Disusun Oleh :
1. JAVIA CAPRIOLLA (J1A115004)
2. MILA KURNIATI (J1A115016)
3. FIRDAUS MATANARI (J1A115028)
4. SITI KHODIJAH (J1A115037)
5. MAWARLY R.K. SILALAHI (J1A115072)
6. FAISAL RAMADHAN HRP (J1A115077)
7. LAMASIH DINIATY SIMAMORA (J1A116048)
Dosen Pengampu :
1. Dr. Ir. Lavlinesia, M. Si.
2. Ulyarti, S. TP. MSc.
3. Mursyid, S. Gz., M.Si.
b. pH
Pada kisaran pH yang ekstrim baik asam maupun basa terjadi inaktivasi
yang irreversible pada kisaran pH selebihnya masih dapat terjadi inaktivasi, tetapi
bersifat reversible. Perlu diketahui pada enzim yang sama sering berbeda pH
optimumnya, tergantung asal enzim tersebut.
Perubahan aktivitas enzim akibat perubahan pH lingkungan disebabkan
terjadinya perubahan ionisasi enzim, substrat atau kompleks enzim-substrat. Enzim
menunjukkan aktivitas maksimum pada kisaran pH optimum. Pada kisaran pH
yang ekstrim, baik asam maupun basa, terjadi inaktivasi yang irreversible. Pada
kisaran pH yang selebihnya masih dapat terjadi inaktivasi, tetapi bersifat reversible.
Pengaturan pH ini penting untuk mendapatkan keaktifan enzim yang maksimal
(Winarno, 1993).
c. Konsentrasi enzim
Semakin tinggi enzim yang ditambahkan makin besar pula kecepatan
reaksinya tetapi pada batas-batas tertentu dimana hidrolisat yang diperoleh akan
konstan dengan meningkatnya konsentrasi enzim. Hal ini disebabkan penambahan
enzim sudah tidak efektif lagi.
d. Konsentrasi substrat
Kecepatan hidrolisis dari suatu reaksi sangat tergantung pada konsentrasi
substrat, dimana semakin tinggi konsentrasi substrat, reaksi semakin cepat hingga
mencapai kecepatan yang tetap. Untuk dapat diperoleh kompleks enzim-substrat,
diperlukan adanya kontak antara enzim dengan substrat. Kontak ini terjadi pada
sisi aktif enzim. Pada konsentrasi substrat rendah, sisi aktif enzim hanya akan
menampung substrat sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak
substrat yang akan bergabung dengan enzim pada sisi aktif tersebut. Dengan
demikian, konsentrasi kompleks enzim-substrat makin besar (Kusnawidjaya,
1993).
f. Waktu inkubasi
Menurut Whittaker (1994), lama inkubasi berpengaruh terhadap hasil
hidrolisis, dimana makin lama proses hidrolisis, makin banyak enzim yang
berdifusi ke dalam substrat sehingga produk yang dihasilkan makin besar pula. Pada
batas tertentu peningkatan lama hidrolisis tidak akan menambah jumlah produk
disebabkan karena substratnya sudah habis atau terjadi penghambatan atau umpan
balik dari produknya.
2.5 Enzim Bromelin
Bromelin adalah salah satu enzim proteolitik atau protease yaitu enzim yang
mengkatalisasi penguraian protein menjadi asam amino dengan membangun blok
melalui reaksi hidrolisis. Hidrolisis (hidro=air; lysis=mengendurkan atau
gangguan/uraian) adalah penguraian dari molekul besar menjadi unit yang lebih
kecil dengan kombinasi air. Dalam pencernaan protein, ikatan peptida terputus
dengan penyisipan komponen air, -H dan –OH pada rantai akhir (Supartono, 2004).
Bromelin merupakan nama kolektif untuk enzim proteolitik yang
didapatkan dari familia bromeliaceae yang ditemukan Hencle dan Gortner, lebih
lanjut dikemukakan bahwa enzim bromelin dapat berasal dari buah, daun, dan
batang yang mengandung enzim protease yang berbeda (Muchtadi, 1992). Enzim
bromelin dapat diekstraksi dari batang nanas yang disebut stem bromelin atau dapat
pula diesktraksi dari buahnya yang disebut bromelin bras. Bromelin dapat diperoleh
dari tanaman nanas baik dari tangkai, kulit, daun, buah, maupun batang dalam
jumlah yang berbeda. Kandungan enzim lebih banyak di bagian daging buahnya,
hal ini ditunjukkan dengan aktivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan
aktivitas pada bagian batangnya (Herdyastuti, 2006).
Enzim bromelin yang diisolasi dari daging buah nanas matang memiliki
aktivitas lebih tinggi daripada enzim bromelin yang diisolasi dari buah nanas
mentah. Kondisi optimum reaksi enzimatis bromelin dari daging buah nanas
matang dicapai pada pH 6,5 pada temperatur 50oC - 60oC. Aktivitas bromelin stabil
pada rentang pH 2 sampai 9 (Priya et al, 2012).
Menurut hasil penelitian Supartono (2004) melaporkan bahwa, aktivitas enzim
bromelin pada bagian batang nanas sebesar 0,31 U/ml dan daging buah sebesar 1,64
U/ml. Sedangkan Maryam (2009) dalam penelitiannya menambahkan bahwa
aktivitas enzim bromelin dari bagian batang buah nanas sebesar 0,274 U/ml dan
bagian daging buahnya 0,337 U/ml.
Bromelin merupakan enzim endopeptidase dan tergolong kelompok enzim
protease sulfihidril. Enzim protease sulfihidril yang artinya mempunyai residu
sulfihidril pada lokasi aktif. Enzim bromelin berfungsi untuk mempercepat
penguraian protein, sebagai enzim proteolitik bromelin mampu memecah molekul-
molekul protein menjadi bentuk asam amino (Winarno, 1986).
Nurhidayah (2013) menambahkan bahwa enzim bromelin tergolong dalam
kelompok enzim protease sulfhidril yang dapat menghidrolisa protein
menghasilkan asam amino sederhana yang larut dalam air. Sisi aktif enzim bromelin
mengandung gugus sistein dan histidina yang penting untuk aktivitas enzim
tersebut. Sehingga enzim bromelin ini secara- khusus memotong ikatan peptida
pada gugus karbonil seperti yang ditemukan dalam arginin dan asam aromatik
seperti tirosin.
Protein dipecah oleh enzim membentuk ikatan–ikatan dipeptida dan setiap
ikatan dipeptida dibebaskan oleh satu molekul air. Satu molekul protein terdiri dari
rantai polipeptida tunggal atau sejumlah rantai polipeptida yang bergabung dengan
ikatan-ikatan silang. Lalu ikatan–ikatan peptida terputus dan membebaskan
sejumlah komponen asam – asam amino yang sebelumnya diikat bersama substitusi
ikatan amida. Dimana ikatan – ikatan peptida sendiri terbentuk karena adanya reaksi
dari gugus amino (-NH2) dari satu asam amino dengan gugus asam (=COOH) dari
asam berikutnya. Asam amino sendiri merupakan molekul organik dengan berat
molekul yang relatif rendah (rata–rata 100-200), yang paling sedikit mengandung
satu gugus karboksil (COOH) dan satu gugus asam amino (NH2) serta memiliki
rantai cabang yang sering disebut gugus R (Irma, 1997).
Silverstein dan Kezdy (1975) menambahkan bahwa enzim protease ekstrak
nanas akan mengkatalisis hidrolisis amida dan esternya, ikatan peptida secara
spesifik pada protein dengan ikatan yang melibatkan asam amino dasar dengan
gugus R yaitu alanin, asparagin, glisin, ileusin, leusin, lisin, tirosin, triptofan, dan
valin.
Daya ikat air pada perlakuan 15% lebih tinggi dibandingkan daya ikat air pada
perlakuan 0%, 27,5% dan 40%. Kapasitas mengikat air didefinisikan sebagai
kemampuan dari daging untuk mengikat atau menahan air selama mendapat
tekanan dari luar, seperti pemotongan, pemanasan, penggilingan atau pengepresan.
Banyak faktor yang mempengaruhi daya ikat air daging, diantaranya pH, bangsa,
pembentukkan aktomiosin (rigormortis), temperatur dan kelembaban, pelayuan
karkas, tipe daging dan lokasi otot, fungsi otot, umur, pakan dan lemak
intramuskuler (Soeparno, 2009).
Menurut Ockerman (1983), bahwa perbedaan nilai daya mengikat air daging
dipengaruhi oleh kandungan protein dan karbohidrat daging, kandungan protein
daging yang tinggi akan diikuti dengan semakin tingginya daya mengikat air.
Menurut Asryani (2007) ekstrak buah nanas mampu memecah molekul-
molekul protein menjadi lebih sederhana, sehingga kemampuan untuk mengikat air
lebih kuat. Komponen daging untuk mengikat air sangat erat hubungannya dengan
daya ikat oleh protein sebab komponen daging untuk mengikat molekul air sangat
tergantung pada banyaknya gugus reaktif protein. Rendahnya kapasitas mengikat
air dapat terjadi akibat penurunan pH. Laju penurunan pH otot yang cepat akan
meningkatnya kontraksi aktomiosin yang terbentuk, dengan demikian akan
memeras cairan keluar dari dalam daging.
4.2. Nilai pH
Pengempukan daging dengan enzim adalah salah satu metode yang sudah
lama dilakukan. Secara biokimia, pelunakkan daging dapat dianggap sebagai proses
degradasi protein struktur/serat atau berubahnya struktur kuartener menjadi struktur
sederhana. Salah satu cara untuk mengubah struktur ini adalah melalui hidrolisis
dengan bantuan enzim protease. Ikatan peptide dapat dihrolisis dengan perebusan
di dalam asam kuat atau basa kuat untuk menghasilkan komponen asam amino
dalam bentuk bebas (Oktapiana, 2015). Nilai pH daging ayam petelur afkir yang
diperoleh selama praktikum dapat dilihat pada Tabel. 3.
Tabel 3. Nilai pH Daging Ayam Petelur Afkir dengan Penambahan Konsentrasi
Ekstrak Buah Nanas yang Berbeda.
Perlakuan % pH
0 5.92
15 5,76
27,5 5,27
40 5,65
Tabel 3. menunjukkan bahwa rataan nilai pH daging ayam petelur afkir yang
rendah dalam ekstrak nenas terdapat pada perlakuan 27,5 % yakni 5,27 dan nilai
pH yang tertinggi terdapat pada perlakuan 0 % yakni 5,92. Peningkatan konsentrasi
ekstrak nenas terhadap daging ayam petelur afkir menyebabkan nilai pH menurun.
Menurunnya pH daging ayam petelur afkir dengan meningkatnya larutan ekstrak
kulit nenas pada perlakuan 27,5 % disebabkan di dalam bromelin mengandung
enzim protease yang dapat menghidrolisa protein daging ayam petelur afkir
sehingga dapat menembus membran sitoplasma daging dan berdisosiasi menjadi
CH3COOH (asam asetat) dan H+. Semakin tinggi konsentrasi bromelin yang
digunakan berarti semakin tinggi H+ yang terbentuk, yang akan menurunkan pH
daging ayam karena ion H+ member pengaruh terhadap derajat keasaman yang
menyebabkan persentase bromelin banyak tidak terurai. Sesuai dengan pendapat
Brauen dkk (1990), bahwa penggunaan bromelin yang semakin tinggi
mengakibatkan persentase bromelin yang tidak terurai meningkat dan semakin
banyak molekul asam yang tidak terdisosiasi, sehingga banyak menghasilkan H+
yang dapat menurunkan pH daging ayam itu sendiri. Praktikum ini juga
menunjukkan bahwa penggunaan bromelin dalam perendaman daging ayam sampai
konsentrasi 27,5 % akan menurunkan pH daging ayam.
Perubahan nilai pH daging setelah dipotong disebabkan karena terjadinya
perubahan biokimia konversi otot menjadi daging. Tidak adanya darah setelah
hewan dipotong menyebabkan penyediaan oksigen ke otak berhenti dan tidak ada
lagi glikogen dalam otot sehingga hasil sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan
dari otot dan mulai terjadi perubahan pada otot menjadi daging meliputi perubahan
suhu, perubahan pH dan terjadinya proses rigor mortis (Soeparno 2009).
5.2 Saran
Saran yang diberikan terkait dengan praktikum ini adalah perlu adanya lanjutan
tentang nilai gizi dan sifat mikrobiologis ayam petelur afkir dengan menggunakan
ekstrak nenas.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni. 2005. Sifat Fisik Daging Dada Ayam Broiler Pada Berbagai Lama
Postmortem Di Suhu Ruang. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Asryani, D. M. 2007. Eksperimen Pembuatan Kecap Manis dari Biji Turi dengan
Bahan Ekstrak Buah Nanas. Jurnal of science. Fakultas Teknik. Universitas
Negeri Semarang. Semarang.
Aulia. 2010. Pedoman Bertanam Buah Nenas. Bandung: Tim Karya Tani Mandiri.
Berdasarkan Variasi pH. Jurnal Ilmiah Biologi Biogenesis. Volume 1, Nomor
2, halaman: 116 – 122. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Brauen, A.L., P.M. Davidson and S. Salminen. 1990. Food Additive. Marcel
Dekker Inc. New York.
Forrest, J.C., E.B. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge dan R.A. Merkel. 1975.
Principles of Meat Science. San Fransisco: W.H. Freeman and Co.
Hartadi, H., L.C. Kearl, S. Reksohadiprojo, L.E. Harris dan S. Lebdosukoyo. 1980.
Tabel-Tabel Dari Komposisi Bahan Makanan. Data ilmu makanan ternak untuk
Indonesia. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.
Herdyastuti N. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Ekstrak Kasar Enzim Bromelin dari
Batang Nanas (Ananas comusus L.merr). Berk.Penel.Hayati.Vol. 12: 75– 77.
Hero, F. 2008. Perkembangan Ekspor Nanas Indonesia sebagai Salah Satu
Komoditas Pertanian dalam Upaya Daya Saing Pasar Dunia. Web-site :
http://agribisnis.deptan.go.id. Diakses: Tanggal 16 Desember 2018.
Irma, K., Arief, Dede Z dan Ela, T.S. 1997. Pengaruh Konsentrasi Getah Pepaya
(Carica papaya, Linn) dan Waktu Hidrolisis terhadap Hidrolisat Protein
Kepala Udang Windu (Karapaks penaeus monodon). Prosiding Seminar Tel
Pangan. Hal: 271 – 282.
Lukman, D.W. et al. 2008. Higiene Pangan. Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Ma’arif, A. 2009. Pengaruh Asap Cair Terhadap Kualitas Bakso Daging Sapi Bali.
Skripsi. Makassar: Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.
Maryam, Siti. 2009. Ekstrak Enzim Bromelin dari Buah Nanas (Ananas sativus
Schult.) dan Pemanfaatannya Pada Isolasi DNA. Skripsi. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Reed, Gerald. 1975. Enzymes in Food Processing Second Edition. New York:
Academic Press Inc.
Silaban, Ramlan. 2009. Studi Pemanfaatan Enzim Papain Getah Buah Pepaya
Untuk Melunakkan Daging. Medan: Universitas Negeri Medan..
Supartono. 2004. Karakterisasi Enzim Protease Netral dari Buah Nenas Segar.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Whitaker JR., 1994. Principle of Enzymology for the Food Science. New York:
Marcel Decker, 29–62.
Winarno, F. G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Utama.
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
A. Perhitungan
Konsentrasi 0%
10 ml − 8,2
%DIA = × 100% = 18%
10 gr
Konsentrasi 15%
10 ml − 8,6
%DIA = × 100% = 14%
10 gr
Konsentrasi 27,5%
10 ml − 8
%DIA = × 100% = 20%
10 gr
Konsentrasi 40%
10 ml − 8,4
%DIA = × 100% = 16%
10 gr
B. Gambar