Anda di halaman 1dari 10

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 ANATOMI DAN MORFOLOGI UNGGAS


Di Indonesia sendiri terdapat 32 galur ayam lokal (ecotype) yang terdiri dari berbagai
rumpun dengan karakteristik morfologis fisik yang berbeda dan khas dari daerah asalnya dan
mempunyai kelebihan setiap galurnya (Nuraini et al., 2018).
Tomar (2015), yang menyatakan bahwa morfologi suatu sistem organ bervariasi sesuai
dengan perilaku makan, habitat dan kebisaan dari suatu spesies.
Produksi dan reproduksi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia
peternakan. Untuk memaksimalkan produksi ternak selain di perlukan makanan yang sesuai
kebutuhan ternak dan lingkungan yang bersih tentu juga di perlukan pengetahuan mengenai
reproduksi unggas (Latifa, 2007),
3.1.1 AYAM
Amrullah (2003) menyatakan bahwa potensi ayam broiler cukup besar di Indonesia,
yaitu mempunyai arti ekonomi yang cukup tinggi sebagai penghasil protein hewani.
Pratikno (2010). Ayam broiler (ayam pedaging) merupakan jenis ternak yang banyak
dikembangkan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani.
Situmorang (2013). Ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang
murah, dibanding dengan daging yang lain.

3.1.2 KEPALA
Arlina dan Afriani (2003) melaporkan rata-rata tinggi jengger pada ayam Kampung
jantan dan betina adalah 21,5 mm dan 3,89 mm, maka hasil penelitian ini lebih tinggi baik
pada jantan maupun pada betina yaitu 1.65 mm dan 5.95 mm.
Saputra (2006) dimana tinggi jengger pada ayam Kampung jantan dan betina adalah
18,89 mm dan 12,74 mm, maka hasil penelitian ini lebih tinggi 4.26 mm pada jantan dan
lebih rendah 2.90 mm pada betina.
Tafiany (2021). Kepala ayam merupakan hasil samping pemotongan ayam yang
memiliki kandungan protein sebesar 15,69%.

3.1.3 BULU
Ayam Sentul dapat dibedakan berdasarkan warna bulunya. Menurut Meyliyana et al.
2013)
Pada ayam pelung, karakter warna bulunya sangat kompleks. Selain warna coklat,
tubuh ayam pelung juga diselimuti oleh warna lain, seperti merah, hitam dan putih, sehingga
warna bulu pada ayam pelung merupakan perpaduan dari keempat warna tersebut dan tidak
ada warna yang mendominasi (Iskandar, 2006).
Pratama (2006) maka penelitian ini tidak terlalu berbeda yaitu warna bulu ayam
Kampung yang banyak ditemui adalah warna bulu tipe bulu liar yaitu 54.37 % untuk yang
jantan dan warna bulu hitam yaitu 52.73 % untuk yang betina.

3.1.4 KAKI
Arlina dan Afriani (2003) menyatakan rata-rata panjang femur pada ayam Kampung
jantan dan betina adalah 89.78 mm dan 78.84 mm, maka hasil penelitian ini lebih tinggi baik
pada jantan maupun pada betina adalah 19.46 mm dan 16.55 mm.
Karakteristik eksternal yang diamati meliputi sifat kualitatif seperti warna bulu, bentuk
jengger, warna cuping dan warna kulit kaki. Munculnya warna bulu, bentuk jengger, warna
cupping dan warna kulit kaki yang bukan karakteristik ayam kampung menandakan bahwa
ayam kampung yang dipelihara merupakan hasil persilangan (Arlina et al, 2014).
Saputra (2006) melaporkan rata-rata panjang femur pada ayam Kampung jantan dan
betina adalah 111.38 mm dan 105.49 mm, maka hasil penelitian ini lebih rendah 2.14 mm
pada jantan dan lebih rendah 10.1 mm pada betina.

3.2 SISTEM PENCERNAAN DAN SISTEM REPRODUKSI UNGGAS


Apabila kontraksi terus terjadi, maka ketebalan otot akan meningkat. Ketika makanan
berada di rongga mulut, makanan akan disalurkan ke tembolok melalui esofagus dengan
bantuan dorongan yang kuat dari lidah, sehingga esofagus servikal hanya meghasilkan sedikit
gerakan untuk membantu meneruskan makanan ke tembolok (Gofur, 2020).
Epitel kelenjar berperan dalam mensekresi mukus guna melindungi permukaan mukosa
esofagus dan membantu membasahi makanan (Eurell dan Frappier, 2006).
Zaher et al., (2012), yang menyatakan bahwa kelenjar esofagus pada burung puyuh
tersebar di seluruh bagian tunika submukosa esofagus.

3.2.1 SALURAN PENCERNAAN


Bacha dan Bacha (2012), menjelaskan bahwa kelenjar esofagus unggas selalu bertipe
mukus.
Esofagus merupakan saluran berdinding tipis yang menyalurkan makanan dari mulut ke
proventrikulus. Umumnya esofagus unggas dibagi menjadi esofagus servikal dan esofagus
torakal (König et al., 2016).
Ukuran dan bentuk proventrikulus bervariasi antar spesies unggas, yaitu berukuran
besar pada unggas pemakan ikan dan relatif kecil pada unggas pemakan biji-bijan (Denbow,
2015).

3.2.2 ALAT KELENGKAPAN


Gambaran distribusi doksisiklin menunjukkan seluruh sediaan doksisiklin yang telah
lulus uji potensi lebih banyak terdistibusi ke ginjal, paru dan hati daripada otot paha
(Werdiningsih dkk., 2014).
Hati ayam mengandung zat besi yang cukup tinggi yaitu sebesar 8,99 mg/ 100 gr
(USDA, 2014).
Hati ayam merupakan tempat penyimpanan besi sehingga mengandung zat besi dengan
kadar tinggi yang dibutuhkan untuk mencegah anemia (Simbolon, dkk., 2012).

3.2.3 ALAT REPRODUKSI JANTAN


kolesterol adalah komponen penting dalam biosintesis testosteron, yang berperan
sebagai prekursor hormon testosteron (salah satu dari hormon steroid;) (Tranggono, 2001,
Muryanti, 2005).
Penambahan minyak ikan lemuru dan minyak sawit (yang banyak mengandung omega-
3 dan omega-6) ternyata mampu meningkatkan kinerja dan reproduksi ayam kampung jantan
secara bermakna, dengan cara meningkatkan kualitas dan kuantitas spermatozoa (Fitriyah
2004).
Surai et al. (2000), bahwa penambahan minyak Arasco yang banyak mengandung asam
lemak omega-6 yaitu arachionat (20 :4n-6) ternyata dapat meningkatkan kandungan asam-
asam lemak pada testes ayam, terutama DHA (22:4n-6) dan EPA (20:5n-3).

3.2.4 ALAT REPRODUKSI BETINA


Cortex ini mengandung folikel, pada folikel (ovum) ini terdapat selsel telur. Jumlah sel
telur ini dapat mencapai lebih dari 12.000 buah namun yang mampu masak hanyalah
beberapa buah saja (Jacob, 2013).
Fisiologi reproduksi unggas (poultry) sangat berbeda dibandingkan dengan mamalia;
perbedaan yang sangat nyata dan menyolok adalah sel telur unggas dibuahi didalam
infundibulum, memperoleh asupan zat-zat makanan, di kelilingi oleh kerabang telur, dan
akhirnya dikeluarkan dari dalam tubuh (Arman, 2014).
Lim et al (2013), Secara anatomis, oviduct ayam terdiri dari empat segmen:
infundibulum (tempatfertilisasi), magnum (produksi komponen putihtelur), isthmus
(pembentukan shellmembran) dan shell gland (pembentukan kulittelur).

3.3 PEMELIHARAAN AYAM BROILER


Azizi et al. (2011) menyatakan bahwa dalam suatu pemeliharaan maka ada beberapa
faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum diantaranya jumlah konsumsi ransum dan
kandungan zat makanan pada ransum seperti energi, protein kasar dan serat kasar.
Lacy dan Vest (2000) yang menyebutkan bahwa manajemen pemeliharaan yang
berbeda akan menyebabkan tingkat konsumsi ransum juga akan berbeda.
Usaha peternakan ayam pedaging di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan
guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan penyediaan protein hewani bagi masyarakat.
Swasembada ayam pedaging di Indonesia sudah dimulai sejak 1995 (Jamaludin et al., 2019)

3.3.1 BOBOT BADAN


Hasan et al. (2013) menyatakan faktor yang mempengaruhi bobot tubuh sebelum
pemotongan ayam broiler antara lain protein ransum dan konsumsi pakan.
Pertambahan bobot badan harian dihitung dengan cara mengurangkan bobot badan
akhir dengan bobot badan awal pengamatan dan dibagi dengan jumlah hari pengamatan
(Qisthon dan Suharyati, 2007).
Qisthon (2015). Secara kuantitatif terlihat bahwa pertambahan bobot badan cenderung
meningkat sejalan dengan meningkatnya proporsi konsentrat.
3.3.2 KONSUMSI RANSUM
Pakan tambahan merupakan bahan pakan yang diberikan kepada ternak melalui
pencampuran pakan yang sudah disusun berdasarkan iso energy dan iso protein. Ibrahim et
al. (2016)
Perbedaan kandungan protein ini menyebabkan broiler akan mengkonsumsi ransum
yang lebih banyak jika kebutuhan energinya belum tercukupi untuk maintenance,
metabolisme, produksi, dan lain – lain (Suprijatna dkk, 2005)
Wiryawan et al. (2007) melaporkan bahwa ayam broiler yang diberi ransum dengan
tambahan tepung daun salam sampai level 3% meningkatkan performans ayam broiler
dengan meningkatnya konsumsi pakan dan pertumbuhan bobot tubuh.

3.3.3 PERTAMBAHAN BOBOT BADAN


Adanya perbedaan pertambahan bobot badan ayam Sentul jantan G1 dan betina diduga
disebabkan adanya pengaruh hormonal, dimana ayam jantan memiliki hormon androgen yang
berperan dalam percepatan pertumbuhan pada ayam jantan (Pagala et al. 2017).
Berbeda dengan pendapat Puteri et al. (2020) menyatakan bahwa saat umur 1-2 bulan
ayam Sentul memiliki pertambahan bobot badan tertinggi.
Menurut Nuraini et al. (2018) bahwa perbedaan jenis kelamin berpengaruh pada
perbedaan kenaikan bobot badan ternak.
3.3.4 KONVERSI RANSUM
Faktor-faktor yang memengaruhi konversi pakan antara lain konsumsi pakan, berat
badan, kandungan dalam ransum, lingkungan pemeliharaan, stress dan jenis kelamin
(Lokapirnasari et al., 2012).
Konversi pakan erat hubungannya dengan efisiensi penggunaan pakan selama
pertumbuhan dan didefinisikan sebagai perbandingan antara konsumsi pakan dengan unit
pertumbuhan bobot badan (Zainal, 2012).
Sio (2016). Konversi pakan yang baik pada perlakuan ransum buatan dinilai dengan
konsumsi ransum yang sedikit tetapi menghasilkan pertambahan berat badan yang tinggi
dibandingkan dengan ransum konvensional.

3.3.5 BOBOT KARKAS


Budiansyah (2003) berpendapat bahwasannya bobot karkas yang relatif sama sejalan
dengan pertambahan bobot badan yang akan menghasilkan bobot karkas yang juga tidak
berbeda.
Budiansyah (2010). Bobot karkas adalah gambaran dari pertumbuhan jaringan dan
tulang. Semakin tinggi bobot karkas, pertumbuhan jaringan daging dan tulang yang termasuk
dalam komponen karkas semakin tinggi dan ransum berkualitas baik.
Menurut Djunu dan Saleh (2015) bobot karkas ayam kampung super 368.60 g/ ekor
dengan pemberian ramuan herbal pada air minum, lebih rendah dibandingkan dengan hasil
penelitian dengan menggunakan tepung daun salam dalam ransum.

3.3.6 BOBOT ORGAN-ORGAN DALAM


Akhadiarto (2012) SK yang berasal dari pakan setelah dikonsumsi ayam akan mengikat
asam empedu sesampainya disaluran pencernaan.
Jamal (2005), yang mengemukakan bahwa peningkatan jumlah serat akibat penggunaan
bungkil saitun tidak berpengaruh terhadap hati dan jantung.
Jenis serat dan sumber serat pada ransum unggas akan berdampak pada performa dan
perubahan morfologi organ dalam terutama saluran pencernaan (Iyayi dkk., 2005).

3.3.7 BOBOT LEMAK ABDOMEN


Mahata et ol. (2008) menyatakan bahwa persentase lemak abdomen untuk ayam broiler
berkisar 0,5G 0,61%. Semakin tinggi penambahan arnpas tahu dan dedak fermentasi dalam
ransum, ada kecenderungan menurunkan persentase lemak abdomen ayam broiler.
Mahfudz (2000) menyatakan bahwa untuk mencerna serat kasar dibutuhkan energi
yang banyak sehingga ayam tidak memiliki energi yang berlebihan untuk disimpan dalam
bentuk lemak daging (lemak abdomen).
Sandi (2012). Persentase lemak abdomen adalah bobot lemak abdomen dibagi bobot
hidup dikali 100o/o. Lemak abdomen adalah lapisan lemak yang terdapat disekitar gizzard
dan lapisan antara otot aMominal dan usus.
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiarto, S. (2012). Pengaruh pemberian probiotik temban, biovet dan biolacta terhadap
persentase karkas, bobot lemak abdomen dan organ dalam ayam broiler. Jurnal sains
dan teknologi Indonesia, 12(1).
Amrullah Bin Katsir 2003. Potensi Ayam Broiler Cukup Sebagai Penghasil Protein Hewani
di Indonesia.
Arlina F., H. Abash, S. Anwar, Jamsari. 2014. Variability of external genetic characteristic of
Kokok Balenggek Chicken in West Sumatra, Indonesia. International Journal of Poultry
Science 13(4):185-190.
Arlina, F dan T. Afriani. 2003. Karakteristik genetik eksternal dan morfologi ayam kampung.
Jurnal Peternakan dan Lingkungan Vol. 09 No. 2 Hal: 1-5.
Azizi, B, G., Sadeghi, A., Karimi, F., Abed. 2011. Effect of dietary energy and protein
dilution and time of feed replacement from starter to grower on broiler chickens
performance. Jurnal of Central European Agriculture. 12 (1) : 44 – 52.
Bacha, W. J. Jr., dan Bacha, L. M. 2012. “Color Atlas of Veterinary Histology”. 3rd ed. John
Wiley & Sons, Iowa. 196. Chapter 13, halaman: 141; 178-179.
Budiansyah, A. (2010). Performan ayam broiler yang diberi ransum yang mengandung
bungkil kelapa yang difermentasi ragi tape sebagai pengganti sebagian ransum
komersial. Jurnal ilmiah ilmu-ilmu peternakan, 260-268.
Budiansyah, A. 2003. Pengaruh penggunaan silase tepung daging keong mas (Pomaceae sp)
dalam ransum terhadap pertumbuhan dan karkas ayam broiler. Ilmiah Ilmu Peternakan.
6 (4) : 227-234.
Denbow, D. M. 2015. Gastrointestinal Anatomy and Physiology dalam Sturkie’s Avian
Physiology. Editor: C. G. Scanes. Elsevier, Chapter 14, hal: 338-343.
Djunu dan Saleh. 2015. Pengaruh penambahan ramuan herbal pada air minum terhadap
persentase karkas, persentase lemak andomen dan persentase hati pada ayam kampong
super. Jurnal Zootek. 38 (1) : 160-168
Eurell, J. A dan Frappier, B. 2006. Dellmann’s Textbook of Veterinary Histology. 6th ed.
Blackwell Publishing, USA. Chapter 10, hal. 184-210.
Fitriyah A. 2004. Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lemuru dan Minyak Jagung terhadap
Kuantitas dan Kualitas Semen Ayam Lokal. Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana
UGM.
Gofur, R. 2020. Textbook of Avian Anatomy. Edisi 1. Noor Publications, Bangladesh, hal.
43-44.
Hasan, N. F. U. Atmomarsono, E. Suprijatna. 2013. Pengaruh frekuensi pakan pada
pembatasan pakan terhadap bobot tubuh, lemak abdominal, kadar lemak hati ayam
broiler. Animal Agriculture Journal. 2 (1) : 336-343.
Ibrahim, W. Rita, M. Nurhayati, Nelwida, Berliana. 2016. Penggunaan kulit nanas fermentasi
dalam ransum yang mengandung gulma berkhasiat obat terhadap konsumsi nutrient
ayam broiler. Jurnal Agripet 16 (2) : 76-82.
Iskandar S. 2006. Pelestarian Plasma Nutfah Ayam Lokal Domestik. Warna Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 28 (3):11- 13.
Iyayi E.A., O. Ogunsola and R. Ijaya. 2005. Effect of three sources of fibre and period of
feeding on the performance, carcase measures, organs relative weight and meat quality
in broilers. International Journal of Poultry Science, 4(9): 695- 700.
Jacob, J dan T. Pescatore . 2013. Avian Female Reproductive System. University of
Kentucky College of Agriculture, Food and Environment. Lexington, US.
Jamal M. Abo Omar . 2005. Carcass composition and visceral organ mass of broiler chicks
fed different levels of olive pulp. Journal of The Islamic University of Gaza 13 (2): 76-
84.
Jamaludin, A. Rohmad, N. Winahyu. 2019. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Ayam
Pedaging (Broiler) Di Kecamatan Kandat Kabupaten Kediri. Jurnal Ilmiah Fillia
Cendekia 4(2): 78-87.
König, H. E., Liebich, H. G., Korbel, R. dan Klupiec, C. 2016. Digestive system (apparatus
digestorius)" dalam "Avian Anatomy Textbook and Colour Atlas. Editor: H. E. König,
R. Korbel, dan H. G. Liebich. 5m Publishing, Chapter 6, hal. 97-100.
Lacy, M. dan L. R. Veast. 2000. Improving Feed Conversion in Broiler : A Guide for
growers. Springer Science and Business Media Inc. New York.
Latifa, R. 2007. Upaya Peningkatan Kualitas Telur Itik Afkir Dengan Hormon Pregnant
Mare’s Serum Gonadotropin. Malang: Jurusan Biologi FKIP Universitas
Muhammadiyah .
Lim, C. H., et al. 2013.Avian WNT4 in the Female Reproductive Tracts: Potential Role of
Oviduct Development and Ovarian Carcinogenesis. Plos One. 8 (7) : 1-9.
Lokapirnasari, I.P., Soewarno dan Y. Dhamayanti. 2012. Potensi crude spirulina terhadap
protein effisiensi rasio pada ayam petelur potency of crude spirulina on protein
efficiency ratio in laying hen. Veterinaria Medika. 2 (1): 1-4.
Mahata M.E., A. Dharma, l. Ryanto and Y. Rizal. 2008. Effect of Substituting Shrimp Waste
Hydrolysate of Penaeus merguensis for Fish Meal in Broiler Performance. Pakistan J.
Nutr. 7(6):806-810.
Mahfudz 1.D., W. Sarengat dan B. Srigandono. 2000. Penggunaan ampas tahu sebagai bahan
penyusun ransum ayam broiler. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Peternakan
Lokal, Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto.
Meyliyana, S. Mugiyono, Roesdiyanto. 2013. Bobot badan berbagai jenis Ayam Sentul di
gabungan kelompok tani ternak ciung wanara kecamatan ciamis kabupaten ciamis.
Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 985-992
Muryanti Y. 2005. Kadar Testosteron Serum Darah dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus
musculus L.) setelah diberi Ekstrak Biji Saga (Abrus precatorius L.) Tesis. Yogyakarta:
Program Pascasarjana UGM.
Nuraini, Z. Hidayat, K. Yolanda. 2018. Performa Bobot Badan Akhir, Bobot Karkas serta
Persentase Karkas Ayam Merawang pada Keturunan dan Jenis Kelamin yang Berbeda.
Sains Peternakan 16(2): 69–73
Pagala, M.A., A.M. Tasse, N. Ulupi. 2017. Association of cGH EcoRV Gene with Production
in Tolaki Chicken. International Journal of Sciences: Basic and Applied Research
(IJSBAR 24(7): 88–95.
Pratama, Y. 2006. Sifat-sifat kualitatif ayam Kampung di Kelurahan Koto Panjang Ikur Koto
Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Andalas, Padang.
Pratikno, H. (2010). Pengaruh ekstrak kunyit (Curcuma Domestica Vahl) terhadap bobot
badan ayam broiler (Gallus Sp). ANATOMI FISIOLOGI, 18(2), 39-46.
Puteri, N.I., Depison, Gushairiyanto. 2020. Growth Patterns, Body Weight, and
Morphometric of KUB Chicken, Sentul Chicken and Arab Chicken. Buletin Peternakan
44(3): 67–72.
Qisthon, A. dan S. Suharyati. 2007. Pengaruh naungan terhadap respons termoregulasi dan
produktivitas kambing peranakan ettawa. Majalah Ilmiah Peternakan, Fakultas
Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Volume 10, Nomor 1: 13-16
Qisthon, A., & Widodo, Y. (2015). Pengaruh peningkatan rasio konsentrat dalam ransum
kambing peranakan ettawah di lingkungan panas alami terhadap konsumsi ransum,
respons fisiologis, dan pertumbuhan. ZOOTEC, 35(2), 351-360.
Sandi, S., & Palupi, R. (2012). Pengaruh Penambahan Ampas Tahu dan Dedak Fermentasi
Terhadap Karkas, Usus dan Lemak Abdomen Ayam Broiler. Jurnal Agribisnis dan
Industri Peternakan, AGRINAK, 2(1), 1-5.
Saputra, H. 2006. Penampilan kuantitatif ayam Kampung pada pemeliharaan ekstensif di
Kecamatan Kuranji Kota Padang.
Simbolon, D. O., Masfria, & Sudarmi. 2012. Pemeriksaan Kadar Fe dalam Hati Ayam Ras
dan Ayam Buras Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Journal of Natural Product
and Pharmaceutical Chemistry Vol.1 No.1 , 8-13.
Sio, A. K., Nahak, O. R., & Dethan, A. A. (2016). Perbandingan Penggunaan Dua Jenis
Ransum terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), Konsumsi Ransum dan
Konversi Ransum Ayam Broiler. JAS, 1(1), 1-3.
Situmorang, N. A., Mahfuds, L. D., & Atmomarsono, U. (2013). Pengaruh pemberian tepung
rumput laut (Gracilaria verrucosa) dalam ransum terhadap efisiensi penggunaan protein
ayam broiler. Animal Agriculture Journal, 2(2), 49-56.
Suprijatna E., Atmomarsono U. dan Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Surai, P.F., R.C. Noble, N.H.C. Sparks and B.K. Speake. 2000. Effect of Longterm
Supplementation With Arachidonic or Docosahexaenoic Acids on Sperm Production in
The Broiler Chicken. Journal of Reproduction and Fertility. 120 : 257-264.
Tafiany, R. A., Al Awwaly, K. U., & Pt, S. (2021). Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap
Sifat Fungsional Konsentrat Protein Kepala Ayam (Doctoral dissertation, Universitas
Brawijaya).
Tomar, M. P. S., Joshi, H. R., Ramayya, P. J., Vaish, R. dan Shrivastav, A. B. 2015. Avian
Esophagus: A comparative Microscopic Study In Birds With different Feeding
Habitats. International journal of Medical and Health sciences, 9(8): 5-6.
Tranggono. 2001. Lipid dalam Perspektif Ilmu dan Teknologi Pangan. Pidato Pengukuhan
Guru Besar. Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
USDA, United State Department of Agriculture. 2014. Basic Report: 05027. National
Nutrient Database for Standard Reference Releases.
Werdiningsih, S., Nina, T. Y., Nurhidayah dan Eli, N. 2014. Profil distribusi beberapa
sediaan doksisiklin pada organ/jaringan ayam broiler. Buletin Pengujian Mutu Obat
Hewan No. 21 Tahun 2014. Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan.
Bogor.
Wiryawan, K. G., S. Luvianti, W. Hermana, dan S. Suharti. 2007. Peningkatan performa
ayam broiler dengan suplementasi daun salam [Syzygium polyanthum (Wight) Walp]
sebagai Antibakteri Escherichia coli. Media Peternakan. 30 (1): 55-62.
Zaher, M., El-Gareeb, A., Hamdi, H. dan AbuAmod, F. 2012. Anatomical, Histological and
Histochemical Adaptations of the Avian Alimentary Canal to Their Food Habits: I-
Coturnix coturnix. Life science Journal, 9(3): 253-275.
Zainal, H., T. Sartika, D. Zainuddin dan Komarudin. 2012. Persilangan pada Ayam Lokal
(KUB, Sentul, Gaok) untuk Meningkatkan Produksi Daging Unggas Nasional.
Workshop Nasional Unggas Lokal. Bogor. pp 102-108.

Anda mungkin juga menyukai