,0 pada pembesaran.
 Daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi: sintasan (SR = Survival
Rate) 60-70% pada infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (tanpa
antibiotik).
 Toleransi lingkungan relatif tinggi: suhu 15-35 oC, pH 5-10, amoniak <3
mg/L, nitrit < 0,3 mg/L, salinitas 0-10 ‰.
 Toleransi terhadap stres relatif tinggi.
 Produktivitas relatif tinggi: produktivitas pada tahap pembesaran 15-
70% lebih tinggi daripada benih-benih strain lain.
 Proporsi daging relatif tinggi.
 Porsi keuntungan usaha pada tahap pembesaran 200-900% lebih tinggi
daripada benih-benih strain lain.

Klasifikasi lele Mutiara menurut Iswanto (2014) sebagai berikut :


Family : Clariidae (Airbreathing catfishes)
Ordo : Siluriformes (Catfish)
Kelas : Actinopterygii
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus

41
Teknologi budidaya ikan lele di UK-BAT Wonocatur secara garis
besar terdiri dari teknologi pemeliharaan induk, pemijahan (alami dan
buatan), pemeliharaan larva, pendederan dan pembesaran. Teknologi
pemeliharaan induk merupakan teknik penanganan induk-induk yang akan
digunakan dalam proses pemijahan dan terutama berkaitan dengan
proses pematangan gonad induk. Teknologi pemijahan merupakan teknik
untuk memilih dan memijahkan induk-induk hingga menghasilkan larva,
baik melalui proses pemijahan alami maupun buatan. Teknologi
pemeliharaan larva atau pembenihan merupakan teknik pemeliharaan
larva hingga menjadi benih yang siap untuk dipelihara kembali pada tahap
pendederan, umumnya dilakukan hingga benih berumur sekitar 16-20
hari, berukuran 1-2 cm, 2-3 cm dan 3-4 cm. Tahap pembenihan pada ikan
lele Afrika kadang disebut juga sebagai tahap pendederan pertama.
Teknologi pendederan merupakan teknik pemeliharaan benih hasil
pembenihan hingga menjadi benih yang siap untuk dipelihara lebih lanjut
pada tahap pembesaran, umumnya dilakukan selama 4 minggu atau 1
bulan, hingga dominan menjadi benih berukuran 5-7 cm dan 7-9 cm.
Tahap pendederan pada ikan lele Afrika kadang juga disebut sebagai
tahap pendederan kedua. Teknologi pembesaran merupakan teknik
pemeliharaan benih hasil pendederan hingga mencapai ukuran konsumsi,
umumnya hingga mencapai ukuran 100-150 gram atau hingga menjadi
calon induk.

a. Pemeliharaan induk
Induk-induk ikan lele MUTIARA dapat dipelihara dalam kolam
berdasar tanah, dan beton. Dasar kolam yang datar tersebut
dimaksudkan untuk memudahkan dalam proses pemilihan induk yang
akan dipijahkan.
Bak pemeliharaan induk berukuran 15 m2 dengan tinggi bak 1
meter, diisi air dengan ketinggian 50 cm dan memiliki volume air

42
dengan jumlah 7.500 liter. Sedangkan kolam untuk pembesaran ikan
Lele Mutiara berkapasitas volume 80.000 liter.
Pemeliharaan induk jantan dan betina ikan lele MUTIARA
dilakukan dalam kolam/bak yang terpisah. Tetapi, dalam kelompok
induk betina disertakan beberapa ekor (sekitar 5-10%) induk jantan.

Gambar 10 Bak dan kolam pemeliharaan induk

.Pakan yang diberikan pada induk ikan lele MUTIARA berupa pakan bentuk
pelet terapung yang dikhususkan untuk induk, berkadar protein minimum 35%
(misalnya Vitality BS 990, PT Cargill Indonesia atau PRIMA FEED PF-128, PT
Matahari Sakti), sebanyak 1-2% biomassa/hari, diberikan 1-2 kali sehari, dan
jika perlu diperkaya dengan suplemen, terutama sumber-sumber protein
tambahan (misalnya daging ikan, keong emas, telur dan lain-lain) dan vitamin.
Pakan yang berkualitas tinggi tersebut sangat penting bagi proses pematangan
gonad induk untuk mendukung efektivitas induk yang digunakan (dipijahkan)
berulang-ulang.

Gambar 11 Pakan induk pelet apung komersial.

43
Air media pemeliharaan induk ikan lele MUTIARA menggunakan
air yang berasal dari sungai atau irigasi. Air dalam kolam/bak
pemeliharaan induk tersebut bukan berupa air yang baru, tetapi
merupakan air lama yang kaya dengan partikel-partikel bioflok,
berwarna kehijauan atau kecokelatan. Pengaliran air baru hanya
dilakukan dalam debit yang kecil. Suhu air media pemeliharaan dijaga
agar stabil tidak lebih rendah dari 25oC.

b. Pemijahan

1) Pemilihan Induk Siap Pijah


Induk-induk ikan lele MUTIARA yang dipilih untuk dipijahkan
sebaiknya berukuran sedang (berumur kurang dari 5 tahun), dengan
bobot berkisar 1-4 kg dan tidak cacat. Induk-induk betina ikan lele
MUTIARA yang telah dipijahkan (baik pemijahan alami maupun
buatan) dapat digunakan dalam pemijahan kembali sekitar 1,5-2
bulan berikutnya, sedangkan induk jantan yang telah digunakan
dalam pemijahan alami dapat digunakan kembali 2-3 minggu
kemudian.
Ketepatan kesiapan induk-induk untuk dipijahkan juga
merupakan kunci utama keberhasilan pemijahan. Berdasarkan
pengamatan ciri-ciri secara eksternal, induk betina dipilih yang
perutnya buncit, bagian bawah/dasar perutnya tampak melebar ke
samping-belakang, lembek, alat kelamin (papila genitalia)
membengkak dan berwarna kemerahan-keunguan, oosit (sel telur)
matang dapat keluar jika perutnya ditekan (bukan dengan tekanan
yang sangat kuat) kearah papila genitalia. Perut induk betina ikan
lele MUTIARA, sebagaimana halnya induk betina strain-strain yang
lain, secara umum ada yang berbentuk pendek, melebar di bagian
depan sehingga perutnya tampak buncit di bagian depan dan ada
juga yang berbentuk memanjang, sepanjang rongga perutnya (dari

44
depan hingga belakang) tampak terisi semua, sehingga tampak lebih
ramping. Untuk lebih memastikan ketepatan pemilihan induk betina
yang siap pijah dilakukan pengambilan sedikit sampel (contoh) oosit
intraovarian dengan menggunakan slang kateter (kanula)
berdiameter 2,5-3 mm yang dimasukkan ke dalam lubang papila
genitalia dan disedot. Sampel oosit induk betina ikan lele MUTIARA
yang siap pijah berwarna hijau-kekuningan atau kuning-kecokelatan
secara seragam, permukaannya tampak mengkilap dan berukuran
relatif seragam (lebih dari 80% diameter oositnya lebih besar dari 1,2
mm), oosit-oosit saling berlekatan, tetapi relatif mudah dipisah-
pisahkan dan tidak banyak mengandung cairan. Seperti halnya
strainstrain yang lain, induk jantan ikan lele MUTIARA yang akan
dipijahkan dipilih berdasarkan ciri-ciri eksternalnya, yakni dipilih yang
papila genitalianya berukuran besar dan panjang serta berwarna
kemerahan-keunguan.

Gambar 12 Proses pemilihan induk Lele siap pijah.

2) Penyuntikan Hormon
Penyuntikan hormon dimaksudkan untuk memaksimalkan
pematangan gonad (menginduksi terjadinya proses pematangan
gonad tahap akhir dan ovulasi atau spermiasi) dan menginduksi
proses sinkronisasi pematangan sel gamet induk-induk yang akan
dipijahkan. Pada induk betina, penyuntikan hormon berguna untuk
menyeragamkan kematangan oosit (sel telur) yang pada awalnya

45
ada sebagian yang tingkat kematangannya masih belum maksimal
agar seluruh oosit dapat matang secara serentak (sinkronisasi),
sehingga dapat terovulasi seluruhnya, sedangkan pada induk jantan
berguna untuk meningkatkan volume cairan sperma.
Waktu penyuntikan hormon dilakukan dengan
mempertimbangkan rencana waktu pemijahan atau rencana waktu
pengambilan (koleksi) sel-sel gamet dikaitkan dengan suhu air. Pada
kondisi di UK-BAT Wonocatur dengan suhu air berkisar 27-30oC
dilakukan 8-10 jam sebelum perkiraan waktu terjadinya pemijahan
alami atau waktu pengambilan sperma dan oosit. Penyuntikan
hormon pada pemijahan alami dilakukan pada siang menjelang sore
hari. Hal yang perlu diperhatikan pada proses penyuntikan hormon
adalah dosis hormon, terutama untuk proses pemijahan di luar
musim pemijahan. Jumlah hormon yang diberikan ditentukan
berdasarkan bobot induk-induk yang akan dipijahkan (persatuan
bobot induk). Hormon komersial yang mudah diperoleh dan terbukti
efektif digunakan adalah ovaprim dengan dosis penyuntikan ovaprim
untuk induk betina ikan lele MUTIARA adalah 0,2 mL/kg bobot induk
dan induk jantan 0,1 mL/kg bobot induk. Sebagai pengencer hormon
dapat digunakan akuabides, akuades atau larutan NaCl fisiologis
(larutan infus intravena) sekitar ½-1 bagian volume ovaprim yang
digunakan.
Penyuntikan hormon menggunakan syringe (berkapasitas
kecil, 2-3 mL) dilakukan secara intramuskular pada daging bagian
punggung di salah satu sisi sebelah pangkal sirip punggung. Induk-
induk yang akan disuntik terlebih dahulu ditutup bagian kepalanya
(bagian matanya) dengan kain handuk basah agar tenang (tidak
berontak).
Penyuntikan dilakukan secara hati-hati dan perlahan agar
hormon yang telah disuntikkan tidak ada yang (merembes) keluar..

46
Gambar 13 Penyuntikan hormon.

3) Pemijahan Alami
Induk-induk ikan lele MUTIARA matang gonad yang terpilih
dapat langsung dipijahkan secara alami ataupun terlebih dahulu
diinduksi melalui penyuntikan hormon. Jika dilakukan induksi secara
hormonal, maka penyuntikan hormon dilakukan pada siang
menjelang sore hari (sekitar pukul 15.00 WIB). Pemijahan alami
dilakukan dengan memasukkan pasangan induk terpilih ke dalam
kolam/bak pemijahan yang berisi air baru yang bersih setinggi 30-50
cm dan telah dilengkapi dengan kakaban atau lembaran hapa (warna
hijau) sebagai media penempelen telur. Pasangan induk akan
memijah pada malam hari, umumnya sekitar pukul 21.00-24.00 WIB
pada pasangan induk yang diinduksi secara hormonal, atau pada
dini hari untuk pasangan induk yang tidak diinduksi secara hormonal.
Induk-induk yang telah memijah segera dipindahkan ke kolam/bak
khusus pemeliharaan induk pasca pemijahan (resting).
Kakaban atau lembaran hapa yang telah berisi telur dapat
dipindahkan ke kolam/bak penetasan atau tetap dibiarkan dalam
kolam/bak pemijahan tersebut hingga menetas. Air media penetasan

47
harus bersih. Setelah larva menetas, kakaban diangkat (dipindah)
dari kolam/bak penetasan.

Gambar 14 Pemijahan alami.

Telur yang diperoleh perlu ditimbang untuk mengetahui


fekunditasnya dan untuk menentukan (mengatur) penebaran telur
dalam media penetasan. Jumlah pergram bobot telur ikan lele
MUTIARA berkisar 600-800 butir, tergantung umurnya. Semakin tua
semakin sedikit, karena ukuran telurnya semakin besar. Bobot telur
perbobot induk betina ikan lele MUTIARA pada musim pemijahan
dapat berkisar 10-30%.

Gambar 15 Proses pengambilan dan penimbangan telur.

Induk-induk betina ikan lele MUTIARA yang telah diambil


telurnya segera dipindahkan ke kolam/bak khusus pemeliharaan
induk pasca pemijahan (kolam/bak resting). Penyimpanan induk-

48
induk betina yang telah dipijahkan dalam wadah penampungan
(berukuran kecil) yang terlalu lama ataupun pengembalian ke dalam
kolam pemeliharaan asalnya (bersama dengan induk-induk lain)
dapat meningkatkan resiko kematian. Induk-induk betina ikan lele
MUTIARA dapat dikembalikan ke kolam/bak pemeliharaan asalnya
ketika kondisi kesehatannya telah pulih kembali, setidaknya setelah
selama seminggu dalam kolam/bak resting.
Periode waktu sejak fertilisasi hingga sekitar 8-10 jam
merupakan periode kritis bagi perkembangan telur ikan lele
MUTIARA. Oleh karena itu, selama periode waktu tersebut telur-telur
tidak boleh diganggu dan kualitas air harus dimonitor secara berkala.
Suhu air penetasan dijaga tidak lebih rendah dari 25 oC. Fluktuasi
suhu air secara drastis (tiba-tiba dan ekstrim) harus dihindari. Proses
penetasan telur ikan lele MUTIARA dilakukan dalam media air yang
mengalir atau mengalami proses pergantian atau menggunakan
fasilitas aerasi untuk memberikan suplai gas oksigen terlarut yang
cukup bagi perkembangan telur/embrio.
Idealnya, kadar gas oksigen terlarut selama proses penetasan
dijaga tidak kurang dari 5 mg/L. Penetasan telur ikan lele MUTIARA
dalam air yang tidak mengalir dan tidak terjadi pergantian air
(stagnan) menghasilkan daya tetas yang rendah, bahkan tak jarang
telur-telur mati dan tidak dapat menetas. Oleh karena itu, pada
proses penetasan dalam air yang tidak mengalir perlu dilakukan
penggantian air (bersuhu sama) dan menggunakan padat tebar telur
yang rendah, yakni sekitar 100-150 butir telur/liter (sekitar 0,1-0,2 g
telur/liter).
Pengecekan perkembangan telur ikan lele MUTIARA perlu
dilakukan secara berkala untuk mengetahui perkembangan
keberhasilan penetasan. Telur-telur yang fertil dan berkembang
secara sempurna tetap tampak jernih dengan bagian kuning telur

49
tampak berwarna hijau-kecokelatan dengan sedikit bintik berwarna
kemerahan hingga 7-9 jam setelah fertilisasi, sedangkan telur-telur
yang mati berwarna putih susu (keruh).
Larva-larva ikan lele MUTIARA mulai menetas sekitar 18 jam
setelah fertilisasi pada suhu 28-29oC. Larva-larva yang menetas
perlu dipisahkan dari telur-telur yang tidak menetas, karena telur-
telur yang tidak menetas dan mengalami pembusukan dapat
meracuni dan mematikan larva. Pemisahan tersebut dilakukan
dengan memindahkan kakaban atau tray penetasan dari bak
penetasan segera setelah sebagian besar telur telah menetas. Hal
tersebut juga dimaksudkan untuk memisahkan larva-larva yang
menetas normal dari yang abnormal, karena penetasan larva yang
abnormal umumnya terjadi belakangan. Larva-larva yang abnormal
tersebut merupakan larva yang berkualitas rendah, umumnya akan
mengalami kematian selama periode 3-8 hari (umumnya hingga
kantung kuning telurnya habis terserap atau tidak dapat
memanfaatkan pakan) atau kalaupun dapat bertahan hidup
umumnya berbentuk cacat. Larva-larva yang abnormal tersebut
sebaiknya tidak dipelihara.
Larva-larva ikan lele MUTIARA yang baru menetas memiliki
organ penempel pada bagian dasar perut pada kantung kuning
telurnya, sehingga larva bersifat menempel pada substrat atau saling
menempel (berlekatan) dengan larva-larva yang lain sehingga
mengumpul. Adanya organ penempel tersebut menyebabkan larva
ikan lele MUTIARA yang baru menetas tetap berada (menempel) di
dasar bak penetasan karena tidak dapat berenang, kecuali jika
terpaksa karena terganggu oleh gangguan fisik. Larva yang baru
menetas tersebut bersifat fototaksis negatif (menghindari cahaya),
sehingga umumnya larva-larva ikan lele MUTIARA yang baru
menetas berkumpul pada daerah-daerah yang gelap pada dasar bak

50
penetasan, terutama pada bagian pojok-pojok bak penetasan. Organ
penempel pada larva ikan lele MUTIARA tersebut akan hilang
setelah larva berumur 2 hari dan barulah larva dapat berenang.
Waktu tersebut bersamaan dengan telah hampir habis terserapnya
kantung kuning telur dan larva mulai memerlukan pakan dari luar.
Oleh karena itu, larva ikan lele MUTIARA hasil penetasan tetap
dibiarkan dalam bak penetasan selama 2 hari. Larva-larva yang mati
ataupun sisa-sisa telur-telur yang tidak menetas dan mengalami
pembusukan serta berjamur perlu dibuang dari bak penetasan
dengan penyifonan yang dilakukan secara hati-hati.

c. Pemeliharaan larva
Pemindahan atau pemanenan larva ikan lele MUTIARA dari bak
penetasan untuk dipelihara dalam wadah pemeliharaan larva dilakukan
ketika larva berumur 2 hari (setelah kantung kuning telur hampir habis
terserap), ketika larva-larva telah berenang bebas dan menyebar.
Pemanenan dilakukan dengan menggunakan seser yang halus
sehingga masih menyisakan (mengikutsertakan) sedikit air selama
proses pemindahan tersebut. Wadah pemeliharaan larva ikan lele
MUTIARA berupa akuarium, bak beton, fiberglas, terpal atau plastik,
dengan kedalaman 10-20 cm. Padat tebar optimum yang digunakan
sebanyak 30 ekor larva/liter atau sekitar 6.000 ekor larva/m2, dengan
dilengkapi fasilitas penambah kadar oksigen terlarut menggunakan
aerasi. Padat tebar yang lebih rendah ataupun lebih tinggi juga dapat
digunakan, tergantung ketersediaan oksigen terlarut.
Sejak awal pemberian pakan hingga hari ke-3 larva ikan lele
MUTIARA diberi pakan berupa Daphnia sp. diberikan secara utuh
hingga umur 15 hari (sekitar 2 minggu). Sejak hari ke-5 (umur 1
minggu) larva ikan lele MUTIARA mulai perlu diberi sedikit pakan
buatan berbentuk tepung/halus berkadar protein 40% (misalnya HI-

51
PRO-VITE PS-P, PT Central Panganpertiwi atau FENG LI 0, PT
Matahari Sakti) yang secara bertahap diganti dengan pelet berbentuk
remah (crumble) berkadar protein 40% (misalnya BINTANG 581 dan
582, PT Central Proteinaprima) hingga pemanenan. Dengan demikian,
sejak umur 15 hari (sekitar 2 minggu) larva ikan lele MUTIARA telah
memakan pakan buatan secara penuh, tidak lagi diberi Dhapnia.
Pakan-pakan tersebut diberikan lima kali sehari, pada pagi,
menjelang siang, setelah siang, sore dan malam hari (dengan selang
waktu sekitar 4 jam), diberikan secara ad libitum atau sekitar 20%
biomassa/hari. Porsi pakan diberikan lebih banyak pada sore-malam
hari, karena larva bersifat lebih aktif pada malam hari atau pada saat
gelap. Penggunaan air media pemeliharaan yang tidak jernih
menghasilkan sintasan yang lebih tinggi. Lama pemeliharaan larva ikan
lele MUTIARA sekitar 15-20 hari, tergantung sistem dan wadah
pemeliharaan yang digunakan.
Selama tahap pemeliharaan larva, keseragaman ukuran larva
harus diperhatikan, karena larva ikan lele MUTIARA sebagaimana larva
strain-strain yang lain bersifat kanibal. Kanibalisme tersebut bahkan
dapat terjadi sejak tahap awal larva mulai makan (umur 2 hari).
Kegiatan pemisahan larva-larva yang berukuran besar tersebut
dilakukan bersamaan dengan proses penyifonan dan penggantian air.
Selama pemeliharaan larva dilakukan pengelolaan kualitas air melalui
penyifonan sisa-sisa pakan dan kotoran maupun penggantian air, jika
diperlukan. Namun demikian, sejak larva berumur sekitar 1 minggu
tidak dilakukan penggantian air secara total, cukup dilakukan
penambahan air untuk mengembalikan air ke ketinggian semula setelah
berkurang akibat penyifonan. Kalaupun dilakukan penggantian air
hanya dilakukan sebagian.
Tahap pemeliharaan larva diakhiri ketika larva telah menjadi
benih. Umumnya, tahap larva ikan lele MUTIARA berakhir pada saat

52
berumur sekitar 16-20 hari, ketika berukuran panjang sekitar 2 cm.
Pada saat pemanenan, benih di-grading dalam kelompok ukuran 1-2
cm, 2-3 cm dan 3-4 cm. Benih-benih yang berukuran di luar kelompok-
kelompok ukuran tersebut jumlahnya hanya sedikit, sehingga tidak
digunakan dalam tahap pemeliharaan (tahap pendederan) lebih lanjut.

Gambar 16 Pemanenan dan grading benih hasil pemeliharaan larva.

d. Pendederan
Benih-benih ikan lele MUTIARA hasil tahap pemeliharaan larva
selanjutnya dipelihara dalam kolam/bak secara outdoor atau semi-
outdoor (tahap pendederan) hingga mencapai ukuran yang siap untuk
dibesarkan. Pendederan benih ikan lele MUTIARA dapat dilakukan
dalam kolam/bak beton (semen), fiberglas, plastik ataupun terpal
dengan air yang tidak jernih, tetapi berwarna hijau (pendederan sistem
air hijau). Kolam/bak pendederan yang berukuran kecil lebih mudah
pengelolaannya daripada yang berukuran besar, terutama berkaitan
dengan faktor predasi dan kemudahan akses pakan yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap sintasan, pertumbuhan maupun tingkat
keseragaman ukuran benih yang dihasilkan. Kedalaman air kolam/bak
pendederan sekitar 30-50 cm. Penebaran benih dilakukan setelah
kolam/bak dipastikan bebas dari predator.

53
Gambar 17 Pendederan benih.

Benih-benih ikan lele MUTIARA yang digunakan (ditebar) dalam


suatu kolam/bak pendederan harus berukuran seragam (“seukuran”),
yakni berukuran panjang 1-2 cm, 2-3 cm dan 3-4 cm serta dalam
kondisi yang sehat. Perlu menghindari penggunaan benih-benih yang
berukuran kecil dalam satu keturunan, karena benih-benih tersebut
berkualitas tidak bagus, laju pertumbuhannya lambat karena efisiensi
pakannya rendah. Jika benih-benih tersebut dipaksakan untuk
dipelihara hanya akan memboroskan pakan, karena menghasilkan
rasio konversi pakan (FCR = Feed Conversion Ratio) yang tinggi.
Normalnya, nilai FCR benih ikan lele MUTIARA dalam tahap
pendederan berkisar 0,5-0,7. Selain berukuran seragam, benih-benih
yang dipelihara dalam suatu kolam/bak pendederan juga harus
berumur sama (“seumuran”), yakni berasal dari pasangan induk-induk
yang dipijahkan pada waktu yang bersamaan. Penggunaan benih yang
“seumuran” dan “seukuran” tersebut memudahkan dalam manajemen
pemberian pakan, dapat menyeragamkan pertumbuhan, meminimalisir
kanibalisme, meminimalisir kompetisi pakan dan ruang dan proses
pemanenan menjadi efektif dan efisien.

54
Padat tebar pendederan benih ikan lele MUTIARA yang
digunakan sebesar 300-3.000 ekor/m2, tergantung sistem pendederan
yang digunakan. Pendederan pada kolam tanah menggunakan padat
tebar yang rendah, berkisar 300-500 ekor/m2. Hal tersebut dilakukan
untuk menjaga agar kualitas air selama tahap pendederan tetap
terjaga, sehingga tidak perlu dilakukan penggantian air, karena
penggantian air dalam kolam tanah (yang berisi benih-benih yang
masih berukuran kecil) secara teknis relatif sulit dilakukan akibat
adanya lumpur. Pendederan dalam kolam/bak beton, plastik, terpal
atau fiberglas menggunakan padat tebar yang lebih tinggi, berkisar 500-
1.000 ekor m2. Melalui penggunaan padat tebar yang lebih tinggi
tersebut kualitas air media pendederan dapat memburuk, tetapi hal
tersebut secara teknis dapat ditangani dengan cepat dan mudah
melalui penyifonan dan penggantian air. Pendederan dengan sistem
bioflok yang dilengkapi fasilitas aerasi dapat menggunakan padat tebar
yang tinggi, berkisar 1.000-3.000 ekor/ m2.
Benih ikan lele MUTIARA ditebar ketika air dalam kolam/bak
pendederan telah didiamkan setidaknya selama 1 hari. Penebaran
benih dilakukan pada pagi atau sore hari, ketika suhu tidak terlalu
tinggi. Penebaran benih-benih yang berasal dari daerah yang berbeda
kondisi iklimnya atau untuk transportasi jarak jauh perlu dilakukan
aklimatisasi suhu air.
Sesaat setelah penebaran, benih ikan lele MUTIARA perlu diberi
pakan. Pakan yang digunakan harus pakan khusus untuk benih yang
berkualitas tinggi, tidak boleh menggunakan pakan yang berkualitas
rendah, karena akan menyebabkan benih lambat tumbuh dan mudah
sakit/lemah, limbahnya juga akan cepat mencemari dan memperburuk
kondisi air pemeliharaan, sehingga meracuni benih. Jenis dan ukuran
pakan harus disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut benih. Pakan
yang diberikan berupa pakan komersial berbentuk remah dengan kadar

55
protein 40% pada minggu II dan III, selanjutnya diganti dengan pelet
apung berkadar protein 30% pada minggu IV. Pakan diberikan 4 kali
sehari (pagi, siang, sore dan malam hari) selama sekitar 10-15 hari
awal masa pendederan, selanjutnya diberikan 3 kali sehari (pagi, siang
dan sore hari). Pakan diberikan secara ad libitum dan secara tepat,
tidak terlalu kurang dan tidak berlebihan. Untuk mencegah
bertambahnya penumpukan limbah sisa pakan akibat kelebihan pakan,
sejak sekitar 10-15 hari awal masa pendederan digunakan pakan jenis
pelet apung, karena lebih mudah dikontrol.
Kondisi kualitas air selama masa pendederan harus dijaga agar
selalu dalam kondisi yang bagus, karena keberhasilan pendederan
benih ikan lele MUTIARA sangat tergantung pada kestabilan kondisi
kualitas air media pendederan. Kestabilan kondisi kualitas air media
pendederan tersebut dipertahankan dengan cara menerapkan
manajemen pemberian pakan secara tepat. Kualitas air media
pendederan benih ikan lele MUTIARA harus dimonitor secara terus-
menerus dengan memperhatikan kondisi fisik air dan kondisi fisik serta
tingkah laku benih yang dipelihara. Kondisi air harus dipertahankan
agar warnanya selalu tampak “segar”, ditandai dengan warna air yang
awalnya tampak berwarna cokelat-bening, menjadi cokelat-kehijauan,
hijaukecokelatan, hijau muda sampai hijau tua untuk pendederan
sistem air hijau. Air media pendederan yang berkualitas bagus ditandai
dengan terlihat adanya butiran-butiran partikel halus berwarna hijau
(untuk pendederan sistem air hijau).
Pada pendederan sistem air hijau, kondisi kualitas air yang buruk
ditandai dengan terjadinya perubahan warna air dari hijau “segar”
menjadi berwarna hijau pucat, seluruh bagian air berwarna hijau-
keputihan secara merata, tidak terlihat butiran-butiran partikel yang
melayang-layang dan pada bagian permukaan air tidak ada lapisan
yang berwarna bening. Selain itu, indikasi buruknya kondisi kualitas air

56
juga ditandai dengan tingkah laku benih yang beberapa diantaranya
telah mulai tampak “malas-malasan”, seringkali diam “menggantung”
pada permukaan air terutama di daerah pojok-pojok kolam/bak atau
ditandai juga dengan adanya beberapa benih yang perutnya
“kembung”. Namun demikian, perubahan kondisi kualitas air juga dapat
dipengaruhi/ditentukan oleh perubahan kondisi cuaca yang ekstrim.
Jika kondisi kualitas air telah buruk, maka perlu segera dilakukan
penggantian air sebagian ataupun penggantian air total.
Penggantian air sebagian atau “pengenceran” air dilakukan jika
kondisi kualitas air belum terlalu buruk, belum sampai ditandai dengan
adanya banyak benih yang mati, hanya sebatas ditandai dengan
adanya benih-benih yang “menggantung” dan mulai terciumnya bau
yang sedikit tidak sedap. Umumnya hal tersebut mulai terjadi setelah 2
minggu masa pendederan, ketika sebagian besar benih ikan lele
MUTIARA telah mencapai ukuran 5-7 cm. Penggantian air sebagian
dapat langsung dilakukan dengan penambahan (pengaliran) air baru
sehingga air dasar terbuang dengan sendirinya melalui saluran
pembuangan (outlet) atau dengan cara membuang sebagian air bagian
dasar yang banyak mengandung limbah melalui penyifonan terlebih
dahulu, kemudian dilakukan penambahan air baru hingga mencapai
ketinggian (volume) air awal.
Penggantian air secara total dilakukan jika kondisi kualitas air
media pendederan telah benar-benar buruk, ditandai dengan telah
adanya banyak benih ikan lele MUTIARA yang mati dan terciumnya
bau air yang tidak sedap. Penggantian air total dilakukan dengan cara
membuang seluruh air media pendederan secara cepat, membuang
kotoran dan limbah serta bangkai-bangkai benih. Pembuangan air
media pendederan secara total tersebut dilakukan secara hati-hati
dengan cara segera menambahkan (mengalirkan) air yang baru
menjelang hampir habisnya air media pendederan lama yang dibuang

57
melalui saluran outlet agar benih tidak sampai kekeringan sehingga
kondisi benih tidak bertambah lemah dan air media pendederan yang
lama terbuang seluruhnya. Air media pendederan yang baru sebagai
pengganti air media pendederan yang lama dapat diambil dari sebagain
volume kolam/bak pendederan lain yang kualitas airnya masih bagus,
yang kemudian ditambah dengan air baru yang berasal dari sungai atau
irigasi yang tidak banyak mengandung partikel lumpur. Perlu dilakukan
pemberian larutan garam krosok dengan dosis 1-2 kg/m3 volume air
media pendederan yang baru.
Setelah sekitar 2 minggu dalam masa pendederan perlu dilakukan
grading untuk kembali menyeragamkan ukuran benih, sehingga
mengurangi kanibalisme. Benih-benih yang berukuran lebih besar dan
lebih kecil dipisahkan dari kelompok benih yang berukuran dominan.
Agar benih-benih ikan lele MUTIARA tetap sehat dan tidak mengalami
stress, proses grading benih dilakukan dalam kolam/bak penampungan
dengan volume air yang tinggi dan dengan kondisi kualitas air yang mirip
dengan air media kolam/bak pendederan asalnya. Penampungan benih
yang akan di-grading dilakukan dalam hapa yang permukaannya halus
(misalnya hapa yang berwarna hijau). Penggunaan waring yang ukuran
mata waringnya besar dan permukaannya kasar (misalnya waring yang
berwarna hitam) harus dihindari, karena dapat menyebabkan luka,
terutama pada bagian moncong, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan resiko terjadinya infeksi penyakit.
Tahap pendederan merupakan tahapan budidaya yang paling
rentan terhadap serangan penyakit. Perubahan cuaca yang ekstrim dan
kondisi kualitas air yang buruk menyebabkan beberapa benih ikan lele
MUTIARA menjadi stress dan kondisinya lemah, sehingga rentan
terhadap serangan penyakit yang diakibatkan oleh parasit maupun
bakteri. Serangan penyakit parasiter umumnya hanya menyebabkan
kematian benih secara perlahan dan dalam jumlah yang sedikit,

58
sedangkan serangan penyakit bakterial umumnya bersifat “ganas”, jika
tidak segera dilakukan penanganan dapat menyebabkan kematian benih
dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat.
Parasit yang umum menyerang benih ikan lele MUTIARA adalah
Trichodina sp., Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. Secara umum,
serangan penyakit parasiter ditandai dengan tingkah laku benih yang
“malas-malasan”, berdiam diri “menggantung” di pinggir-pinggir atau
pojok-pojok kolam/bak, warnanya menjadi gelap, dengan tubuh yang
kurus akibat respon pakannya rendah (malas makan) dan sungut-
sungutnya putus menjadi pendek. Munculnya serangan parasit tersebut
mengindikasikan bahwa kualitas air media pendederan dalam kondisi
yang buruk, sehingga perlu ditangani dengan segera. Serangan parasit
tersebut dapat menyebabkan kematian secara perlahan pada sebagian
kecil benih ikan lele MUTIARA.
Penyakit parasiter tersebut dapat ditangani dengan memberikan
larutan garam krosok dengan dosis 2-4 kg/m3 volume air media
pendederan selama 2-3 hari berturut-turut atau dilakukan dengan
penggantian air sebagian. Penggantian sebagian air media pendederan
untuk menangani serangan penyakit parasiter tersebut umumnya
dilakukan dengan membuang sebagian air media pemeliharaan lama
dan menggantinya dengan air yang memiliki tingkat kepekatan partikel
bioflok (air hijau atau air cokelat) lebih pekat.
Kondisi air media pendederan benih ikan lele MUTIARA yang
kurang tepat dapat memicu terjadinya serangan penyakit bakterial.
Bakteri yang umum menyerang benih ikan lele MUTIARA adalah
Aeromonas hydrophila dan Flavobacterium collumnare (sinonim
Flexibacter collumnaris). Pada umumnya serangan bakteri
Flavobacterium collumnare terjadi pada awal-awal masa pendederan,
terjadi ketika tingkat kepekatan air media pendederan masih rendah dan

59
adanya faktor lain (misalnya gangguan cuaca ekstrim, stress atau infeksi
parasit) yang menyebabkan kondisi benih menjadi lemah.
Sebaliknya, serangan bakteri Aeromonas hydrophila umumnya terjadi
menjelang akhir masa pendederan, ketika kualitas air media pendederan
telah buruk akibat tingginya limbah, ditambah lagi dengan adanya faktor
lain yang menyebabkan kondisi benih menjadi lemah. Penyakit akibat
serangan bakteri Aeromonas hydrophila umumnya ditandai dengan
adanya luka yang tampak mengalami pendarahan secara internal
sehingga tampak berwarna kemerahan, sedangkan serangan bakteri
Flavobacterium collumnare ditandai dengan adanya luka berwarna putih
yang akhirnya mengalami pembusukan pada bagian moncong (penyakit
“moncong putih”) dan ekor benih. Penyakit “moncong putih” seperti
halnya penyakit parasiter dapat ditangani dengan memberikan larutan
garam krosok dengan dosis 2-4 kg/m3 volume air media pendederan
selama 2-3 hari berturut-turut.
Sedangkan, penyakit akibat serangan bakteri Aeromonas
hydrophila tidak dapat ditangani dengan penggunaan larutan garam
krosok. Namun demikian, penyakit akibat serangan bakteri Aeromonas
hydrophila dapat ditangani dengan segera memperbaiki kualitas air
media pendederan dengan cara mengganti air media pemeliharaan lama
dengan air media pemeliharaan dari kolam/bak yang kondisi kualitas
airnya bagus, segera memisahkan benih-benih yang sakit ke wadah lain
dengan kondisi kualitas air yang bagus, menaikkan ketinggian air media
pemeliharaan agar suhunya lebih stabil, mengurangi kepadatan benih
dan membatasi pemberian pakan agar kualitas air tetap terjaga atau
menggunakan antibiotik yang teregistrasi.
Tahap pendederan benih ikan lele MUTIARA diakhiri ketika telah
secara dominan benih mencapai ukuran panjang sekitar 5-9 cm,
umumnya tercapai dalam waktu 30-40 hari masa pendederan. Pada saat
pemanenan dilakukan grading benih ke dalam kelompok ukuran 5-7 cm

60
dan 7-9 cm. Normalnya, proporsi kedua kelompok ukuran benih ikan lele
MUTIARA hasil pendederan tersebut berkisar 80-90%. Benih-benih yang
berukuran di luar kelompok kelompok ukuran tersebut jumlahnya hanya
sedikit, sehingga tidak digunakan dalam tahap pemeliharaan (tahap
pembesaran) lebih lanjut.

Gambar 18 Pemanenan dan grading benih hasil pendederan.

4. Budidaya kultur alami

Dalam kegiatan praktik kerja industri di Laboratorium Pakan Alami


BPTPB Cangkringan telah dilakukan praktik kultur zooplankton dari jenis
Daphnia sp. Dalam siklus hidupnya Daphnia sp. dapat menghasilkan anak
pertama umur 4 – 6 hari. Syarat lingkungan hidupnya pada suhu 22 - 31oC ,
pH 7,1–8,0 dan kadar Amonia 0,35 – 0,61. Daphnia dapat menjadi
dewasa pada umur 4 hari dan dapat mencapai 12 hari. Selama hidupnya
Daphnia dapat beranak sebanyak 7 kali dengan jumlah yang dihasilkan 200
ekor.
Untuk melaksanakan kultur semi massal diperlukan bahan berupa bibit
Daphnia sp., air tawar, pupuk puyuh, dan molase. Sedangkan peralatan yang
dibutuhkan adalah bak fiber/ akuarium / ember Plastik (wadah budidaya),
timbangan digital, plankton net / jaring halus, spons, dan peralatan aerasi.

61
Langkah Kerja dalam mengkultur semi massal Daphnia sp. dimulai
dengan menguras bak fiber/wadah kultur. Membersihkan bak fiber
menggunakan sabun dan spon. Membilas bak fiber menggunakan air
mengalir sampai bersih. Mengisi bak fiber menggunakan air sumur yang
telah diberi filter bak. Menambahkan klorin 100 ml keaalam bak fiber ( 100 L),
1 ml klorin untuk 1 liter air. Biarkan selama 24 jam. Bak fiber yang telah di
sterilisasi dan diisi air. Ditambahkan Na thio sulfat sebanyak 100 ml, biarkan
selama 4 jam. Selanjutnya menimbang pupuk KCl 20 gr, NPK 10 gr, ZA 80
gr, Kapur 1 gr, dan Urea : 10 g. Masukkan pupuk tersebut ke dalam bak
fiber yang telah berisi air. Jika menggunakan pupuk organik timbang pupuk
tersebut dengan dosis 1 gram/L (1kg/m3). Masukkan dalam plastik ikat dan
dilubangi. Tunggu 2 – 3 hari sampai warna air menjadi coklat muda.
Tebarkan bibit Daphnia ke dalam adah tersebut. Kepadatan populasi 50 –
100 individu/l atau 2-3 g/m3. Panen secara parsial/sebagian setelah
pemanenan berikan pupuk ulang agar tumbuh lagi, demikian seterusnya.

5. Pengendalian hama dan penyakit ikan

Tantangan pembudidaya ikan dengan semakin menurunnya daya


dukung alam terutama penurunan kualitas air adalah munculnya hama dan
penyakit ikan. Timbulnya hama dan penyakit ikan ini dapat menyebabkan
kerugian yang besar bagi petani ikan karena ikan yang terkena hama dan
penyakit akan menyebabkan kematian ikan dan juga menyebabkan nilai jual
ikan menjadi rendah. Oleh karena itu BPTPB Cangkringan mempunyai unit
kerja Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan.

Ikan yang mengalami serangan hama dan penyakit dari pembudidaya


ikan akan diambil sampelnya dan dibawa ke Laboratorium untuk diamati
lendir kulit dan potongan insangnya. Di bawah mikroskop lendir kulit dan
potongan insang diamati jenis hama dan penyakit yang menyerang. Apabila
ditemukan parasit atau penyakit akan dilakukan identifikasi parasit dan

62
penyakit yang menyerang dari semua titik sampel petani ikan di seluruh
Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga dapat dibuat peta sebaran penyakit di
wilayah DIY. Dengan terindentifikasinya hama dan penyakit ikan akan
memudahkan untuk menentukan kapan waktu terjadinya serangan hama dan
penyakit, serta dapat dilakukan langkah preventif dan kuratif untuk
menanggulangi hama dan penyakit yang menyerang. Peta serangan hama
dan penyakit ikan dapat dilihat pada lampiran 3.

Untuk menanggulangi hama dan parasit Laboratorium telah


mengembangkan pengobatan secara herbal yaitu salah satunya dengan
memanfaatkan batang pisang kluthuk. Cara pembuatannya adalah dengan
mencacah batang pisang dengan panjang 1 meter sampai kecil, kemudian
dimasukkan ke dalam tong plastik ukuran 20 liter yang telah diberi air bersih
sampai hampir penuh. Cacahan batang pisang direndam selama satu
minggu atau sampai serat-serat batang telah terurai halus, dan kemudian
diberikan 100 gram terasi yang telah dihaluskan dahulu ke dalam rendaman
tersebut. Campuran batang pisang, air, dan terasi tersebut dibiarkan sampai
kurang lebih 2 bulan sampai sehingga warna cairan menjadi jernih dan tidak
berbau lagi. Campuran tersebut disaring dan diambil airnya. Air hasil
fermentasi batang pisang sudah dapat digunakan untuk mengobati ikan yang
terkena parasit ikan dengan cara memasukkan larutan sebanyak 100 mL ke
dalam 100 Liter Air. Ikan dimasukkan ke dalam air yang telah mengandung
larutan hasil fermentasi batang pisang bebeberapa saat sampai parasit
hilang. Adapun bahan pengobatan herbal lain untuk ikan yang telah dicoba di
Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan dapat dilihat pada lampiran 4.

Secara periodik Laboratorium Kesehatan Ikan dan Penyakit BPTPB


Cangkringan mengadakan vaksinasi ke petani ikan. Manfaat vaksinasi ini
pada budidaya ikan adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh, proteksi
terhadap serangan infeksi tertentu, pencegahan efek samping
kematerapautika (bahan pengobatan kimia), lebih terjaga kemananan

63
lingkungan dari pencemaran bahan kematerapeutik, serta keamanan
konsumen dari residu antibiotik.

Syarat ikan yang divaksinasi adalah ikan yang telah berumur lebih dari
3 minggu, tidak sedang sakit, dan suhu air stabil.

Pelaksanaan vaksinasi dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu metode


perendaman, media pakan, dan penyuntikan. Teknik perendaman
disarankan untuk ikan dengan ukuran benih. Perendaman dapat dilakukan di
dalam bak beton/fiber glass/aquarium atau ember plastik. Dosis yang
digunakan adalah 1 mL vaksin untuk 10 liter air. Jumlah ikan untuk sekali
perendaman kurang lebih 20.000 – 25.000 ekor per m3. Larutan bekas
rendaman masih dapat digunakan 1 kali lagi dengan jumlah ikan yang sama.

Teknik media pakan cocok digunakan untuk ikan yang sudah dipelihara
di dalam kolam. Vaksin diencerkan terlebih dahuu dengan air yang bersih
(tambahkan booster), kemudian dimasukkan ke dalam alat semprot.
Semprotkan larutan vaksin ke dalam pakan secara merata, keringkan, dan
selanjutnya segera diberikan kepada ikan. Dosis yang diberikan adalah 2-3
ml per kg pakn ikan. Pemberian vaksin melalui pakan sebaiknya selama 5 –
7 hari berturut-turut.

Sedangkan untuk metode penyuntikan cocok untuk induk atau calon


induk ikan. Aplikasi dapat dilakukan secara intraperitoneal (i.p)/bagian perut
atau intramuskuler (i.m)/bagian otot. Dosis yang diberikan adalah 0,1 – 0,2
ml/kg bobot ikan.

64
6. Hasil observasi ke Unit Kerja di bawah UPTD BPTPB Cangkringan

a. Budidaya Ikan Bandeng di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak


Gunung Kidul

1) Perawatan Induk
Induk berumur 1 tahun lebih dengan rasio jantan, dan betina 1 : 1.
Pemberian pakan dengan protein 30 – 35 % tiga kali sehari dengan
porsi sekenyangnya. Penambahan suplemen madu, kuning telur,
vitamin E, dan minyak cumi.
2) Pemijahan
Pemijahan dengan system koloni pada kolam bulat diameter 10 m dan
kedalaman 3 m. Induk bandeng memijah secara alami pada bulan-
bulan gelap.
3) Penanganan Telur dan Penetasan
Telur bandeng yang baik akan mengambang di permukaan air. Telur
diambil dengan cara mengalirkan air sehingga telur-telur bandeng ikut
aliran air keluar menuju bak bulat penampungan dan telur- telur
bandeng tersebut ditampung menggunakan jaring halus / plankton
net. Telur-telur bandeng yang sudah ditampung, kemudian ditetaskan
di Hatchery pada bak khusus penetasan yang dilengkapi aerator.
4) Kultur Pakan Alami
Adapun pakan alami yang dikultur secara massal dan digunakan
untuk pakan larva bandeng adalah Chlorella, Spirulinna, Rotifera.
5) Perawatan Larva
Larva bandeng transparan dan pemberian pakan alami setelah
cadangan kuning telur habis. Pemberian pakan alami ke larva
bandeng berupa chlorella, spirulinna, dan rotifer. Sedangkan pakan
buatan untuk larva bandeng menggunakan D O. Panen larva pada
hari ke 18 – 21.

65
6) Pendederan dan Pembesaran
Benih didederkan pada kolam massal yang lebih besar. Aerasi tetap
diberikan untuk suplai oksigen. Pakan diberikan 2 kali sehari dengan
bobot 3 % dari biomassa larva bandeng tersebut. Pada pembesaran
ikan bandeng, luas petakan yang digunakan 2.000 m2 dengan padat
tebar 5 ekor/m2, sehingga jumlah gelondongan yang tebar sebanyak
10.000 ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad dan Yakob
(1998), bahwa luas petakan sebaiknya tidak lebih dari 0,5 ha dan
berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar. Bentuk empat
persegi panjang merupakan bentuk ideal karena memudahkan pada
saat menggerakkan alat panen (Idel dan Wibowo, 1996). Petak
pembesaran ini fungsinya hampir sama dengan fungsi petak
penggelondongan dan menurut Hadie dan Supriatna (2000), petak
pembesaran merupakan tempat terakhir pemeliharaan ikan untuk
menjadi ukuran konsumsi. Pakan yang diberikan pakan untuk nener di
petak pembesaran ini pakannya berupa pakan buatan sama seperti
pakan yang digunakan pada nener di petak penggelondongan.
7) Pemanenan
Pemanenan bandeng sesuai permintaan pasar/konsumen yaitu panen
benih segala macam ukuran, dan panen ikan bandeng ukuran
konsumsi.

b. Budidaya Tawes di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Bejiharjo Gunung


Kidul

Ikan tawes yang memiliki bahasa latin (Puntius javanikus)


merupakan ikan unggulan yang dibudidayakan di UK BAT Bejiharjo
Gunung Kidul. Ikan tawes memang kurang begitu popular dan permintaan
akan banyak pada musim-musim tertentu terutama musim hujan dimana
ikan tawes akan dilepas di telaga telaga yang banyak airnya dan dibiarkan
hidup secara alami. Pertumbuhan ikan tawes cukup pesat selebas

66
penebarab dua P2 akan tetapi lambat pada waktu larva sampai
penebaran P1.
Ikan yang dipersiapkan sebagai induk diperlakukan secara khusus
dengan memberikan makanan dengan kandungan protei 30 sd 35 %.
Indukan yang siap dipijahkan yakni induk jantan berusia 1tahun dan induk
betina satu setengah tahun. Induk jantan ditandai operculum kalau diraba
terasa kasar
Ikan tawes termasuk ikan yang agak sulit dipijahkan secara alami
akan tetapi dengan menggunakan teknik pemijahan Cangkringan tingkat
keberhasilannya relative tinggi. Sistem cangkringan adalah cara
pemijahan dengan menggunakan ikan mas yang dipijahkan bersamaan di
dalam 1 (satu) bak dengan induk ikan Tawes. Cara tersebut digunakan
untuk merangsang berpijahnya induk-induk ikan lain yang sulit dipijahkan
walaupun telah matang gonad. Induk ikan mas akan memijah terlebih
dahulu yang letak hapanya didepan . Beberapa saat kemudian ikan tawes
yang letak hapanya dibelakang akan terangsang untuk berpijah. Tawes
akan memijah pada waktu sore hari, telur akan keluar pada happa yang
tidak dilengkapi kakaban karena sifat telur tawes akan melayang-layang.
Untuk pemijahan rasio jantan dan berina adalah 1 : 2

Gambar 19 Tempat pemijahan ikan Tawes

67
Fekunditas Ikan Tawes 1 Kg induk mampu bertelur 1 juta butir.
Sifat telur tawes melayang dan tidak menempel sehingga perlu aerasi
yang tinggi agar tidak mengumpul. Hapa yang digunakan berukuran
sangat lembut karena ukuran telur tawes sangat kecil. Setelah 12 jam telur
menetas, larva sangat lembut dan transparan. Larva perlu penanganan
khusus karena sangat kecil transparan dan masih sangat terpengaruh
oleh perubahan lingkungan sehingga SR masih rendah yaitu kurang lebih
40%

Gambar 20 Happa berisi larva ikan tawes

c. Pembenihan Gurami di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Sendangsari


Kulon Progo

Ikan Gurami ikan adalah salah satu jenis ikan yang memilki prospek
cerah jika dibudidayakan dengan baik. Terlebih lagi gurami banyak
diminati oleh msyarakat Indonesia karena memiliki daging yang tebal dan
sedap. Gurami yang dipelihara di UK BAT Sendangsari ada beberapa
jenis yang telah mampu dipijahkan diantaranya : Gurami local, Gurami
Cangkringan, Gurami Galunggung, Gurami Kapas, Gurami Padang,
Gurami Sowang.
Karena pembudidayaan ikan gurami membutuhkan waktu yang
lama sampai tiba masa panen, sihingga menyebabkan harga ikan gurami
di pasaran menjadi mahal. Oleh karena itu pula ikan gurami disebut

68
sebagai makanan elit, khususnya untuk gurami yang mempunyai ukuran
besar.
Namun, seiring dengan perkembangan jaman, ternyata ada
beberapa cara yang bisamembuat ikan gurami yang dibudidayakan cepat
besar dan cepat panen.

Gambar 21 Kolam pemijahan ikan gurami

Adapun Pemeliharaan Induk Gurami sebagai berikut :


 Pemeliharaan Induk gurami dengan system Batre perpaket dengan
luas kolam 4 x 4 m2dengan rasio jumlah Induk jantan dan betina
adalah 1 : 3. Pemeliharaan induk gurami dengan sisem batre ini di
UK BAT Sendangsari telah berjalan selama 5 tahun yang awalnya
menggunakan system Koloni. Dari hasil yang diperoleh ternyata
pemeliharaan dengan system btre lebih efektif
 Pemijahan gurami yang dilaksanakan selama ini masih
menggunakan pemijahan secara alami yang kita ketahui
keberhasilahn pemijahan secara alamai ini tidak bisa ditentukan
keberhasilannya karena memang untuk ikan gurami berbeda dengan
ikan lele dan ikan mas yang begitu dipijahkan langsung bisa
menghasilkan telur. Pada gurami untuk menghasilkan telur bisa
seminggu, dua minggu bahkan terkadang membutuhkan waktu
bulanan untuk bisa menghasilkan telur.

69
 Pakan yang dipergunakan untuk induk gurami berupa pakan buatan
dengan kadar protein 30 – 35 % dan pakan alami berupa daun
senthe. Menurut pengalaman semakin banyak daun senthe yang
diberikan akan menghasilkan telur dengan kulaitas lebih baik bila
dibandingkan hanya menggunakan pakan buatan. Pakan buatan
diberikan 30 % dari umlah total sedadangkan daun senthe sebanyak
70%.
 Pembuatan induk untuk indukan gurami memang membutuhkan
waktu yang relatif lama yaitu minimal 3 sampai 4 tahun dengan bobot
berkisar antara 1 Kg sampai dengan 1,5 Kg perekor. Akan tetapi
gurami memilki masa produksi yang relative lebih lama dibandingkan
ikan air tawar lainnya.
 UK PAT Sendangsari menyediakan gurami dengan ukuran yang
bervareasi sesuai dengan permintaan konsumen. Untuk induk
Gurami dijual perpaket denga jumlah gurami jantan 1 ekor dan
gurami betina 3 ekor dengan harga perpaket Rp 550 ribu, sedangkan
untuk calon indukan perpaket seharga Rp 300 ribu.
 Dari pengalaman ternyata jenis gurami Sowang memilki pertumbuhan
paling cepat. Untuk gurami ukuran konsumsi dari penebaran 1 (P1 )
bisa mencapai 500 g selama 1 tahun pemeliharaan.
 Untuk bisa memijah dengan baik gurami membutuh suasana yang
tenang dengan air yang relative stabil dengan gemericik air untuk
merangsang pemijahan.
 Gurami yang mau memijah ditandai dengan membuat sarang sendiri
dari bahan sarang berupa ijut yang telah disediakan. Sarang dibuat
didalam sosok dari plastik tempat sampah yang telah disediakan.
Tanda-tanda gurami yang telah memijah dan bertelur yaitu adanya
lapisan minyak di atas permukaan air dan bau amis. Gurami jantan
akan menunggui sarang yang telah berisi telur.

70
 Telur yang berada di dalam sarang gurami diangkat dimasukkan di
ember plastik kemudain dipisahkan dari ijuk. Telur ditetaskan di
ember pasti yang ditempatkan didalam hatchery. Telur akan
menetas dan larva tidak diberi makanan selama cadangan makanan
yang berupa kunig telunyar masih.
 Setelah cadangan makanan habis larva diberi makanan cacing sutra
selama 40 hari. Panen larva dilakukan sesuai permintaan konsumen
dengan standar ukuran kwaci, ukuran kuku, ukuran silet, ukuran
rokok mil dan ukuran rokok dengan tiap-tiap ukuran memilki harga
yang berbeda. Pemasaran benih gurami disekitar Yogyakarta dan
jawa tengah.

d. Pembesaran udang Vaname di Unit Kerja Budidaya Air Payau Congot


Kulon Progo

1) Persiapan Lahan
Lahan untuk pembesaran udang dipersiapkan dengan dikeringkan
terlebih dahulu selama 5 hari, kemudian dicangkul untuk
membalikkan tanah dan didiamkan lagi selama 3 hari. Setelah itu
lahan tersebut dilakukan pengapuran dengan menggunakan kapur
tohor dengan kadar 250 gram / m2. Kemudian dilakukan pemupukan
menggunakan pupuk kandang yang dimasukkan ke dalam karung
palstik dengan kadar 250 gram/m2. Setelah itu diisi air dengan
salinitas yang tersedia 2 – 3 ppt dari air sumur bor. Kondisi dasar
tanah pada lahan tersebut berpasir. Masing-masing kolam dilengkapi
dengan kincir air / paddle wheel secukupnya yaitu berkisar 2 – 4
buah.
2) Penebaran
Bibit udang Vaname yang berasal dari CP Prima Situbondo.
Kemudian bibit udang tersebut ditebarkan ke kolam yang telah

71
dipersiapkan setelah 1 minggu pengolahan lahan/kolam. Pakan
diberikan 3 kali sehari dengan porsi sekenyangnya.
3) Perawatan
Setiap hari kontrol kualitas air yaitu pH, Suhu, Salinitas, dan D O.
Kemudian setiap hari dilakukan penyiponan dan penggantian 1/3 air
setelah penyiponan. Dilakukan pengecekan pakan setiap 2 jam.
Aerasi terus dihidupkan selama 24 jam sampai udang vaname besar
bobotnya dan siap panen.
4) Panen
Sistem panen total dengan melihat kondisi kesehatan udang dalam
keadaan normal 3 bulan panen. Dalam 1 tahun siklus panen
dilakukan sebanyak 3 kali.

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Praktik Kerja Industri

1. Faktor Pendukung Pelaksanaan Praktik Kerja Industri

Adapun beberapa faktor yang mendukung dalam pelaksanaan praktik


kerja industri di BPTPB Cagkringan adalah :
a. Fasilitas yang cukup lengkap dan memadai
b. Tenaga ahli yang menguasai di bidangnya
c. Penjelasan dari tenaga ahli cukup urut, teliti dan lengkap
d. Dukungan dari pejabat BPTPB yang sangat ramah dan santun
e. Komoditas budidaya cukup beragam dan lengkap
f. Inovasi dan teknologi yang baru dalam perikanan budidaya
g. Dukungan dan kerjasama yang baik dengan siswa-siswa SMK
yang praktik dan mahasiswa juga yang praktik di UK BAT
Cangkringan dan UK BAT Wonocatur
h. Sarana penginapan dan makan yang murah
i. Banyak kelompok tani yang ramah dan sangat perhatian dalam
memberikan penjelasan dan informasi

72
2. Faktor Penghambat Pelaksanaan Praktik Kerja Industri

Beberapa faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan kerja industri di


BPTPB Cangkringan adalah :
a. Terbatasnya waktu dalam melaksanakan praktik kerja industri di
BPTPB Cangkringan
b. Lokasi antar unit kerja di BPTPB Cangkringan cukup jauh

E. Laporan Kegiatan Harian

No. Hari dan tanggal Jam (WIB) Kegiatan


1 Rabu, 2 Mei 2018 08.00 – 17.00 Orientasi Program
Kebijakan BPTPB
Cangkringan :
 Kebijakan
pengembangan teknologi
perikanan budidaya
 Kelembagaan dan
jaringan BPTPB
 Manajemen produksi

2. Kamis, 3 Mei 2018 08.00 – 17.00 Pembenihan Ikan Lele :


 Seleksi Induk
 Persiapan bak
pemijahan
 Pemijahan
3 Jumat, 4 Mei 2018 08.00 – 11.00 Pembenihan Ikan Lele :
14.00 – 17.00  Penetasan larva
 Perawatan larva
 Pendederan
 Grading
 Seleksi
 Sortasi
 Pemanenan
4 Sabtu, 5 Mei 2018 08.00 – 17.00 Pembenihan Ikan Mas
Najawa :
 Seleksi Induk
 Persiapan bak pemijahan

73
 Penebaran induk
 Pemijahan
5 Senin, 6 Mei 2018 08.00 – 17.00 Pembenihan Ikan Mas
Najawa :
 Penetasan
 Perawatan larva
 Pendederan
 Grading
 Seleksi
 Sortasi
 Pemeliharaan
 Pemanenan
6 Selasa, 7 Mei 2018 08.00 – 17.00 Pembenihan Ikan Nila :
 Seleksi Induk
 Persiapan kolam
pemijahan
 Penebaran induk
 Pemijahan

7 Rabu, 8 Mei 2018 08.00 – 17.00 Pembenihan Ikan Nila :


 Panen larva
 Perawatan larva
 Pendederan
 Grading
 Seleksi
 Sortasi
 Pemeliharaan
 Pemanenan
8 Kamis, 9 Mei 2018 08.00 – 17.00 Pemeliharaan Induk Ikan
Tawes
9 Jumat, 10 Mei 2018 08.00 – 11.00 Pemeliharaan Induk Ikan
14.00 – 17.00 Gurami
10 Sabtu, 11 Mei 2018 08.00 – 17.00 Materi Pendukung :
 Pengujian di laboratorium
 Pengendalian hama
penyakit metode herbal
 Kultur pakan alami

74
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pelaksanaan kegiatan pembenihan ikan nila merah Nilasa, ikan Mas


Merah Najawa, ikan lele Mutiara, ikan Gurami, ikan Bandeng, ikan Tawes
Jois di beberapa unit kerja yang ada pada BPTPB Cangkringan meliputi
manajemen induk, pemijahan induk, manajemen telur, pemeliharaan larva,
pengelolaan kualitas air, pemanenan, pengendalian hama dan penyakit,
pemasaran hingga aspek financial. Kegiatan pemeliharaan udang Vaname
hanya meliputi manajemen pembesaran udang yaitu memberikan pakan
buatan secara rutin tiap hari hingga ukuran mencapai maksimal atau sesuai
ukuran udang konsumsi dan mengelola kualitas air serta pemanenan secara
total.
Sumber air yang digunakan untuk pembenihan ikan Nila merah
Nilasa, ikan Mas Najawa, dan ikan lele Mutiara yaitu air tawar yang berasal
dari sungai Opak. Sedangkan beberapa unit kerja pada BPTPB Cangkringan
yang lokasinya tidak berada di wilayah Cangkringan menggunakan sumber
air yang berasal dari air yang berasal pada masing-masing daerah unit kerja
tersebut.
Kultur pakan alami yang berupa Daphnia sp, Chlorella, Spirulina, dan
Rotifera dilakukan secara massal dan semi massal/skala laboratorium untuk
memenuhi pakan larva masing-masing ikan yang dibudidayakan pada semua
unit kerja yang ada di BPTPB Cangkringan.
Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan sangat berperan dalam
penanganan baik pencegahan maupun pengobatan penyakit dengan
memperbaiki kualitas air dan dengan menggunakan obat herbal. Untuk
pencegahan antara lain monitoring yaitu melakukan pengontrolan kualitas
air, pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu, vaksinasi, pemberian
immunostimulan.

75
B. Saran

1. Dalam usaha pengembangan UPTD BPTPB Cangkringan ke depan lebih


diarahkan sebagai lembaga riset/penelitian dengan mengangkat tenaga
ahli yang kompeten dibidangnya sehingga hasil-hasil penelitian dapat
dinikmati oleh masyarakat luas khususnya oleh petani ikan.
2. Sebaiknya pada tempat pemeliharaan penerapan biosecurity harus
dilakukan setiap hari agar dapat mencegah penyebaran hama dan
penyakit di lokasi pembenihan.

76
DAFTAR PUSTAKA

Alam, M., 2016. Ikan Lele Mutiara. Majalah Intekan : Informasi Teknologi
Perikanan Budidaya. Edisi 03 Juni 2016. BPTPB Dinas Kelautan dan
Perikanan Yogyakarta.

Alfiah, A.R., E. Arini dan T. Elfitasari, 2013. Pengaruh Kepadatan yang Berbeda
Terhadap Kelulushidupan dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochormis
niloticus) pada Sistem Resirkulasi dengan Filter Bioball. Journal of
Aqualculture Management and Technology. 2(3) : 86-93.

Anonymous, 2011. Statistik Perikanan Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan


Departemen Pertanian. Jakarta.

Astutik, D.D., 2015. Teknik Pembenihan Ikan Mas Merah Najawa (Cyprinus
carpio L.) Di UPTD BPTPB Unit Cangkringan, Argomulyo, Cangkringan,
Kabupaten Sleman. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Brawijaya. Malang.

BPPI. 2014. Naskah Akademis Pelepasan Ikan Lele Tumbuh Cepat Generasi
Ketiga Hasil Seleksi Individu. Balai Penelitian Pemuliaan Ikan. Sukamandi.

Cahyono, B., 2001. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta.

Farid, M.S., 2016. Analisa dan Penanganan Bakteri pada Ikan Air Tawar di
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB)
Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya. Malang.

Iswanto, B., Imron, H. Marnis, dan R. Suprapto, 2014. Petunjuk Teknis


Budidaya Ikan Lele Mutiara. Balai Penelitian Pemuliaan Ikan. Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Perikanan Budidaya Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kelautan Dan Perikanan Kementerian Kelautan Dan
Perikanan. Jakarta.

Kordi, G., 2001. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Kanisius.


Yogyakarta.

Mantau, Z., J.B.M. Rawung dan Sudarty, 2004. Pembenihan Ikan Mas yang
Efektif dan Efisien. Jurnal Litbang Pertanian, 23 (2) : 68-73.

77
Muntalim, F. Mas’ud, 2014. Pengembangan Budidaya dan Teknologi
Pengolahan Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forsskal) Di Kabupaten
Lamongan Guna Meningkatkan Nilai Tambah. Jurnal Eksakta. 2 (1): 54-
66. Universitas Islam Lamongan.

Sa’ani, H., 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1. Binacipta. Bogor.

Soewito, Subono, M.S. Malangjoedo, V. Soesanto, S. Soeseno, Suhardi, R.


Budiono, Martono, H.T. Asikin, S. Rachmatun, 2000. Sejarah Perikanan
Indonesia. Yasamina. Jakarta.

Yudhistira, A.A., 2016. Teknik Pembenihan Ikan Nila Merah Nilasa


(Oreochormis sp.) Di Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
(BPTPB) Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya. Malang.

78
LAMPIRAN

1. Data Pendukung
Lampiran 1. Peta lokasi unit kerja BPTPB Cangkringan

79
Lampiran 2. Peta lokasi BAT Cangkringan

80
Lampiran 3. Karakteristik Ikan Lele MUTIARA

81
82
Lampiran 4. Peta Serangan Hama Penyakit Ikan

a. Bakteri Aeromonas hydrophyla (BulanJuli)

Tingkat
Kode Kabupaten Kecamatan Nama Penyakit
Serangan
B01 BANTUL JETIS Motil Aeromonas Septicemia ( Aeromonas hydrophila) ringan

B01 SLEMAN NGAGLIK Motil Aeromonas Septicemia ( Aeromonas hydrophila) berat

B01 KULON PROGO PANJATAN Motil Aeromonas Septicemia ( Aeromonas hydrophila) sedang

B01 GUNUNG KIDUL WONOSARI Motil Aeromonas Septicemia ( Aeromonas hydrophila) sedang

b. Virus KHV (Bulan Februari dan September)

Kode Penyakit Provinsi Kabupaten Kecamatan Tingkat


serangan
V01 KHV DIY Gunung Kidul Karangmojo Berat
V01 KHV DIY Sleman Cangkringan Berat

83
84
Lampiran 5 . Obat-Obat Herbal

Obat-Obat Herbal Untuk Mengatasi Penyakit-Penyakit Pada Ikan


No Jenis Kandungan Khasiat Cara penggunaan
1. Akar kuning Alkaloid - Memusnahkan Daun dan buah dacacah halus dan
Ichthyophtirius dicampur air. Airnya digunakan untuk
multifiliis (bintik putih), merendam ikan yang terinfeksi parasit.
Trichodina spp dan
Epistylis spp.

2. Babandotan Asam amino, β- - Menghilangkan - Daun segar disebarkan secara


sitosterol, penyakit ikan yang merata ke kolam, 30 kg daun untk
ageratochromen disebabkan oleh 100 kg ikan untuk beberapa hari (5-
e, fedelin, Aeromonas hydrophila 7 hari) berturut-turut
minyak terbang penyebab borok dan - Untuk transportasi ikan ± 200 ekor
kumarin, bercak merah benih ukuran 1 inchi, dapat
postasium
- Streptococcus digunakan 20 lembar daun per 50
klorida,
agalactiae penyebab liter air
stigmasterol,
ikan berenang tidak
organacid
beraturan dan mata
saponin,
flavonoid menonjol
polifenol, dan
minyak atsiri.

85
3. Rumput bermuda Sitosterol, - Menghilangkan virus - 2g tanaman dicacah halus ditambah
karoten, yang menyebabkan 100 ml air kemudian dicampur
Vitamin C, White spot Syndrome pada pakan
palmitic acid Virus (WSSV) pada - Air tersebut dicampur dengan
triterpenoid, udang Paneus pelet, inkubasi 15 menit dan
dan alkaloid monodon disimpan pada suhu kamar.
ergonovin.

4. Bawang putih Minyak atsiri - Menghilangkan bakteri - 25 mg bawang putih dihaluskan dan
dan allicin penyebab penyakit dicampur air 1 liter untuk
bercak merah perendaman ikan sakit
Aeromonas hydrophila - Untuk KHV sebanyak 30 gram
pada ikan patin dalam 100 ml air
- Virus KHV pada ikan
mas
- Parasit Ich dan cacing
Trichodina sp

86
5. Ciplukan Asam - Menghilangkan bakteri - Daun dan buahnya direbus (15-30 g)
klorogenat, penyebab radang, dalam 100 ml air atau kering (5-10 g)
elaidic acid, dan bengkak, dan dalam 100 ml air, lalu digunakan
physalin kemerahan atau borok untuk perendaman

6. Gadung - Aeromonas hydrophila - Cacah umbi dan daunnya sampai


penyebab penyakit halus lalu campur dengan air. Air
bercak merah dengan tersebut untuk perendaman ikan
gejala borok dan yang terinfeksi
kemerahan pada kulit

7. Gamal, Liridiyah Saponin, - Mencegah gangguan - Dosis penggunaan, 6 kg daun


flavonid, dan hama dan predator dicacah, dicampur dengan air hasil
polifenol seperti ikan liar, ular, saringan dimasukkan ke kolam
burung, kepiting, dan dengan luas 100 m2. 2 hari kemudian
katak. bangkai predator akan mengapung,
air dibuang dan diganti 2-3 kali
hingga air tidak berasa pahit

87
8. Krokot, Gelang KCl, KSO4, - Membunuh bakteri - 1,3-3 kg daun segar dicacah halus
KNO3, kalsium, penyebab keradangan, dicampur dalam pakan dan diberikan
magnesium, bengkak, dan luka serta untuk 100 kg ikan
glikosida, radang usus
glikoretin,
nicotinic acid,
tannin, saponin,
vitamin A, B, C,
I-noradrenalin,
noradrenalin,
dopamine, dan
dopa
9. Jambu biji tanin, minyak - Membunuh bakteri - 4-5 g daun dicacah halus dicampur
atsiri (eugenol, Aeromona shydrophila air 1 liter, selanjutnya dicampur
minyak lemak, dengan pakan
damar, zat - 1-2 g daun dicacah halus dan
samak, dicampur air 5 liter. Air tersebut
triterpinoid, untuk perendaman ikan yang sakit
asam apfel, dan
selama 48 jam
buahnya
mengandung
asam amino
(triptofan, lisin),
kalsium, fosfor,
besi, belerang,
vitamin A, B1
dan C.

88
10. Jinten hitam - Berfungsi sebagai - Jinten hitam dihaluskan secukupnya
imunostimulan, anti lalu dicampurkan ke dalam pakan
penyakit virus dan
antioksidan
- Aeromonas hydropila
penyebab bercak
merah pada ikan serta
virus KHV

11. Jombang - Membunuh bakteri - Untuk pencegahan penyakit


Aeromonas hydrophila sebanyak 0,3-0,6 g daun jombang
penyebab penyakit dicacah halus dicampur dengan air 1
bercak merah liter dan digunakan untuk
- Air rebusan dapat perendaman ikan yang sakit
digunakan untuk
meningkatkan daya
tahan tubuh dengan
cara mengaktifkan
makrofag, merangsang
pembentukan limfosit,
dan memfasilitasi
pembentukan antibodi

89
12. Daun kelor Minyak behen, - Membunuh bakteri - 5 g daun dicacah haslus dicampur air
minyak terbang, Aeromonas hydrophila 100 ml. hasil saringannya dicampur
myrosine penyebab penyakit air dan digunakan untuk
bercak merah perendaman ikan yang sakit.
- Streptococcus
agalactiae penyebab
penyakit dengan gejala
berenan tak beraturan,
mata menonjol, dan
badan kehitaman
13. Ketapang - Membunuh bakteri - 60 g daun dicacah halus lalu
Aeromonas hydrophila dicampur ke dalam 1 liter air dan
digunakan untuk perendaman ikan
yang sakit
- Untuk menurunkan pH caranya
Daun ketapang dijemur selama 6
jam lalu dimasukkan ke kolam
selama 2-3 hari.

90
14. Kipahit - Membunuh bakteri - 1 gram daun dicacah halus dan
penyebab TBC pada dicampur 1.000 liter air untuk
ikan air tawar perendaman ikan yang sakit selama
3 jam

15. Ketepeng - -

16. Kirinyuh - Mambunuh bakteri - Daun dan batang dicacah dan


penyebab cacar dicampur air sampai 10 ml,
gurame kemudian ditambahkan air 10 l, lalu
(Mycobacterium sp.) air digunakan untuk perendaman
dan Aeromonas - Sebagai pestisida nabati
hydrophila penyebab
penyakit bercak merah
dan borok

91
17. Kucing-kucingan - Membunuh bakteri - 125-500 g daun kering atau 2 kg
Flexibacter colimnaris daun segar dicacah halus dan
atau penyakit rontok dicampurkan ke pakan untuk 100 kg
insang ikan. Pemberian dilakukan 3 kali
dalam sehari dalam 3 hari

18. Kunyit - Fungsinya untuk - 1 g kunyit dihaluskan atau dibuat


membunuh bakteri bubuk lalu dicampurkan dengan 1 kg
Aeromonas hydrophila pakan. Ikan yang sakit diberi pakan
ini selama beberapa hari
- 2,5 gr perasan kunyit/liter air
aplikasi : -tumbuk/blender kunyit,
peras, lalu tambah air
- campurkan dalam pelet atau
pakan.

92
19. Lampesan - Fungsinya untuk - Caranya 60 kg daun atau batang
meningkatkan kualitas dicacah dan disebarkan ke kolam
air dengan luas 100m2
- 30 kg daun atau batang dicacah dan
- Untuk menurunkan pH disebarkan ke kolam dengan luas 24
m2
- Daun/batang dipotong-potong lalu
- Untuk menumbuhkan
dijemur selama 6 jam hingga layu,
plankton
kemudian dimasukkan ke kolam
selama 2-3 hari.

Mahkota Dewa - Membunuh bakteri - Kupas kulit buah mahkota dewa,


20. Aeromonas hydrophila jemur sampai kering. Rendam daun
mahkota dewa yg kering dalam
probiotik 1 x 24 jam dan tebarkan
secara merata ke kolam beserta air
rendamannya
- Pakan disemprot dengan air
rendaman daun yang sudah dicacah
atau diremas, dengan dosis 6 ml per
100 g pakan

93
21 Mengkudu - Imunostimulsn - 10 lembar daun dicacah atau
(meningkatkan diremas-remas dalam 5 liter air dan
kekebalan tubuh ikan ) airnya digunakan untuk
dan pengobatan perendaman. Untuk perendaman
penyakit cacing ikan yang terkena penyakit cacingan,
(Dactylogiriasis dan 3 mg ekstrak daun dilarutkan dalam
Gyrodactyliasis) 1 liter air. Daun dan buah juga
sangat baik untuk pakan harian ikan
nila dan tawes

22 Meniran - Dapat memusnahkan - 5 g daun yang sudah dibuat bubuk


bakteri Aeromonas dicampur air 1 liter untuk
hydrophila yang perendaman selama 5 jam. Jika
menyebabkan penyakit dicampur pakan, dibutuhkan 20 g
borok dan bercak daun dan dicacah halus, dicampur
merah serta dengan 1 kg pakan
Edwarsielle tarda yang
menyebabkan penyakit
bisul dan luka pada
kulit.
23 Merica - Membunuh bakteri Menggerus lalu mengoleskannya
Aeromonas hydrophila pada luka di kulit ikan
24 Mimba - Membunuh bakteri - Larutkan daun mimba dengan
Flexibacter columnaris konsentrasi 5 g dalam 10 liter air
yang menyebabkan yang digunakan untuk perendaman
penyakit rontok insang 60 jam
- Untuk mengobati dengan

94
memberikan kelangsungan 60%,
larutan biji mimba dengan
konsentrasi 25 g dalam 100 liter
air secara perendama cukup
efektif

25 Mindi - Membunuh parasit - 3-5 kg daun dicacah dan disebarkan


yang menyebabkan ke kolam. Dapat juga digunakan
ikan cacingan atau untuk mengobati ikan dengan cara
helminthosis perendaman
(Dactylogiriassi dan
Gyrodactiliasis)

26 Orang aring - Membunuh parasit - Cara penggunaanya daun dan


yang menyebabkan batang dicacah lalu dicampur air.
ikan cacingan atau Airnya untuk perendaman ikan yang
helminthosis sakit
(Dactylogiriassi dan
Gyrodactiliasis)
- Bakteri Aeromonas
hydrophila penyebab
penyakit bercak merah,
serta Edwardsiella

95
tarda penyebab bisul
dan luka-luka pada kulit
27 Paci-paci - Target dari tumbuhan - Ekstrak daun paci-paci sebanyak 4 g
ini adalah, in vitro dalam 100 ml air dicampur pakan.
senyawa flavonoid, Dari larutan tersebut sebanyak 1 ml
antraquinon dicampur dengan 10 g pakan
(Pseudomonas ditambah 0,3 ml pengikat berupa
pseudomalleri, B. putih telur. Untuk perendaman,
anthracis, Saprolegnia dosisnya 1 g ekstrak daun dalam 1
sp, A. hydrophila, liter air
Cyanobacterium
pseudodiphetericum
dan Pseudomonas
aeruginosa) dan
kumarin/fenolik.
28 Padang Teki, Rumput Teki - Membunuh bakteri - 1 kg rumput segar dicacah halus lalu
yang menyebabkan dicampur dengan pakan untuk 100
penyakit enteritis atau kg ikan
radang pada usus

96
29 Pakis giwang - Membunuh bakteri - 500 g daun kering dibuat bubuk atau
penyebab radang usus 2,5 kg daun segar dicacah halus dan
dicampur pakan untuk 100 kg ikan.
Pemberian pakan dilakukan 1 kali
dalam 1 hari selama 3 hari

30 Patikan cina, patah tulang - -

97
2. Foto Kegiatan pada saat melaksanakan pekerjaan di tempat DU/DI

Kegiatan di UK BAT Bejiharjo

Kegiatan di UK BAL Sundak

Kegiatan di UK BAP Congot

98
Kegiatan di UK BAT Sendangsari

Kegiatan di kelompok Tani Ikan Ngremboko

Seminar Pemaparan Hasil Prakerin di BPTPB Cangkringan

99
Kegiatan kultur pakan alami (Chlorella, dan spirulinna)

Kegiatan di Laboratorium Kesehatan ikan dan lingkungan

Kegiatan pemberian sertifikat prakerin oleh Pendamping

100
Sumber Dokumen
1. Buku-buku Perpustakaan
2. Data Primer dan Data Sekunder Laboratorium Kesehatan Ikan dan
Lingkungan BPTPB Cangkringan
3. Hasil wawancara dari Kepala BPTPB Cangkringan dan staf Karyawan
BPTPB Cangkringan
4. Hasil wawancara dari Kepala dan staf Karyawan masing-masing unit
kerja yang berada di bawah UPTD BPTPB Cangkringan Sleman DIY
5. Hasil kegiatan praktik bersama dengan Sarjana pendamping di tiap unit
kerja di bawah unit kerja UPTD BPTPB Cangkringan Sleman DIY

101

Anda mungkin juga menyukai